Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2020


UNIVERSITAS PATTIMURA

HEMATOPNEUMOTHORAX SINISTRA

Disusun Oleh:
Shafira Chairani Chatib
2019-84-004

PEMBIMBING:
dr. Ninoy Mailoa, Sp.B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus guna
penyelesaian tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Bedah dengan judul
“Hematopneumothorax Sinistra”.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, banyak pihak yang telah terlibat untuk
penyelesaiannya. Oleh karena itu, penulis ingin berterima kasih kepada dr. Ninoy
Mailoa, Sp.B selaku dokter spesialis sekaligus pembimbing laporan kasus yang
membimbing penulisan laporan kasus ini sampai selesai.
Penulis menyadari bahwa sesungguhnya laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukan berupa kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk perkembangan penulisan laporan kasus
diwaktu yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Ambon, Januari 2020


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 1
I.1. Latar Belakang ………………………………………………… 1
BAB II LAPORAN KASUS …………………………………………… 3
II.1. Identitas Pasien ………………………………………………. 3
II.2. Primary Survey ………………………………………………. 3
II.3. Secondary Survey ……………………………………………. 3
II.4. Pemeriksaan Fisik ……………………………………………. 4
II.5. Pemeriksaan Penunjang ……………………………………… 6
II.6. Diagnosis Kerja ………………………………………………. 7
II.7. Terapi ………………………………………………………… 7
II.8. Planing ……………………………………………………….. 8
II.9. Laporan Operasi ………………………………………………
II.10. Follow Up ……………………………………………………. 8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………… 9
III.1. Anatomi dan Fisiologi Thorax ……………………………….. 14
III.2. Hemothorax ………………………………………................... 16
III.3. Pneumothorax ………………………………………………... 18
III.4. Water Seal Drainage ………………………………………………. 20
BAB IV DISKUSI ……………………………………………………... 22
BAB V PENUTUP ……………………………………………………... 23
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 24
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Pada trauma thorax, penyebab cedera harus ditentukan terlebih dahulu,
kemudian ditentukan jenisnya baik itu cedera tumpul atau tajam. Trauma thorax
yang umumnya berupa trauma tumpul kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas, sedangkan trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan
tembakan. Trauma thorax merupakan penyebab mortalitas yang bermakna.
Namun, mortalitas tersebut dapat dicegah dengan diagnosis dan tatalaksana yang
tepat. Kurang dari 10% kasus trauma tumpul thorax dan 15-30% trauma tembus
thorax memerlukan tindakan bedah (umumnya torakoskopi atau torakotomi).1
Adanya lubang di dinding thorax atau pleura visceralis akibat trauma tembus
akan menyebabkan udara masuk ke rongga pleura sehingga pleura visceralis
terlepas dari pleura parietalis dan paru tidak lagi mengikuti gerak napas dinding
thorax dan diafragma. Hal ini terjadi pada pneumothorax. Apabila dipasang
penyalir tertutup bertekanan negatif, udara akan terisap sehingga paru dapat
dikembangkan lagi.1
Semua kelainan gawat thorax akut diagnosisnya harus ditegakkan secepat
mungkin dan penanganan dilakukan segera untuk mempertahankan pernapasan,
ventilasi paru, dan pendarahan. Oleh karena itu, tindakan darurat yang perlu
dilakukan adalah pembebasan jalan napas (airway), pemberian napas buatan
(breathing), dan pemantauan aktivitas jantung serta peredaran darah (circulation).
Seringkali tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan pasien bukan tindakan
operasi seperti pembebasan jalan napas, aspirasi rongga pleura, aspirasi rongga
perikard, dan penutupan sementara luka pada thorax. Akan tetapi, kadang
diperlukan torakotomi darurat. Luka tembus thorax harus segera ditutup dengan
jahitan kedap udara.1
Selanjutnya, harus dilakukan pemeriksaan rontgen thorax dan pemberian
antibiotik apabila terdapat luka tembus. Penanganan operatif dilakukan apabila
ada indikasi trauma tembus dan dugaan penetrasi ke rongga pleura. Sumber
perdarahan harus di diagnosis seakurat mungkin seperti trauma pada dinding
rongga thorax, trauma pada paru, mediastinum, dan diafragma, serta sumber
perdarahan lainnya. Eksplorasi rongga thorax juga sangat berguna dalam
penanganan hematotoraks dan kebocoran udara yang persisten.1
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. IB
Usia : 29 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Namlea
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Status pernikahan : Belum menikah
No. Rekam medik : 153552
Tanggal masuk rumah sakit : 25 November 2019 Pukul : 05.40 WIT
Pengantar : RSUD Namlea

II.2. Primary Survey


Airway : Clear without collar brace
Breathing : RR 22x/menit, SpO2 97% dengan O2 nasal kanul
3 lpm
Circulation : TD 110/60 mmHg, Nadi 90x/menit
Disability : GCS E4V5M6
Exposure : Regio thorax sinistra posterior, regio colli dextra
et sinistra

II.3. Secondary Survey


Mekanisme trauma :
Pada waktu dini hari, kurang lebih pukul 03.00 WIT, pasien di tusuk orang
tak dikenal pada saat dalam perjalanan pulang ke rumahnya setelah mengikuti
pesta dirumah temannya. Sebelum kejadian tersebut, pasien sempat diminta
handphone dari orang tak dikenal tersebut, namun pasien tidak memberinya dan
mencoba melarikan diri. Sayangnya, orang tak dikenal tersebut terus
mengikutinya dan akhirnya memukul pasien sehingga pasien terjatuh. Setelah itu,
pasien ditusuk orang tak dikenal tersebut dengan menggunakan pisau yang
menurut pengakuan pasien seperti pisau sangkur milik polisi. Awalnya pasien
ditusuk pada bagian punggung kiri, kemudian pisau dicabut dan digores di leher
pasien dari arah kiri ke kanan. Pasien tidak sempat melakukan tindakan
perlawanan dan ditinggalkan begitu saja oleh orang tak dikenal tersebut. Kurang
lebih tiga jam setelah kejadian, pasien ditemukan orang-orang sekitar dan pasien
dibawa ke RSUD Namlea. Akibat kejadian tersebut, pasien mengalami luka tusuk
pada bagian punggung kiri belakang dan leher depan bagian kiri yang masing-
masing berukuran kurang lebih lima sentimeter, serta luka robek pada leher depan
bagian kiri ke kanan yang berukuran kurang lebih sepuluh sentimeter.

Allergic : -
Medications : IVFD NaCl 0.9% 28 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 gr/8 jam/IV
Inj. Ketoroloac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam/IV
Drip Paracetamol 750 mg/6 jam
Past illness : -
Last meals : ± 3 jam lalu
Event/environment : Jalan raya

II.4. Pemeriksaan Fisik


Kepala : Normocephali, conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor 3 mm, refleks cahaya (+/+), othorea
(-), rhinorea (-), mukosa oral pucat
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-). (Lihat status
lokalis)
Thorax (Lihat status lokalis)
Inspeksi : Pengembangan dada tidak simetris
Auskultasi : Suara napas vesikuler melemah pada bagian paru kiri,
rhonki (-/-), wheezing (-/-). Bunyi jantung I dan II
regular, murmur (-), gallop (-)
Palpasi : Vocal fremitus melemah pada bagian paru kiri
Perkusi : Hipersonor
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), CRT < 2’
Inferior : Edema (-/-), CRT < 2’
Rectal touché : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status lokalis
Regio thorax sinistra
posterior
Inspeksi : Ditemukan luka yang telah dijahit dengan benang
berwarna hitam, sebanyak empat jahitan, sepanjang
lima sentimeter
Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba hangat
Regio colli sinistra
Inspeksi : Ditemukan luka yang telah dijahit dengan benang
berwarna hitam, sebanyak empat jahitan, sepanjang
lima sentimeter
Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba hangat
Regio colli dextra
Inspeksi : Ditemukan luka yang telah dijahit dengan benang
berwarna hitam, sebanyak sembilan jahitan, sepanjang
sepuluh sentimeter
Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba hangat

II.5. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
Tabel 2.1 Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap
Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 7.0 g/dl 12.0-18.0 g/dl (♂)

Hematokrit 24.8% 37.0-52.0%


Eritrosit 3.95 x 106 /μL 4.20-6.10 x 106 /μL

Leukosit 23.70 x 103 /μL 4.50-11.0 x 103 /μL

Trombosit 280 x 103 /μL 150-450 x 103 /μL

Tabel 2.1 Hasil Pemeriksaan Serologi


Hasil Nilai Rujukan

HBsAg Non reaktif Non Reaktif


Anti HIV Non reaktif Non reaktif
2. Foto Rontgen Thorax AP Lateral

a. Tampak shift trakea dan mediastinum ke arah kontralateral dari lesi


(asimetris)
b. Tampak radiolusen pada mid pulmo sinistra setinggi Th 3 – Th 7 anterior,
gambaran kolaps paru
c. Cor terdorong ke dextra, tidak ada cardiomegali
d. Sinus costofrenicus dan diafragma sinistra sulit dievaluasi, dextra kesan baik
(lancip)

II.6. Diagnosis Kerja


1. Hematopneumothorax sinistra
2. Vulnus ictum regio thorax sinistra
3. Vulnus laceratum regio colli dextra et sinistra

II.7. Terapi
1. O2 4-5 lpm, sungkup masker sederhana
2. IVFD NaCl 0.9% 20 tpm/makro
3. Inj. Omeprazole 2 x 40 mg/IV
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g/IV
5. Inj. Ketorolac 3 x 1 amp/IV
6. Drip paracetamol 3 x 500 mg/IV
7. Inj. Tetagam 1 amp/IM

II.8. Planing
1. Rawat luka
2. Transfusi WB 1 kolf lanjut dengan PRC 1 kolf
3. Pemasangan Water Seal Drainage (WSD)

II.9. Laporan Operasi


1. Sifat operasi : CITO
2. Spesialis bedah : dr. Ninoy Mailoa, Sp.B
(operator)
3. Tanggal operasi : 27 November 2019
4. Jam operasi : 17.00-18.00 WIT
5. Lama operasi : 60 menit (1 jam)
6. Diagnosis pra operasi : Hematopneumothorax sinistra
7. Diagnosis post operasi : Post WSD ec hematopneumothorax sinistra
8. Tindakan : Water Seal Drainage (WSD)
9. Teknik operasi : a. Pasien dalam posisi supine dengan anestesi
lokal
b. Desinfeksi lapangan operasi
c. Incisi kulit di intercosta V
d. Diperdalam sampai pleura parietalis
e. Pleura parietalis dibuka, keluar darah
f. Selang torakostomi dimasukkan pada thorax
dari intercosta V ke dalam rongga pleura.
Darah keluar dari selang, terdapat undulasi
g. Pasang selang ke tabung WSD
h. Selang difiksasi
i. Jahit luka, operasi selesai
10. Instruksi pasca operasi : a. IVFD RL : Enerton : Renosan (1 : 2 : 1)
b. Ceftriaxone 2 x 1
c. Ketorolac 3 x 1
d. Asam tranexamat 3 x 1
e. Omeprazole 2 x 1
f. Channa 3 x 1
g. Puasa 6 jam
h. Rawat luka tiap hari

II.10. Follow Up
Tanggal Subjective Objective Assessment Planning
26/11/19 Sesak napas,  TTV Multiple vulnus  IVFD NaCl 0.9%
nyeri (+), sulit TD = 130/80 20 tpm/makro
tidur, BAB (-), mmHg  Inj. Omeprazole 2 x
BAK (+) N = 110x / 40 mg/IV
menit  Inj. Ceftriaxone 2 x
P = 21x / 1 g/IV
menit  Inj. Ketorolac 3 x 1
0
S = 36.8 C amp/IV
SpO2 = 93%  Inj. Paracetamol 3 x
 Urine = 500 mg IV
500 c/ 7  Inj. Tetagam 1 amp
jam  Foto thorax
 Luka  Rawat luka
terawat
27/11/19 Sesak napas,  TTV  Vulnus ictum regio  IVFD NaCl 0.9%
nyeri (-) sulit TD = 130/90 thorax sinistra 20 tpm/makro
tidur, BAB (-), mmHg  Open hemato-  Inj. Omeprazole 2 x
BAK (+) N = 90x / pneumothorax sinistra 40 mg/IV
menit  Vulnus laceratum  Inj. Ceftriaxone 2 x
P = 28x / regio colli 1 g/IV
menit  Inj. Ketorolac 3 x 1
0
S = 38.1 C amp/IV
SpO2 = 83%  Inj. Paracetamol 3 x
 Urine = 500 mg IV
600 cc/ 8  Pemasangan WSD
jam (28/11/19)
 Luka  Rawat luka
terawat
28/11/19 Sesak napas  TTV  Hematopneumothorax  IVFD RL : Enerton
berkurang, TD = 120/80 sinistra : Renosan (1 : 2 : 1)
belum BAB, mmHg  Post WSD  Ceftriaxone 2 x 1
nyeri luka N = 100x /  Ketorolac 3 x 1
operasi menit  Asam tranexamat 3
P = 21x / x1
menit  Omeprazole 2 x 1
S = 37.30 C  Channa 3 x 1
SpO2 = 99%  Puasa 6 jam
 Urine =  Rawat luka
200 cc/ 7
jam
 Luka
terawat
 Terpasang
WSD
29/11/19 Sesak napas (-  TTV  Hematopneumothorax  IVFD RL : Enerton
), nyeri luka TD = 110/80 sinistra : Renosan (1 : 2 : 1)
operasi mmHg  Post WSD H +1  Ceftriaxone 2 x 1
N = 97x /  Ketorolac 3 x 1
menit
P = 18x /  Asam tranexamat 3
menit x1
0
S = 36.5 C  Omeprazole 2 x 1
SpO2 = 99%  Channa 3 x 1
 Urine =  Rawat luka
300 cc/ 7
jam
 Luka
terawat
 Terpasang
WSD
(drain =
10 cc)
30/11/19 Sesak napas (-  TTV  Hematopneumothorax  IVFD RL : Enerton
), nyeri luka TD = 120/70 sinistra : Renosan (1 : 2 : 1)
operasi mmHg  Post WSD H +2  Ceftriaxone 2 x 1
N = 90x /  Ketorolac 3 x 1
menit  Asam tranexamat 3
P = 26x / x1
menit  Omeprazole 2 x 1
S = 36.30 C  Channa 3 x 1
SpO2 = 97%  Aff WSD
 Urine = (02/12/19)
400 cc/ 8  Rawat luka
jam
 Luka
terawat
 Terpasang
WSD
(drain =
700 cc /
48 jam)
01/12/19 Sesak napas (-  TTV  Hematopneumothorax  IVFD RL : Enerton
), nyeri luka
operasi TD = 100/70 sinistra : Renosan (1 : 2 : 1)
mmHg  Post WSD H +3  Ceftriaxone 2 x 1
N = 88x /  Ketorolac 3 x 1
menit  Asam tranexamat 3
P = 25x / x1
menit  Omeprazole 2 x 1
S = 360 C  Channa 3 x 1
SpO2 = 98%  Aff WSD
 Urine = (02/12/19)
300 cc/ 8  Rawat luka
jam
 Luka
terawat
 Terpasang
WSD
(drain =
50 cc)
02/12/19 Sesak napas (-  TTV  Hematopneumothorax  IVFD RL : Enerton
), nyeri luka TD = 110/80 sinistra : Renosan (1 : 2 : 1)
operasi mmHg  Post WSD H +4  Ceftriaxone 2 x 1
N = 88x /  Ketorolac 3 x 1
menit  Asam tranexamat 3
P = 20x / x1
menit  Omeprazole 2 x 1
0
S = 35.7 C  Channa 3 x 1
SpO2 = 96%  Aff WSD
 Urine =  Rawat luka
1500 cc
 Luka
terawatt
03/12/19 Sesak napas (-  TTV  Hematopneumothorax  Cefadroxil 2 x 500
), nyeri luka TD = 120/70 sinistra mg / po
operasi mmHg  Post WSD H +5  Asam mefenamat 3
N = 100x /
menit x 500 mg / po
P = 22x /  Aff kateter
menit  Rawat luka
0
S = 36.4 C  Boleh pulang
SpO2 = 99%
 Urine =
1100 cc
 Luka
terawat
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Anatomi dan Fisiologi Thorax


Dinding thorax tersusun dari kulit, fascia, otot dada, jurai neurovascular
pada dinding dada, serta kerangka dada. Kerangka dada terdiri dari sternum, 12
pasang costa beserta cartilagonya dan vertebra thoracalis berserta discus
intervertebralis. Otot dada terdiri dari dua bagian yaitu otot instrinsik yang
membentuk dinding dada dan otot ekstrinsik yang berperan dalam pergerakkan
dada. Otot instrinsik terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar yang tersusun atas
M. intercostalis externus dan M, levatores costarum, lapisan tengah yang tersusun
atas M. intercostalis internus, dan lapisan dalam yang tersusun atas M.
intercostalis intimus, M. subcostalis, dan M. transversus costalis.2
Rongga dada atas dibatasi oleh thoracic outlet (pintu atas dada) yaitu tulang
belakang, costa I, dan manubrium sternum sedangkan rongga dada bawah
dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma.2

Gambar 3.1 Bagian depan Paru-Paru dan Pleura di Thorax


(Sumber: Principles of Anatomy and Physiology. 13 th Ed3)
Fungsi dinding dada tidak hanya untuk isi rongga dada, tetapi juga
menyediakan fungsi mekanik pernapasan. Isi rongga dada adalah organ vital paru
dan jantung. Pernapasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Paru
dibentuk oleh jutaan alveolus yang mengembang dan mengempis sesuai dengan
mengembang dan mengecilnya rongga dada. Inspirasi terjadi akibat adanya
kontraksi otot pernapasan yaitu M. intercostalis dan diafragma yang
menyebabkan rongga dada membesar dan paru mengembang sehingga udara
terisap ke dalam alveolus melalui trakea dan bronkus. Sebaliknya, apabila M.
intercostalis melemas, dinding dada mengecil kembali sehingga udara terdorong
keluar. Adanya tekanan intra abdomen dapat menyebabkan diafragma akan naik
ketika M. intercostalis tidak berkontraksi. Kelenturan dinding dada, kekenyalan
jaringan paru, dan tekanan intra abdomen menyebabkan ekspirasi jika M.
intercostalis dan diafragma kendur sehingga keadaan inspirasi tidak bertahan.
Dengan demikian, ekspirasi merupakan kegiatan yang pasif.3
Gambar 3.2 Perubahan Tekanan dalam Ventilasi Paru
(Sumber: Principles of Anatomy and Physiology. 13 th Ed3)
Berbeda dengan yang ada dalam organ lain, percabangan jalan napas, A.
pulmonalis dan V. Pulmonalis dalam paru tersusun bersama. Selain sistem arteri
dan vena pulmonalis, di paru terdapat sistem arteri dan vena bronchialis yang
berfungsi memberikan nutrisi dan oksigen yang berasal dari jantung bagian kiri
kepada jaringan paru melalui aorta. Vena bronchialis akan masuk ke dalam sistem
azigos. Kedua sistem diatas berhubungan satu sama lain di dalam bronchiolus
respirasi. Apabila satu sistem terganggu alirannya, sistem yang lain akan
berfungsi kolateral.4
Kelenjar limfe paru kiri dan kanan terletak di mediastinum pada hilus paru
disekitar bronchus utama dan karina. Kelenjar limfe paru kanan akan masuk ke
dalam kelenjar limfe skalenus yang selanjutnya masuk ke kelenjar limfe subclavia
kanan. Kelenjar limfe paru kiri atas masuk ke dalam kelenjar skalenus kiri
kemudian ke dalam sistem subclavia kiri.4

III.2. Hemothorax
1. Definisi
Hemothorax merupakan adanya akumulasi darah di dalam rongga pleura.
Sumber perdarahan dapat berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung,
atau pembuluh darah besar.1,5
Gambar 3.3 Hemothorax
(Sumber: Advanced Trauma Live Support1)
2. Etiologi
Penyebab utama hemothorax (< 1500 ml darah) adalah laserasi paru atau
laserasi pembuluh darah intercostalis atau arteri mamaria interna akibat adanya
trauma tembus maupun trauma tumpul.1,5
3. Patofisiologi
Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi dan oksigenasi dapat terjadi, terutama
jika berhubungan dengan luka pada dinding thorax. Trauma yang lebih berat
dapat menyebabkan robekan pembuluh darah besar. Oleh karena itu, pendesakan
dari akumulasi darah dalam rongga pleura dapat menghambat gerakan pernapasan
normal.1
4. Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala hemothorax dapat bersifat simptomatik, namun dapat
juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hemothorax
yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukkan simptom
berupa nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada, tanda-tanda syok
seperti hipotensi, nadi cepat, pucat, akral dingin, takikardia, dispnea, hipoksemia,
gelisah, sianosis, dan anemia.1
5. Diagnosis
Penegakkan diagnosa hemothorax didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang sesuai dengan Management of Haemothorax. Tanda
dan gejala hemothorax dapat bersifat simptomatik seperti nyeri dada, nadi cepat,
pucat, sianosis, anemia, maupun asimptomatik. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pengembangan dada yang tidak simetris, penurunan suara napas atau
menghilang pada sisi yang terkena, dullness pada perkusi, adanya krepitasi pada
saat palpasi, dan terlihat adanya deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena pada foto
rontgen thorax.1
6. Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana hemothorax adalah menstabilkan hemodinamik
pasien, menghentikan perdarahan, dan mengeluarkan darah serta udara dari
rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik adalah dengan
resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah, dilanjutkan
pemberian analgetik dan antibiotik.1
7. Komplikasi
Apabila penanganan pada hemothorax tidak dilakukan dengan segera maka
kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di
rongga thorax yang menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong mediastinum
serta trakea ke sisi yang sehat, sehingga terjadi gagal napas dan meninggal,
fibrosis atau skar pada membran pleura, atelektasis, syok, pneumothorax,
pneumonia, dan septisemia.1

III.3. Pneumothorax
1. Definisi
Pneumothorax merupakan kumpulan dari udara atau gas dalam rongga pleura
dari thorax antara paru-paru dan dinding thorax.1,5

Gambar 3.4 Open Pneumothorax


(Sumber: Advanced Trauma Live Support1)
2. Etiologi
Pneumothorax dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa kondisi paru-
paru kronis (primer) dan pada orang dengan penyakit paru-paru (sekunder).
Kebanyakan pneumothorax terjadi setelah trauma fisik thorax, cedera ledakan,
atau sebagai komplikasi dari perawatan medis.1
3. Patofisiologi
Rongga thorax adalah ruang kosong yang berisi paru-paru. Paru-paru dan
dinding thorax dilapisi oleh lapisan sel yang disebut pleura.Tekanan di dalam
ruang pleura adalah hampir konsisten negatif sepanjang siklus pernapasan, efektif
mengisap paru-paru ke dinding dada. Tekanan negatif biasanya tidak
memungkinkan udara masuk ke ruang pleura karena tidak ada koneksi alami
untuk ruang yang berisi udara, dan tekanan gasa dalam aliran darah terlalu rendah
untuk yang akan dirilis di pleura. Pneumothorax hanya bisa berkembang jika
udara dapat masuk baik melalui kerusakan pada dinding dada atau kerusakan
paru-paru itu sendiri, atau kadang-kadang karena mikroorganisme dalam ruang
menghasilkan gas. Cacat dinding thorax biasanya telihat dalam kasus-kasus
cedera pada dinding thorax seperti luka tusuk atau tembak.1
4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala pneumothorax antara lain nyeri dada yang biasanya
mendadak, sesak napas, denyut jantung yang cepat, dan batuk. Kulit dapat terlihat
warna kebiru-biruan karena penurunan kadar oksigen darah.1
5. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, dapat ditemukan keluhan pasien adalah nyeri pada
lokasi trauma, sesak napas, dan gelisah. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan suara
napas melemah atau tidak terdengar, hipersonor dengan perkusi, dan penurunan
fremitus raba pada sisi yang sakit. Pemeriksaan penunjang laboratorium dapat
ditemukan Hb yang rendah dan pada pemeriksaan foto rontgen thorax ditemukan
adanya bayangan paru di perifer yang menandakan paru kolaps dan pergeseran
trakea ke sisi yang normal.1
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat tergantung pada keadaan umum pasien saat datang.
Dapat dengan observasi tanpa oksigenasi, dengan oksigenasi, dan pemasangan
Water Seal Drainage (WSD) untuk mengatasi sesak yang dirasakan pasien baik
karena udara atau darah pada rongga pleura. Selain itu, dapat diberikan
medikamentosa untuk mengatasi gejala yang dirasakan pasien.1
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi mencakup nyeri pleuritik, kebocoran udara
yang menetap, sindrom nyeri pasca torakotomi, infeksi luka, dan empiema pasca
bedah.1
8. Prognosis
Prognosis tergantung tingkat dan jenis pneumothorax. Intervensi bedah
memberikan hasil yang efektif pada > 95% kasus. Namun, risiko kekambuhan
dapat terjadi 20-50% pada pneumothorax spontan yang tidak diterapi melalui
pembedahan.1

III.4. Water Seal Drainage (WSD)


Water Seal Drainage (WSD) merupakan plastik tabung fleksibel yang
dimasukkan melalui bagian samping thorax ke rongga pleura. Hal ini digunakan
untuk menghilangkan udara (pneumothorax) atau cairan (efusi pleura, darah), atau
nanah (empiema) dari ruang intrathoracic.6
1. Indikasi6
a. Pneumothorax : akumulasi udara dalam rongga pleura
b. Efusi pleura : akumulasi cairan dalam rongga pleura
c. Chylothorax : akumulasi cairan limfatik dalam rongga pleura
d. Empiema : infeksi pyogenic dari rongga pleura
e. Hemothorax : akumulasi darah dalam rongga pleura
f. Hydrothorax : akumulasi cairan serosa dalam rongga pleura

2. Kontraindikasi
Koagulopati, kurangnya kerjasama oleh pasien, pasien dalam ventilator
mekanik, hernia diafragma, dan adanya jaringan parut di rongga pleura (adhesi).6
3. Cara Pemasangan6
a. Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi puting (sela iga V) anterior linea
mid aksilaris pada area yang terkena
b. Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup dengan kain
c. Anestesi lokal kulit dan periosteum iga
d. Insisi transversal 2 sampai 3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan
diseksi tumpul melalui jaringan subkutan, tepat diatas iga
e. Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam
tempat insisi untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan
perlekatan atau bekuan darah
f. Klem ujung proksimal tube torakostomi dan dorong tube ke dalam rongga
pleura sesuai panjang yang diinginkan
g. Cari adanya “fogging” pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengarkan
aliran udara
h. Sambung ujung tube torakostomi ke WSD
i. Jahit tube ditempatnya
j. Tutup dengan kain atau kasa dan plester
k. Buat foto rontgen thorax
l. Pemeriksaan analisa gas darah sesuai kebutuhan
4. Komplikasi
Perdarahan, infeksi, edema reexpansion paru, dan penyumbatan tabung apabila
digunakan dalam pengaturan perdarahan atau produksi udara yang signifikan atau
cairan. Ketika penyumbatan tabung terjadi dalam pengaturan ini, pasien dapat
menderita pericardial tamponade, tension pneumothorax, atau infeksi sebuah
empiema.6

BAB IV
DISKUSI

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis, diketahui bahwa pasien
mengalami trauma tajam yang dimana terdapat luka tusuk (vulnus ictum) pada
daerah thorax sinistra posterior dan luka robek (vulnus laceratum) pada daerah
colli dextra dan sinistra. Luka tusuk merupakan luka akibat benda atau alat yang
berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu
tekanan tegak lurus atau serong dengan permukaan tubuh, sedangkan luka robek
merupakan luka yang mengenai seluruh tebal kulit dan juga jaringan di bawah
kulit. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada daerah luka dan sesak napas. Nyeri
yang dirasakan merupakan salah satu tanda inflamasi akut yang tampak sebagai
gejala lokal akibat adanya kerusakan jaringan. Sedangkan sesak napas yang
dirasakan pasien berhubungan dengan adanya akumulasi darah dan udara dalam
rongga pleura akibat trauma thorax yang dialami sehingga proses pernapasan
tidak dapat berjalan dengan baik.
Pada pemeriksaan fisik thorax, didapatkan pengembangan dada tidak simetris,
suara napas vesikuler melemah pada bagian paru kiri, rhonki (-/-), wheezing (-/-),
vocal fremitus melemah pada bagian paru kiri, dan hipersonor. Pemeriksaan mata
dan mulut didapatkan konjungtiva anemis dan mukosa oral pucat. Hal ini sejalan
dengan teori mengenai hasil pemeriksaan fisik pada pneumothorax dan
hemothorax yang menyebutkan bahwa suara napas menurun atau menghilang
pada sisi yang terkena dan konjungtiva anemis dan mukosa oral pucat dapat
disebabkan oleh karena perdarahan yang dialami.
Pemeriksaan penunjang yang diperiksa pasien meliputi pemeriksaan darah
lengkap dan foto rontgen thorax AP lateral. Dari hasil pemeriksaan darah lengkap,
didapatkan Hb pasien kurang dari nilai rujukan Hb normal untuk pria yaitu 7.0
g/dl dan leukosit 23.70 x 103 /μL. Hal ini menunjukkan bahwa anemia yang
dialami pasien disebabkan oleh karena kehilangan zat besi akibat perdarahan,
akibatnya sediaan besi untuk proses eritropoiesis berkurang sehingga
pembentukan hemoglobin juga berkurang. Peningkatan leukosit disebabkan oleh
karena adanya proses inflamasi dimana tubuh bereaksi untuk mempertahankan
kekebalan tubuh terhadap benda asing. Selain itu, hasil foto thorax AP lateral
pasien adalah tampak shift trakea dan mediastinum ke arah kontralateral dari lesi,
radiolusen avaskular pada mid pulmo sinistra setinggi Th 3-Th 7 anterior,
gambaran kolaps paru, jantung terdorong ke dextra, tidak ada pembesaran
jantung, dan sinus costovrenikus dan diafragma sinistra sulit di evaluasi. Hal ini
juga sejalan dengan teori yang menyebutkan bahwa foto thorax pada pasien
dengan pneumothorax akan didapatkan hasil toraks avaskular, gambaran kolaps
paru, dan adanya pergeseran trakea dan mediastinum ke sisi yang sehat.
Tujuan utama tatalaksana hematopneumothorax adalah menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan, dan mengeluarkan darah serta
udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik
adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi
darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik. Selain itu, pemasangan
WSD pada pasien dilakukan dengan tujuan mengeluarkan darah dan udara dari
rongga pleura sehingga mengurangi sesak yang dialami pasien. Setelah itu,
lakukan observasi cairan dan udara yang keluar di dalam botol. Pada pasien ini,
telah dilakukan tatalakasana seperti yang di jelaskan pada teori. Oksigenasi pada
pasien ini dengan pemberian O2 4-5 lpm menggunakan sungkup masker
sederhana, infus NaCl 0.9% 20 tpm.makro, transfusi WB 1 kolf lanjut dengan
PRC 1 kolf, pemberian analgetik dan antibiotik, serta dilakukan pemasangan
WSD.
BAB V
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Pada trauma thorax, penyebab cedera harus ditentukan terlebih dahulu
kemudian ditentukan jenisnya baik itu cedera tumpul atau tajam. Trauma tajam
terutama disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Adanya lubang di dinding
thorax atau pleura visceralis akan menyebabkan udara masuk ke rongga pleura
sehingga pleura visceralis terlepas dari pleura parietalis dan paru tidak lagi
mengikuti gerak napas dinding thorax dan diafragma.
Berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
dan tatalaksana yang dilakukan pada pasien dan membandingkannya dengan
teori, maka dapat disimpulkan bahwa tanda dan gejala yang dikeluhkan pasien
sama dengan yang dinyatakan pada teori. Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang dari pasien pun sama dengan yang dikatakan
teori mengenai suara napas menurun atau menghilang pada sisi yang sakit dan
terdapat adanya bayangan paru di perifer yang menandakan paru kolaps.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien dengan hematopneumotoraks
traumatik sebagai manajemen pertama adalah resusitasi respirasi dan
hemodinamik yang harus segera dilakukan mengingat prognosis tergantung pada
penyebab, kecepatan mendeteksi, serta tatalaksana yang dilakukan. Pada pasien
dengan traumatik hemotoraks, mortalitas tergantung pada keparahan cedera
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support. 9th Ed.


American College of Surgeons: Committee on Trauma, 2012.
2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd Ed. Jakarta: EGC,
2010.
3. Tortora GJ. Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 13th Ed.
2012.
4. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC, 2012.
5. Medical Notes. Basic and Emergency in Surgery. MMN, 2018.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 2. 5th Ed. Jakarta: Intrena Publishing, 2009.

Anda mungkin juga menyukai