Oleh :
Ayu Amalia
(2015-83-042)
Pembimbing
dr. Jacky Tuamelly, Sp.B (K) Trauma, FICS,FINACS
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan cinta kasih-Nya saya dapat menyelesaikan referat guna penyelesaian
tugas kepaniteraan klinik pada bagian Psikiatri dengan judul “FRACTURES OF THE
UPPER END OF THE FEMUR”
Dalam penyusunan laporan kasus ini, banyak pihak yang telah terlibat untuk
penyelesaiannya. Oleh karena itu, penulis ingin berterima kasih kepada:
1. dr. Jacky Tuamelly, Sp.B (K) Trauma, FICS,FINACS selaku dokter spesialis
pembimbing referat, yang membimbing penulisan referat ini sampai selesai.
2. Orangtua dan semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa sesungguhnya referat ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukan berupa kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk perkembangan penulisan referat diwaktu
yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Hanya 20% sampai 35% pasien yang dapat kembali sesuai dengan tingkat fungsi
sebelum terjadi cedera. Sekitar 15-40% membutuhkan penanganan konstitusional
lebih dari 1 tahun setelah cedera. Dan sekitar 50-83% membutuhkan alat untuk
membantu ambulasi. Tujuan rehabilitasi seharusnya secara individual, dengan terapis
menghitung komorbiditas, derajat keparahan fraktur dan tingkat motivasi dari
pasien.Kesuksesan tujuan terapi dari luka atau jejas pada ekstremitas bawah adalah
mengembalikan Lingkup Gerak Sendi dari semua sendi, rehabilitasi semua unit otot
dan tendon, dan unrestricted weight bearing.3
4
BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum, fraktur pada trochanter mayor terjadi karena benturan langsung
pada bagian proksimal tulang femur. Kadang-kadang trochanter mayor bisa patah dan
terlepas akibat adanya aktivitas otot yang berlebihan. Pada remaja, fraktur pada
daerah trochanter biasanya terjadi pada epiphyseal line.
Prereduction X-ray
1. Comminuted fraktur pada trochanter mayor
2. Fragmen tulang terlepas ke atas dan bawah
5
Reduction and Immobilization
1. Abduksi total pada tungkai bawah (posisi ini biasanya berefek pada bagian
proksimal dari femur dan bagian trochanter yang terlepas.
2. Menjaga posisi abduksi tungkai dengan plaster spica
6
II.2. Fraktur Trochanter Minor1
Prereduction X-ray
1. Terlepasnya trochanter minor
7
Post reduction X-ray
1. Bagian proximal dari femur berada di posisi yang tepat dengan fragmen
yang terlepas
8
Fraktur trochanterica adalah semua fraktur extracapsular pada bagian trochanter
sampai 2 inci dibawah trochanter minor. Fraktur ini biasanya terjadi pada orang tua
pada usia rata-rata 75. Fraktur ini biasanya terjadi karena external rotasi yang terlalu
kuat pada extremitas, seperti gerakan tubuh yang berputar menjauhi tungkai ketika
tungkai dalam keadaan terfiksasi, atau dapat disebabkan karena trauma langsung dari
HIP dan diperparah dengan external rotasi saat trauma.
Cedera ini 80% terjadi pada usia >60 tahun, dan lebih banyak pada wanita,
dengan rasio 2 : 1. Tingginya presentase pada wanita disebabkan karena 2 faktor:
Apabila fraktur yang terjadi sudah direduksi dan ditangani dengan tepat,
komplikasi seperti aseptic necrosis atau non-union jarang terjadi. Fraktur
trochanterica lebih sering mengakibatkan komplikasi yang lebih serius, seperti:
Operasi reduksi dan fiksasi internal yang segera dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas pada hampir 50% kasus. Namun, fraktur pada trochanter dapat membuat
patahan mayor dan sering mengakibatkan gangguan jaringan yang luas. Pada kondisi
ini, operasi untuk menggunakan fiksasi internal adalah pilihan terbaik. Faktor ini
berkontribusi pada tingginya angka morbiditas dan mortalitas.
9
2. Osteoporosis tahap lanjut yang berhubungan dengan fraktur
comminuted yang parah
3. Diabetes mellitus yang tidak terkontrol sehingga menimbulkan
komplikasi sepsis
Apabila harus dilakukan terapi dengan cara yang tertutup, dapat dilakukan
pemasangan traksi menggunakan kawat berulir yang kokoh melewati bagian bawah
dari tuberositas tibiae, dan menopang tungkai bawah dengan alat penggantung. Pasien
yang menggunakan traksi harus berada dalam perawatan dan pemantauan yang
cukup. Walaupun jarang, fraktur trochanter juga dapat terjadi pada anak-anak. Setelah
cedera, bagian tungkai yang cedera mengalami deformitas rotasi external yang
komplit (90°), sehingga kaki bertumpu pada bagian luar. Kelainan bentuk ini berbeda
dengan pasien yang mengalami fraktur intracapsular, yang ekstremitasnya berputar
secara external, namun tidak lebih dari 45° karena kapsul yang masih utuh.
Terdapat banyak jenis fraktur yang dapat terjadi pada bagian trochanter.
Namun dikelompokkan dalam beberapa tipe tertentu. Beberapa pasien dapat
ditangani, namun tidak jarang sebagian besar dari mereka jatuh pada kondisi yang
tidak diharapkan, tergantung dari tipe fraktur yang didapatkan.
a. Tipe I
Fraktur pada tipe ini terjadi pada linea transversa pada intertrochanterica line.
Fraktur ini merupakan fraktur extracapsular, yang biasanya tidak mengenai trochanter
mayor maupun trochanter minor, tergantung tingkat keparahan dari intensitas atau
kekuatan saat terjadinya trauma. Saat terjadi fraktur, perpindahan fragmen bagian
proximal mengakibatkan terjadinya deformitas varus dengan sudut 90°, dan fragmen
bagian distal yang cedera dapat terlihat secara klinis, dimana terjadi dengan rotasi
external yang extreme. Tindakan reduksi dan fiksasi pada fraktur jenis ini tidak
menimbulkan kesulitan dan memiliki prognosis yang cukup baik.
10
1. Garis fraktur memanjang sepanjang intertrochanteric line
2. Kedua trochanter tidak terkena
3. Fragmen bagian proximal dan distal berada dalam garis anatomi yang normal
b. Tipe II
11
1. Fraktur sepanjang intertrochanteric line
2. Deformitas varus pada fragmen bagian proximal
3. Fraktur tipe comminuted pada trochanter mayor
4. Fraktur hingga ke bagian distal trochanter minor
5. Rotasi external pada bagian fragment distal
12
c. Tipe III
Tipe fraktur jenis ini digambarkan dengan garis fraktur yang melewati daerah
subtrochanterica. Kedua trochanter mungkin bisa terkena dampaknya. Trochanter
mayor bisa retak secara vertikal, dan trochanter minor bisa terlepas dan terdorong ke
arah depan. Conical configuration dapat terjadi pada ujung dari fragment
subtrochanterica. Fraktur ini dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun
terutama pada usia muda, dan pada orang yang aktif bekerja sehingga berpotensi
untuk terjadinya cedera yang parah. Tipe ini adalah fraktur yang sangat tidak stabil,
sehingga sulit direduksi dan dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Untungnya,
fraktur ini hanya 10% dari total fraktur pada trochanter.
d. Tipe IV
Ciri utama pada tipe ini adalah fraktur yang pada daerah pretrochanterica dan
pada ujung proximal femur. Fraktur ini dapat mengenai bagian atas dari proximal
13
femur secara vertical, obliq, dan spiral, serta fragmen triangular bisa saja seutuhnya
terpisah dari bagian tulang femur. Fraktur ini merupakan fraktur yang sangat sulit
untuk disatukan dan diperbaiki. Untungnya, angka kejadian pada fraktur ini tidak
banyak ditemukan, apabila ditambahkan engan fraktur tipe III berjumlah 30% dari
total kasus fraktur pada trochanter.
Immediate management
14
Lakukan pemasangan traksi pada extremitas yang cedera, disarankan
menggunakan Russell’s traction
Evaluasi keadaan klinis pasien
Persiapkan beberapa hal yang diperlukan untuk dilakukannya reduksi dan
inernal fiksasi pada fraktur. Pada pasien yang lanjut usia, prosedur operasi
merupakan life-saving pada pasien.
Perhatikan beberapa hal yang dapat menjadi kontraindikasi dilakukannya
prosedur operasi, seperti:
1. Pasien yang hampir mati
2. Apabila terjadi fraktur comminuted pada tulang yang mengalami
osteoporosis sehingga sangat sulit untuk diperbaiki
3. Pasien-pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus yang tidak
terkontrol
Sebaiknya jangan menunda prosedur operasi. Operasi sebaiknya sudah
dilakukan dalam 12 jam pertama setelah terjadinya trauma, dan tidak lebih
dari 24 jam.
Russell’s Traction
Gunakan tali karet busa untuk dihubungkan pada beban yang akan diberikan
Lingkarkan kain dengan lebar pada bagian bawah lutut, agar mencegah
tekanan pada caput fibula dan kompresi pada pembuluh darah poplitea.
Lutut dalam posisi fleksi
Hip dalam posisi fleksi
Gunakan bantalan pada bawah tungkai
Naikkan kaki tempat tidur agar ekstremitas bawah dalam posisi elevasi
Berikan beban traksi 5 – 10 kg, cukup untuk mencegah shortening. Beban
traksi yang terlalu berat (>12 kg) dapat mengakibatkan robeknya kulit dan
15
jaringan. Apabila diperlukan penggunaan traksi >12 kg, gunakan metode
Kirschner dengan kawat yang dimasukkan tepat dibawah tuberositas tibiae.
Prosedur Operasi
a. Posisi pasien:
1. Pasien dibarinngkan di atas meja operasi.
2. Extremitas yang tidak cedera diikat ke pelat kaki
3. Lakukan traksi pada ekstremitas yang cedera dalam posisi external rotasi
dan sedikit abduksi.
16
Note: jangan terlalu kuat memberikan tekanan pada tungkai, karena
fraktur trochanter yang simple bisa menjadi lebih parah dan sulit untuk
diperbaiki.
b. Exposure
1. Insisi pada kulit dimulai 1 inci di bagian distal dan lateral ke bagian
anterosuperior tulang belakang; Dilanjutkan sampai ke bagian posterior
dari trochanter mayor dan bagian lateral dari femur dengan jarak 6 inci
dari dasar trochanter mayor.
2. Buka fascia lata sepanjang daerah insisi.
17
3. Buka sampai terdapat jarak antara tensor fascia lata dan gluteus medius,
dan retraksikan tensor fascia lata ke bagian medial.
18
Analisis Fraktur
Hal-hal yang harus diperhatikan dari prosedur operasi adalah dalam menentukan tipe
fraktur dan metode fiksasi internal yang paling tepat untuk digunakan.
19
Jika femur gagal untuk dirotasikan dan dikembalikan ke posisi anatomi,
gunakan staeinmann pin pada trochanter mayor dan collum femur untuk memperbaiki
collum shaft angel dan gunakan itu untuk mengangkat bagian proximal femur ke
posisi yang diinginkan.
Abduction
Umumnya abduksikan 20° - 30° fragmen proximal dan distal femur, besarnya
abduksi yang diperlukan dapat diketahui dari penglihatan langsung pada fraktur.
Before reduction
1. Bagian proksimal fragmen dalam keadaan varus
2. Bagian distal fragment mengalamai rotasi external
Reduction
1. Traksi mengurangi collum-shaft angle
2. Internal rotasi pada bagian distal
3. Abduksi ringan pada bagian femur
20
Post reduction x-ray
Ap View
1. Fragmen dalam posisi anatomi
2. Collum-shaft angle telah diperbaiki
Lateral View
3. Kepala
4. Leher, dan
5. Trochanter mayor berada pada posisi horizontal
21
Insertion of Guide pin
1. Jika pemasangan nail tidak pada posisi yang diinginkan, prosedur pencabutan
dan pemasangan nail berulang mengakibatkan kerusakan pada collum dan
caput femur
2. Guide pin dapat digunakan untuk memastikan posisi nail sudah tepat pada
collum dan caput femur, dapat menentukan panjang nail yang akan
digunakan, dan memungkinkan penempatan nail dalam posisi dan poros yang
sama dengan nail-plate, sehingga gude pin dapat memberikan kestabilan pada
fraktur ketika memasukkan nail.
Pin guide harus dimasukkan sedemikian rupa sehingga menjaga agar sudut nail-
plate setinggi 150° pada posisi yang diinginkan. Nail harus berbatasan langsung
dengan bagian inferior cortex collum femur dan menembus kedalam caput femoralis,
dan harus diposisikan ke bagian anterior dari lokasi fraktur, sehingga dapat
diposisikan pada korteks anterior. Hal ini mencegah perpindahan fragmen antero-
posterior. Untuk mencapai posisi ini, guide pinnya harus dimasukkan sedemikian
rupa sampai melewati collum femur dengan kemiringan tertentu dan ujung nail tetap
menembus bagian posterior caput femur.
3/6
1. Dengan bor inci, buat lubang di sisi lateral femur di tengah-tengah antara
cortex anterior dan posterior, dan 17/8 - 2 inci di bawah trochanter mayor.
Pertama-tama, arahkan bor pada sudut kanan ke poros dan naik ke sudut 45°.
2. Tempatkan guide pin dalam bor, dengan melebihkan 4 inci melewati ujung
bor.
3. Tempatkan guide pin, atur 150° tepat pada lubang bor.
22
4. Arahkan guide pin dengan parallel dekat dengan korteks anterior collum
femur, masukkan ke bagian trochanter, collum dan caput femur sampai ujung
bor berbatasan dengan korteks.
Note: pada titik ini, lepaskan bor dan guide pin dan foto x-ray AP dan lateral.
Apabila telah mendapat posisi yang diinginkan, lanjutkan dengan pemasangan
nail-plate; apabila belum tepat, masukkan kembali pin higga berada pada posisi
yang diinginkan.
AP view
1. Fragmen-fragmen berada dalam posisi normal
2. Neck-shaft angle berada dalam sudut normal
3. Guide pi terletak dekat dengan cortex inferior
4. Guide pin menembus caput femur
Lateral view
5. Guide pin melewati bagian anterior collum femur
6. Ujung pin menembus bagian posterior dari caput femur
23
Insersion of Nail Plate
1. Menggunakan alat cannulated reamer (atau alat bor listrik lainnya) untuk
memperbesar lubang di korteks lateral untuk mengakomodasi nail. (kegagalan
tahap ini dapat mengakibatkan pecahnya korteks lateral ketika nail
dimasukkan)
2. Masukkan nail di atas guide pin (nail-plate angel oleh sarmiento)
3. Pegang tangkai nail sejajar dengan poros, dan saat terpasang, nail harus
sejajar dan sepenuhnya terhubung dengan porosnya.
4. Pindahkan nail melintasi lokasi fraktur dan masuk sampai ke caput femur
(karena panjang pin guide yang dimasukkan adalah 4 inci, panjang nail lebih
mudah ditentukan. Jangan memilih nail yang terlalu panjang, karena ketika
fragmennya mengendap, ujung nail bisa menonjol keluar cari caput femur.
5. Ketika posisi yang diinginkan telah tercapai, pertahankan dan pegang dan
tarik plate ke poros tulang dengan menggunakan forcep tulang.
6. Kencangkan plate ke poros paha dengan 4 baut.
24
Post Reduction X-ray
Ap view
1. Neck-shaft angle telah kembali normal
2. Nail terletak dekat dengan cortex inferior
3. Nail menembus dalam ke kepala femur
Lateral view
4. nail terletsk pada anterior cortex
5. ujung nail menembus kuadran posterior caput femur
25
Post Operative Management
Pasien sudah bisa bangun dari tempat tidur dan duduk pada hari ke-2.
Lakukan program latihan aktif untuk panggul dan lutut segera setelah nyeri post
operasi berkurang. Program ini harus mencakup latihan untuk memperkuat paha
bagian depan, gluteus, dan otot-otot ekstremitas atas. Jika fraktur telah diperbaiki dan
nail terpasang dengan benar, pasien memungkinkan untuk menggunakan alat bantu
jalan. Selain itu, penggunaan ekstremitas yang cedera untuk tumpuan badan dapat
dihindari beberapa waktu, namun kemudian dapat menggunakan alat bantu jalan, dan
setelah itu dapat diganti menggunakan tongkat. Penggunaan ekstremitas yang cedera
sebagai tumpuan berat badan tanpa menggunakan alat bantu sebaiknya dihindari
sampai adanya penyembuhan yang dibuktikan dengan x-ray sekitar 12-16 minggu.
Follow up penyembuhan pasien dengan x-ray setiap 6 minggu.
Fraktur ini terdiri dari beberapa frakur tipe II dan tipe III dimana terjadi
hancurnya cortex medial atau bagian posterior dari fragmen proksimal. Merupakan
40-45% dari semua fraktur trohanterica dan memiliki morbiditas yang tinggi. Pada
fraktur ini, hal yang menonjol adalah ketidakstabilan karena patahan yang parah pada
bagian anteromedial collum femur atau dari fragmen posterior, ataupun keduanya.
Ketika terjadinya fraktur jenis ini, terpindahnya fragmen distal ke medial diikuti oleh
impaksi dan fiksasi internal, memiliki fungsional yang cukup baik dan menurunkan
tingkat morbiditas.
26
Ketika terjadi fraktur comminuted pada cortex medial atau jika pada fragmen
posterior, fiksasi internal fragmen proksimal dan distal dalam posisi yang benar tidak
dapat menahan tekanan oleh aktifitas otot.
Pada fraktur tipe III, apabila tidak ada comminuted fracture pada medial cortex,
internal fiksasi dengan sudut tinggi pada nail-plate akan memberikan stabilitas yang
adekuat. Namun, jika trochanter daln cortex medial hancur ketika cedera, maka
pemindahan fragmen distal ke medial harus dilakukan.
Pre-operative X-ray
1. Trochanter mayor hancur
2. Trochanter minor terlepas dari porosnya
3. Cortex medial ikut hancur
4. Adanya fragmen posterior trochanter
5. Caput dan collum femur dalam posisi varus
27
Operative Procedure
Pasien berbaring pada meja operasi, fraktur direduksi dan lokasi fraktur
dibuka, sesuai dengan prosedur operasi yang sebelumnya telah dijelaskan.
28
Ap View:
1. guide pin sejajar dengan korteks inferior collum femur dan menembus sampai
pada caput femur
Lateral view:
1. guide pin sejajar dengan cortex anterior collum femur dan menembus sampai
di kuadran posterior caput femur
29
sehingga akan mendapatkan posisi valgus pada collum dengan poros
tulang femur
3. Masukkan nail dengan panjang yang diinginkan dan diarahkan ke collum
dan caput femur.
4. Lepaskan traksi untuk memungkinkan terjadinya perubahan
5. Kencangkan plate ke poros tulang femur dengan menggunakan 4 sekrup
Postreduksi X-ray
1. Terlihat sudut collum-shaft angle dalam posisi valgus
2. Korteks medial collum femur berada dalam posisi terhadap korteks lateral
fragmen distal
3. Fragmen distal dipindahkan ke medial
4. Nail menembus jauh kedalam caput femur
30
SEVERE COMMINUTION OF THE GREATER TROCHANTER AND A
HIGH SUBTROCHANTERIC FRACTURE (TIPE III)
Preoperative x-ray
1. Fraktur comminuted yang parah
2. Fracture comminuted pada subreochanterica
31
Postoperative x-ray
1. Fragmen poros berpindah ke medial.
2. Cortex medial pada fragmen proximal berbatasan dengan korteks lateral
fragmen femur.
3. Posisi valgus pada fragmen proximal dicapai dengan menggunakan nail
dengan sudut tinggi
32
COMMINUTION OF THE PRETROCHANTER REGION, A
SUBTROCHANTERIC FRACTURE, AND A FRACTURE OF THE
FEMORAL SHAFT
Fraktur pada poros femoralis mungkin vertical, miring, atau spiral. Jangan
mencoba untuk mengamankan semua fragmen fraktur ini sekaligus ke nail-plate.
Cedera ini paling baik dilakukan dengan merakit fragmen femoralis terlebih dahulu
dan memperbaikinya dengan sekrup sebanyak yang diperlukan. Kemudian kurangi
dan perbaiki dua fragmen utama dengan nail-plate. Setelah semua fragmen femoral
diperbaiki management dua fragment utama adalah sama seperti yang fraktur tipe III
Plan of Management
1. Rakit fragmen femoralis
33
2. Perbaiki fragmen dengan sekrup
3. Kurangi dua fragmen utama
4. Perbaiki dengan nail-plate JEWET yang panjang
Seperti biasa, fragmen proksimal menunjukan sedikit atau tidak ada comminution.
Garis fraktur utama bersifat melintang atau miring yang berjarak 11/2 sampai 1 inci
dari dasar trochanter. Fraktur ini siap untuk menggunakan fiksasi intramedullary.
Prereduction X-ray
1. Fraktur subtrochanterica di bagian bawah
2. Bagian fragmen proksimal utuh
3. Sedikit comminution dari ujung atas dari fragmen distal
4. Bagian fragmen proksimal diabduksi, sehingga terjadi deformitas coxa vara.
34
Operative Reduction and Fixation
35
1. Bukalah sampai terdapat jarak antara m.tensor fasciae dan gluteus, kemudian
fleksikan former kea rah medial, sehingga memperlihatkan ujung trochanter
dan gluteus medius.
2. Gantilah vastus lateralis di sebelah kiri dengan diseksi yang tajam, bagilah
secara longitudinal sepanjang 2 sampai 1 inci ke bagian anterior linea aspera;
3. Dengan disseksi subperiosteal, keluarkan otot dari tulang femur dan dan Tarik
kembali ke anterior dank e arah tengah.
4. Pertahankan posisi dengan mengaitkan tepi dua retractor bannet di sekitar
fragmen distal badan tulang femur
36
1. Tinggikan fragmen distal kedalam luka
2. Tentukan diameter yang tepat dari kanal meduler dengan melewati latihan
bergagang panjang dengan ukuran bervariasi ke dalam fragmen distal sampai
menemukan diameter yang tepat dan harus pas namun jangan terlalu erat.
37
1. Tentukan panjang nail yang tepat untuk digunakan. Masukan nail dalam wire
guide melewati canal medullary dari fragmen distal sampai jumlah resistensi
tulang subcondral yang dihitung. Catat panjang fragmen distal
2. Masukkan kawat pemandu kedalam saluran medulla fragmen proximal
sampai berbatasan dengan bagian kortikal dari trochanter. Tentukan
panjangnya, kemudian tambahkan kedua panjangnya, dan dikurangi 1 inci
untu mendapatkan total panjangnya.
1. Buatlah sayatan kecil pada m. gluteus medius di ujung atas trochanter mayor .
2. Masukkan kuntscher di persimpangan trochanter dan nech femur melalui
canalis medullaris fragmen proximal ke dalam canal fragmen distal.
Tempatkan bagian nail plate yang terbuka pada bagian convex angulasi
3. Biarkan 2 sampai 2,5 cm nail plate berada di atas trochanter mayor
38
Post Operative Management
Posisikan ekstremitas dalam selama 7-10 hari. Jika memungkinkan, lakukan fleksi
aktif dan ekstensi lutut segera setelah operasi. Lepaskan kaki dari alat jika pasien
dapat secra aktif mengangkat kaki dari tempat tidur. Peringatkan pasien untuk
berhati-hati terhadap nail-plate. Biarkan pasien bangun dari tempat tidur
menggunakan crutches agar beban tubuh tidak tertumpu pada kaki sampai minggu ke-
3. Pada minggu ke-6, biarkan pasien bertumpu pada crutches, namun pastikan lutut
tetap lurus.
Crutches tidak boleh dilepas sampai terbukti pada xray bahwa terdapat
konsolidasi kalus di sekitar fraktur, sekitar 12-16 minggu. Jangan tertipu oleh kalus
yang banyak, yang tidak masuk dalam penyatuan fragment dan akkan diserap.
Penyembuhan mungkin kan lambat dan butuh berbulan-bulan sampai proses
konsolidasi selesai dan pembentukan union cukup untuk menopang beban tubuh.
Nail-plate dikeluarkan hanya jika pada x-ray memperlihatkan obliteration dari
fraktur. Hal ini jarang terjadi <1 tahun. Latihan yang intens dan progresifitas dari
otot-otot paha dan kaki, serta latihan bertahap terhadap sendi harus dilakukan selama
proses pemulihan. Jangan memaksa sendi bekerja lebih keras untuk meningkatkan
pergerakan.
39
II.3.3. Alternative method for trochanteric fracture
Postreduction Management
Traksi dipertahankan sampai 10 hingga 12 minggu. Pengecekan alat harus
dilakukan beberapa kali sehari. Pengobatan dan perawatan harus diperhatikan selama
pemasangan traksi dan proses pemulihan. Latihan ringan terhadap pergerakan kaki
dan lutut dapat dilakukan di tempat tidur. Setelah terbentuknya union dengan lengkap
40
melalui hasil x-ray, pasien dapat menggunakan crutches dengan pelindung beban
tubuh pada tungkai yang terkena. Cruthches dapat digunakan selama 3 sampai 4
minggu.
DAFTAR PUSTAKA
1. DePalma A.F.The Management of Fracture and Dislocations an Atlas. Vol.2.
London;1880.
2. Apley, A.G.,L. Solomon. 2005. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley.
Edisi 7. Jakarta: Widya Medika.
3. Evans, P.J., B.J McGrory. 2011. Fracture of The Proximal Femur. ME:
Orthopaedic Associates of Portland.
41