Anggota:
Bakhtiar
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan laporan hasil observasi & wawancara yang berjudul
“Perkembangan Emosional pada Anak Usia Dini” dengan baik dan tepat waktu. Meskipun
ada rintangan dan halangan dalam proses pengerjaannya.
Adapun maksud dan tujuan menyusun laporan hasil observasi & wawancara ini adalah untuk
memenuhi tugas praktikum mata kuliah observasi & wawancara. Akhir kata kami sebagai
peneliti juga mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan laporan
hasil observasi & wawancara ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca atau
siapa saja yang membutuhkan. Terimakasih
Peneliti
Daftar Isi
KATA PENGANTAR 2
Daftar Isi 3
BAB I. PENDAHULUAN 5
a. Latar Belakang 5
b. Rumusan Masalah 8
c. Tujuan 8
BAB II. LANDASAN TEORI 9
Definisi 9
Perkembangan 9
Emosi 9
Anak Usia Dini 10
Perkembangan emosional 11
B. Dasar Teori 11
c. Faktor-faktor perkembangan emosional 12
d. aspek-aspek perkembangan emosional 12
BAB III. METODE ASESMEN 14
A. Metode Observasi 14
Definisi Operasional 14
2. Aspek, Indikator Perilaku, dan Target Perilaku 14
3. Jenis Observasi 17
4. Teknik Pencatatan Data 17
5. Alat yang digunakan 17
6. Langkah Observasi 18
7. Subjek Observasi 18
8. Observer 18
9. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 19
B. METODE WAWANCARA 19
Aspek, Indikator perilaku, Pertanyaan wawancara 19
Jenis wawancara 20
Langkah wawancara 20
Subjek wawancara 22
Interviewer 23
Waktu dan tempat pelaksanaan 23
DAFTAR PUSTAKA 24
BAB I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Emosi pada anak-anak merupakan hal yang unik. Karena dapat dilihat pada beberapa
pola emosi yang berbeda ditunjukkan dengan perilaku yang sama (Hurlock, 2011). Keunikan
ini menyebabkan kesulitan ketika akan membedakan apa yang anak-anak rasakan sehingga
mengakibatkan orang tua maupun guru terkadang memberikan respon yang tidak sesuai
dengan apa yang anak rasakan. Emosi yang tinggi biasanya disebabkan oleh masalah
psikologis pada anak. Dimana biasanya orang tua melarang anak untuk melakukan beberapa
hal, padahal anak merasa mampu untuk melakukannya, disini anak akan merasa marah ketika
ia tidak dapat melakukan sesuatu yang ia anggap mudah. Anak akan lebih mudah mengalami
ketegangan emosional ketika ia harus mencapai standar dari orang tuanya, sedangkan anak
tidak akan mengalami ketegangan emosional ketika orang tua lebih realistis dalam menaruh
harapan pada anak (Hurlock, 2011).
Menurut Sukatin, dkk (2020), menyatakan bahwa fungsi dari perkembangan emosi
pada masa anak adalah sumber dari penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian
dari lingkungan sosial akan menjadi dasar seorang anak menilai dirinya sendiri. sebagai
contohnya ketika anak mengekspresikan ketidaknyamanannya dengan menangis maka
lingkungan sekitarnya akan beranggapan bahwa anak tersebut merupakan anak yang
‘cengeng’. Fungsi kedua dari perkembangan emosi adalah emosi berpengaruh besar terhadap
interaksi sosial baik itu emosi menyenangkan ataupun tidak menyenangkan. Anak akan
belajar melalui reaksi lingkungan dalam membentuk tingkah laku yang dapat diterima
lingkungan. Fungsi ketiga dari perkembangan emosi adalah emosi sangat mempengaruhi
kondisi iklim psikologis lingkungan yang mana jika terdapat anak pemarah dalam suatu
kelompok maka akan sangat mempengaruhi kondisi psikologis lingkungan yang ada di dekat
anak tersebut. Fungsi keempat adalah perkembangan emosi menjadi suatu kebiasaan ketika
seseorang mengulang tingkah laku yang sama dan mendapatkan dukungan dari lingkungan
sekitarnya, seperti pada contoh ketika seorang anak yang suka menolong dan ramah lalu
lingkungan sekitarnya menyukai perilaku itu maka anak tersebut akan mengulang perilaku
hingga menjadi sebuah kebiasaan. Fungsi yang terakhir adalah perkembangan emosi
berfungsi untuk mengatur ketegangan emosi yang dimiliki anak, ketika anak merasa stress
atau sedang dalam ketakutan maka hal tersebut dapat menghambat anak dalam melakukan
aktivitas motorik dan mental. seperti contohnya ketika anak menolak bermain cat poster
karena takut dimarahi ketika mengotori baju oleh orang tuanya, padahal kegiatan kreasi
dengan cat poster dapat melatih motorik halus dan indera perabaan dari sang anak.
Menurut Anggraini & Kuswanto (2019), perkembangan merupakan suatu perubahan
yang akan dialami oleh seorang manusia (Marsari, DKK, 2021). Perkembangan adalah
serangkaian kemajuan yang kemudian terjadi sebagai sebuah akibat dari bagaimana proses
kematangan dan pengalaman (Hurlock, 2011). Emosi merupakan suatu afeksi yang timbul
ketika individu dalam keadaan yang penting menurutnya, hal ini kemudian akan
diekspresikan dengan perilaku nyaman atau tidak nyaman pada situasi yang dialami. Menurut
Maulinda, Dkk (2020), emosi dapat digambarkan pada sebuah rasa takut, marah, senang, dan
sebagainya. Dimana terdapat karakteristik pada anak yaitu : (1) Emosi pada anak akan
berlangsung secara singkat dan berakhir dengan tiba-tiba; (2) Anak akan tampak lebih hebat
atau kuat; (3) Pada anak emosi bersifat sementara; (4) Emosi pada anak terjadi secara tiba-
tiba dan lebih sering terjadi: (5) Emosi pada anak dapat dilihat dengan jelas melalui tingkah
lakunya, dan yang terakhir (6) Reaksi dari anak sangat mencerminkan individualitas.
Adapun dampak negatif dari emosi seperti dapat mengganggu keterampilan motorik
dan aktivitas mental, hal ini dapat terjadi ketika emosi yang memuncak dimana ketika anak
terlalu tegang akan memiliki gerakan yang tidak terarah dan akan jika berlangsung lama akan
mengganggu keterampilan motorik pada anak. Emosi sangat mempengaruhi ranah sosial anak
dimana emosi dapat dijadikan sumber penilaian sosial dan diri seorang anak. Anak memiliki
peran dalam aktivitas sosial seperti pada keluarga, sekolah dan masyarakat dimana hal ini
akan dipengaruhi oleh perkembangan emosi mereka seperti rasa aman, takut, dan rasa
percaya diri. (Labudasari & Sriatria, 2018)
Banyaknya penelitian yang meneliti mengenai emosi pada anak menunjukkan hasil
bahwa emosi memiliki peran yang sangat penting pada perkembangan anak. Pentingnya
emosi dapat dilihat akibat munculnya deprivasi emosi. Menurut Sunaryo & Sunardi (2006)
deprivasi emosi adalah suatu keadaan seorang anak kekurangan kesempatan untuk
mendapatkan sebuah pengalaman emosional yang menyenangkan. Pengalaman emosional
yang menyenangkan ini dapat dikhususkan seperti memperoleh kasih sayang, kegembiraan,
dan rasa ingin tahu (Donna, 2016). Menurut A. N., Dkk (2005) fondasi emosi yang sehat
dibangun atas dasar penerimaan dan penghargaan diri individu, dimana perwujudan dari rasa
ini adalah anak mendapatkan kasih sayang dari orang terdekatnya, jika hal tersebut tidak
didapatkan anak maka akan anak akan sulit memiliki emosi yang dikatakan sehat (Sukatin,
2020)
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan
Untuk mengetahui gambaran perkembangan emosi anak usia 5-6 tahun dengan teori dan
indikator perilaku yang ada.
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Definisi
a. Perkembangan
Menurut Jamaris dalam (Sujiono, 2009), perkembangan merupakan suatu
proses yang kumulatif dimana perkembangan akan menjadi fondasi untuk
perkembangan selanjutnya. Maka apabila terjadi hambatan pada
perkembangan sebelumnya nantinya akan terjadi permasalahan pada
perkembangan di tahap selanjutnya. Sedangkan menurut Yusuf (2008),
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang dialami individu
menuju kearah kedewasaan dan kematangan dan akan berlangsung secara
sistematis dan berkesinambungan (Rohaniah) (Sukatin, Dkk, 2020).
Perkembangan merupakan suatu perubahan psikologis yang memiliki proses
dalam mematangkan fungsi psikis dan fisik anak yang dapat didukung oleh
lingkungan yang sangat berpengaruh untuk kehidupan menuju dewasa dan
proses belajar dalam waktu menuju kedewasaan.
b. Emosi
Menurut Darmiah (2020) emosi berasal dari kata “emotus” atau “emovere”
atau “mencerca” yang merupakan suatu dorongan terhadap sesuatu misalnya
emosi gembira mendorong seseorang untuk tertawa. Emosi dapat dikatakan
sebagai keadaan penyesuaian diri yang asalnya dari dalam diri individu dan
melibatkan keseluruhan diri dari individu (Sujiono, 2009). Jadi dapat
disimpulkan bahwa emosi merupakan sebuah pengalaman afektif yang disama
ratakan dalam sebuah penyesuaian diri dan mental seseorang sehingga
mencapai pemahaman tentang siapa individu tersebut sesungguhnya dan dapat
ditentukan dalam setiap perilakunya.
c. Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentan usia 0-6 tahun (Undang-
Undang Sisdiknas tahun 2003) dan 0-8 tahun menurut para pakar pendidikan
anak (Fitriani, 2018). Dalam Mansur (2005) mereka yang masuk dalam usia
dini berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik.
Pola perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi bersifat khusus sesuai
dengan tingkatnya (Prasanti, Dkk, 2018). Menurut Sukatin (2019), masa ini
disebut juga dengan masa emas atau golden age, dikarenakan masa ini
perkembangan dan pertumbuhan yang dialami anak usia dini sangat pesat dan
tidak akan tergantikan untuk masa mendatang. Dari penelitian yang dilakukan
neurologi terbukti bahwa 50% dari kecerdasan anak terbentuk dalam kurun
waktu 4 tahun pertama. Ketika menginjak usia 8 tahun perkembangan otaknya
80% dan pada usia 18 tahun akan mencapai 100%.
d. Perkembangan emosional
Menurut Riana Mashar (2011), perkembangan emosi adalah kemampuan
untuk mengontrol, memproses, dan mengendalikan emosi sehingga dapat
merespon secara positif setiap kondisi yang merangsang emosi tersebut (Sari,
DKK 2020)
B. Dasar Teori
A. Metode Observasi
1. Definisi Operasional
Emosi merupakan suatu keadaan atau perasaan yang bergejolak dalam diri
individu yang sifatnya didasari. Sedangkan perkembangan emosional sendiri adalah
suatu kemampuan dalam mengendalikan ataupun mengontrol emosi agar seseorang
dapat merespon secara positif setiap kondisi yang merangsang munculnya sebuah
emosi. Perkembangan emosi pada anak usia pra sekolah, yang diketahui terdapat 8
aspek perkembangan emosi yaitu takut, marah, cemburu, sedih, keingintahuan,
kegembiraan, kasih sayang, dan iri hati.
Pada aspek perkembangan emosi terdapat pula komponen didalamnya, seperti
aspek pada emosi takut yang mana dijelaskan pada empat komponen yang terdiri dari
khawatir, cemas, canggung, dan malu, emosi takut ditimbulkan oleh ingatan yang
tidak menyenangkan biasanya berasal dari film, radio, cerita dengan unsur
menakutkan. Reaksi takut yang dapat dilihat pada anak mereka akan cenderung
menghindar atau menangis pada situasi yang menakutkan. Pada emosi marah terdapat
dua komponen yaitu impulsif dan ditekan, emosi marah pada anak biasanya
disebabkan oleh pertengkaran dalam permainan yang ditandai dengan perilaku
menendang, memukul, dan berteriak. Pada emosi cemburu terdapat tiga komponen
yaitu rasa memiliki dan rasa terabaikan, anak yang merasakan emosi ini biasanya
merasa perhatian dari orang tuanya teralihkan kepada sesuatu yang baru, seperti
ketika anak memiliki adik yang baru lahir. Biasanya anak akan menarik kembali
perhatian orang tuanya dengan berpura-pura sakit atau menjadi nakal.
Terdapat dua komponen dalam emosi duka cita yaitu kesedihan dan murung,
emosi ini muncul ketika anak merasa kehilangan sesuatu yang menurutnya berharga.
Reaksi umum yang ditunjukkan oleh anak adalah menangis dan tidak minat makan.
Pada aspek keingintahuan terdapat tiga komponen yaitu minat, pengamatan, dan
tekun, keingintahuan adalah perasaan penasaran anak mengenai tubuhnya atau tubuh
orang lain. Reaksi anak paling umum adalah dengan bertanya. Aspek kebahagiaan
memiliki satu komponen yaitu rasa senang, emosi ini dapat dilihat ketika anak
tersenyum, tertawa, bertepuk tangan, memeluk orang atau benda yang membuat ia
bahagia. Pada aspek iri hati terdapat komponen dua komponen yaitu mengeluh dan
merebut, perasaan iri muncul ketika anak merasa sirik dengan kemampuan ataupun
barang orang lain. Perasaan iri ditandai dengan mengeluhkan barang miliknya dan
anak memiliki keinginan untuk mempunyai barang orang lain. Dan pada aspek
terakhir yaitu kasih sayang terdapat tiga komponen yang terdiri dari perhatian, suka,
dan ramah tamah. Rasa kasih sayang timbul ketika anak belajar mencintai sesuatu
yang menyenangkan baginya. Anak menunjukkan rasa kasih sayang dengan memeluk
dan mencium objek kasih sayang.
· Menunjukkan empati
(perhatian)
3. Jenis Observasi
1. Observasi Partisipan moderat. Alasan observer memilih observasi
partisipan moderat ialah agar observer bisa terlibat dalam beberapa kegiatan
yang dilakukan oleh subjek serta dapat mencatat perilaku yang muncul pada
saat itu, lebih eksploratif, serta dapat menjelaskan perilaku individu dalam
situasi sosial.
2. Observasi Obtrusive. Alasan observer juga memilih observasi obtrusive
ialah agar memperoleh data yang lebih detail untuk berjaga jaga atau lebih
memperlengkap lagi penyebab dari perilaku tersebut bisa muncul.
· Lembar indikator
· Inform consent
6. Langkah Observasi
7. Subjek Observasi
Subjek yang diambil pada penelitian ini adalah anggota keluarga dalam satu
yaitu anak-anak dengan rata-rata umur 5-6 tahun. Peneliti memilih subjek
tersebut berdasarkan kondisi lingkungan keluarga dan sekolah. Menurut
gambaran singkatnya, peneliti beranggapan bahwa lingkungan anak akan
mempengaruhi perkembangan emosional anak itu sendiri.
8. Observer
1. Jenis wawancara
Jenis wawancara yang digunakan pada penelitian kali ini adalah wawancara
semi-terstruktur dimana wawancara ini akan mengacu langsung pada
rangkaian pertanyaan terbuka dimana pada metode ini akan memungkinkan
untuk munculnya pertanyaan baru akibat jawaban yang diberikan oleh
narasumber. Sehingga nantinya informasi yang diberikan oleh narasumber
dapat lebih mendalam.
2. Langkah wawancara
Opening
Body
Closing
Peneliti menggunakan subjek wawancara orang tua atau wali dari siswa yang
akan di observasi. Hal ini dikarenakan peneliti membutuhkan data dari anak-
anak berusia 5-6 tahun dimana pada usia ini akan sulit untuk mendapatkan
informasi secara detail dari anak tersebut sehingga memerlukan bantuan orang
tua atau wali dalam pengumpulan data dengan metode wawancara.
4. Interviewer
Donna, R.P. (2016). Asesmen Aspek Emosi untuk Mengetahui Hambatan Perkembangan
Emosi Anak Pra Sekolah, 2(1), 24.
Fitriani. R.(2018). Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Dini. Jurnal Golden Age
Hamzanwadi University. 3(1), 25-34.
Labudasari, E., & Sriastria, W. (2018). Perkembangan Emosi Pada Anak Sekolah Dasar. In
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Universitas Muhammadiyah Cirebon.
Mashar, R. (2011). Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya. Google Books.
Marsari. H., Neviyarni., Irdamurni. (2021). Perkembangan Emosi Anak Usia Sekolah Dasar.
Jurnal Pendidikan Tambusui, 5(1), 1816-1822.
Maulinda, R., Muslihin, H. Y., & Sumardi, S. (2020). Analisis Kemampuan Mengelola
Emosi Anak Usia 5-6 Tahun (Literature Review). Jurnal PAUD Agapedia, 4(2),
300-313.
Prasanti, D., & Fitriani, D. R. (2018). Pembentukan karakter anak usia dini: Keluarga,
sekolah, dan komunitas?(Studi kualitatif tentang pembentukan karakter anak usia
dini melalui keluarga, sekolah, dan komunitas). Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini, 2(1), 13-19
Sari, P.P., Sumardi, Mulyadi, S. (2020). Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan
Emosional Anak Usia Dini, 4(1),157-170.
Sukatin, S., Chofifah, N., Turiyana, T., Paradise, M. R., Azkia, M., & Ummah, S. N. (2020).
Analisis Perkembangan Emosi Anak Usia Dini. Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh
Kembang Anak Usia Dini, 5(2), 77-90.
Sukatin, Q. Y. H., Alivia, A. A., & Bella, R. (2019). Analisis Psikologi Perkembangan Sosial
Emosional Anak Usia dini. Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 6(2), 156-171.
Santrock, J.W. (2012). Perkembangan Masa Hidup. ed.13. Jilid 1.Jakarta: Erlangga.