Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA KLIEN

DENGAN “FRAKTUR”

DISUSUN OLEH :

ANIS ALMA AULIA

PO713201181153

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

DIII KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah

“Askep Kegawatdaruratan Pada Klien Dengan Ftraktur”. Salawat berserta salam

kami sanjungkan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa

kita dari alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan

sekarang.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,baik

secara langsung maupun tidak langsung .

Kami juga menyadari bahwa tugas makalah ini masih banyak kekurangan

baik dari segi isi, maupun dari segi penulisan, untuk itu kami mengharapkan

kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tugas makalah

ini.

Makassar, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II KONSEP TEORI
A. Anatomi Fisiologi Tulang .......................................................................... 3
B. Definisi ....................................................................................................... 5
C. Etiologi ....................................................................................................... 5
D. Manifestasi Klinis ...................................................................................... 6
E. Klasifikasi ................................................................................................... 7
F. Patofisiologi ................................................................................................ 9
G. Komplikasi ................................................................................................. 11
H. Proses Penyembuhan .................................................................................. 14
I. Penatalaksanaan ........................................................................................... 15
J. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 22
BAB III ASKEP GAWAT DARURAT FRAKTUR
A. Pengkajian .................................................................................................. 23
B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi ....................................................... 24
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 26
B. SARAN ...................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin

meningkat selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern

manusia tidak akan lepas dari fungsi normal system musculoskeletal. Salah

satunya tulang yang merupakan alat gerak utama pada manusia, namun dari

kelainan ataupun ketidaksiplinan dari manusia itu sendiri (patah tulang) fraktur

adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan

epifisis baik yang bersifat total maupun partial . fraktur biasanya terjadi pada

cruris, karena cruris sangat kurang di lindungi oleh jaringan lunak, sehingga

mudah sekali mengalami kerusakan (Rasjad, 1998).

Berbagai penelitian di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia

menunjukkan bahwa resiko terjadinya patah tulang tidak hanya ditentukan oleh

densitas massa tulang melainkan juga oleh faktor-faktor lain yang berkaitan

dengan kerapuhan fisik (frailty) dan meningkatkannya resiko untuk jatuh.

(Sudoyo: 2010)

Kematian dan kesakitan yang terjadi akibat patah tulang umumnya

disebabkan oleh komplikasi akibat patah tulang dan imobilisasi yang

ditimbulkannya. Beberapa diantara komplikasi tersebut adalah timbulnya

dikubitus akibat tirah baring berkepanjangan, perdarahan, trombosis vena dalam

1
2

dan emboli paru; infeksi pneumonia atau infeksi saluran kemih akibat tirah

baring lama; gangguan nutrisi dan sebagainya. (Sudoyo: 2010)

Walaupun dalam kasus yang jarang terjadi kematian, namun bila tidak

ditangani secara tepat atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan

memperburuk keadaan penderita. Sehingga perawat perlu memperhatikan

langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam menangani pasien dengan kasus

kegawat daruratan fraktur.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Seperti Apa Konsep Dasar Fraktur.??

2. Bagaimana Pengkajian, Diagnosa Dan Intervensi Pada Klien Dengan

Frektur.?

C. TUJUAN

Makalah ini disusun dengan tujuan :

Umum : Mahasiswa mampu menerapkan konsep asuhan keperawatan kegawat

daruratan pada pasien dengan fraktur

Khusus:

1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep fraktur

2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep metodologi asuhan keperawatan

kegawat daruratan pada pasien fraktur


BAB II

KONSEP TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI TULANG

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan

tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang

di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk

sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk meyimpan dan mengatur

kalsium dan pospat.

Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-

mineral dan jaringan organik (kolagen, proteoglikan). Kalsium dan phospat

membenuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks

kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu

osteoid. Sekitar 70 % dari osteoid adalah kolagen tipe 1 yang kaku dan

memberikan ketegaran tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga

menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.

Hampir semua tulang berongga dibagian tengahnya. Struktur demikian

memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan bahan yang relatif kecil atau

ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen danmineral dalam

jaringan tulang. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lameral. Tulang

yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu

perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan

ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang berbentuk lameral. Pada

orang dewasa tulang anyaman ditemukan pada insersi ligamentum atau tendon.

3
4

Tumor sarkoma osteogenik terdiri dari tulang anyaman . tulang lameral terdapat

seluruh tubuh orang dewasa.tulang lameral tersusun dari lempengan-lempengan

yang sangat padat, dan bukan merupakan suatu massa kristal. Pola susunan

semacam ini melengkapi tulang dengan kekuatan yang besar.

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari 3 jenis sel:

osteoblas, osteosid dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan

membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan

osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif

menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar

fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium

dan fosfat ke dalam matriks tulang.

Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu

lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.

Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan

mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi.

Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Vitamin D dalam

jumlah besar dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat pada kadar

hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D hormon paratiroid tidak

akan menyebabkan absorbsi tulang. Vitamin D dalam jumlah yang sedikit

membantu kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatlan absorbsi kalsium

dan fosfat oleh usus halus. (Price dan Wilson: 1995)


5

B. PENGERTIAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis

dan luasnya yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner&Suddarth:

2002). Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doenges, 1999).

Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma

(Tambayong: 2000). Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh

trauma atau tenaga fisik ( Price, 1995)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya

kontinuitas tulang yang disebabkan trauma atau tenaga fisik dan menimbulkan

nyeri serta gangguan fungsi.

C. ETIOLOGI

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (1995) ada 3 yaitu:

1. Cidera atau benturan

2. Fraktur patologik

Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah

oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.

3. Fraktur beban

Fraktur beban atau fraktur kelelahan teradi pada orang-orang yang baru saja

menambah tingkat aktifitas mereka, seperti baru diterima dalam angkatan

bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan lari.


6

D. MANIFESTASI KLINIS

Adapun tanda dan gejala dari fraktur, sebagai berikut :

1. Nyeri

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai alamiah

yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Hilangnya fungsi dan deformitas

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara tidak alamiah. Cruris tak dapat berfungsi dengan baik karena

fungsi normal otot berrgantung pada integritas tulang tempat melengketnya

otot.

3. Pemendekan ekstremitas

Terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena konstraksi otot yang

melengket di atas dan bawah tempat fraktur.

4. Krepitus

Saat bagian tibia dan fibula diperiksa, teraba adanya derik tulang dinamakan

krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainya.

5. Pembengkakan lokal dan Perubahan warna

Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda

ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
7

E. KLASIFIKASI FRAKTUR

1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di

bagi menjadi 2 antara lain:

a) Fraktur tertutup (closed)

Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh)

tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang

berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

i. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan

lunak sekitarnya.

ii. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan

jaringan subkutan.

iii. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak

bagian dalam dan pembengkakan.

iv. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata

dan ancaman sindroma kompartement.

b) Fraktur terbuka (opened)

Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang

memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar

dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah

tulang terbuka :
8

i. Derajat I = Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen

minimal.

ii. Derajat II = Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi

fragmen jelas.

iii. Derajat III = Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

2. Menurut derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:

a) Patah tulang lengkap (Complete fraktur)

Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya,

atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan

fragmen tulang biasanya berubak tempat.

b) Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )

Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi

patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.

Menurut Price dan Wilson ( 2006) kekuatan dan sudut dari tenaga

fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan

apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap

terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap

tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.

3. Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada

5 yaitu:

a) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.


9

b) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.

c) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan

oleh trauma rotasi.

d) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang kea rah permukaan lain.

e) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang.

4. Menurut jumlah garis patahan ada 3 antara lain:

a) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

c) Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama. (Mansjoer: 2000)

F. PATOFISIOLOGI

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila

tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan

fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar

oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi

di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan

lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul


10

hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi

menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast

terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin

direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk

tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang

berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan

asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila

tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan

jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya

serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom

compartment (Brunner dan Suddarth, 2002).

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak

seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,

ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus

imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri,

iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri

dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan

kemampuan prawatan diri.

Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di

pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan

kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma

pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera
11

mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi

(Price dan Wilson: 1995).

G. KOMPLIKASI

Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:

1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom

kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.

a) Syok

Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan

darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang biasa menyebabkan

penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang

rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.

b) Sindrom emboli lemak

Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh

darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau

karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan

memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada

aliran darah.

c) Sindroma Kompartement

Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan

pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di

daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang intens, tekanan

pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan


12

pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan hipoksia jaringan

dan dapat menyebabkan kematian syaraf yang mempersyarafi daerah

tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat

menggerakkan jari tangan atau kakinya. Sindrom kompartemen biasanya

terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti

lengan.resiko terjadinya sinrome kompartemen paling besar apabila terjadi

trauma otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan

hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini

atau terlalu ketat dapat menyebabkan peningkatan di kompartemen

ekstremitas, dan hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya

ekstremitas dapat terjadi. (Corwin: 2009)

d) Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada nadi,

CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin

pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting,

perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

e) Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini

biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena

penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.


13

f) Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan

adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).

2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,

delayed union, dan non union.

a) Malunion

Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah

sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau

miring. Conyoh yang khas adalah patah tulang paha yang dirawat dengan

traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan

gerakan rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah kurang

diperhatikan. Akibatnya sesudah gibs dibung ternyata anggota tubuh

bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan penderita tidak dapat

mempertahankan tubuhnya untuk berada dalam posisi netral. Komplikasi

seperti ini dapat dicegah dengan melakukan analisis yang cermat sewaktu

melakukan reduksi, dan mempertahankan reduksi itu sebaik mungkin

terutama pada masa awal periode penyembuhan.

Gibs yang menjadi longgar harus diganti seperlunya. Fragmen-

fragmen tulang yang patah dn bergeser sesudah direduksi harus diketahui

sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan radiografi serial. Keadaan

ini harus dipulihkan kembali dengan reduksi berulang dan imobilisasi, atau

mungkin juga dengan tindakan operasi.


14

b) Delayed Union

Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan

kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union

merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang

dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan

suplai darah ke tulang.

c) Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di

tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang

membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Banyak keadaan yang

merupakan faktor predisposisi dari nonunion, diantaranya adalah reduksi

yang tidak benar akan menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah tetap

tidak menyatu, imobilisasi yang kurang tepat baik dengan cara terbuka

maupun tertutup, adanya interposisi jaringan lunak (biasanya otot) diantara

kedua fragmen tulang yang patah, cedera jaringan lunak yang sangat berat,

infeksi, pola spesifik peredaran darah dimana tulang yang patah tersebut

dapat merusak suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.

H. PENYEMBUHAN FRAKTUR

Jika satu tulang sudah patah, maka jaringan lunak di sekitarnya juga

rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat.

Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut, bekuan akan membentuk jaringan
15

granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi

menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan

mensekresi fosfat yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal

(kalus) di sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu

dengan lapisan kalus dari fragmen satunya dan menyatu. Fusi dari kedua

fragmen (penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula

oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi

fraktur. Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani transformasi

metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan

mengalami re-medolling di mana osteoblas akan membentuk tulang baru

sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya

akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya. (Price: 1995)

I. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan kedaruratan

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk

melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan

(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila

sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting

ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden

period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.

Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.
16

Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk

mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat

pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak

menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah,

maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain

tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami

cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan

pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah

untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan

tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan

lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi

dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.

Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan

jaringan lunak oleh fragmen tulang.

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara

dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.

Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan

membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak

sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas,

lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung
17

pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menntukan

kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)

untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali

melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar

melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap.

Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan

kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi

cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk

mencegah kerusakan lebih lanjut.

2. Penatalaksanaan bedah ortopedi

Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus

menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat

dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan

infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom

komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan

meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open

Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped

dan indikasinya yang lazim dilakukan :

a. Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang

yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang

yang patah
18

b. Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup,

plat, paku dan pin logam

c. Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun

heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau

mengganti tulang yang berpenyakit.

d. Amputasi : penghilangan bagian tubuh

e. Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang

memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang

besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka

f. Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak

g. Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam

atau sintetis

h. Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam

sendi dengan logam atau sintetis

i. Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi

j. Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot

atau mengurangi kontraktur fasia. (Ramadhan: 2008)

3. Terapi Medis

Pengobatan dan Terapi Medis

a. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone

b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut

c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot

d. Bedrest, Fisioterapi (Ramadhan: 2008)


19

4. Prinsip 4 R pada Fraktur

Menurut Price (1995) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu

menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.

a. Rekognisi (Pengenalan )

Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan

diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai

akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat

menentukan diskontinuitas integritas rangka. fraktur tungkai akan terasa

nyeri sekali dan bengkak.

b. Reduksi (manipulasi/ reposisi)

Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen

tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya.

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi

tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera

mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat

infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi

fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami

penyembuhan (Mansjoer, 2002).

c. Retensi (Immobilisasi)

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen


20

tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran

yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan

fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,

gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna.

Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan

sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna

adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen

tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus

menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan

pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal

bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada

tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan

pelvis (Mansjoer, 2000).

d. Rehabilitasi

Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk

menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus

segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan

kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).

5. Patah Tulang Anak

Pada anak sering ditemukan patah tulang dahan hijau. Reposisi

umumnya tidak sukar dan biasanya cepat sembuh serta cepat kuat. Jarang

dibutuhkan reposisi atau imobilisasi dengan fiksasi bedah. Untuk reposisi

dapat digunakan traksi kulit dan jarang ditemukan kekakuan sendi. Pada
21

penanganan harus diperhatikan bahwa fragmen harus searah sumbu, tetapi

dislokasi ad latitudinem tidak penting sehingga reposisi ujung ke ujung tidak

diharuskan. Penyembuhan dan pemugaran akan memperbaiki dislokasi ini

tanpa meninggalkan bekas. Akan tetapi, rotasi, yaitu dislokasi ad periperam

harus dihindari. Angulasi atau dislokasi ad aksim dapat dibiarkan bila fraktur

terjadi di dekat epifisis pada anak muda. Dislokasi dengan kontraksi patah

tulang diafisis menguntungkan karena akan terjadi swapugar karena

hiperemia sehingga anggota yang bersangkutan tumbuh lebih cepat daripada

anggota gerak sisi lain. Pertautan sisi kena sisi berlangsung cepat dan

pemugaran akan terjadi lebih cepat.

Fraktur terbuka baik karena cedera dari luar maupun karena

tembusnya ujung patah tulang dari dalam, terancam bahaya infeksi dan

osteomilitis. Seperti biasanya penanganan terdiri atas pembilasan luka,

pengeluaran benda asing, fragmen tulang yang terlepas, dan nekrosis. Luka

kemudian dirawat secara terbuka dengan anggota yang bersangkutan

diletakkan tinggi. Kontusio kulit diperhatikan betul karena mengakibatkan

nekrosis. Bila ujung patahan tulang terletak berjauhan akibat kehilangan

pecahan tulang, kedua ujung ini harus dipertemukan agar tetap bersentuhan.

Yang paling sering ditemukan pada anak ialah patah tulang klavikula,

humerus, suprakondiler, dan antebrakius. (Sjamsuhidajat: 2004)


22

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma

b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga

dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau

menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada

trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal

setelah trauma.

d. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

e. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

f. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi

multipel, atau cedera hati. (Dongoes: 1999)


23

BAB III

ASKEP GAWAT DARURAT FRAKTUR

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian primer

a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret

akibat kelemahan reflek batuk

b. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya

pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi

/aspirasi.

c. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,

takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan

membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

2. Pengkajian sekunder

a. Aktivitas/istirahat

1) kehilangan fungsi pada bagian yang terkena

2) Keterbatasan mobilitas

b. Sirkulasi

1) Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

2) Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)

3) Tachikardi
24

4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

5) Cailary refil melambat

6) Pucat pada bagian yang terkena

7) Masa hematoma pada sisi cedera

c. Neurosensori

1) Kesemutan

2) Deformitas, krepitasi, pemendekan

3) Kelemahan

d. Kenyamanan

1) Nyeri tiba-tiba saat cidera

2) Spasme/ kram otot

e. Keamanan

1) laserasi kulit

2) perdarahan

3) perubahan warna

4) pembengkakan local

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Nyeri Akut b.d agen cedera fisik (fraktur) d.d klien mengeluh nyeri dan

tampak meringis.

Tujuan : Tingkat nyeri menurun/ berkurang/ menghilang

Intervensi : Manajement nyeri dan Pemberian obat analgesik


25

2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Gangguan Muskuloskeletal d.d Klien

Mengeluh Sulit Menggerakkan Ekstermitas.

Tujuan : kemampuan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas

secara mandiri meningkat

Intervensi : dukungan mobilisasi

3. Defisit perawatan diri b.d gangguan muskuloskeletal terhadap fraktur.

Tujuan : kemampuan melakukan / menyelesaikan aktivitas perawatan diri

meningkat

Intervensi : dukungan perawatan diri


BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan trauma atau

tenaga fisik dan menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi. Fraktur disebabkan

oleh cidera, fraktur patologi, dan fraktur beban. Secara umum fraktur dibedakan

menjadi 2 yaitu terbuka dan tertutup. Manifestasi klinis dari fraktur itu sendiri

yaitu nyeri, hilangnya fungsi dan deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,

Pembengkakan lokal dan Perubahan warna. Penatalaksanaan fraktur terdiri dari

4R yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.

B. SARAN

Walaupun dalam kasus fraktur jarang terjadi kematian, namun bila tidak

ditangani secara tepat atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan

memperburuk keadaan penderita. Sehingga perawat perlu memperhatikan

langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam menangani pasien dengan kasus

kegawat daruratan fraktur. Pasien harus mendapatkan pertolongan sesegera

mungkin. Untuk itu dibutuhkan perawat yang tanggap dalam menangani pasien

gawat darurat, terutama dalam hal ini adalah pasien dengan kegawat daruratan

sistem muskuloskeletal, fraktur.

26
DAFTAR PUSTAKA

Raka.2013.“ Askep Gawat Darurat Sistem Muskuloskeletal : Fraktur”

https://id.scribe.com/doc/151062324/Askep-Kegawatdaruratan-Fraktur (di akses

Jum’at 20 Maret 2020)

27

Anda mungkin juga menyukai