Pendahuluan
1.1 Pengantar
Revolusi adalah bagian dari proses politik yang terjadi didunia, kemunculannya dapat
disebabkan oleh berbagai macam faktor, mulai dari kemiskinan, penindasan penguasa, sampai
perasaan ingin merdeka dari penjajahan. Revolusi-revolusi yang terjadi dalam sejarah dunia
disetiap negara berjalan dengan cara yang berbeda-beda, ada yang dengan pertumpahan darah
antar-saudara, perang dengan negara yang akan mengintervensi jalannya revolusi, atau dengan
cara demonstrasi damai namun konsisten.
Oleh karena itu perlulah membahas tentang bagaimana revolusi terjadi, dan sebab-akibat
yang ditimbulkan. Dalam pembahasan kali ini, dalam kajian perbandingan politik, diambil
sedikitnya tiga contoh revolusi yang paling berpengaruh didunia, yaitu Revolusi Perancis,
Revolusi Rusia, dan Revolusi China. Setelah membandingkan ketiganya, kemudian akan dapat
kita saksikan dimana letak perbedaan dan persamaan dari masing-masing revolusi, dan apakah
dari setiap revolusi saling terkait satu sama lain atau tidak.
Demikian makalah ini kami buat, jika ada kesalahan dalam penulisan kami mohon maaf
karena ini juga bagian dalam pembelajaran kami. Sekali lagi, kami ucapkan kurang lebihnya
mohon maaf terhadap makalah ini, dan semoga makalah ini bermanfaat.
Tim Penulis
Monarki Korup
Sebelum Raja Louis XVI naik tahta sebagai pemerintah Perancis, atmosfir sosial politik
di Perancis kala itu sudah cukup panas. Kesadaran rakyat terhadap kemiringan sistem
pemerintahan monarki absolut, krisis keuangan, dan negara yang hampir bangkrut dikarenakan
pengeluaran negara lebih besar daripada pendapatan mulai menimbulkan satu per satu
pemberontakan. Krisis tersebut utamanya disebabkan oleh terlibatnya Perancis dalam Perang
Tujuh Tahun dan Perang Revolusi Amerika. Di masa pemerintahan Raja Louis XVI, menteri
keuangan Perancis yang kala itu dijabat oleh Turgot, dipecat pada bulan Mei 1776 karena ia
dinilai gagal melaksanakan reformasi keuangan Perancis guna membebaskan krisis keuangan
Perancis kala itu.1
Setahun setelah pemecatan itu, Jacques Necker yang notabene adalah seorang
kebangsaan asing ditunjuk sebagai Bendahara Negara tak resmi karena ia merupakan seorang
Protestan. Jacques Necker menyadari ada banyak ketidakadilan dalam sistem pajak yang lebih
cenderung bersifat regresif. Ia mendapati bukti di lapangan bahwa kaum bangsawan dan pendeta
diberikan banyak keringanan dan pengecualian dalam hal pembayaran pajak, sementara mereka
yang miskin dikenakan pajak lebih tinggi. Hal tersebut menyebabkan pertentangan sosial secara
internal. Ketidakmampuan kaum miskin membayar pajak yang tinggi jelas sekali menimbulkan
pertentangan.
1
http://www.history.com/topics/french-revolution diakses tanggal 30 November 2015, pukul 14:13 WIB
Keistimewaan Aristokrat
Di sisi lain, kaum bangsawan dan pendeta mendapat banyak pengecualian dan
keistimewaan dalam hal pajak. Kenaikan harga pangan, hasil panen yang buruk, dan sistem
transportasi serta fasilitas lainnya yang tidak memadai semakin menimbulkan kebencian rakyat
terhadap pemerintah. Buruknya keadaan Perancis kala itu juga ditandai dengan kebangkrutan
pemerintah, utang negara yang besar karena yang lebih utama disebabkan oleh keterlibatan
Perancis dalam perang besar, dan ketidakadilan pajak. Perang Tujuh Tahun antara Perancis dan
Inggris yang merupakan kekuatan militer utama dunia saat itu menyebabkan hilangnya jajahan
Perancis di Amerika Utara. Selain itu, Angkatan Laut Perancis juga mengalami kehancuran.
Meski militer Perancis berhasil dibangun lagi dan menang dalam Perang Revolusi Amerika, tapi
Perancis tetap saja mengalami kehancuran karena biaya perang yang mahal dan tidak ada
keuntungan yang nyata bagi Perancis dalam perang tersebut. Raja juga tidak mampu menangani
2
Ibid
Dalam kondisi perekonomian yang sangat parah, masalah pangan dan kriminalitas yang
meninggi, juga krisis keuangan yang tak juga membaik, keluarga kerajaan malah hidup nyaman
dan mewah di Versailles. Keluarga kerajaan terkesan tak peduli dengan keadaan sosial rakyatnya
yang semakin lama semakin memburuk. Raja Louis XVI, di satu sisi, memang berusaha
mengurangi pengeluaran pemerintah. Namun usahanya tersebut mendapat pertentangan dari
parlemen sehingga reformasi yang lebih luas yang direncakanan oleh raja berhasil digagalkan.
Bahkan, pemerintahan raja juga hendak digulingkan. Berbagai upaya untuk menjatuhkan
kekuasaan Louis XVI juga semakin tampak ketika semakin banyak pihak yang menentang
kebijakannya. Pamflet-pamflet yang berisi informasi palsu dan dilebih-lebihkan yang mengkritik
pemerintah dan aparatnya pun tersebar luas di Perancis di antara rakyatnya yang kemudian
semakin memperkuat opini publik untuk melawan pemerintahan monarki Raja Louis XVI.
Selain itu semua, penyebab lain yang memicu terjadinya Revolusi Perancis juga karena
adanya kebencian terhadap pemerintah yang semakin besar seiring adanya perkembangan cita-
cita pencerahan. Rakyat juga membenci adanya absolutisme kerajaan, kebencian kaum miskin
terhadap hak-hak istimewa yang dimiliki kaum bangsawan, kebencian terhadap pengaruh dalam
kebijakan publik dan lembaga-lembaga negara yang bersumber dari Gereja Katolik, adanya
penyimpangan hak kebebasan beragama, kebencian pendeta pedesaan miskin terhadap uskup
aristokrat yang korup, serta besarnya keinginan untuk mewujudkan kesetaraan sosial, politik,
ekonomi, dan republikanisme. Di sisi lain, rakyat juga benci terhadap keborosan Ratu Marie
Antoinette yang juga dianggap sebagai mata-mata Austria. Juga, pemecatan Jacques Necker dari
jabatannya sebagai bendahara keuangan oleh raja juga dianggap sebagai kejahatan bagi rakyat
Perancis karena Jacques Necker dianggap sebagai wakil rakyat di kerajaan.
Penyerbuan Bastille
Jacques Necker yang kala itu menjabat sebagai bendahara keuangan negara semakin
dimusuhi oleh keluarga kerajaan. Di sisi lain, Jacques Necker adalah orang kepercayaan rakyat
yang dianggap sebagai wakil rakyat dalam kerajaan. Tanggal 14 Juli, para pemberontak
berkumpul dan berencana merebut sebagian besar senjata dan amunisi yang terdapat di benteng
Raja Louis XVI mundur untuk sementara waktu karena khawatir terhadap tindak
kekerasan yang bisa saja menimpanya. Marquis de la Fayette mengambilalih komando Garda
Nasional Paris setelahnya. Presiden Majelis pada saat Sumpah Lapangan Tenis yang bernama
Jean-Sylvain Bailly kemudian menjadi wali kota baru di bawah struktur pemerintahan baru yang
kemudian dikenal dengan istilah komune. Setelah itu raja mengunjungi Paris pada tanggal 17
Juli dan menerima surat dengan simpul tiga warna dan diiringi dengan teriakan Vive la Nation
dan Vive le Roi (Hidup Bangsa dan Hidup Raja). Jacques Necker yang sebelumnya dipecat
kembali menjabat. Namun tak lama berselang rakyat menuntut amnesti umum dan ia pun
kehilangan dukungan dari rakyat. Meski Majelis menang namun situasi Perancis tetap
memburuk. Kekerasan dan penjarahan terjadi di seluruh Perancis. Kaum bangsawan yang takut
menjadi korban selanjutnya pindah ke negara-negara tetangga. Mereka pun menandai kelompok-
kelompok kontra-revolusi di Perancis dan mendesak monarki asing untuk memberikan dukungan
pada kontra-revolusi.
Sebagai akibatnya, Raja Louis yang dipandang bersekutu dengan musuh-musuh Perancis,
pada tanggal 17 Januari 1793, dituntut hukuman mati. Raja Louis pun menghadapi eksekusi mati
pada tanggal 21 Januari 1793 lewat pemenggalan kepala dengan guillotine. Eksekusi tersebut
menimbulkan peperangan dengan negara-negara Eropa lain. Kemudian pada tanggal 16 Oktober
1793, Marie Antoinette yang merupakan permaisuri Raja Louis juga dipenggal dengan
guillotine. Setelah kehancuran monarki absolute, pemimpin revolusi, Napoleon Bonaparte,
menyatakan dirinya sebagai ‘kaisar’ Perancis.
Setelah kejatuhan Monarki Perancis, mungkin kita tidak tahu kalau setelah Napoleon
menyatakan dirinya sebagai “kaisar” Perancis, ada sebuah tatanan masyarakat sipil dengan nilai-
nilai sosialisme dan dipimpin oleh kaum buruh seperti yang diimpikan Marx, yaitu Komune
Paris.5 Komune Paris merupakan pemerintahan pertama yang dikuasai oleh kelas buruh. Marx
melukiskannya sebagai "hasil perjuangan kaum produsen melawan kelas penghisap, sebuah
bentuk politik yang akhirnya ditemukan yang dibawahnya kita dapat menjalankan emansipasi
ekonomis kaum buruh."
Pada Juli 1870 pecah perang antara Prancis Bonapartis dan dukungan Jerman yang bawah
Otto von Bismarck. Dewan Umum menerbitkan sebuah manifesto yang memprotes perang, dan
menyatakan bahwa perang itu merupakan kesalahan baik pemerintah Napoleon maupun
pemerintah Jerman. Kendati menyatakan bahwa dalam perang itu Jerman berposisi sebagai pihak
yang diserang, manifesto memperingatkan kaum buruh Jerman bahwa bila mereka
mengizinkannya, perang itu akan menjadi sebuah perang penaklukan, yang, entah berakhir
dengan kemenangan atau kekalahan, hanya akan menjadi malapetaka bagi proletariat. Kekalahan
yang katastropik yang melanda tentara Prancis pada 4 September 1870 melepaskan suatu mata
4
Ibid
5
https://www.marxists.org/indonesia/archive/trotsky/1921-PelajaranKomune.htm diakses tanggal 30
November 2015, pukul 14:42 WIB. Baca juga http://www.marxist.com/150-tahun-setelah-internasionale-pertama-
didirikan-kelas-pekerja-membutuhkan-sebuah-internasionale-yang-revolusioner.htm diakses tanggal 30 November
2015, pukul 14:51 WIB.
Dalam kata-kata Marx, kaum buruh Prancis “menggempur Surga.” Komune bukanlah
sebuah parlemen dengan tipe lama. Komune adalah sebuah badan pekerja dengan fungsi
eksekutif dan legislatif sekaligus. Posisi pejabat (officialdom), yang hingga saat itu telah
berfungsi tak lebih dari sekadar alat pemerintah dan suatu instrumen yang lentur di tangan kelas
penguasa, digantikan oleh sebuah badan representatif yang terdiri dari orangorang yang dipilih
melalui pemilihan umum, dan tunduk pada recall sewaktuwaktu. Tulisan ini tidak bermaksud
menuturkan Komunis Paris secara rinci. Cukuplah kiranya kita mengatakan bahwa kelemahan
Komunis Paris adalah kelemahan dalam kepemimpinan. Komune tidak memiliki program yang
jelas, tidak juga taktik yang dikembangkan dengan jelas baik untuk bertahan maupun menyerang.
Dalam Komune itu sendiri, kaum Internasionalis adalah minoritas. Hanya ada 17 orang
Internasionale dari jumlah keseluruhan 92 anggota. Dengan ketiadaan kepemimpinan yang sadar,
Komune tidak mampu menyajikan perspektif-perspektif yang lebih luas kepada kaum buruh dan
tani yang seharusnya bisa mengakhiri keterisolasian kaum buruh Paris. Kendati pencapaiannya
yang luar biasa, Komune membuat kesalahankesalahan. Secara khusus, Marx menunjukkan
kegagalan dalam menasionalisasikan Bank Prancis dan mars melawan pusat kontra-revolusi di
Versailles. Kelas buruh membayar harga yang sangat mahal atas kesalahan-kesalahan ini.
Pemerintah di Versailles diberi waktu untuk mengorganisir suatu pasukan kontrarevolusioner
yang melakukan mars ke Paris dan menghancurkan Komune dengan kekejaman yang tak terperi.
“Komune adalah suatu bentuk kekuasaan politik oleh kelas buruh, suatu kediktatoran
yang didirikan oleh kelas tertindas terhadap kelas penindas.”
Sementara menurut Leon Trotsky dalam tulisannya tahun 1921 yang diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia :
Komune Paris adalah sebuah rezim transisional yang berdiri untuk transformasi
ekonomik masyarakat secara menyeluruh. Inilah yang dimaksud Marx ketika ia berkata-kata
tentang kediktatoran proletariat, jika kita pertama dapat mengambil hipotesis sementara, negara
“komunis” pertama didunia bukanlah Soviet Rusia, namun Komune Paris.
6
Ibid
Selama Perang Dunia I itu, Rusia memenangkan banyak pertempuran melawan Ottoman
Turki dan kemudian keluar sebagai pemenang Perang Dunia I, namun rakyat yang mati lebih
banyak dari yang diperkirakan. Perang Dunia I turut menghadirkan perlawanan terhadap
pemerintahan feodal Tsar, pada akhirnya membawa Rusia pada revolusi. Setidaknya tercatat tiga
usaha revolusi untuk menggantikan pemerintahan Tsar dengan sosialisme. Revolusi pertama
adalah revolusi 1905 – 1907 yang terbagi menjadi tiga tahapan: tahap pertama, pemogokan dan
demonstrasi di berbagai kota yang terjadi tanggal 9 Januari sampai September 1905. Pada masa
ini juga terbentuk Dewan Perwakilan Pekerja untuk pertama kalinya di kota Ivanovo –
Voznesensk. Tahap kedua, ditandai dengan pemogokan nasional pada bulan Oktober 1905.
Tahap ketiga ditandai dengan dua kali pergantian Duma (semacam Dewan Perwakilan Rakyat)
tanggal 27 April – 3 Juni 1906 dan 20 Februari – 2 Juni 1907. Pada masa ini revolusi berhasil
dibungkam.
Revolusi selanjutnya adalah Revolusi Februari 1917 atau sering disebut sebagai Revolusi
Borjuis Demokratis. Dalam revolusi ini Tsar Nikolas II berhasil diturunkan dari tahtanya pada
tanggal 2 Maret 1917. Setelah kejatuhan Tsar dibentuklah Pemerintahan Sementara
(Vremennoye Pravitelstvo) dibawah kepeminpinan Alexander Kerensky. Namun demikian,
terdapat tarik menarik kekuasaan antara Pemerintah Sementara dengan Dewan Pekerja dan
Prajurit Petrograd yang menganggap bahwa revolusi belum berakhir. 7
Revolusi terakhir adalah Revolusi Oktober 1917 atau lebih dikenal dengan sebutan
Bolshevik. Revolusi inilah yang kemudian membuat Rusia menjadi Uni Soviet pada tahun 1918.
7
Jules Archer, Kisah Para Diktator, Biografi Politik Para Penguasa Fasis, Komunis, Despotis, dan Tiran.
Diterjemahkan oleh Dimyati AS dari judul asli, The Dictators, Fascist, Communist, and Tyrants-The Biographies of
“The Great Dictators” of The Modern World, (Yogyakarta: Narasi, 2014) hal. 33
Pada tahun 1898, Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia (PBSDR) berkongres di Minsk,
Belarusia, yang salah satu pendiri partai itu adalah pemimpin sekaligus founding father Uni
Soviet, Vladimir Ilyich Ulyanov atau yang biasa kita panggil, Lenin. Lenin,menuangkan apa
yang harus dilakukan dalam revolusi Rusia dan elemen-elemennya ada didalam karyanya yang
berjudul What Is To Be done?. Lenin mengemukakan alternatif, kalau kelas pekerja dengan
upaya sendiri, hanya dapat menimbulkan kesadaran serikat buruh bukan kesadaran revolusi yang
pasti. Apa yang dibutuhkan kelas pekerja adalah tipe kepemimpinan partai yang baru, yang
memiliki kesadaran revolusi yang kokoh, ditambah teori dan taktik yang jitu.
Ide-ide Lenin ini kemudian masuk kedalam kongres kedua PBSDR pada 1903 di Brussel,
Belgia dan kemudian pindah ke London, Inggris, kongres ini dengan tema besar; “Kapan
revolusi sosialis masuk ke Rusia?”, berkat kongres inilah kemudian PBSDR pecah menjadi dua,
yaitu; Faksi Menshevik, yang melihat bahwa yang harus dilakukan lebih dahulu adalah
8
Ian Adams, Op. Cit. hal. 263-265
Lenin merupakan sosok penting dalam pengejawantahan Marxisme di Rusia dan juga
pembentukan Rusia sebagai Negara komunis. Melalui dirinya ajaran Marx memperoleh bentuk
kongkret dalam ranah politik. Melihat Kondisi Rusia, sebenaranya apa yag dilakukan Lenin
dapat dilihat sebagai radikalisasi marxisme. Sebagai suatu bangsa, Rusia saat itu bukanlah negara
9
Carlton Clymer Rodee, dkk. Pengantar Ilmu Politik. Diterjemahkan oleh Zulkifly Hamid dari judul asli,
Introduction to Political Science, (Jakarta: Raja Grafindo, 2008) hal. 172. Lihat juga Ian Adams, Ideologi Politik
Mutakhir: Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa Depannya. Diterjemahkan oleh Ali Noerzaman dari judul asli Political
Ideology Today. (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 265
Lenin beranggapan bahwa kesadaran revolusioner kaum buruh tidak dapat terbentuk
begitu saja melalui konsentrasi pada bidang ekonomi semata. Oleh karena itu perlu adanya
tempat bagi perjuangan politik kaum buruh, yaitu melalui partai. Revolusi Sosialis, bagi Lenin,
justru sangat mungkin di negara prakapitalis seperti Rusia. Negara prakapitalis merupakan mata
rantai terlemah dalam sistem kapitalisme internasional. Dengan demikian, yang paling logis
adalah revolusi terjadi bukan di pusat kapitalisme melainkan justru di pinggirannya, di negara
prakapitalis. Revolusi Oktober 1917 yang dimotori oleh kaum Bolshevik yang komunis, praktis
mengakhiri kekuasaan rezim borjuis demokratik Alexander Kerensky yang baru berjalan 7 bulan.
Revolusi China pertama, bukanlah revolusi yang digelontorkan oleh Mao Zedong dan
dengan gerakan long march-nya seperti yang kita kenal, namun jauh sebelum itu, setidaknya
sebelum Perang Dunia I pecah, yaitu pada tahun 1911, dibawah kepemimpinan seorang dokter
bedah, dr. Sun Yat Sen. Hari itu, 10 Oktober 1911, sebuah kudeta yang mengguncang China
dimulai. Pasukan revolusioner melancarkan perlawanan terhadap pemerintah local di Wuhan,
Provinsi Hubei. Kudeta memicu revolusi yang berujung pada penggulingan kaisar terakhir Pu Yi,
mengakhiri kekuasaan Dinasti Qing, dan runtuhnya sistem feodalisme Tiongkok yang telah ajeg
selama 2.200 tahun. Republik China pun akhirnya lahir. Revolusi pimpinan Sun Yat Sen itu juga
dikenal sebagai Revolusi Xinhai, Revolusi 1911, atau Revolusi China.
Pada Abad ke19, Kekaisaran Qing menghadapi sejumlah tantangan, termasuk sejumlah
pemberontakan dan serbuan asing ke wilayah Tiongkok. Dua perang candu atau perang opium
melawan kekuatan Barat yang dipimpin Inggris menyebabkan lepasnya wilayah Hong Kong.
China juga kalah dalam Perang Sino-Jepang Pertama 1894-1895. Meski Qing masih
Yuan Shih Kai diangkat sebagai Presiden Sementara Republik Tiongkok pada 14
Februari 1912, dan diambil sumpahnya pada 10 Maret pada tahun yang sama. Namun
pemerintahannya ditentang banyak pihak, terutama setelah ia mengangkat dirinya sendiri sebagai
Kaisar Tiongkok pada tahun 1915. Setelah Yuan meninggal, Tiongkok masuk ke periode raja-
raja wilayah atau warlords.
Pada 1921, untuk meredam perang sipil diantara para warlords, Sun Yat Sen memilih
untuk bekerja sama dengan para tuan tanah yang dahulu mendukung Revolusi Xinhai 1911
didalam negeri dan bekerja sama dengan Uni Soviet diluar negeri – yang kebetulan mengalami
nasib yang sama setelah Revolusi Bolshevik namun bagkit lebih cepat – kerjasama ini
menimbulkan pertentangan diantara dua murid Sun Yat Sen, yaitu Chiang Kai Shek – yang
kemudian memimpin Partai Kuomintang yang nasionalis setelah Sun Yat Sen wafat pada 1925 –
dengan Mao Zedong yang memimpin Partai Kungcangtang yang komunis.10
10
Jules Archer, Op. Cit. hal. 103
Perang antara dua anak bangsa China itu semakin sengit, Mao Zedong dan Chiang Kai
Shek berbagi wilayah. Pasukan Chiang dimasa perang ini lebih brutal, mereka menyerang
siapapun yang tergolong proletar dan berpotensi mendukung Mao. Chiang Kai Shek sebagai
simbol ketidaksukaannya pada Mao dan Kungcangtang, membentuk pasukan polisi khusus,
mirip pasukan Kempetai Jepang ataupun Gestapo Jerman, dengan seragam biru.
Jika di Eropa, pada tahun 1933, Nazi Jerman berhasil merebut kekuasaan dari Republik
Weimar yang dipimpin para komunis dan Yahudi dan berlanjut pada serangan ke Polandia untuk
merebut Danzig 6 tahun kemudian yang memulai Perang Dunia II. Maka di Asia, Perang Dunia
II nyatanya tidak dimulai pada 7 Desember 1941, tapi pada 1931, saat Jepang memanfaatkan
konflik Mao dan Chiang untuk menduduki Manchuria dan mendirikan negara boneka Manchuria
disana yang mengabdi penuh pada Tenno Heika Kaisar Hirohito. Pendudukan Jepang atas
wilayah Timur China ini, kemudian setidaknya meredakan perseteruan antara Chiang Kai-Shek
dan Mao Zedong, kedua pemimpin China ini bersepakat untuk bekerjasama mengusir Dai
Nippon dari China, meskipun konflik antara Mao dan Chiang sebenarnya masih sering terjadi,
khususnya saat Jepang memulai invasinya lebih luas ke Pasifik dan menyeret Amerika Serikat
kedalam Perang Dunia II front Asia.
Setelah Jepang kalah pada Agustus 1945, kemudian, pada 1949, terjadi pergolakan lagi
antara kekuatan nasionalis pimpinan Jenderal Chiang Kai Shek dan kubu Komunis pimpinan
Mao Zedong, inilah gelombang kedua perang saudara dan revolusi China. Perang saudara pasca-
kekalahan Jepang ini lebih brutal, baik pasukan Mao ataupun Chiang sama-sama membantai
orang sipil. Akibat dari perang saudara tersebut, Pemerintah Republik China dibawah
11
Ibid, hal. 104
Berangkat dari long march yang amat heroik. yang dilakukan Mao Zedong selama tahun
1934-1935, Kungcangtang yang sudah menguasai Shensi, menerapkan kebijakan redistribusi
tanah (untuk member keuntungan bagi petani miskin), membatasi ekspliotasi petani dari para
tuan tanah dan tengkulak, melembagakan pajak progresif dan program kesejahteraan,
membangun pabrik-pabrik, dan memperkuat organisasi politik dam militer komunis. Perang
saudara dengan kaum nasionalis berlangsung terus, namun keefektifan tentara komunis
menghadapi Jepang-lah yang nyatanya lebih berperan dalam kemenangan komunis China.12
Saat Perang Korea meletus pada tahun 1950, sebagai implikasi dari kalahnya Jepang
yang harus menyerahkan Semenanjung Korea kepada Amerika Serikat dan Uni Soviet, Mao
Zedong melihat kalau ini adalah agenda Amerika Serikat agar lebih mudah menyerang China,
terlebih ditambah dengan kematian Joseph Stalin pada tahun 1953, Uni Soviet mengalami
destalinisasi dibawah pemimpin yang baru, Nikita Kruschev yang menginginkan kalau Soviet-
Barat harus berdamai. Mao melihat ini adalah pengkhianatan terhadap Marx dan Lenin, dan
mencap Soviet sebagai revisionis.13
Kebijakan “Lompatan Jauh ke Depan” juga adalah usaha Mao untuk membawa China
mengungguli Soviet dalam hal siapa yang lebih dahulu membentuk masyarakat komunis murni
12
Carlton Clymer Rodee, Op. Cit. hal.
13
Jules Archer, Op. Cit. hal. 120
14
Ibid. Baca juga Carlton Clymer Rodee, dkk. Op. Cit. hal. 182-183
Meskipun secara kasat mata, kebijakan “Lompatan Jauh ke Depan” adalah kegagalan
China dalam membentuk masyarakat industrialis, setidaknya kebijakan ini melahirkan satu
prestasi yang membawa China sebagai satu negara yang ditakuti di dunia, yaitu pengembangan
senjata nuklir pada 1957 tanpa bantuan Uni Soviet.
Revolusi kebudayaan 1966 sampai 1969 (dan kadang-kadang gemanya sampai tahun
1970-an) dengan demikian merupakan usaha besar dengan dua arah: pertama, menegakkan
kembali kembali wewenang politik Mao dan dominasi para pendukungnya yang paling
bersemangat dengan menghilangkan pengaruh partai-partai itu sendiri harus dibangun kembali
sejalan dengan petunjuk Pengawal Merah yang berjiwa muda dan militant, dan khususnya,
Tentara Merah China, kedua, menanamkan dalam kesadaran kolektif warga negara China
tentang perlunya persamaan sosial yang meyeluruh bersamaan dengan semangat sosialis tentang
semua untuk satu, satu untuk semua.15
Sejalan dengan semangat ini ialah pekerjaan berkala dalam komune-komune dan pabrik-
pabrik yang diberikan secara bergiliran kepada mahasiswa, pekerja kantor, birokrat partai, dan
lapisan istimewa lain dalam masyarakat China, Keterampilan teknologi dialihkan secara alamiah;
yaitu, suatu brigade pertanian dalam komune petani akan memilih wakil yang telah menerima
pendidikan lanjutan tentang teknik produksi pertanian yang muktahir, dan ia kembali ke komune,
untuk mendidik petani lainnya dalam penggunaan teknologi baru. Dalam proses tersebut,
perbedaan status dan pangkat diperkirakan akan hilang, atau paling tidak akan berkurang.
Bahkan dalam Tentara Merah, selama Revolusi Budaya, secara resmi pangkat dihilangkan dari
prajurit dan perwira di eselon bawahan dan menegah. Tentunya tinggal dilihat apakah struktur
15
Ibid, hal. 184-185
Saat kesehatan Mao sudah benar-benar menurun, bahkan sebelum kematian Mao pada
tahun 1974 dan penangkapan “Kelompok Empat” – Kelompok yang secara praktis menjalankan
kekuasaan komunis selama Revolusi Budaya, yang terdiri dari Yao Wen Yuan, Jiang Qing,
Zhang Chunqiao, dan Wang Hong Wen – yang berusaha untuk meneruskan kebijakan Mao yang
radikal, dan khususnya pada permulaan 1980-an, jelaslah bahwa percobaan sosial besar yang
disimbolkan oleh Maoisme telah gagal. Ternyata tidak mungkin untuk memodernisasi ekonomi
China tanpa menerima pola-pola tradisional dan ketidaksamaan status yang menandai hubungan
antara elit dan massa. Meningginya tingkat produktivitas ekonomi China berarti lebih banyak
harus menyediakan rangsangan bagi para buru, baik buruh industri, maupun buruh tani.
Bertambahnya rangsangan berarti bertambah besar perbedaan imbalan berarti semakin besar
ketidaksamaan.
Penguasa China setelah Mao, yang memiliki keinginan untuk memodernisasi ekonomi
China, menolak nilai-nilai ide Mao soal kemandirian. Bagi penguasa baru, semakin banyak
mahasiswa China yang belajar keluar negeri, maka akan semakin berkembang teknologi, dan
teknik manajerial yang penting bagi aplikasinya di China. Hal ini yang kemudian membawa
semakin banyak investasi, pengetahuan, pinjaman, keterampilan, dan disiplin produksi yang
masuk ke China, yang mejadi ciri khas bagi masyarakat industri dimanapun. Ini menunjukkan
bahwa Mao Zedong tidak mengetahui dasar-dasar ekonomi yang harus dibangun setelah revolusi
politik. Mao Zedong yang dianggap “tidak pernah salah” harus menerima konsekuensi bahwa ia
salah dan gagal dalam modernisasi China.
Jadi perubahan dalam strategi modernisasi China telah membawa perubahan politik dan
ideologi. Radikalisme Maois, yang membayangkan usaha untuk memodernisasi tanpa
merangsang ketidaksamaan sosial, adalah suatu babak lain dalam sejarah dunia yang erat dengan
rekayasa utopis Marx. Sebelum Mao, hal itu belum pernah dicoba secara besar-besaran dalm
Bagian III
Kesimpulan
Dari ketiga revolusi diatas, setidaknya kita menemukan satu hal yang sama, yaitu ; setiap
revolusi diawali dari kemiskinan dan kemelaratan rakyat negaranya, ditambah penguasa yang
korup dan feodal menambah sengsara masyarakat. Hal itulah yang didapati dari kasus Louis XIV
yang akhirnya hidupnya selesai di guillotine, Tsar Nikolai yang harus mati dan seluruh
keluarganya dihabisi oleh Tentara Merah, dan Dinasti Qing yang kolot harus rela ‘potong
rambut’ sebagai tanda berakhirnya konfusianisme.
Namun, meskipun begitu gemilangnya revolusi, ada pepatah dalam revolusi, “seorang
anak kemungkinan besar memakan bapaknya”, hal ini setali tiga uang dengan yang terjadi di
Perancis, saat revolusi menuntut kedaulatan rakyat rupanya menjadikan seorang Napoleon
memanfaatkan kesempatan untuk menjadi ‘kaisar’ dalam republik Perancis, yang kemudian
menimbulkan perlawanan dari rakyat Paris, khususnya Komune Paris. Demikian pula yang
terjadi di Rusia, setelah Tsar jatuh, revolusi ternyata terus berlanjut, perang antara borjuis-
demokrat dengan Bolshevik yang berakhir dengan kemenangan kaum Bolshevik dan setelah
kematian Lenin, “anak-anak” revolusi ini juga saling bunuh untuk mewarisi tahta Sekretaris
Jenderal Partai Komunis Soviet, antara Stalin dengan Trotsky yang notabene adalah murid
Lenin. Apa yang terjadi di Rusia, juga terjadi di China, ketika Sun Yat Sen wafat, kedua
muridnya yang berbeda ideologi, Mao dan Chiang saling ‘gontok-gontokan’ dan mengorbankan
jutaan rakyat China.
Revolusi adalah cita-cita yang baik, dan semua revolusi pastinya menginginkan sebuah
tatanan masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya, terlepas dari efek negatif revolusi itu
sendiri, yang biasanya berupa perang saudara, namun beberapa negara berhasil mempertahankan
identitas nasionalnya, setidaknya itulah yang dialami Indonesia, mampu bertahan dari gelombang
revolusi dan konflik dari masing-masing “anak-anak” revolusi.
Buku
Adams, Ian. Ideologi Politik Mutakhir Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa Depannya. Terjemahan
dari Political Ideology Today. Yogyakarta: Qalam. 2004.
Archer, Jules. Kisah Para Diktator Biografi Politik Para Penguasa Fasis, Komunis, Despotis,
dan Tiran. Terjemahan dari The Dictators, Fascist, Communist, Despots, and Tyrants—
Biographies of “The Great Dictators” of The Modern World. Yogyakarta: Narasi, 2014.
Clymer Rodee, Carlton, dkk. Pengantar Ilmu Politik. Terjemahan dari judul asli Introduction to
Political Science. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2008.
Internet
http://www.marxist.com/150-tahun-setelah-internasionale-pertama-didirikan-kelas-pekerja-
membutuhkan-sebuah-internasionale-yang-revolusioner.htm diakses tanggal 30 November 2015,
pukul 14:51 WIB