FRAKTUR
PEMBIMBING:
dr. Herman Ghofara, Sp.OT
Disusun Oleh:
Devand Adyllon
030.12.070
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
FRAKTUR
Diajukan untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik Ilmu bedah
Periode 10 Oktober - 16 Desember 2016
Di Rumah Sakit Angkatan Laut dr Mintohardjo
Disusun oleh :
Devand Adyllon
03012070
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Herman Ghofara, Sp.OT. selaku dokter
pembimbing
Departemen Ilmu Bedah RS AL dr. Mintohardjo
...................................
dr. Herman Ghofara, Sp.OT.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
kasih dan karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada
penulis sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan. Laporan kasus ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti dan meyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Bedah pada RSAL dr.Mintohardjo.
Penuis menyadari keberhasilan penyusunan laporan kasus ini adalah berkat
bantuan dari semua pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini, terutama
kepada:
1. dr. Herman Ghofara, Sp.OT. selaku dokter pembimbing atas segala ilmu,
bimbingan dan bantuannya selama penulis menjalani kepaniteraan bagian ilmu
Bedah di RSAL dr.Mintohardjo.
2. Semua dokter dan staf Ilmu Bedah Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.
Mintohardjo.
3. Orang Tua dan keluarga penulis atas segala bentuk doa dan dukungannya.
4. Teman-teman kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
atas bantuan dan kebersamaannya.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penyusunan laporan kasus ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis
menerima saran dan kritik. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dan menambah ilmu pengetahuan
pada umumnya.
Jakarta, Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ...... II
KATA PENGANTAR .................................................................................. III
DAFTAR ISI IV
BAB I.
PENDAHULUAN 1
BAB II.
LAPORAN KASUS
12
14
15
18
19
20
20
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat, trauma ringan juga dapat
menimbulkan fraktur bila terdapat kelainan pada tulang tersebut, termasuk trauma ringan
yang terus menerus. Trauma tersebut dapat bersifat eksternal seperti tertabrak, jatuh; internal
seperti kontraksi oto yang kuat dan mendadak seperti pada serangan epilepsi, tetanus,
renjatan listrik, keracunan striktin.(1)
Prevalensi trauma/cedera di Indonesia berdasarkan hasil riskesdas 2013 adalah 8,2% ,
dibandingkan dengan hasil riskesdas 2007 didapatkan kenaikan prevalensi cedera 0,7%.
Penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%).
Proporsi jatuh terbanyak terjadi pada penduduk berumur < 1 tahun, wanita, tidak sekolah,
tidak bekerja, di pedesaan.(2)
Bila secara klinis diduga terdapat fraktur maka harus dibuat 2 foto tulang yang
bersangkutan secara anteroposterios / AP dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat
dibuat dikarenakan keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi tegak
lurus satu sama lain. Bila hanya terdapat 1 proyeksi ada kemungkinan fraktur tidak dapat
terlihat. Adakalanya diperlukan proyeksi khusus, misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur
pada femur proksimal atau humerus proksimal.(1)
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama
: Ny. K
Umur
: 65 tahun
Pendidikan
: SMA
Status
: Menikah
No. RM : 0014-04-39
Tgl masuk RS
: 30 Oktober 2016
Alamat
Kebangsaan
: Indonesia
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
ANAMNESIS
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Kesan sakit
Tanda vital
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Nadi
: 90x/menit
Suhu
: 36,5 C
Pernafasan
: 20x/menit
Status Gizi
Berat badan
: 60 kg
: 24,9 kg/m2
Status generalis
1. Kepala
2. Wajah
: wajah simetris, warna kulit sawo matang, tidak ada kelainan kulit
: tidak ada edema palpebra. Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
pupil bulat, isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+, ptosis (-),
enfotalmus dan eksoftalmus (-), strabismus (-), nystagmus (-), lapang pandang
dalam batas normal, diplopia (-)
4. Hidung
tidak ada nafas cuping hidung. Tidak tampak adanya sekret maupun darah yang
keluar dari hidung.
5. Telinga
benjolan, bengkak, dan hiperemis. Tidak ada nyeri tekan pada telinga. Tidak ada
sekret maupun darah yang keluar dari telinga. Tidak ada gangguan pendengaran,
6. Mulut
: Tidak terdapat gigi yang tanggal, tidak sianosis, gusi normal, lidah
normoglosi, tonsil T1/T1, faring tidak hiperemis, bentuk bibir dalam batas normal.
4
7. Leher
getah bening dan kelenjar tiroid. Trakea dalam batas normal, JVP tidak mengalami
peningkatan ( 53 cm)
8. Thorax
Inspeksi: Jejas (-), bentuk thorax normal, warna kulit sawo matang, kelainan kulit
bermakna bermakna (-), spidernervi (-), gerakan nafas simetris, retraksi sela iga (-)
Palapasi: Nyeri tekan (-), gerakan dinding dada simetris, tidak ada bagian dada
yang tertinggal, vocal fremitus kiri dan kanan simetris, ictus cordis teraba pada 5
2 cm lateral line midklavikularis ICS V.
Perkusi: jantung :
Batas kanan
Batas kiri
Sinistra
Batas atas
Status Lokalis
Ekstremitas atas:
1.
2.
Feel:Akral hangat pada regio antebrachii dextra, teraba nadi pada a. Radialis
dextra, dan terdapat nyeri tekan.
3.
Move: Terdapat hambatan gerak aktif pada wrist joint dextra, dan pada gerak
pasif terdapat hambatan serta nyeri.
Ekstremitas bawah
1.
2.
Feel:Akral hangat pada regio cruris dextra, teraba nadi pada a. Dorsalis pedis
dextra, dan terdapat nyeri tekan.
3.
Move: Terdapat hambatan gerak aktif pada ankle joint dextra, dan pada gerak
pasif terdapat hambatan serta nyeri.
Hasil
Nilai normal
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
11,7 g/dl
35 %
4,05 juta / L
10,400 /L
166.000 /mm3
14 18 g/dl
42 48 %
4,6 6,2 juta / L
5000 10000 /L
150.000 400.000
2.30
10.00
107 mg/dL
/mm3
1 3 menit
5 15 menit
< 200 mg/dL
Bleeding time
Clotting time
Gula darah sewaktu
Struktur tulang normal, sendi sakroilliac dan coxae baik, tidak tampak gambaran batu
opauque
b. Foto Femur
d. Foto Thorax PA
Tampak lesi hyperdens bebatas tegas 2 lokasi di satu slice di temporal kiri, lesi tidak disertai
efek desakan massa ataupun penebalan. Sulci, gyri, dan sistim ventricle baik, tidak tampak
kalsifikasi patologi, struktur cerebellum dan infra tentorial baik, ruang subarachnoid dan
lapisan meningeal baik
Kesan : lacunar infark di temporal kiri
2.3.4. RESUME
Pasien datang ke UGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan keluhan nyeri pada
tungkai kanan. Lengan kanan, dan dada kanan sejak 1,5 jam SMRS. Sebelumnya
Os tertabrak motor dari sisi kanan saat sedang berjalan. Sesaat setelah tertabrak Os
jatuh dengan posisi lengan kanan menumpu badan pada jalan beraspal dan sempat
tidak sadarkan diri 10 menit. Os juga mengeluh bagian belakang kepala terbentur
saat terjatuh dan terasa nyeri. Saat tersadar Os merasa nyeri pada tungkai kanan,
lengan kanan, dan dada kanan, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri pada dada
dirasakan menembus hingga ke punggung dan os tidak dapat berdiri , os di bantu
oleh suami dan orang sekitar untuk di bawa ke UGD RSAL Dr.Mintohardjo. Os
juga mengeluh tangan kanan serta tungkai kanan bengkak, mual (-), muntah (-). Os
tidak menyadari apakah terdapat bunyi krek saat terjatuh, tidak terdapat BAB
maupun BAK di tempat, tidak terdapat gangguan penglihatan, serta tidak terdapat
darah yang keluar dari hidung.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 90
x/menit, suhu 36,5oC, pernafasan 20 x/menit, dari status generalis didapatkan luka
vulnus laceratum pada belakang kepala dengan besar 1x1cm, nyeri tekan thoraks
pada costa 5, 6 kanan garis parasternal kanan. pada ekstremitas didapatkan tampak
edema pada lengan bawah kanan dan tungkai bawah kanan bagian distal fraktur,
terpasang bidai pada tungkai bawah kanan dan lengan bawah kanan, akral hangat,
nadi distal teraba, gerakan aktif dan pasif terdapat hambatan serta rasa nyeri pada
lengan bawah kanan dan tungkai bawah kanan.
1
0
FOLLOW UP
17 Oktober 2016
S
Nyeri pada lengan kanan, tungkai kanan, dada kanan (+), demam (+),
lemas (+), Sesak (-), mual(-), muntah (-).
1
1
Ceftriaxon 2 x 1gr
Ketorolac drip
Pemasangan ORIF pada fr. Tibia dan fibula
Pemasangan gibs pada fr. ulna
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. ANATOMI
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses osteogenesis menjadi tulang. Proses ini
dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan
garam kalsium. Dalam tubuh manusia terdapat 206 tulang yang dapat diklasifikasikan dalam
lima kelompok berdasarkan bentuknya, antara lain: (i) tulang panjang (Femur, Humerus)
yang terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut
epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis
terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis.
Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang
1
2
memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongy
bone(cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja, tulang rawan habis,
lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan
testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron,
merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut
kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang. (ii) tulang pendek (carpals)
dengan bentuk yang tidak teratur, dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar
dari tulang yang padat. (iii) tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang
padat dengan tulang concellous sebagai lapisan luarnya. (iv) tulang yang tidak beraturan
(vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek. (v) tulang sesamoid merupakan tulang kecil,
yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon
dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).(6)
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga
jenis dasar, yaitu; osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Adapun matriks tersusun atas 98% kolagen dan
2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan. Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Selanjutnya, osteosit
adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon
(unit matriks tulang). Sementara osteoklas adalah sel multinuclear(berinti banyak) yang
berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang. Osteon merupakan unik
fungsional mikroskopis tulang dewasa. Di tengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler
tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Di dalam lamella terdapat
osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut ke dalam kanalikuli yang
halus (menghubungkan pembuluh darah sejauh kurang dari 0,1 mili meter). Tulang diselimuti
oleh membran fibrous padat yang dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke
tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen.
Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat
dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang. Endosteum
adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan ronggarongga dalam tulang kanselus. Osteoklast, yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga
sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna howship (cekungan pada permukaan
tulang).(6)
1
3
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organik (hidup) dan 70% endapan garam.
Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90% serat kolagen dan kurang dari
10% proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat,
dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi
matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik
menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang
meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi
(kemampuan menahan tekanan).(6)
3.2. ETIOLOGI
Penyebab fraktur dapat di bedakan menjadi fraktur yang disebabkan oleh trauma
berat; fraktur spontan / patologik, yaitu fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya
telah mengalami proses patologik, misalkan tumor tulang primer atau skunder, mieloma
multipel, kista tulang, osteomielitis, osteoporosis (termasuk postmenopause), dan sebagainya;
fraktur stress / fatigue, adalah fraktur yang disebabkan oleh trauma ringan tetapi terus
menerus, misalkan fraktur march pada metatarsal, fraktur tibia pada penari balet, fraktur
fibula pada pelari jarak jauh, dan sebagainya.(1,4)
3.3. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
1
4
1.
Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan
akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi
oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat
tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam
jaringan lunak.(4,5)
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur
akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler
tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.(4,5)
2.
3.
1
5
4.
5.
Fase remodelling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang.
Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan
kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.(4,5)
Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union
secara radiologis. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah fraktur
dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk
mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan
oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka
secara klinis telah terjadi union dari fraktur.
1
6
Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan
dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang
sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla
atau ruangan dalam daerah fraktur.
hebat atau avulsi atau kontaminasi, derajat 3 luka lebar dan rusak hebat, atau
hilangnya jaringan disekitar disertai kontaminasi hebat.(8)
Fraktur transversal
Fraktur spiral atau oblik
Fraktur kominutif: lebih dan 2 fragmen
Fraktur avulsi
Fraktur greenstick
Fraktur epifisis dengan separasi
Fraktur kompresi: pada vertebra
Fraktur impresi: pada tengkorak
3.5. DIAGNOSIS
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri, dan bengkak pada bagian
yang patah, deformitas, nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri,
putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurvaskular. Apabila gejala klasik tersebut ada
maka diagnosis fraktur dapat ditegakan walaupun konfigutasinya belum dapat ditentukan.(7)
Pemeriksaan radiologi untuk menentukan jenis dan kedudukan fragmen fraktur. Foto
rontgen harus memenuhi beberapa syarat diantaranya, letak patahan tulang harus diletakan di
tengah foto dan sinar harus menembus tempat ini secara lurus, dibuat 2 proyeksi foto, foto
mencakup 2 persendian proksimal dan distal. Bila tidak diperoleh kelainan maka foto diulang
setelah satu minggu, retakan akan menjadi nyata karena hiperemia setempat disekitar tulang
1
8
yang retak tampak sebagai dekalsifikasi. Pemeriksaan seperti MRI maupun CT-scan kadang
diperlukan misalnyab pada kasus fraktur vertebra yang disertai gejala neurologis.(7)
3.6. KOMPLIKASI
Komplikasi patah tulang dibagi menjadi komplikasi segera, dini, dan lambat.
Komplikasi segera terjadi pada saat terjadi patah tulang atau segera setelahnya; komplikasi
dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian; dan komplikasi lambat terjadi lama setelah
patah tulang.(7)
Komplikasi segera dan setempat merupakan kerusakan yang langsung yang disebabkan
oleh trauma, selain patah tulang atau dislokasi. Trauma kulit dapat berupa kontusio, abrasi,
laserasi atau luka tembus. Dapat pula terjadi putusnya vaskular akibat trauma tersebut, serta
dapat terjadi syok.(7)
Komplikasi dini dapat berupa nekrosis kulit otot, trombosis, infeksi sendi, osteomielitis,
serta sindrom kompartemen. Komplikasi lama meliputi kegagalan pertautan ( non-union),
salah taut (malunion), terlambat taut (delayed-union), ankilosis, kontraktur, miositis
osifikans, dan berbagai penyakit akibat tirah baring lama karena gangguan mobilisasi.(7)
3.7. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Tujuan penatalaksanaan fraktur adalah reposisi dan fiksasi. Reposisi, dengan tujuan
mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai
keadaan sempurna seperti semula karena tulang memiliki kemampuan remodeling.
Imobilisasi/fiksasi, dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai
Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstable
serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar. Macam- macam fiksasi diantaranya,
fiksasi eksternal/ OREF (open Reduction External Fixation dan fiksasi internal/ ORIF.
Indikasi OREF diantaranya, fraktur terbuka derajat III, fraktur dengan kerusakan jaringan
lunak yang luas, fraktur dengan gangguan neurovaskuler, fraktur Kominutif, fraktur Pelvis,
fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF, non Union, dan trauma multipel. Indikasi
ORIF diantaranya, Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi,
misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup.
Misalnya fraktur avulsi dan fraktur dislokasi, fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit
dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur
pergelangan kaki, dan fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi, misalnya fraktur femur.(4,6,7,8)
1
9
Pada fraktur dengan dislokasi fragmen patahan minimal atau tidak akan menyebabkan
cacat dikemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi saja, misalkan menggunakan mitela
atau sling, contohnya pada kasus fraktur iga, fraktur klavikula pada anak, fraktur vertebra
dengan kompresi minimal.(7)
Penatalaksanaan awal sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur,
diperlukan, (i) pertolongan pertama, pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan
adalah membersihkan jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih, dan imobilisasi
fraktur pada anggota gerak yang terkena agar pasien merasa nyaman dan mengurangi nyeri
sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat pendarahan dapat dilakukan pertolongan
dengan penekanan setempat. (ii) Penilaian klinis, sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu
dilakukan penilaian klinis, apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh
darah/ saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain. (iii) Resusitasi, kebanyakan pasien
dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi
sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan
lainnya serta obat-obat anti nyeri.
BAB IV
PEMBAHASAN
2
0
Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri pada tungkai bawah kanan dan lengan
bawah kanan serta bengkak, keluhan riwayat kecelakaan lalu lintas tertabrak motor 1,5 jam
SMRS dari sisi kanan juga didapatkan yang mengarah kepada fraktur lengan bawah kanan
dan fraktur tungkai bawah kanan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan edema, nyeri, dan
hambatan gerak pasif maupun aktif pada tungkai bawah kanan dan lengan bawah kanan yang
memperkuat diagnosis fraktur. Luka vulnus laseratum juga didapatkan pada belakang kepala
sebesar 1 x 1 cm yang dikarenakan os terjatuh setelah tertabrak motor. Pada pemeriksaan
thoraks juga didapatkan nyeri saat penekanan daerah costa 5, 6 linea parasternal kanan yang
mengarah pada fraktur costa kanan. Diagnosis tegak setelah foto Rontgen, dimana terlihat
fraktur obliq pada 1/3 proximal os. Ulnaris dextra, fraktur obliq pada 1/3 proksimal os. Tibia
dextra, fraktur obliq pada 1/3 proximal os. Fibula dextra, dan fraktur multipel pada costa 5,6
posterior dextra.
Penatalaksanaan pada fraktur ulna dilakukan reposisi tertutup dengan anastesi umum,
serta imobilisasi dengan gips ( long arm cast) dengan posiis netral, selama 4 - 6 minggu, bila
gagal atau terjadi nonunion dapat di lakukan fiksasi internal. Pada fraktur obliq tibia dan
fibula/ fraktur kruris dapat dilakukan ORIF dikarenakan fraktur ini cenderung membengkok
dan memendek setelah dilakukan reposisi tertutup.(7)
DAFTAR PUSTAKA
2
1
2
2