Anda di halaman 1dari 49

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN I

KELAS B
INFANCY SOCIOEMOTIONAL DEVELOPMENT

Disusun Oleh:
Kelompok 5
No Nama NIM Nilai Nilai
Presentasi Makalah
1. Annisa Larasati 20130108
0
2. Arga Paulina 20130108
Simanjuntak 1
3. Ayu Valerie Ivana 20130108
3
4. Bella Kristine Sitanggang 20130108
4
5. Bintang Belen 20130108
Simatupang 5

6. Chintya Claudya 20130108


Siringoringo 6

DEPARTEMEN PERKEMBANGAN
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat, nikmat, serta karunia-Nya sehingga kami bisa menyusun dan menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Makalah yang berjudul “Perkembangan Sosioemosional
pada Bayi” ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Psikologi
Perkembangan 1.
Makalah ini berisikan mengenai Perkembangan Emosi dan Kepribadian,
Pemahaman/Orientasi Sosial dan Kelekatan, serta Konteks Sosial. Penyusunan materi
makalah ini berdasarkan buku utama dalam mata kuliah Psikologi Perkembangan 1 yaitu
Life-Span Development karya John Santrock.
Kami menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan dan
kesalahan sehingga kami berharap saran dan kritik dari pembaca khususnya dari ibu dosen
pengampu mata kuliah Psikologi Perkembangan 1 agar kami dapat meningkatkan kualitas
dalam pembuatan makalah berikutnya.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terkait dengan
pembuatan makalah ini.
Medan, 24 Februari 2021

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 5

A. Latar Belakang 5

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 5

BAB II PEMBAHASAN 7

I. Emotional Development 7

A. Apakah Emosi Itu? 7

B. Pengaruh Biologis dan Lingkungan 7

C. Emosi-Emosi Awal 8

D. Ekspresi Emosi dan Relasi Sosial 8

E. Emotional Regulation dan Coping 11

II. Temperament 12

A. Describing and Classifying Temperament 12

B. Biological Foundations and Experience 13

C. Goodness of Fit and Parenting 13

III. Personality Development 14

A. Trust 14

B. The Developing Sense of Self 14

C. Independence 15

IV. Social Orientation/Understanding 16

3
A. Social Orientation 16

B. Locomotion 17

C. Intention and Goal-Directed Behavior 17

D. Social Referencing 17

E. Infant’s Social Sophistication and Insight 17

V. Attachment and It’s Development 18

A. Attachment 18

VI. Individual Differences In Attachment 18

A. Evaluating the Strange Situation 19

B. Interpreting Differences in Attachment 20

VII. Caregiver Styles and Attachment 21

VIII. The Family 21

A. The Transition to Parenthood 22

B. Reciprocal Socialization 22

C. Maternal and Paternal Caregiving 23

A. Parental Leave 24

B. Variations in Child Care 25

ANALISIS VIDEO 27

3 Stages of Emotional Development 27

1. Stages 1 : 1-6 bulan 27

2. Stages 2 : 6-12 bulan 27

3. Stages 3 : 12-24 bulan 28

I. Kesimpulan 29

II. Saran 29

III. Lampiran 30

DAFTAR PUSTAKA 50

4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan adalah perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakikat
manusia yang bermartabat atau berkualitas. Perkembangan individu memiliki beberapa
prinsip, yaitu akan selalu berproses selama individu tersebut masih hidup, seluruh aspek
saling memengaruhi mengikuti pola/arah tertentu karena di dalam perkembangan terjadi
perubahan dan perubahan tersebut dapat berupa hal yang dipertahankan atau bahkan
ditinggalkan. Perkembangan merupakan proses yang tidak akan berhenti. Secara fisik
perkembangan manusia sudah dimulai ketika sel sperma bertemu dengan ovum dan
terbentuk zigot. Selain perkembangan fisik, manusia juga mengalami berbagai
perkembangan salah satunya perkembangan sosio-emosional.
Perkembangan sosio-emosional merupakan salah satu hal yang pasti akan terjadi
pada manusia yang dimulai dari usia 0 tahun hingga dewasa. Adapun perkembangan sosio-
emosional sama pentingnya dengan perkembangan fisik dan kognitif. Mengapa demikian?
Alasannya ialah perkembangan sosio-emosional memainkan peran yang besar dalam
interaksi sosial anak dengan lingkungannya yang dapat membentuk kepribadian seseorang.
Perkembangan sosio-emosional sangat penting pada masa bayi. Hal tersebut
menjadi awal dari perkembangan emosi-emosi selanjutnya. Dengan adanya emosi,
seseorang dapat menunjukkan kepada yang lain.

B. Rumusan Masalah
● Apa itu Emosi ?
● Bagaimana cara bayi yang baru lahir berkomunikasi ?
● Apa saja tipe dasar dari temperamen ?
● Bagaimana cara interaksi sosial yang terjadi antara bayi dan orangtua?
● Apa aspek yang penting dalam perkembangan kepribadian di masa bayi ?
● Apa hal yang sangat penting dalam perkembangan sosio-emosional bayi ?

C. Tujuan Penelitian
● Untuk mengetahui apa itu emosi
● Untuk mengetahui cara bayi yang baru lahir berkomunikasi

5
● Untuk mengetahui tipe-tipe dasar dari temperamen
● Untuk mengetahui cara orangtua dan bayi berinteraksi sosial
● Untuk mengetahui aspek penting dalam perkembangan kepribadian di masa
bayi
● Untuk mengetahui hal yang penting dalam perkembangan sosio-emosional
bayi.

6
BAB II PEMBAHASAN

I. Emotional Development
A. Apakah Emosi Itu?
Emosi adalah perasaan atau pengaruh yang terjadi ketika seseorang berada dalam
sebuah keadaan atau interaksi yang penting baginya, terutama untuk kesejahteraan dirinya.
Dalam banyak hal, emosi mencakup komunikasi seseorang dengan dunia. Meskipun emosi
mencakup lebih dari sekadar komunikasi, pada bayi, hal tersebut merupakan aspek
komunikasi yang berada di garis terdepan emosi (Campos, 2009). Para psikolog
menggolongkan berbagai emosi dalam banyak cara, tetapi hampir semua penggolongan
menunjukkan bahwa emosi bersifat positif dan negatif (Izard, 2009). Emosi-emosi positif
mencakup antusiasme, sukacita, dan cinta. Adapun emosi-emosi negatif mencakup
kecemasan, kemarahan, rasa bersalah, dan kesedihan.

B. Pengaruh Biologis dan Lingkungan


Emosi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu dasar biologis dan pengalaman seseorang.
Kepentingan dasar biologis bagi emosi terlihat dalam perubahan kemampuan emosi bayi
(Kagan, 2010). Daerah-daerah tertentu pada otak yang berkembang di awal kehidupan
(seperti, batang otak, hipokampus, dan amigdala) berperan dalam distress, kegembiraan,
kemarahan, dan bahkan bayi menunjukkan emosi-emosi ini (Buss & Goldsmith, 2007).
Namun, bayi hanya dapat secara bertahap mengembangkan kemampuan untuk mengatur
emosi-emosinya. Adapun kemampuan ini akan terlihat seiring bertambahnya kematangan
daerah frontal dari korteks serebral yang dapat mengendalikan daerah-daerah lain di otak
(Bell, Greene, & Wolfe, 2010).

Emosi berperan penting dalam relasi kita (Stern, 2010; Thompson, 2010). Emosi
adalah bahasa pertama yang digunakan oleh orang tua dan bayi untuk berkomunikasi.
Interaksi yang berhubungan dengan emosi adalah seperti, ketika seorang bayi menangis lalu
orang tuanya merespon tangisan tersebut dengan cara menggendongnya, hal tersebut
menjadi dasar bagi perkembangan kasih sayang bayi kepada orang tuanya.

Selanjutnya, relasi sosial menjadi wadah berkembangnya beragam emosi (Kopp,


2011; Thompson, 2010). Ketika balita mendengar orang tuanya bertengkar, mereka akan
bereaksi dengan emosi mereka sendiri dan secara tidak langsung dapat menghambat
aktivitas bermain mereka. Peran yang baik dalam keluarga akan membuat setiap anggota
keluarga bahagia dan membuat suasana hati menjadi lebih ringan untuk meredakan konflik.

C. Emosi-Emosi Awal
Ahli terkemuka dalam bidang perkembangan emosional bayi, Michael Lewis (2007,
2008) membedakan antara emosi utama (primary emotions) dan emosi kesadaran diri (self-
conscious emotions). Primary emotions adalah emosi-emosi yang ada pada manusia
ataupun binatang lainnya dan muncul pada awal kehidupan, contohnya kegembiraan,
kemarahan, kesedihan, ketakutan, dan terkejut. Emosi-emosi ini muncul pada usia enam
bulan pertama dari perkembangan bayi. Adapun self-conscious emotions adalah emosi yang
7
menuntut kesadaran diri, terutama kesadaran dan perasaan “saya”, contohnya cemburu,
rasa bersalah, rasa bangga, rasa empati, dan rasa malu. Kebanyakan emosi-emosi tersebut
terjadi untuk pertama kali pada beberapa titik di pertengahan tahun pertama hingga tahun
kedua.

Beberapa ahli perkembangan sosioemosional bayi, seperti Jerome Kagan (2010)


menyimpulkan bahwa ketidakdewasaan strukturtural pada otak bayi menjadikan emosi
yang membutuhkan pemikiran seperti rasa bersalah, kebanggaan, keputusasaan, rasa malu,
empati dan kecemburuan menjadi mustahil pada bayi usia satu tahun.

D. Ekspresi Emosi dan Relasi Sosial


Ekspresi emosi terlibat dalam relasi pertama bayi. Kemampuan bayi untuk
mengomunikasikan emosi memungkinkan interaksi yang terkoordinasi dengan pengasuh
mereka dan menjadi awal ikatan emosi di antara mereka (Thompson, 2010). Tidak hanya
orang tua yang dapat mengubah emosi dalam merespon ekspresi emosi bayi, tetapi bayipun
dapat mengubah ekspresi emosi mereka dalam merespon ekspresi emosi orang tua mereka
(Bridgett & others, 2009). Oleh karena koordinasi tersebut, interaksi dapat diartikan sebagai
hubungan timbal balik atau sinkronis ketika semuanya berjalan dengan baik. Orang tua yang
sensitif dan responsif dapat membantu pertumbuhan emosi bayinya, baik dalam emosi
negatif ataupun emosi positif (Thompson & Newton, 2009). Menangis dan tersenyum
adalah dua ekspresi emosi yang ditunjukkan oleh bayi ketika berinteraksi dengan orang
tuanya. Ini adalah bentuk emosi pertama bayi.

Menangis (crying) adalah mekanisme terpenting bagi seorang bayi yang baru lahir
untuk berkomunikasi dengan dunianya. Tangisan pertama membuktikan bahwa paru-paru
bayi dipenuhi dengan udara. Menangis juga memberikan informasi mengenai kesehatan
sistem saraf pusat bayi yang baru lahir. Bahkan bayi yang baru lahir cenderung untuk
merespon dengan tangisan dan ekspresi wajah yang negatif ketika mereka mendengar bayi
yang baru lahir lainnya menangis (Dondi, Simion & Caltran, 1999). Bayi memiliki tiga tipe
menangis, yaitu:

● Tangisan dasar (basic cry): pola ritmik yang biasanya terdiri dari menangis, yang
diikuti dengan keheningan singkat, kemudian teriakan singkat yang lebih tinggi dari
tangisan utama, kemudian istirahat singkat sebelum tangisan selanjutnya. Beberapa
pakar bayi percaya bahwa rasa lapar adalah salah satu kondisi yang memicu tangisan
dasar.
● Tangisan marah (anger cry): variasi dari tangisan dasar di mana lebih banyak udara
yang berlebih dipaksa masuk ke pita suara
● Tangisan kesakitan (pain cry): sebuah teriakan panjang dan keras yang diikuti dengan
menahan napas; tidak ada rintihan awal. Tangisan kesakitan dirangsang oleh stimulus
intensitas tinggi.

8
Kebanyakan orang dewasa dapat menentukan apakah tangisan bayi mengartikan
kemarahan atau rasa sakit (Zeskind, Klein, & Marshall, 1992). Orang tua dapat lebih baik
mengenal tangisan bayi mereka daripada tangisan bayi lain.

Tersenyum (smiling) adalah cara untuk mengembangkan keterampilan sosial baru


dan juga sebagai sebuah kunci sinyal sosial. Kekuatan senyum bayi dengan tepat ditangkap
oleh pakar teori asal Inggris John Bowlby (1969). Ia berpendapat, “dapatkah kita meragukan
bahwa semakin sering dan baik senyuman bayi menandakan bahwa semakin baik ia dikasihi
dan dirawat? Hal tersebut adalah keberuntungan bagi keberlangsungan hidup mereka di
mana mereka diciptakan secara alami untuk seolah-olah memperdaya dan memperbudak
ibunya.” Dua tipe tersenyum yang dapat dibedakan pada bayi:

● Senyum refleksif/spontan (reflexive smile): sebuah senyuman yang tidak muncul


sebagai respon terhadap stimulus eksternal. Muncul selama bulan pertama setelah
lahir, biasanya bayi akan sering tersenyum bahkan saat sedang tidur.
● Senyum sosial (social smile): sebuah senyuman yang terjadi sebagai respon terhadap
rangsangan eksternal, biasanya dialami oleh bayi muda, paling cepat pada bayi
berusia dua bulan.

Daniel Messinger (2008) menjelaskan proses perkembangan senyuman bayi yaitu,


mulai dari 2-6 bulan setelah lahir, senyuman sosial bayi meningkat secara signifikan, baik
dalam self-initiated smiles maupun senyum yang timbul karena respon terhadap senyum
orang lain. Pada usia 6-12 bulan, senyum pasangan dengan apa yang disebut penanda
Duchenne (penyempitan mata) dan mulut membuka yang terjadi di tengah-tengah interaksi
yang sangat menyenangkan dan saat bermain dengan orang tua. Dalam tahun kedua,
tersenyum terus terjadi dalam keadaan positif seperti itu dengan orang tua dan dalam
banyak kasus peningkatan dalam tersenyum terjadi ketika adaya interaksi dengan teman
sebaya. Dalam tahun kedua ini juga, balita menjadi semakin menyadari arti dari senyum
sosial, khususnya dalam hubungan mereka dengan orang tua.

Bayi juga sewaktu-waktu mengeluarkan senyum anticipatory smiling, di mana


mereka berusaha mengomunikasikan emosi positif yang mereka dapat dengan tersenyum
kepada objek dan kemudian mengarahkan senyuman mereka kepada orang dewasa. Sebuah
penelitian mengungkapkan bahwa anticipatory smiling pada usia sembilan bulan dikaitkan
dengan penilaian orang tua mengenai kesanggupan hubungan sosial anak pada usia dua
setengah tahun (Parlade & others, 2009).

Ketakutan (fear), salah satu emosi dari bayi adalah rasa takut yang biasanya muncul
pertama kali pada usia 6 bulan dan memuncak pada usia sekitar 18 bulan. Akan tetapi, bayi
yang mengalami kekerasan dan pengabaian sudah menunjukkan rasa takut sejak usia 3
bulan (Campos, 2005). Para peneliti menemukan bahwa ketakutan bayi berhubungan
dengan rasa bersalah, empati, dan rendahnya agresi pada usia 6 sampai 7 tahun (Rothbart,
2007). Ekspresi ketakutan bayi yang paling sering adalah stranger anxiety. Stranger anxiety
muncul secara bertahap. Pertama kali muncul sekitar usia 6 bulan dalam bentuk
kewaspadaan. Pada usia 9 bulan, ketakutan terhadap orang asing semakin intens, mencapai

9
puncak menjelang akhir tahun pertama kehidupan kemudian menurun setelah itu (Scher &
Harel, 2008)

Tidak semua bayi menunjukkan kesulitan saat bertemu dengan orang asing. Selain
variasi indvidual, apakah bayi menunjukkan strangers anxiety juga tergantung pada konteks
sosial dan kepribadian orang asing tersebut. Siapa orang asing tersebut dan bagaimana
tingkah lakunya juga memengaruhi kecemasan terhadap orang asing pada bayi. Bayi
cenderung lebih tidak takut kepada anak asing daripada orang dewasa asing. Mereka juga
cenderung lebih tidak takut kepada orang asing yang ramah, murah senyum daripada orang
asing yang pasif dan serius (Bretherton Stolberg, Kreye, 1981). Rasa takut pada bayi juga
terjadi saat ia dipisahkan dari pengasuhnya, yang disebut seperation protest, di mana bayi
akan menangis ketika pengasuhnya pergi meninggalkannya.

E. Emotional Regulation dan Coping


Selama tahun pertama kehidupan, bayi secara bertahap mengembangkan
kemampuan untuk menghambat atau mengurangi intensitas dan durasi dari reaksi emosi
(Kopp, 2008). Dari awal kehidupan bayi, mereka meletakkan ibu jari mereka ke dalam mulut
untuk menenangkan diri mereka sendiri. Namun dasarnya, ketergantungan bayi secara
penuh adalah kepada pengasuhnya. Pengasuh akan membantu menenangkan mereka
dengan cara mengayun bayi dalam ayunan, menyanyikan lagu pengantar tidur, megusap
kepala bayi, dan sebagainya. Tindakan dari pengsuh memengaruhi regulasi biologis dari
emosi bayi (Thompson, Meyers, & Jochem, 2008). Dengan menenangkan bayi, pengasuh
membantu bayi untuk mengatur emosi mereka dan mengurangi tingkatan hormon stres (de
Haan & Gunnar, 2009).
Konteks dapat memengaruhi regulasi emosi (Thompson & Virmani, 2010). Bayi
sering terpengaruh oleh kelelahan, rasa lapar, siang hari, orang-orang sekitar mereka, dan di
mana mereka berada. Bayi harus belajar beradaptasi dengan konteks berbeda yang
membutuhkan regulasi emosional. Selanjutnya, tuntutan baru akan muncul ketika bayi
semakin bertumbuh dan orang tua mengubah ekspetasi mereka. Contohnya, orang tua akan
memaklumkan anaknya yang baru berusia 6 bulan berteriak di restoran tetapi bisa bereaksi
berbeda jika anaknya yang berusia satu setengah tahun berteriak.
Menenangkan atau tidak menenangkan—haruskah bayi yang menangis diperhatikan
dan ditenangkan, apakah hal tersebut bentuk memanjakan bayi? Seorang psikolog bernama
John Watson (1928) berpendapat bahwa orang tua menghabiskan terlalu banyak waktu
untuk menanggapi tangisan bayi. Akibatnya, saat orang tua terlalu merespon tangisan
bayinya, hal tersebut membuat bayi semakin mengulang tangisannya. Di lain pihak, pakar

10
kanak-kanak Mary Ainsworth (1979) dan John Bowlby (1989) menekankan bahwa orang tua
tidak bisa merespon tangisan bayi terlalu sering dalam masa awal kehidupannya. Mereka
percaya bahwa respon yang cepat terhadap tangisan bayi adalah hal yang penting untuk
memperkuat ikatan antara bayi dan pengasuhnya. Salah satu penelitian Ainsworth, bayi
yang di mana ibunya merespon dengan cepat ketika mereka menangis di usia 3 bulan
pertama, di masa selanjutnya, bayi tersebut akan lebih jarang menangis.
Kontroversi masih mencirikan pertanyaan tentang apakah atau bagaimanakah orang
tua harus merespon tangisan bayi (Lewis & Ramsay, 1999). Akan tetapi, para pendukung
perkembangan semakin berpendapat bahwa seorang bayi tidak boleh dimanja pada tahun
pertama kehidupan yang menyiratkan bahwa orang tua harus menenangkan bayi yang
menangis. Reaksi ini hendaknya membantu bayi mengembangkan rasa percaya dan
keterikatan yang aman dengan pengasuh.

II. Temperament
A. Describing and Classifying Temperament
● Chess and Thomas’ Classification
Psikiater Alexander Chess dan Stella Thomas mengidentifikasikan tiga tipe dasar dari
temperamen:
1. Easy Child yang biasanya berada pada mood yang baik, dengan cepat menetapkan
rutinitas teratur di masa bayi, dan mudah beradapsi ke pengalaman baru.
2. Difficult Child yang bereaksi negative dan sering menangis, mempunyai rutinitas
yang tidak teratur, dan lambat untuk menerima perubahan.
3. Slow-to-warm-up Child memiliki level kegiatan yang rendah, agak negative, dan
menunjukkan intensitas mood yang rendah.

Dalam penyelidikan mereka, Chess dan Thomas menemukan bahwa 40% dari anak
anak yang mereka pelajari dapat diklasifikasikan sebagai easy, 10% sebagai difficult, dan
15% slow-to-warm-up. Dan 35% lainnya tidak cocok dengan salah satu dari tiga tipe itu. Para
peneliti menemukan bahwa tiga tipe ini merupakan tipe yang cukup stabil di masa kanak-
kanak. Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa anak-anak dengan tipe
difficult menunjukkan lebih banyak masalah Ketika mereka mencoba tempat penitipan anak
dengan kualitas yang rendah dan lebih sedikit masalah dengan tempat penitipan anak yang
berkualitas tinggi disbanding dengan anak anak dengan tipe temperamen easy.

● Pengendalian Perilaku Kagan

11
Mary Rothbart dan John Bates berpendapat bahwa luas tiga dimensi dengan jelas
menampilkan apa yang peneliti temukan untuk menggambarkan struktur dari
tempramen : ekstraversi, dampak negatif dan usaha kontrol. Hal yang penting tentang
pengklasifikasian temperamen adalah anak anak tidak boleh dikategorikan ke hanya
satu temperamen.

Pengembangan kemampuan temperamen, seperti pengendalian usaha,


memungkinkan perbedaan individu. Perbedaan individu inilah yang merupakan hati dari apa
itu temperamen.
B. Biological Foundations and Experience
Biological Influence, karakteristik psikologis dihubungkan dengan berbagai
temperament yang berbeda. Terutama, inhibited temperament dikaitkan dengan pola
fisiologis yang unik seperti detak jantung yang stabil atau tinggi, hormon kortisol yang tinggi,
dan aktivitas yang tinggi pada lobus frontal sebelah kanan. Pola ini terhubung pada
eksabilitas amigdala, sebuah kerangk otak yang memiliki peran penting dalam rasa takut
dan hambatan.
Apa peran hereditas dalam pembentukan dasar temperamen? Pandangan
kontemporer beranggapan bahwa temperamen adalah hal biologis, tetapi berkembang
menjadi aspek perilaku; temperamen berkembang sejalan dengan pengalaman anak dan
menggabungkannya dengan kumpulan self-perception dan perilaku yang kemudian
mencerminkan perilaku anak.
Gender, culture, and temperament, gender mungkin merupakan faktor penting yang
membentuk konteks dalam mempengaruhi temperamen. Reaksi orangtua terhadap
temperamen bayi dapat berbeda beda. Demikianlah pula reaksi bayi bisa berbeda
tergantung kepada kebudayaan. Singkatnya, banyak aspek dari lingkungan seorang anak
dapat mendorong dan merubah temperamen.

C. Goodness of Fit and Parenting


Goodness of fit mengacu pada kecocokan antara temperamen anak dan tuntutan
lingkungan yang harus dihadapi anak. Beberapa karakteristik temperamen menimbulkan
lebih banyak tantangan dalam pengasuhan daripada yang lain, setidaknya dalam masyarakat
Barat modern. Ketika anak-anak cenderung tertekan, seperti yang ditunjukkan oleh
seringnya menangis dan mudah tersinggung, orang tua mereka pada akhirnya mungkin

12
merespons mengabaikan kesusahan anak atau mencoba memaksa anak untuk
"berperilaku".
Dalam satu penelitian pelatihan ekstra untuk ibu dari bayi yang rawan stress
meningkatkan kualitas interaksi ibu-bayi (van den Boom, 1989). Pelatihan tersebut
membuat para ibu mengubah tuntutan mereka terhadap anak, meningkatkan kesesuaian
antara anak dan lingkungan. Untuk membaca lebih lanjut tentang beberapa strategi positif
untuk parenting yang memperhitungkan temperamen anak.

III. Personality Development


A. Trust
Menurut Erik Erikson, pada umur pertama (satu tahun) anak, anak berada pada tahap
“percaya-gak pecaya”. Hal ini karena, bayi merasa aman dan dilindungi saat ia berada di
dalam rahim ibunya. Tetapi, saat ia keluar dari rahim dan sudah menghadapi dunia, ia merasa
kurang aman. Awalnya ia merasa yakin karena terjaga dan terhindar dari apapun saat berada
di dalam rahim ibunya, tetapi saat ia keluar dan menghadapi dunia, ia harus berhadapan
langsung dengan segala sesuatu yang ada di dunia. Erikson juga mengatakan bahwa pada
masa bayi, seorang bayi belajar memercayai saat ia dilindungi dan diperlakukan dengan
hangat secara konsisten. Bayi yang tidak diperlakukan dengan baik dan tidak diberi makan
dengan baik cenderung mengembangkan kepribadian ketidakpercayaan.
Sikap percaya-gak percaya ini tidak bisa terselesaikan pada satu tahap atau masa
misalnya tahap usia pertama saja. Sikap ini bisa timbul kapanpun di tahap berikutnya, hal ini
bisa memberi dampak positif maupun negatif. Contohnya, bila seorang anak melewati masa
bayinya dengan rasa percaya bisa saja di tahap/masa selanjutnya ia kehilangan rasa tersebut.
Contoh lain, bila kedepannya orang tuanya bercerai, maka rasa kepercayaan itu bisa saja
luntur.

B. The Developing Sense of Self


Kapan seorang individu merasakan perbedaan dirinya dengan individu lain? Menurut
Ross Thompson (2007) mempelajari diri pada tahap/masa bayi sulit karena mereka tidak bisa
menjelaskan bagiamana pengalaman mereka. Para bayi juga tidak bisa menjelaskan secara
verbal tentang diri mereka. Mereka juga tidak mengerti instruksi maupun dari para peneliti.
Salah satu cara cerdik untuk menguji pengenalan visual diri bayi adalah dengan teknik
cermin. Caranya adalah dengan membuat tanda kemerahan di hidung bayi, lalu bayi tersebut
13
dihadapkan dengan cermin. Lalu pengamat akan mengamati seberapa sering bayi tersebut
menyentuh hidungnya karena ada tanda kemerahan tersebut. Mengapa ini penting? Dengan
ini para peneliti mengetahui bahwa bayi tersebut sudah mengenal visual dirinya dengan
menyadari bahkan menyentuh tanda kemerahan dihidungnya. Bertambahnya frekuensi
menyentuh hidung bayi ini mengindikasikan bahwa bayi tersebut menyadari keberadaan dan
visual dirinya, hal yang salah dari ini adalah kenyataan bahwa tanda kemerahan tesebut
sebenarnya tidak ada.
Para peneliti menemukan bahwa para bayi/balita sebelum umur 1 tahun tidak
mengenali diri mereka pada pantulan cermin mirror
(Amsterdam, 1968; Lewis & Brooks-Gunn, 1979). Tanda-tanda
sadarnya mereka akan penampakannya adalah saat mereka
berada diantara umur 15-18 bulan. Pada saat mereka berusia 2
tahun, umumnya mereka sudah menyadari penampakannya pada
cermin. Jadi, umumnya mereka menyadari penampakan
diri/pengenalan diri mereka sekitar umur 18 bulan (Hart &
Karmel,1996; Lewis, 2005).
Namun, bagaimanapun cermin tidaklah familiar bagi balita di seluruh budaya. Jadi,
pengenalan diri secara fisik lebih penting daripada pengenalan
diri dalam budaya barat daripada non-barat (Thompson &
Virmani, 2010). Mendukung pandangan budaya ini, suatu
studi mengungkapkan bahwa umur 18-20 bulan dari kota
cenderung lebih mungkin mengenali pandangan pada cermin
daripada balita dari pedesaan (Keller & others, 2005).

Pada tahun kedua dan ketiga, balita memunculkan bentuk


kesadaran diri yang merefleksikan “saya” (Laible & Thompson, 2007; Thompson & Virmani,
2010). Sebagai contoh, mereka melihat diri mereka dengan cara mengatakan “saya besar”;
mereka menganggap pengalaman internal mereka sebagai emosi; mereka memonitori diri
mereka sendiri saat mengatakan “lakukan sendiri”; dan saat mengakui sesuatu kepunyaan
mereka (Bates, 1990; Fasig, 2000).

14
C. Independence
Erik Erikson (1968) menekankan kemandirian adalah yang terpenting di tahun kedua
kehidupannya. Erikson menjelaskan bahwa tahap kedua dari perkembangan adalah tahap
kemandirian versus malu dan keraguan. Kemandirian ini membangun mental seorang balita
dan perkembangan kemampuan motoriknya. Pada perkembangan tahap ini para balita tidak
hanya bisa berjalan tetapi mereka juga bisa memanjat membuka dan menutup pintu
menjatuhkan mendorong dan menarik menahan dan melepaskan. Pada tahap ini para balita
bangga dengan prestasi-prestasi baru mereka.
Mereka ingin melakukan semuanya sendiri baik itu menyiram toilet, membuka
bungkusan paket, atau sekadar memutuskan ingin makan apa. Untuk para orang tua dihimbau
agar menyadari apa motivasi dari para balita melakukan apa yang mereka bisa pada waktunya
masing-masing. Mereka mulai mampu belajar untuk mengontrol otot dan impuls atau saraf
mereka. Namun pada saat pengasuh bertindak tidak sabaran dan melakukan sesuatu yang
sebenarnya balita tersebut mampu lakukan, rasa malu dan keraguan cenderung berkembang.
Orang tua cenderung terburu-buru.
Saat orang tua overprotektif terhadap anaknya dan sering mengkritisi kejadian-
kejadian/ kecelakaan (menumpahkan/merusak/membasahi), anak-anak akan cenderung
mengembangkan rasa malu dan ragu atas kemampuan kontrol diri dan dunia mereka. Pada
bab selanjutnya, Erikson menekankan tahap kemandirian versus ragu dan malu ini memiliki
implikasi yang penting dalam pembentukan /perkembangan seorang individu di masa depan.

IV. Social Orientation/Understanding


A. Social Orientation
Mulai awal perkembangannya, bayi terpikat tentang dunia sosial. Face-to-face play
sering dimulai untuk menggambarkan interaksi antara bayi dan pengasuh di usia 2 sampai 3
bulan. Fokus dari face-to-face play adalah vocalizatin, touch, dan gesture.
Bayi menanggapi dengan berbeda kepada orang daripada benda, menunjukkan
emosi yang lebih positif kepada orang daripada ke inanimate object seperti boneka. Di usia
ini, bayi kebanyakan mengharapkan orang untuk bereaksi positif ketika bayi memulai
tindakan, seperti senyum atau berbicara. Penemuan ini ditemukan menggunakan metode
yang disebut still-face paradigm, di mana pengasuh bergantian antara terlibat dalam
interaksi face-to-facedengan bayi dan hanya diam dan tidak merespon. Sedini usia 2 sampai
3 bulan, bayi lebih menunjukkan withdrawal, negative emotions, dan self-directed behavior
15
ketika pengasuh mereka diam dan tidak merespon. Frekuensi Face-to-face play menurunt
setelah 7 bulan ketika bayi lebih berubah-ubah.
Bayi juga mempelajari dunia sosial melalui contexts selain face-to-face play dengan
pengasuh. Walaupun bayi masih muda berusia 6 bulan menunjukkan ketertarikan satu sama
lain, interaksi mereka dengan sesama jauh lebih meningkat di pertengahan akhir usia 2
tahun. Antara usia 18 sampai 24 bulan, anak-anak dengan jelas meningkatkan permainan
saling mmeniru, seperti meniru tindakan nonverbal berlari dan melompat.
Perilaku selaras usia 1 tahun tampak lebih kebetulan daripada bekerjasama,
sedangkan perilaku usia 2 tahun dicirikan lebih bekerjasama aktif untuk mencapai tujuan.

B. Locomotion
Saat bayi mengembangkan kemampuan untuk merangkak, berjalan, dan berlari,
mereka dapat menjelajahi dan memperluas dunia sosial mereka. Baru saja dikembangkan,
Produksi sendiri ketrampilan locomotor (daya penggerak)memungkinkan bayi untuk secara
mandiri memulai pertukaran sosial lebih sering

C. Intention and Goal-Directed Behavior


Menganggap orang terlibat dalam perilaku ini sangat penting dan ini awalnya terjadi
menjelang akhir tahun pertama. Joint attention dan gaze-following membantu bayi untuk
mengerti jika orang lain memiliki niat.
Kita ditunjukkan bahwa aspek yang muncul dari Joint attention terjadi sekitar 7
sampai 8 bulan, namun sekitar usia 10 sampai 11 bulan Joint attention meningkat dan bayi
mulai mengikuti pandangan pengasuh. Di ulang tahun pertamanya, bayi mulai untuk
mengarahkan perhatian pengasuh ke objek yang mendapat perhatian mereka.

D. Social Referencing
Adalah istilah untuk tindakan “membaca” gelagat emosional orang lain untuk
membantu menentukan tindakan yang tepat dalam situasi tertentu. Perkembangan Social
Referencing membantu bayi untuk menafsirkan situasi ambigu lebih akurat, seperti ketika
bertemu orang asing. Di akhir tahun pertama, raut wajah ibu mempengaruhi apakah bayi
akan mengeksplor lingkungan asing. Bayi akan lebih baik dalam Social Referencing di usia 2
tahun, biasanya mereka terlebih dahulu memeriksa ekspresi ibu mereka sebelum bertindak.
16
E. Infant’s Social Sophistication and Insight
Singkatnya para peneliti menemukan bahwa bayi lebih socially sophisticated dan
insightful di usia lebih muda daripada yang sebelumnya dibayangkan. sophisticated dan
insightful terlukis di persepsi bayi terhadap tindakan orang lain yang termotivasi dengan
sengaja dan diarahkan dan motivasi mereka untuk berbagi dan berpartisipasi di kesengajaan
di ulang tahun pertama mereka. Kemajuan lebih dari social cognitive skills bayi kemungkinan
mempengaruhi pengertian dan kesadaran kasih sayang terhadap pengasuh.

V. Attachment and It’s Development


A. Attachment
Adalah ikatan emosi yang erat antara 2 orang. Freud menegaskan bahwa bayi menjadi
lekat kepada orang atau objek yang memberikan oral satidfaction. Untuk kebanyakan bayi,
ini adalah ibu, karena dia yang paling sering untuk memberikan makan si bayi. Kasih sayang
tidak timbul tiba-tiba tetapi berkembang melalui serangkaian fase, mulai dari pilihan umum
bayi untuk manusia ke hubungan pemilihan pengasuh. Empat fase berdasarkan Bowlby’s
conceptualization of attachment :
- Fase 1 : dari lahir sampai 2 bulan. Bayi secara naluriah mengarahkan keterikatan ke figur
manusia.
- Fase 2 : (2-7) bulan. Keterikatan lebih fokus ke satu figur, biasanya pengasuh
- Fase 3 : (7-24) bulan. Muncul keterikatan khusus.
- Fase 4: dari 24 bulan. Anak-anak lebih sadar akan perasaan orang lain, tujuan, dan
rencana.
The internal model of attachment juga telah memainkan peran penting dalam
penemuan hubungan antara keterikatan dan pemahaman emosional selanjutnya,
pengembangan hati nurani, dan konsep diri.

VI. Individual Differences In Attachment


Meskipun kelekatan dengan pengasuh meningkat di pertengahan tahun pertama,
bukankah berarti kualitas pengalaman kelekatan bayi bervariasi? Mary Ainsworth (1979)
berpikir demikian. Ainsworth menciptakan stramger situation (Situasi Aneh).

17
Stranger situation yaitu sebuah ukuran pengamatan kelekatan bayi dimana bayi
mengalami serangkaian perkenalan, perpisahan, serta reuni dengan pengasuh dan orang
dewasa asing yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan bagaimana respon
bayi pada saat Strange Situation, mereka dibedakan menjadi keterikatan yang berasa aman
dan keterikatan yang berasa tidak aman dengan pengasuh:
● Securely attached babies
Menganggap pengasuh sebagai basis yang aman untuk mengeksplor/menjelajahi
lingkungan. Ketika pengasuh berada di sekitar mereka, bayi yang merasa aman akan
mengeksplor ruangan dan bermain bersama mainan yang berada di tempatnya. Ketika
pengasuh pergi dari ruangan tersebut, bayi mungkin akan sedikit protes, namun pada saat
pengasuh kembali bayi akan membangun kembali interaksi positif dengannya, boleh jadi
dengan tersenyum atau berusaha berada di pangkuannya. Kemudian bayi akan lanjut bermain
dengan mainan-mainan di dalam ruangan.
● Insecure avoidant babies
Menunjukkan rasa tidak amannya dengan menghindari pengasuh. Dalam strange
situation, bayi memilih untuk sedikit berinteraksi dengan pengasuh, tidak merasa tertekan
jika pengasuh meninggalkannya, biasanya tidak memilih membangun kembali kontak jika
pengasuh kembali dan bahkan mungkin berpaling darinya. Apabila kontak/interaksi terjalin,
bayi biasanya bersandar atau berpaling.
● Insecure resistant babies
o Kerap kali manja kepada pengasuh lalu kemudian melawan dari dekat, bisa
saja dengan menendang atau mendorongnya. Dalam strange situation, bayi-
bayi sering menempel pada pengasuh dengan perasaan cemas dan tidak
menjelajahi ruangan. Ketika pengasuh meninggalkannya, mereka akan
menangis dengan kuat dan berusaha mendorong pengasuh apabila pengasuh
berusaha menghibur ketika ia kembali.
● Insecure disorganized babies
o Merupakan bayi yang tidak teratur dan bingung. Dalam strange situation bayi-
bayi ini terlihat linglung, kebingungan, dan merasa takut. Agar dapat
diklasifikasikan sebagai yang tidak teratur, bayi-bayi harus menunjukan pola-
pola penghindaran dan perlawanan yang kuat atau menampilkan perilaku
tertentu, seperti ketakutan yang berlebihan ketika berada di dekat pengasuh.

18
A. Evaluating the Strange Situation
Sebagai pengukur dari kelekatan, strange situation bisa saja terkena bias dari
budaya. Misalnya, bayi-bayi yang berada di Jerman dan Jepang sering menunjukkan pola
kelekatan yang berbeda dengan bayi-bayi di Amerika. Menurut data yang telah tersedia,
bayi-bayi di Jerman lebih cenderung menunjukkan pola kelekatan yang menghindar dan
bayi-bayi di Jepang lebih kecil kemungkinannya untuk menampilkan pola seperti itu
daripada bayi-bayi di Amerika Serikat. Pola menghindar yang terjadi pada bayi-bayi di
Jerman kemungkinan terjadi karena pengasuh mereka mendorong mereka untuk menjadi
mandiri. Walaupun terdapat budaya yang bervariasi pada pengklasifikasian kelekatan bayi,
sejauh ini kategori yang paling sering ditemui dalam setiap budaya adalah kelekatan yang
aman.

B. Interpreting Differences in Attachment


Ainsworh berpendapat bahwa kelekatan yang aman pada tahun pertama kehidupan
memberikan fondasi penting bagi perkembangan psikologis di kemudian hari. Bayi-bayi yang
terjaga dengan aman akan bergerak dengan leluasa berada sedikit jauh dari ibu, tetapi tetap
memerhatikan keberadaan ibunya dengan seksama. Mereka juga akan memberikan respons
yang positif ketika digendong/diangkat oleh orang lain, kemudian ketika diletakkan kembali
mereka akan lanjut bermain. Sebaliknya, bayi-bayi yang merasa tidak aman akan
menghindar dari sang ibu atau bertengkar dengannya, takut terhadap orang asing, dan
merasa kesal terhadap perpisahan-perpisahan kecil sehari-hari.
Apabila kelekatan awal dengan pengasuh merupakan hal yang penting, hal tersebut
pasti berhubungan dengan perilaku sosial anak di kemudian hari dalam perkembangan.
Pada beberapa anak, kelekatan awal menjadi isyarat/pertanda beberapa fungsi di kemudian
hari. Dalam penelitian ilmiah ekstensif jangka panjang yang dilakukan oleh Alan Sroufe dan
rekan-rekannya (2005), kelekatan awal yang aman (dinilai saat strange situation pada bulan
ke-12 dan 18) akan berkaitan dengan kesehatan emosional yang positif, harga diri yang
tinggi, percaya diri, dan kemampuan interaksi sosial dengan teman-teman sebaya, guru-
guru, penasehat kemping, dan teman romantis selama masa remaja.
Penelitian ilmiah lainnya mengungkapkan bahwa bayi yang dikategorikan sebagai
penentang dan merasa tidak aman pada masa bayi bisa menjadi prediktor negatif
perkembangan kognitif anak pada masa sekolah dasar. Namun, penelitian lain menemukan
19
bahwa kelekatan yang aman pada bulan ke-24 dan 36 berkaitan dengan keterampilan dalam
pemecahan masalah sosial anak yang meningkat pada bulan ke-54. Di sisi lain, penelitian
meta-analisis baru-baru ini menemukan bahwa kelekatan yang tidak teratur lebih kuat
kaitannya dengan masalah eksternal (seperti agresi, permusuhan, perlawanan) daripada
kelekatan yang bersifat menghindar dan kelekatan yang bersifat menentang.
Namun, pada beberapa anak terdapat sedikit keberlanjutan. Tidak semua penelitian
mengungkapkan perihal kekuatan kelekatan pada bayi dapat memprediksi perkembangan
selanjutnya. Pada salah satu penelitian jangka panjang, klasifikasi kelekatan pada masa bayi
tidak dapat memprediksi kelekatan pada saat usia 18. Pada penelitian tersebut, prediktor
terbaik dalam klasifikasi kelekatan yang tidak aman di usia 18 tahun adalah terjadinya
perceraian orang tua pada tahun-tahun intervensi. Pengasuhan positif yang konsisten
selama beberapa tahun merupakan faktor penting dalam menghubungkan kelekatan awal
dan kinerja anak di kemudian hari dalam masa perkembangannya.
Meskipun terdapat beberapa kritik tentang Teori Kelekatan yang dikemukakan oleh
Bowlby dan Ainsworth, ada banyak bukti bahwa kelekatan yang aman penting untuk
perkembangan. Kelekatan yang aman pada masa bayi merupakan hal yang penting karena
hal tersebut mencerminkan hubungan orang tua dengan anak dan memberikan fondasi
yang mendukung perkembangan sosio-emosional yang sehat pada tahun-tahun berikutnya.

VII. Caregiver Styles and Attachment


Bayi dengan kelekatan yang aman memiliki pengasuh yang sensitif (peka) terhadap
sinyal-sinyal mereka dan secara konsisten pengasuh selalu bersedia untuk menanggapi dan
memenuhi kebutuhan bayi-bayi mereka. Para pengasuh ini sering membiarkan bayi mereka
mengambil peran aktif dalam menentukan awal permulaan dan berbagai interaksi yang
terjadi pada tahun pertama kehidupan bayi. Sebuah penelitian baru-baru ini
mengungkapkan bahwa respons kepekaan ibu berkaitan dengan kelekatan yang aman pada
bayi. Penelitian lainnya menemukan bahwa kepekaan ibu dalam pengasuhan berhubungan
dengan kelekatan yang aman pada bayi di dua kebudayaan yang berbeda: Amerika Serikat
dan Kolombia. Meskipun kepekaan ibu secara positif dikatakan berkaitan dengan
perkembangan para bayi, perlu dicatat bahwa hubungannya tidak begitu kuat.
Kebalikannya, pengasuh dengan bayi yang menghindar cenderung terlihat tidak siap
atau terkesan menolak. Mereka kerapkali tidak menanggapi sinyal-sinyal pada bayi mereka
20
dan hanya sedikit melakukan kontak fisik dengan bayinya. Ketika mereka melakukan kontak
fisik dengan bayi mereka, mereka bisa saja marah dan mudah tersinggung. Pengasuh
dengan bayi yang melawan cenderung tidak konsisten; terkadang mereka menanggapi
kebutuhan bayi mereka dan terkadang mereka tidak menanggapinya. Secara umum, mereka
cenderung tidak terlalu sayang terhadap bayinya dan menunjukkan kecocokan yang sedikit
saat berinteraksi dengan bayinya. Pengasuh dengan bayi yang tidak teratur sering
mengabaikan atau menyiksa secara fisik bayinya. Pada beberapa kasus, pengasuh-pengasuh
ini mengalami depresi.

VIII. The Family


Keluarga seluruhnya terdiri dari bagian-bagian yang saling terkait dan berinteraksi
didefinisikan dalam istilah generasi, jenis kelamin, dan peran. Setiap anggota keluarga
berpartisipasi dalam beberapa subsistem. Ayah dan anak mewakili satu subsistem, ibu dan
ayah yang lain; ibu-ayah-anak mewakili satu sama lain dan seterusnya. Subsistem ini
memiliki pengaruh timbal balik satu sama lain, menekankan bahwa hubungan perkawinan,
parenting dan perilaku dan perkembangan bayi dapat berdampak langsung dan tidak
langsung satu sama lain. Contoh pengaruh langsung adalah pengaruh perilaku orang tua pada
anak. Efek tidak langsung adalah bagaimana hubungan antara pasangan menjadi perantara
cara orang tua bertindak terhadap anaknya. Misalnya, konflik perkawinan dapat mengurangi
efisiensi pengasuhan, dalam hal ini konflik perkawinan secara tidak langsung akan
memengaruhi perilaku anak. Fakta sederhana itu dua orang-orang yang menjadi orang tua
mungkin memiliki efek yang besar pada hubungan mereka.

A. The Transition to Parenthood


Pasangan suami dan istri menjadi orang tua tak hanya lewat kehamilan tetapi lewat
adopsi dan menjadi orang tua tiri terjadi ketidakseimbangangan dan harus beradaptasi.
Seorang bayi akan mengubah keseharian mereka. Dalam sebuah penyelidikan hubungan
perkawinan pasangan akan lebih positif dari akhir kehamilan sampai 3½ tahun setelah bayi
lahir dan pasangan menikmati hubungan perkawinan yang lebih positif sebelum bayi lahir
dari setelah. Beberapa pasangan mengatakan bahwa bayi itu membuat mereka semakin dekat
dan memisahkan mereka lebih jauh. Menjadi orang tua memberi mereka identitas baru. peran
keluarga mendorong perempuan untuk mengatur pekerjaan rumah lebih efisien dan
memperhatikan pertumbuhan pribadi mereka sendiri.
21
Bringing home baby adalah sebuah lokakarya untuk orang tua baru yang
menekankan pada memperkuat hubungan pasangan, memahami dan menjadi akrab dengan
si bayi, menyelesaikan pembauran, dan mengembangkan keterampilan mengasuh anak.
Evaluasinya mengungkapkan bahwa orang tua yang berpartisipasi meningkatkan
kemampuan mereka untuk bekerja sama sebagai orang tua, para ayah lebih peka terhadap
perilaku sang bayi, para ibu memiliki gejala depresi pascapersalinan yang lebih rendah, dan
bayi mereka menunjukkan perkembangan secara keseluruhan yang lebih baik daripada para
peserta dalam kelompok krontol.

B. Reciprocal Socialization

Sosialisasi timbal balik antara orang tua dan anak-anak dipandang sebagai proses satu
arah. Anak-anak dianggap sebagai hasil dari cara sosialisasi orang tua mereka. Akan tetapi,
interaksi orang tua dan anak bersifat timbal balik yaitu sosialisasi yang bersifat dua arah.
Artinya, anak bersosialisasi sama seperti orang tua orang tua mensosialisasikan anak.
Sewaktu sosialisasi timbal balik telah dipelajari sejak masa bayi, saling menatap, atau saling
menatap, memainkan peranan penting dalam interaksi sosial masa awal. Dalam satu
investigasi, sang ibu dan bayi melakukan berbagai perilaku sementara mereka saling
memandang. Sebaliknya, ketika mereka berpaling dari satu sama lain, tingkat perilaku seperti
itu turun drastis. Sebagai kesimpulan, perilaku para ibu dan bayi melibatkan keterkaitan yang
substansial, regulasi timbal blik, dan sinkronisasi.
Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa sinkronisasi orang tua dan
bayi, koordinasi sementara perilaku sosial memainkan peranan penting dalam perkembangan
anak-anak. Dalam penelitian ini, sinkron antara orangtua dan bayi pada usia 3 dan 9 bulan
secara positif dikaitkan dengan pengaturan diri anak-anak dari usia 2 sampai 6 tahun. Salah
satu bentuk penting sosialisasi timbal balik adalah scaffolding, di mana waktu orang tua
interaksi sedemikian rupa sehingga bayi mengalami perubahan arah dengan orang tua.
Scaffolding melibatkan perilaku orang tua yang mendukung upaya anak-anak,
memungkinkan mereka untuk menjadi lebih terampil daripada jika mereka hanya
mengandalkan kemampuan mereka sendiri. Dalam menggunakan scaffolding, pengasuh
menyediakan kerangka kerja yang positif dan timbal balik di mana mereka dan anak-anak
mereka berinteraksi.

C. Maternal and Paternal Caregiving


Semakin banyak ayah di A.S. yang tinggal sepenuh waktu dengan anak-anak
mereka. Sebagian besar ayah memiliki waktu penuh, istri yang berfokus pada karier yang
22
memberikan pendapatan utama keluarga. Sebuah penelitian baru mengungkapkan bahwa para
ayah yang tinggal di rumah juga merasa puas dengan perkawinan mereka sebagai orang tua
tradisional, meskipun mereka merindukan kehidupan sehari-hari mereka di tempat kerja.
Dalam pembelajaran ini, para ayah yang tinggal di rumah mengatakan bahwa mereka
cenderung dikucilkan sewaktu membawa anak-anak ke taman bermain dan sering kali
dikucilkan dari kelompok orang tua. Bisakah ayah merawat bayi dengan kompeten seperti
ibu? Pengamatan tentang ayah dan bayi mereka menunjukkan bahwa ayah memiliki
kemampuan untuk bertindak secara sensitif dan responsif seperti ibu dengan bayinya.
Perhatikan budaya Aka pygmy di Afrika di mana para ayah menghabiskan banyak
waktu untuk berinteraksi dengan bayi mereka seperti halnya ibu mereka. Akan tetapi,
ingatlah bahwa meskipun para ayah dapat aktif, mendidik, ikut merawat bayi mereka,
sebagaimana ayah Aka pygmy, dalam banyak kebudayaan tidak memilih untuk mengikuti
pola ini. Interaksi ibu biasanya berpusat pada aktivitas merawat anak, memberi
makan,mengganti popok, mandi. Interaksi ayah lebih cenderung mencakup bermain. Para
ayah terlibat dalam hal yang lebih pada permainan kasar. Mereka memantulkan bayi,
melemparkannya ke udara, menggelitikinya dan sebagainya. Para ibu memang bermain
dengan bayi, tetapi permainan mereka lebih sedikit secara fisik dan merangsang dengan
permainan ayah.

IX. Child Care


Kebanyakan orang tua yang tidak berada di rumah untuk merawat anak mereka,
sehingga anak-anak memiliki beberapa jenis pengasuhan di penitipan anak. Banyak orang tua
khawatir pengasuhan anak akan mengurangi keterikatan emosional bayi kepada mereka,
memperlambat perkembangan kognitif bayi, gagal mengajari mereka cara mengendalikan
amarah, dan membiarkan mereka terlalu terpengaruh oleh teman sebayanya.
A. Parental Leave
Dewasa ini, jauh lebih banyak anak kecil berada dalam penitipan anak dari pada
zaman mana pun. childcare policies di seluruh dunia bervariasi, durasi cuti, tingkat tunjangan,
dan sejauh mana orangtua memanfaatkan kebijakan. Ada lima jenis cuti dari pekerjaan orang
tua:

1. Cuti melahirkan
Di beberapa negara, cuti sebelum kelahiran adalah kewajiban 6 hingga 10 minggu
setelah kelahiran.
23
2. Cuti sebagai ayah
Ini biasanya lebih singkat daripada cuti melahirkan. Mungkin sangat penting ketika
anak kedua lahir dan anak pertama memerlukan perawatan.
3. Cuti orang tua
Cuti netral gender ini biasanya mengikuti cuti melahirkan dan memungkinkan wanita
atau pria berbagi kebijakan cuti atau memilih yang mana dari mereka yang akan
menggunakannya. Pada tahun 1998, uni eropa menuntut cuti selama tiga bulan
sebagai orang tua.
4. Cuti mengasuh anak
Di beberapa negara, ini merupakan tambahan untuk cuti melahirkan atau variasi untuk
cuti orang tua. Cuti membesarkan anak biasanya lebih lama daripada cuti melahirkan
dan biasanya dibayar pada tingkat yang jauh lebih rendah.
5. Cuti keluarga
Ini mencakup alasan-alasan selain kelahiran bayi yang baru lahir dan dapat
memungkinkan cuti dari pekerjaan untuk mengurus anak yang sakit atau anggota
keluarga lainnya, waktu untuk menemani anak ke sekolah untuk pertama kalinya, atau
waktu untuk mengunjungi sekolah anak.

Eropa memimpin pembuatan standar baru tentang cuti orang tua, uni eropa (ue)
menuntut cuti melahirkan berbayar selama 14 minggu. Amerika serikat saat ini memberikan
cuti tidak dibayar selama 12 minggu untuk merawat bayi yang baru lahir. Kebanyakan negara
membatasi hak tunjangan bagi wanita yang dipekerjakan selama waktu minimum sebelum
persalinan.
Di Denmark, bahkan para ibu yang tidak punya pekerjaan pun berhak untuk
memperpanjang masa cuti orang tua terkait dengan persalinan. Negara-negara Nordic
(Denmark, norwegia, dan swedia) memiliki kebijakan kesetaraan gender dan cuti
keluarga untuk persalinan yang menekankan kontribusi baik wanita maupun pria. Di
jerman, cuti membesarkan anak tersedia bagi hampir semua orang tua.

B. Variations in Child Care

Oleh karena Amerika Serikat tidak memiliki kebijakan tentang cuti yang berbayar
untuk merawat anak, child care di the United States telah menjadi perhatian nasional. Banyak
faktor mempengaruhi cara asuh anak, termasuk usia anak, jenis penitipan anak, dan kualitas
24
penitipan. Bentuk pengasuhan anak bervariasi secara ekstensif, pengasuhan anak disediakan
di pusat-pusat besar dengan fasilitas yang luas dan di rumah-rumah pribadi. Beberapa pusat
penitipan anak beroperasi secara komersial, yang lainnya adalah pusat nirlaba yang dikelola
oleh gereja, kelompok sipil dan pengusaha. Beberapa pengasuh professional dan yang lainnya
adalah ibu yang ingin mendapatkan uang tambahan.
Kualitas penitipan anak membuat perbedaan. Pengasuh mendorong anak untuk aktif
terlibat dalam berbagai kegiatan, memiliki interaksi positif, termasuk tersenyum, menyentuh,
memegang, dan berbicara pada tingkat anak, menanggapi dengan benar pertanyaan anak atau
meminta, dan mendorong anak-anak untuk berbicara tentang pengalaman, perasaan dan ide-
ide. Pengasuhan anak berkualitas tinggi juga melibatkan penyediaan lingkungan yang aman
bagi anak-anak, akses mainan yang sesuai dengan usia dan partisipasi dalam kegiatan yang
sesuai dengan usia, dan rasio pengasuh-anak yang rendah yang memungkinkan pengasuh
menghabiskan banyak waktu dengan anak-anak secara individu. Anak-anak lebih mungkin
mengalami penitipan yang berkualitas buruk jika mereka berasal dari keluarga dengan sedikit
sumber daya (psikologis, sosial, dan ekonomi).
Banyak peneliti telah meneliti peran kemiskinan dalam kualitas penitipan anak. Satu
studi menemukan bahwa penitipan anak yang ekstensif berbahaya bagi anak-anak dari
keluarga berpenghasilan rendah hanya jika perawatannya berkualitas rendah. Bahkan jika
anak berada di penitipan lebih dari 45 jam seminggu, berarti penitipan berkualitas tinggi
dikaitkan dengan lebih sedikit masalah internalisasi (misalnya kecemasan) dan masalah
eksternalisasi (misalnya perilaku agresif dan merusak). Penelitian baru-baru ini
mengungkapkan bahwa anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah diuntungkan dalam
hal kesiapan sekolah dan perkembangan bahasa ketika orang tua mereka memilih penitipan
yang berkualitas. Untuk mengetahui Apakah anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah
biasanya mendapatkan penitipan berkualitas di penitipan anak serta informasi lain tentang
efek pengasuhan anak, apa strategi yang dapat diikuti orang tua sehubungan dengan
pengasuhan anak child-care expert Kathleen McCartney memberikan nasihat ini:
1. Ketahuilah bahwa kualitas pengasuhan anda adalah faktor kunci perkembangan
dalam diri anak Anda.
2. Pantau perkembangan anak Anda. “Orang tua harus mengamati sendiri apakah
anak-anak mereka tampaknya mengalami masalah perilaku. " Mereka perlu berbicara dengan
pengasuh anaknya dan dokter anak tentang tingkah laku anak mereka.
3. Luangkan waktu untuk menemukan penitipan anak terbaik. Amati perbedaan
fasilitas penitipan anak dan pastikan anda menyukainya. “Penitipan anak yang berkualitas
25
membutuhkan uang, dan tidak semua orang tua mampu mengasuh anak sesuai yang mereka
inginkan. Namun, subsidi negara dan program lain seperti Head Start, tersedia untuk keluarga
yang sedang membutuhkan"

ANALISIS VIDEO

3 Stages of Emotional Development


1. Stages 1 : 1-6 bulan
Bayi secara emosional belum mengalami perkembangan pada masa ini
● 1 bulan :
bayi sering menangis – entah karena lapar, lelah, ataupun ingin perhatian.
● 2 bulan :
Bayi mulai mengidentifikasi sesuatu, dan menyukai sesuatu dan memberi reaksi
sederhana terhadap hal-hal tersebut. Contohnya, menyukai mainannya;
mengekspresikan senyuman saat merasakan intensi yang positif.
● 3 bulan :
Bayi sudah lebih mengenali dan mengekspresikan perasaan seperti senang, bosan,
maupun merasa frustasi saat tidak diperhatikan.
● 4 bulan :
Pada umur ini, bayi sudah mulai dapat mengekspresikan perasaannya dengan lebih
jelas. Contohnya, marah.
● 6 bulan :
Bayi mulai mengerti emosi orang lain, hal-hal lain seperti takut dan merasa cemas
juga sudah mulai muncul

2. Stages 2 : 6-12 bulan


● 7 bulan :
Anak dapat lebih merasakan dan mengekspresikan marah, malu, takut.
● 8 bulan :
Anak sudah lebih baik dan mampu mengidentifikasikan emosi dan pada masa ini anak
mengalami tahapan emosional seperti senang lalu marah maupun sedih. Pada tahap ini
juga titik awal mulai terbentuknya kepribadian.
● 9 bulan :

26
Anak mulai mencari rasa nyaman pada orang sekitarnya dan anak juga sudah mampu
mengenali dirinya pada pantulan cermin
● 10 bulan :
Anak mulai menunjukan emosi secara lebih ekstrim, misalnya perubahan emosi
senang menjadi sedih. Pada masa ini anak juga mulai menunjukkan rasa ingin tahu
terhadap hal-hal yang menarik baginya.
● 11 bulan :
Pada tahap ini, perbedaan antar-emosi yang ditunjukkan anak sudah lebih jelas. Anak
juga sudah mulai dapat makan sendiri disini.

3. Stages 3 : 12-24 bulan


Anak sudah lebih mampu menunjukkan emosi yang lebih kompleks. Seperti merasa
cemburu maupun bertingkah bangga terhadap kemampuannya.
● 15 bulan :
Anak mulai menunjukkan rasa perhatiannya terhadap anak lain; mulai menyukai
beberapa baju; ; menunjukkan hal-hal yang ia suka maupun tidak; marah ketika ada
perlakuan tidak menyenangkan dari anak/teman lainnya.
● 18 bulan :
Anak mulai merasa bersalah saat melakukan kesalahan, merasa nyaman dengan objek
tertentu seperti selimut.
● 21 bulan :
Anak mulai mampu mengontrol emosi negative
● 24 bulan :
Anak dapat merasa marah atas mimpinya, mereka juga sudah dapat merespons emosi
orang lain dan dirinya sendiri dengan baik; anak juga sudah dapat mengidentifikasi
nama, jenis kelamin.
Selanjutnya anak lebih baik dalam merasakan perasaan secara kompleks, seperti
merasa memiliki sesuatu dan memperebutkannya dengan temannya, menunjukkan apa
yang dirasakannya dengan lebih jelas, merasakan emosi yang lebih dari satu secara
bersamaan.

27
BAB III PENUTUP
I. Kesimpulan
● Emosi adalah perasaan atau pengaruh yang terjadi ketika seseorang berada dalam
sebuah keadaan atau interaksi yang penting baginya, terutama untuk kesejahteraan
dirinya.
● Bayi memiliki tiga bentuk emosi yang menjadi alat komunikasi mereka yaitu,
menangis, tersenyum, dan rasa takut. Menangis menjadi mekanisme terpenting
seorang bayi yang baru lahir untuk berkomunikasi dengan dunianya.
● Menurut Chess dan Thomas, temperamen dibagi menjadi tiga yaitu, yang pertama
adalah easy child, memiliki mood yang baik dan mudah beradaptasi dengan hal
baru. Yang kedua adalah difficult child, memiliki mood tidak baik, sering
menangis, dan lambat beradaptasi. Yang ketiga adalah slow-to-warm-up, memiliki
intensitas mood yang rendah.
● Pembentukan kepribadian sangat dipengaruhi oleh emosi dan perangai/watak.
Emosi dan watak yang pada akhirnya membentuk kepribadian ini berkembang
sejak seorang individu bayi.
● Face-to-face play sering dimulai untuk menggambarkan interaksi antara bayi dan
pengasuh di usia 2 sampai 3 bulan. Fokus dari Face-to-face play adalah
vocalizatin, touch, dan gesture.
● Attachment (kelekatan) antara pengasuh/ibu dengan bayi merupakan hal yang
sangat penting bagi perkembangan sosio-emosional anak di kemudian hari.
● Sosialisasi timbal balik antara orang tua dan anak-anak dipandang sebagai proses
satu arah. Akan tetapi, interaksi orang tua dan anak bersifat timbal balik yaitu
sosialisasi yang bersifat dua arah. Anak-anak dianggap sebagai hasil dari cara
sosialisasi orang tua mereka. Salah satu bentuk penting sosialisasi timbal balik
adalah Scaffolding, di mana waktu orang tua interaksi sedemikian rupa sehingga
bayi mengalami perubahan arah dengan orang tua.
II. Saran
Sebagai orang tua, sudah menjadi tugas mereka untuk menjaga dan merawat
anak mereka. Terlebih dari pada itu, orang tua juga mengenal sosio-emosional anak,

28
mengetahui kepribadian anak. Hendaknya untuk tidak terlalu memaksakan sesuatu hal
yang secara umur belum matang untuk melewati hal-hal tersebut. Sesuaikan perilaku
orang tua dengan umur anak agar anak dapat berkembang dengan baik. Selain itu,
sebagai orang tua jangan terlalu overprotektif anak ketika ia mau mengeksplor
dunianya, seperti memarahi saat bermain kotor, menjatuhkan benda, bermain hujan,
dan sebagainya. Jika hal tersebut terus dilakukan, anak-anak akan mengembangkan
sikap pemalu dan cenderung ragu untuk memulai suatu hal.

III. Lampiran

29
Annisa
Larasa
1 ti
20130
Arga
Paulina
1080
Simanju
2 ntak
Ayu
2013010
Valerie
81
3 Ivana
Bella
20130
Kristine
1083
4 Sitangg
ang
Bintang
201301
Belen
084
Simatup
5 Chintya
ang
Claudy
201301
a
085
6 Siringor
ingo
201301
086

30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, J. W. (2010). Life Span Development (13th ed.). McGraw-Hill Education.

49

Anda mungkin juga menyukai