Anda di halaman 1dari 41

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2020


UNIVERSITAS PATTIMURA

FRACTURES OF THE UPPER END OF THE FEMUR

Oleh :
Ayu Amalia
(2015-83-042)

Pembimbing
dr. Jacky Tuamelly, Sp.B (K) Trauma, FICS,FINACS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan cinta kasih-Nya saya dapat menyelesaikan referat guna penyelesaian
tugas kepaniteraan klinik pada bagian Psikiatri dengan judul “FRACTURES OF THE
UPPER END OF THE FEMUR”
Dalam penyusunan laporan kasus ini, banyak pihak yang telah terlibat untuk
penyelesaiannya. Oleh karena itu, penulis ingin berterima kasih kepada:

1. dr. Jacky Tuamelly, Sp.B (K) Trauma, FICS,FINACS selaku dokter spesialis
pembimbing referat, yang membimbing penulisan referat ini sampai selesai.
2. Orangtua dan semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa sesungguhnya referat ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukan berupa kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk perkembangan penulisan referat diwaktu
yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Ambon, Maret 2020

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh,


pelindung organ tubuh, memungkinkan geraka, dan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut bisa saja hilang akibat terjatuh,
benturan, atau kecelakaan yang mengakibatkan fraktur. Fraktur atau patang tulang
adalah suatu peristiwa terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat
berupa trauma langsung maupun trauma tidak langsung.2
Klasifikasi fraktur berdasarkan hubungannya dengan dunia luar ada dua jenis
yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu
bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan di kulit. Bentuk-bentuk perpatahan antara lain transversal, oblique, spiral,
kompresi atau crush, comminuted dan greenstick.2
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan, atau luka
yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak
dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur. Sedangkan pada
orang tua dan perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan hormon
pada menopause Fraktur intertrochanter femur merupakan salah satu dari 3 tipe
fraktur panggul. Fraktur intertrochanter terjadi diantara 2 trochanter dimana
trochanter mayor terdapat musculus gluteus medius dan minimus (ekstensi dan
abduksi panggul) dan trochanter minor dimana terdapat musculus iliopsoas (fleksi
panggul).3
Tujuan rehabilitasi adalah untuk mengembalikan pasien pada tingkat fungsi
yang sama dengan sebelum terjadi cedera. Pada banyak kasus, hal ini tidak realistis.

3
Hanya 20% sampai 35% pasien yang dapat kembali sesuai dengan tingkat fungsi
sebelum terjadi cedera. Sekitar 15-40% membutuhkan penanganan konstitusional
lebih dari 1 tahun setelah cedera. Dan sekitar 50-83% membutuhkan alat untuk
membantu ambulasi. Tujuan rehabilitasi seharusnya secara individual, dengan terapis
menghitung komorbiditas, derajat keparahan fraktur dan tingkat motivasi dari
pasien.Kesuksesan tujuan terapi dari luka atau jejas pada ekstremitas bawah adalah
mengembalikan Lingkup Gerak Sendi dari semua sendi, rehabilitasi semua unit otot
dan tendon, dan unrestricted weight bearing.3

4
BAB II

PEMBAHASAN

FRACTURE OF THE UPPER END OF THE FEMUR

1. Fraktur trochanter mayor


2. Fraktur trochanter minor
3. Fraktur ekstracapsular (intertrochanterica dan subtrochanterica)
4. Fraktur intracapsular (collum femur)

II. 1. Fraktur Trochanter Mayor1

Secara umum, fraktur pada trochanter mayor terjadi karena benturan langsung
pada bagian proksimal tulang femur. Kadang-kadang trochanter mayor bisa patah dan
terlepas akibat adanya aktivitas otot yang berlebihan. Pada remaja, fraktur pada
daerah trochanter biasanya terjadi pada epiphyseal line.

 Prereduction X-ray
1. Comminuted fraktur pada trochanter mayor
2. Fragmen tulang terlepas ke atas dan bawah

5
 Reduction and Immobilization
1. Abduksi total pada tungkai bawah (posisi ini biasanya berefek pada bagian
proksimal dari femur dan bagian trochanter yang terlepas.
2. Menjaga posisi abduksi tungkai dengan plaster spica

 Post reductionsi X-Ray


1. Bagian proksimal dari femur berada pada posisi yang seharusnya

 Post reduction management


Plaster spica dapat dilepaskan setelah lebih dari 6 minggu. Setelah itu,
pasien dapat menggunakan tongkat penyanggah (crutches). Setelah lebih dari
1 minggu, crutches dapat diganti dengan cane. Penggunaan alat bantu sudah
dapat dilepas selama pasien sudah dapat menopang berat badannya dengan
tungkai.

6
II.2. Fraktur Trochanter Minor1

Fraktur pada trochanter minor biasanya dikaitkan dengan adanya fraktur


comminuted pada intertrochanterica. Dalam beberapa keadaan, epifisis dari
trochanter minor dapat terlepas karena aktifitas otot iliopsoas. Mekanisme yang sama
pada terlepasnya trochanter minor juga dapat terjadi pada orang dewasa.

 Prereduction X-ray
1. Terlepasnya trochanter minor

 Reduction dan immobilization


1. Reduksi dilakukan dengan flexi HIP 90°
2. Posisi ini dapat dipertahankan menggunakan bantal yang disusun sebagai
penopang sehingga membentuk sudut yang diinginkan

7
 Post reduction X-ray
1. Bagian proximal dari femur berada di posisi yang tepat dengan fragmen
yang terlepas

 Post reduction management


Fleksi tungkai 90° di atas bantal selama 4 minggu. Follow up pasien
dengan menggunakan crutches. Setelah 1 minggu, dapat diganti dengan tongkat.
Penggunaan tongkat dapat dilepas apabila tungkai yang cedera sudah dapat
menopang berat badan. Cegah agar tungkai yang cedera tidak dalam posisi
hiperabduksi dan hiperekstensi dalam beberapa bulan.

II.3. Fraktur Trochanterica1

8
Fraktur trochanterica adalah semua fraktur extracapsular pada bagian trochanter
sampai 2 inci dibawah trochanter minor. Fraktur ini biasanya terjadi pada orang tua
pada usia rata-rata 75. Fraktur ini biasanya terjadi karena external rotasi yang terlalu
kuat pada extremitas, seperti gerakan tubuh yang berputar menjauhi tungkai ketika
tungkai dalam keadaan terfiksasi, atau dapat disebabkan karena trauma langsung dari
HIP dan diperparah dengan external rotasi saat trauma.

Cedera ini 80% terjadi pada usia >60 tahun, dan lebih banyak pada wanita,
dengan rasio 2 : 1. Tingginya presentase pada wanita disebabkan karena 2 faktor:

1. Setelah 60 tahun, kematian lelaki lebih banyak dibandingkan wanita


2. Pada usia ini, opsteoporosis karena penuaan lebih banyak terjadi pada
wanita.

Apabila fraktur yang terjadi sudah direduksi dan ditangani dengan tepat,
komplikasi seperti aseptic necrosis atau non-union jarang terjadi. Fraktur
trochanterica lebih sering mengakibatkan komplikasi yang lebih serius, seperti:

1. Meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas


2. Hampir 20% pasien meninggal dalam 6 bulan akibat cedera ini
3. Shortening dan varus deformity merupakan gejala sisa pada 70-75%
kasus akibat fraktur comminuted yang parah

Operasi reduksi dan fiksasi internal yang segera dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas pada hampir 50% kasus. Namun, fraktur pada trochanter dapat membuat
patahan mayor dan sering mengakibatkan gangguan jaringan yang luas. Pada kondisi
ini, operasi untuk menggunakan fiksasi internal adalah pilihan terbaik. Faktor ini
berkontribusi pada tingginya angka morbiditas dan mortalitas.

Semua fraktur pada trochanter harus dioperasi, kecuali dengan beberapa


kontraindikasi:

1. Pasien yang hampir mati

9
2. Osteoporosis tahap lanjut yang berhubungan dengan fraktur
comminuted yang parah
3. Diabetes mellitus yang tidak terkontrol sehingga menimbulkan
komplikasi sepsis

Apabila harus dilakukan terapi dengan cara yang tertutup, dapat dilakukan
pemasangan traksi menggunakan kawat berulir yang kokoh melewati bagian bawah
dari tuberositas tibiae, dan menopang tungkai bawah dengan alat penggantung. Pasien
yang menggunakan traksi harus berada dalam perawatan dan pemantauan yang
cukup. Walaupun jarang, fraktur trochanter juga dapat terjadi pada anak-anak. Setelah
cedera, bagian tungkai yang cedera mengalami deformitas rotasi external yang
komplit (90°), sehingga kaki bertumpu pada bagian luar. Kelainan bentuk ini berbeda
dengan pasien yang mengalami fraktur intracapsular, yang ekstremitasnya berputar
secara external, namun tidak lebih dari 45° karena kapsul yang masih utuh.

II.3.1. Klasifikasi Fraktur Trochanterica

Terdapat banyak jenis fraktur yang dapat terjadi pada bagian trochanter.
Namun dikelompokkan dalam beberapa tipe tertentu. Beberapa pasien dapat
ditangani, namun tidak jarang sebagian besar dari mereka jatuh pada kondisi yang
tidak diharapkan, tergantung dari tipe fraktur yang didapatkan.

a. Tipe I

Fraktur pada tipe ini terjadi pada linea transversa pada intertrochanterica line.
Fraktur ini merupakan fraktur extracapsular, yang biasanya tidak mengenai trochanter
mayor maupun trochanter minor, tergantung tingkat keparahan dari intensitas atau
kekuatan saat terjadinya trauma. Saat terjadi fraktur, perpindahan fragmen bagian
proximal mengakibatkan terjadinya deformitas varus dengan sudut 90°, dan fragmen
bagian distal yang cedera dapat terlihat secara klinis, dimana terjadi dengan rotasi
external yang extreme. Tindakan reduksi dan fiksasi pada fraktur jenis ini tidak
menimbulkan kesulitan dan memiliki prognosis yang cukup baik.

10
1. Garis fraktur memanjang sepanjang intertrochanteric line
2. Kedua trochanter tidak terkena
3. Fragmen bagian proximal dan distal berada dalam garis anatomi yang normal

b. Tipe II

Pada fraktur tipe ini, garis fraktur utama memanjang sepanjang


intertrochanterica line disertai fraktur comminuted pada bagian fragmen proximal.
Fragmen bagian proximal menunjukan banyak variasi pada derajat deformitas varus.
Fragmen bagian distal mengalami adduksi dan external rotasi. Kedua trochanter juga
dapat terkena fraktur, dan pada beberapa keadaan trochanter mayor bisa retak dan
terdorong ke posterior melalui aktivitas otot external rotator, sedangkan trochanter
minor juga dapat terlepas dan terdorong ke arah medial. Faktur tipe ini merupakan
jenis fraktur tersering pada trochanter. Management terapi reduksi dan fiksasi pada
fraktur ini cukup sulit, sehingga prognosis dan tingkat morbiditasnya tidak sebaik
fraktur tipe I.

11
1. Fraktur sepanjang intertrochanteric line
2. Deformitas varus pada fragmen bagian proximal
3. Fraktur tipe comminuted pada trochanter mayor
4. Fraktur hingga ke bagian distal trochanter minor
5. Rotasi external pada bagian fragment distal

1. Fraktur sepanjang intertrochanteric line dan sampai ke trochanter mayor


2. Deformitas varus pada fragmen bagian proximal
3. Fraktur tipe comminuted pada trochanter mayor
4. Retaknya trochanter minor secara vertical
5. Trochanter minor terlepas dan terdorong ke medial

12
c. Tipe III

Tipe fraktur jenis ini digambarkan dengan garis fraktur yang melewati daerah
subtrochanterica. Kedua trochanter mungkin bisa terkena dampaknya. Trochanter
mayor bisa retak secara vertikal, dan trochanter minor bisa terlepas dan terdorong ke
arah depan. Conical configuration dapat terjadi pada ujung dari fragment
subtrochanterica. Fraktur ini dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun
terutama pada usia muda, dan pada orang yang aktif bekerja sehingga berpotensi
untuk terjadinya cedera yang parah. Tipe ini adalah fraktur yang sangat tidak stabil,
sehingga sulit direduksi dan dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Untungnya,
fraktur ini hanya 10% dari total fraktur pada trochanter.

1. Fraktur pada trochanter mayor


2. Trochanter minor terlepas dan terdorong kea rah medial
3. Fragmen proximal mengalami deformitas varus
4. Adanya conical subtrochanterica fragment

d. Tipe IV

Ciri utama pada tipe ini adalah fraktur yang pada daerah pretrochanterica dan
pada ujung proximal femur. Fraktur ini dapat mengenai bagian atas dari proximal

13
femur secara vertical, obliq, dan spiral, serta fragmen triangular bisa saja seutuhnya
terpisah dari bagian tulang femur. Fraktur ini merupakan fraktur yang sangat sulit
untuk disatukan dan diperbaiki. Untungnya, angka kejadian pada fraktur ini tidak
banyak ditemukan, apabila ditambahkan engan fraktur tipe III berjumlah 30% dari
total kasus fraktur pada trochanter.

1. Fraktur pada daerah intertrochanteric


2. Fraktur comminuted pada trochanter mayor
3. Terlepasnya trochanter minor dan terdorong kea rah medial
4. Fraktur spiral pada bagian atas corpus femur

II.3.2. Management Fraktur Trochanterica1

Immediate management

 Lakukan foto x-ray anteroposterior dan lateral pada hip

14
 Lakukan pemasangan traksi pada extremitas yang cedera, disarankan
menggunakan Russell’s traction
 Evaluasi keadaan klinis pasien
 Persiapkan beberapa hal yang diperlukan untuk dilakukannya reduksi dan
inernal fiksasi pada fraktur. Pada pasien yang lanjut usia, prosedur operasi
merupakan life-saving pada pasien.
 Perhatikan beberapa hal yang dapat menjadi kontraindikasi dilakukannya
prosedur operasi, seperti:
1. Pasien yang hampir mati
2. Apabila terjadi fraktur comminuted pada tulang yang mengalami
osteoporosis sehingga sangat sulit untuk diperbaiki
3. Pasien-pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus yang tidak
terkontrol
 Sebaiknya jangan menunda prosedur operasi. Operasi sebaiknya sudah
dilakukan dalam 12 jam pertama setelah terjadinya trauma, dan tidak lebih
dari 24 jam.

Russell’s Traction

 Gunakan tali karet busa untuk dihubungkan pada beban yang akan diberikan
 Lingkarkan kain dengan lebar pada bagian bawah lutut, agar mencegah
tekanan pada caput fibula dan kompresi pada pembuluh darah poplitea.
 Lutut dalam posisi fleksi
 Hip dalam posisi fleksi
 Gunakan bantalan pada bawah tungkai
 Naikkan kaki tempat tidur agar ekstremitas bawah dalam posisi elevasi
 Berikan beban traksi 5 – 10 kg, cukup untuk mencegah shortening. Beban
traksi yang terlalu berat (>12 kg) dapat mengakibatkan robeknya kulit dan

15
jaringan. Apabila diperlukan penggunaan traksi >12 kg, gunakan metode
Kirschner dengan kawat yang dimasukkan tepat dibawah tuberositas tibiae.

Prosedur Operasi

a. Posisi pasien:
1. Pasien dibarinngkan di atas meja operasi.
2. Extremitas yang tidak cedera diikat ke pelat kaki
3. Lakukan traksi pada ekstremitas yang cedera dalam posisi external rotasi
dan sedikit abduksi.

1. Lakukan internal rotasi


2. Hip berada dalam posisi normal.

16
Note: jangan terlalu kuat memberikan tekanan pada tungkai, karena
fraktur trochanter yang simple bisa menjadi lebih parah dan sulit untuk
diperbaiki.

1. Pasangkan foot piece pada kaki cedera


2. Lakukan traksi untuk memperbaiki deformitas dan collum-shaft angle
3. Abduksikan tungkai 20 - 30 derajat. Abduksi yang berlebihan
dapatmengakibatkan angulasi pada fraktur.

b. Exposure
1. Insisi pada kulit dimulai 1 inci di bagian distal dan lateral ke bagian
anterosuperior tulang belakang; Dilanjutkan sampai ke bagian posterior
dari trochanter mayor dan bagian lateral dari femur dengan jarak 6 inci
dari dasar trochanter mayor.
2. Buka fascia lata sepanjang daerah insisi.

17
3. Buka sampai terdapat jarak antara tensor fascia lata dan gluteus medius,
dan retraksikan tensor fascia lata ke bagian medial.

1. Arahkan gluteus medius ke bagian posterior untuk memperlihatkan bagian


anterolateral dari kapsul sendi panggul.
2. Buka capsul dengan insisi-T, sehingga terlihat caput dan collum femur
3. Pindahkan m.vastus lateralis ke anterior dengan insisi memanjang ½
sampai 1 inci ke bagian anterior pada line aspera; pada bagian proximal
pada subtrochanterica, lanjutkan insisi sampai ke tendon otot tersebut.
4. Dengan pemotongan subperiosteal, naikkan vastus lateralis dan
retraksikan ke anterior dan ke arah tengah. Langkah ini dapat
memperlihatkan bagian ujung proximal femur dan regio trochanter.
5. Pertahankan fiksasinya dengan penyangkut menggunakan bannet
retractors pada femur.

18
Analisis Fraktur

Hal-hal yang harus diperhatikan dari prosedur operasi adalah dalam menentukan tipe
fraktur dan metode fiksasi internal yang paling tepat untuk digunakan.

ANTEROMEDIAL CORTEX IS NOT COMMINUTED

Kebanyakan fraktur tipe 1 (umumnya fraktur sepanjang intertrochanter line)


dan kebanyakan fraktur tipe II berada pada klasifikasi ini.

Reduction of the fracture

Reduksi dilakukan dengan traksi, rotasi, dan abduksi. Traksi sebaiknya


dilakukan untuk memperbaiki deformitas dan collum shaft angel. Rotasi dilakukan
pada proksimal dan distal fragment. Internal rotasi yang terlalu berlebihan mungkin
dapat menutup bagian fraktur pada bagian anterior trochanter, namun tetap terbuka
pada bagian posterior. Karena plane dari fraktur, external rotasi pada fragmen distal
mungkin diperlukan karena terdapat pergeseran kearah posterior dan rotasi external.

19
Jika femur gagal untuk dirotasikan dan dikembalikan ke posisi anatomi,
gunakan staeinmann pin pada trochanter mayor dan collum femur untuk memperbaiki
collum shaft angel dan gunakan itu untuk mengangkat bagian proximal femur ke
posisi yang diinginkan.

Abduction

Umumnya abduksikan 20° - 30° fragmen proximal dan distal femur, besarnya
abduksi yang diperlukan dapat diketahui dari penglihatan langsung pada fraktur.

 Before reduction
1. Bagian proksimal fragmen dalam keadaan varus
2. Bagian distal fragment mengalamai rotasi external

 Reduction
1. Traksi mengurangi collum-shaft angle
2. Internal rotasi pada bagian distal
3. Abduksi ringan pada bagian femur

20
 Post reduction x-ray
Ap View
1. Fragmen dalam posisi anatomi
2. Collum-shaft angle telah diperbaiki

Lateral View
3. Kepala
4. Leher, dan
5. Trochanter mayor berada pada posisi horizontal

21
Insertion of Guide pin

Apabila daerah collum femur dan trochanter divisualisasikan dengan jelas,


penggunaan guide pin mungkin tampak berlebihan. Oleh karena itu, beberapa ahli
bedah dengan keterampilan teknis yang hebat dapat memasukkan nail tanpa guide
pin. Namun menggunakan guide pin memiliki banyak keuntungan:

1. Jika pemasangan nail tidak pada posisi yang diinginkan, prosedur pencabutan
dan pemasangan nail berulang mengakibatkan kerusakan pada collum dan
caput femur
2. Guide pin dapat digunakan untuk memastikan posisi nail sudah tepat pada
collum dan caput femur, dapat menentukan panjang nail yang akan
digunakan, dan memungkinkan penempatan nail dalam posisi dan poros yang
sama dengan nail-plate, sehingga gude pin dapat memberikan kestabilan pada
fraktur ketika memasukkan nail.

Pin guide harus dimasukkan sedemikian rupa sehingga menjaga agar sudut nail-
plate setinggi 150° pada posisi yang diinginkan. Nail harus berbatasan langsung
dengan bagian inferior cortex collum femur dan menembus kedalam caput femoralis,
dan harus diposisikan ke bagian anterior dari lokasi fraktur, sehingga dapat
diposisikan pada korteks anterior. Hal ini mencegah perpindahan fragmen antero-
posterior. Untuk mencapai posisi ini, guide pinnya harus dimasukkan sedemikian
rupa sampai melewati collum femur dengan kemiringan tertentu dan ujung nail tetap
menembus bagian posterior caput femur.

3/6
1. Dengan bor inci, buat lubang di sisi lateral femur di tengah-tengah antara
cortex anterior dan posterior, dan 17/8 - 2 inci di bawah trochanter mayor.
Pertama-tama, arahkan bor pada sudut kanan ke poros dan naik ke sudut 45°.
2. Tempatkan guide pin dalam bor, dengan melebihkan 4 inci melewati ujung
bor.
3. Tempatkan guide pin, atur 150° tepat pada lubang bor.

22
4. Arahkan guide pin dengan parallel dekat dengan korteks anterior collum
femur, masukkan ke bagian trochanter, collum dan caput femur sampai ujung
bor berbatasan dengan korteks.
Note: pada titik ini, lepaskan bor dan guide pin dan foto x-ray AP dan lateral.
Apabila telah mendapat posisi yang diinginkan, lanjutkan dengan pemasangan
nail-plate; apabila belum tepat, masukkan kembali pin higga berada pada posisi
yang diinginkan.

 Post Reduksi X-ray

AP view
1. Fragmen-fragmen berada dalam posisi normal
2. Neck-shaft angle berada dalam sudut normal
3. Guide pi terletak dekat dengan cortex inferior
4. Guide pin menembus caput femur

Lateral view
5. Guide pin melewati bagian anterior collum femur
6. Ujung pin menembus bagian posterior dari caput femur

23
Insersion of Nail Plate

1. Menggunakan alat cannulated reamer (atau alat bor listrik lainnya) untuk
memperbesar lubang di korteks lateral untuk mengakomodasi nail. (kegagalan
tahap ini dapat mengakibatkan pecahnya korteks lateral ketika nail
dimasukkan)
2. Masukkan nail di atas guide pin (nail-plate angel oleh sarmiento)
3. Pegang tangkai nail sejajar dengan poros, dan saat terpasang, nail harus
sejajar dan sepenuhnya terhubung dengan porosnya.
4. Pindahkan nail melintasi lokasi fraktur dan masuk sampai ke caput femur
(karena panjang pin guide yang dimasukkan adalah 4 inci, panjang nail lebih
mudah ditentukan. Jangan memilih nail yang terlalu panjang, karena ketika
fragmennya mengendap, ujung nail bisa menonjol keluar cari caput femur.
5. Ketika posisi yang diinginkan telah tercapai, pertahankan dan pegang dan
tarik plate ke poros tulang dengan menggunakan forcep tulang.
6. Kencangkan plate ke poros paha dengan 4 baut.

24
 Post Reduction X-ray

Ap view
1. Neck-shaft angle telah kembali normal
2. Nail terletak dekat dengan cortex inferior
3. Nail menembus dalam ke kepala femur
Lateral view
4. nail terletsk pada anterior cortex
5. ujung nail menembus kuadran posterior caput femur

25
Post Operative Management

Pasien sudah bisa bangun dari tempat tidur dan duduk pada hari ke-2.
Lakukan program latihan aktif untuk panggul dan lutut segera setelah nyeri post
operasi berkurang. Program ini harus mencakup latihan untuk memperkuat paha
bagian depan, gluteus, dan otot-otot ekstremitas atas. Jika fraktur telah diperbaiki dan
nail terpasang dengan benar, pasien memungkinkan untuk menggunakan alat bantu
jalan. Selain itu, penggunaan ekstremitas yang cedera untuk tumpuan badan dapat
dihindari beberapa waktu, namun kemudian dapat menggunakan alat bantu jalan, dan
setelah itu dapat diganti menggunakan tongkat. Penggunaan ekstremitas yang cedera
sebagai tumpuan berat badan tanpa menggunakan alat bantu sebaiknya dihindari
sampai adanya penyembuhan yang dibuktikan dengan x-ray sekitar 12-16 minggu.
Follow up penyembuhan pasien dengan x-ray setiap 6 minggu.

ANTEROMEDIAL CORTEX IS COMMINUTED

(Or Subtrochanteric Ftracture With With Comminution of The Proximal


Fragment)

Fraktur ini terdiri dari beberapa frakur tipe II dan tipe III dimana terjadi
hancurnya cortex medial atau bagian posterior dari fragmen proksimal. Merupakan
40-45% dari semua fraktur trohanterica dan memiliki morbiditas yang tinggi. Pada
fraktur ini, hal yang menonjol adalah ketidakstabilan karena patahan yang parah pada
bagian anteromedial collum femur atau dari fragmen posterior, ataupun keduanya.
Ketika terjadinya fraktur jenis ini, terpindahnya fragmen distal ke medial diikuti oleh
impaksi dan fiksasi internal, memiliki fungsional yang cukup baik dan menurunkan
tingkat morbiditas.

26
Ketika terjadi fraktur comminuted pada cortex medial atau jika pada fragmen
posterior, fiksasi internal fragmen proksimal dan distal dalam posisi yang benar tidak
dapat menahan tekanan oleh aktifitas otot.

Hal ini dapat menimbulkan komplikasi:

1. Nail yang dipasangkan akan bengkok atau patah


2. Nail memotong bagian caput dan collum femur menetap pada posisi varus
3. Nail dapat merusak caput femur dan acetabulum ketika rfagmen distal
bermigrasi ke medial, atau
4. Plate ditarik keluar dari poros

Pada fraktur tipe III, apabila tidak ada comminuted fracture pada medial cortex,
internal fiksasi dengan sudut tinggi pada nail-plate akan memberikan stabilitas yang
adekuat. Namun, jika trochanter daln cortex medial hancur ketika cedera, maka
pemindahan fragmen distal ke medial harus dilakukan.

 Pre-operative X-ray
1. Trochanter mayor hancur
2. Trochanter minor terlepas dari porosnya
3. Cortex medial ikut hancur
4. Adanya fragmen posterior trochanter
5. Caput dan collum femur dalam posisi varus

27
 Operative Procedure

Pasien berbaring pada meja operasi, fraktur direduksi dan lokasi fraktur
dibuka, sesuai dengan prosedur operasi yang sebelumnya telah dijelaskan.

 Appearance of Fracture Site after Reduction


1. caput dan collum femur berada pada posisi normal
2. fragmen trochanteric posterior
3. tuberositas minor berpindah ke medial

1. Dengan menggunakan osteotome, bagi dasar trochanter mayor


2. Masukan guide pin sejajar dengan permukaan collum femur bagian bawah
dan sejajar dengan permukaan collum femur bagian depan
Note: Pada tahap ini, lakukan foto AP dan agar dapat menentukan posisi
guide pin

28
Ap View:
1. guide pin sejajar dengan korteks inferior collum femur dan menembus sampai
pada caput femur
Lateral view:
1. guide pin sejajar dengan cortex anterior collum femur dan menembus sampai
di kuadran posterior caput femur

1. Pindahkan fragmen distal femur ke medial dibawah caput dan collum


femur
2. Dengan menggunakan pin dari collum femur, tentukan panjang nail
(biasanya 2 sampai 22 inci); gunakan nail dengan sudut 150 derajat

29
sehingga akan mendapatkan posisi valgus pada collum dengan poros
tulang femur
3. Masukkan nail dengan panjang yang diinginkan dan diarahkan ke collum
dan caput femur.
4. Lepaskan traksi untuk memungkinkan terjadinya perubahan
5. Kencangkan plate ke poros tulang femur dengan menggunakan 4 sekrup

 Postreduksi X-ray
1. Terlihat sudut collum-shaft angle dalam posisi valgus
2. Korteks medial collum femur berada dalam posisi terhadap korteks lateral
fragmen distal
3. Fragmen distal dipindahkan ke medial
4. Nail menembus jauh kedalam caput femur

30
SEVERE COMMINUTION OF THE GREATER TROCHANTER AND A
HIGH SUBTROCHANTERIC FRACTURE (TIPE III)

Cedera ini paling baik diperbaiki dengan memindahkan fragmen ke arah


medial, sehingga cortex medial collum femur menimpa korteks lateral fragmen poros.
Osteotomy mungkin tidak diperlukan dan dilakukan hanya jika terdapat spikula
tulang pada fragmen femur , untuk mencegah terjadinya pergeseran ke arah medial.
Gunakan sudut yang tinggi pada nail untuk mendapatkan posisi valgus. Teknik untuk
memasukkan nail sama dengan yang dijelaskan sebelumnya.

 Preoperative x-ray
1. Fraktur comminuted yang parah
2. Fracture comminuted pada subreochanterica

31
 Postoperative x-ray
1. Fragmen poros berpindah ke medial.
2. Cortex medial pada fragmen proximal berbatasan dengan korteks lateral
fragmen femur.
3. Posisi valgus pada fragmen proximal dicapai dengan menggunakan nail
dengan sudut tinggi

32
COMMINUTION OF THE PRETROCHANTER REGION, A
SUBTROCHANTERIC FRACTURE, AND A FRACTURE OF THE
FEMORAL SHAFT

Fraktur pada poros femoralis mungkin vertical, miring, atau spiral. Jangan
mencoba untuk mengamankan semua fragmen fraktur ini sekaligus ke nail-plate.
Cedera ini paling baik dilakukan dengan merakit fragmen femoralis terlebih dahulu
dan memperbaikinya dengan sekrup sebanyak yang diperlukan. Kemudian kurangi
dan perbaiki dua fragmen utama dengan nail-plate. Setelah semua fragmen femoral
diperbaiki management dua fragment utama adalah sama seperti yang fraktur tipe III

 Pra operasi X-Ray


1. Fraktur kominutif dari daerah pre-trochanterica
2. Comminution dari trochanter yang lebih besar
3. Fraktur fertikal femoralis

 Plan of Management
1. Rakit fragmen femoralis

33
2. Perbaiki fragmen dengan sekrup
3. Kurangi dua fragmen utama
4. Perbaiki dengan nail-plate JEWET yang panjang

LOW SUBTROCHANTERIC FRACTURE WITH A LITTLE OR NO


COMMINUTION OF THE PROXIMAL FRAGMENT

Seperti biasa, fragmen proksimal menunjukan sedikit atau tidak ada comminution.
Garis fraktur utama bersifat melintang atau miring yang berjarak 11/2 sampai 1 inci
dari dasar trochanter. Fraktur ini siap untuk menggunakan fiksasi intramedullary.

 Prereduction X-ray
1. Fraktur subtrochanterica di bagian bawah
2. Bagian fragmen proksimal utuh
3. Sedikit comminution dari ujung atas dari fragmen distal
4. Bagian fragmen proksimal diabduksi, sehingga terjadi deformitas coxa vara.

34
Operative Reduction and Fixation

1. Pasien dalam posisi berbaring menyamping ke bagian yang tidak cedera


2. Mulai sayatan 2 inci pada anterior superior tulang belakang, lanjutkan insisi
ke bagian bawah sampai 2-3 inci dibawah tempat fraktur. Sayatan dipusatkan
diatas bagian lateral dari trochanter mayor
3. Buka fascia lata di sepanjang tempatsayatan.

35
1. Bukalah sampai terdapat jarak antara m.tensor fasciae dan gluteus, kemudian
fleksikan former kea rah medial, sehingga memperlihatkan ujung trochanter
dan gluteus medius.
2. Gantilah vastus lateralis di sebelah kiri dengan diseksi yang tajam, bagilah
secara longitudinal sepanjang 2 sampai 1 inci ke bagian anterior linea aspera;
3. Dengan disseksi subperiosteal, keluarkan otot dari tulang femur dan dan Tarik
kembali ke anterior dank e arah tengah.
4. Pertahankan posisi dengan mengaitkan tepi dua retractor bannet di sekitar
fragmen distal badan tulang femur

36
1. Tinggikan fragmen distal kedalam luka
2. Tentukan diameter yang tepat dari kanal meduler dengan melewati latihan
bergagang panjang dengan ukuran bervariasi ke dalam fragmen distal sampai
menemukan diameter yang tepat dan harus pas namun jangan terlalu erat.

1. Kemudian masukkan bor ke canal medullary pada fragmen proximal. Jika


kanalnya terlalu kecil, perbesar sampai dapat menampung nail-plate
setidaknya pada diameter 10 mm.

37
1. Tentukan panjang nail yang tepat untuk digunakan. Masukan nail dalam wire
guide melewati canal medullary dari fragmen distal sampai jumlah resistensi
tulang subcondral yang dihitung. Catat panjang fragmen distal
2. Masukkan kawat pemandu kedalam saluran medulla fragmen proximal
sampai berbatasan dengan bagian kortikal dari trochanter. Tentukan
panjangnya, kemudian tambahkan kedua panjangnya, dan dikurangi 1 inci
untu mendapatkan total panjangnya.

1. Buatlah sayatan kecil pada m. gluteus medius di ujung atas trochanter mayor .
2. Masukkan kuntscher di persimpangan trochanter dan nech femur melalui
canalis medullaris fragmen proximal ke dalam canal fragmen distal.
Tempatkan bagian nail plate yang terbuka pada bagian convex angulasi
3. Biarkan 2 sampai 2,5 cm nail plate berada di atas trochanter mayor

38
Post Operative Management

Posisikan ekstremitas dalam selama 7-10 hari. Jika memungkinkan, lakukan fleksi
aktif dan ekstensi lutut segera setelah operasi. Lepaskan kaki dari alat jika pasien
dapat secra aktif mengangkat kaki dari tempat tidur. Peringatkan pasien untuk
berhati-hati terhadap nail-plate. Biarkan pasien bangun dari tempat tidur
menggunakan crutches agar beban tubuh tidak tertumpu pada kaki sampai minggu ke-
3. Pada minggu ke-6, biarkan pasien bertumpu pada crutches, namun pastikan lutut
tetap lurus.

Crutches tidak boleh dilepas sampai terbukti pada xray bahwa terdapat
konsolidasi kalus di sekitar fraktur, sekitar 12-16 minggu. Jangan tertipu oleh kalus
yang banyak, yang tidak masuk dalam penyatuan fragment dan akkan diserap.
Penyembuhan mungkin kan lambat dan butuh berbulan-bulan sampai proses
konsolidasi selesai dan pembentukan union cukup untuk menopang beban tubuh.
Nail-plate dikeluarkan hanya jika pada x-ray memperlihatkan obliteration dari
fraktur. Hal ini jarang terjadi <1 tahun. Latihan yang intens dan progresifitas dari
otot-otot paha dan kaki, serta latihan bertahap terhadap sendi harus dilakukan selama
proses pemulihan. Jangan memaksa sendi bekerja lebih keras untuk meningkatkan
pergerakan.

39
II.3.3. Alternative method for trochanteric fracture

Metode konservatif nonooperatif dapat digunakan pada pasien yang menolak


tindakan pembedahan, atau ketika terdapat kontraindikasi pada pembedahan.
1. Posisikan tungkai pada Thomas splint
2. Person attachment
3. Tungkai dalam posisi abduksi 45°
4. Fleksi hip 30°
5. Tungkai dan splint ditopang oleh tali dan beban a, b, c sedemikian rupa
hingga seimbang
6. Pasangkan traksi yang dibuat dari kawat pada kaki melalui bagian ujung tibia
7. Elevasikan kaki tempat tidur
8. Pengkikat kaki dalam posisi dorsofleksi 90°

Postreduction Management
Traksi dipertahankan sampai 10 hingga 12 minggu. Pengecekan alat harus
dilakukan beberapa kali sehari. Pengobatan dan perawatan harus diperhatikan selama
pemasangan traksi dan proses pemulihan. Latihan ringan terhadap pergerakan kaki
dan lutut dapat dilakukan di tempat tidur. Setelah terbentuknya union dengan lengkap

40
melalui hasil x-ray, pasien dapat menggunakan crutches dengan pelindung beban
tubuh pada tungkai yang terkena. Cruthches dapat digunakan selama 3 sampai 4
minggu.

DAFTAR PUSTAKA
1. DePalma A.F.The Management of Fracture and Dislocations an Atlas. Vol.2.
London;1880.
2. Apley, A.G.,L. Solomon. 2005. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley.
Edisi 7. Jakarta: Widya Medika.
3. Evans, P.J., B.J McGrory. 2011. Fracture of The Proximal Femur. ME:
Orthopaedic Associates of Portland.

41

Anda mungkin juga menyukai