Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

FRAKTUR

PEMBIMBING:
dr. Herman Ghofara, Sp.OT
Disusun Oleh:
Devand Adyllon
030.12.070

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT TNI ANGKATAN LAUT
DR. MINTOHARDJO
PERIODE 10 OKTOBER 16 DESEMBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
FRAKTUR
Diajukan untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik Ilmu bedah
Periode 10 Oktober - 16 Desember 2016
Di Rumah Sakit Angkatan Laut dr Mintohardjo
Disusun oleh :
Devand Adyllon
03012070

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Herman Ghofara, Sp.OT. selaku dokter
pembimbing
Departemen Ilmu Bedah RS AL dr. Mintohardjo

Jakarta, Oktober 2016

...................................
dr. Herman Ghofara, Sp.OT.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
kasih dan karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada
penulis sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan. Laporan kasus ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti dan meyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Bedah pada RSAL dr.Mintohardjo.
Penuis menyadari keberhasilan penyusunan laporan kasus ini adalah berkat
bantuan dari semua pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini, terutama
kepada:
1. dr. Herman Ghofara, Sp.OT. selaku dokter pembimbing atas segala ilmu,
bimbingan dan bantuannya selama penulis menjalani kepaniteraan bagian ilmu
Bedah di RSAL dr.Mintohardjo.
2. Semua dokter dan staf Ilmu Bedah Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.
Mintohardjo.
3. Orang Tua dan keluarga penulis atas segala bentuk doa dan dukungannya.
4. Teman-teman kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
atas bantuan dan kebersamaannya.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penyusunan laporan kasus ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis
menerima saran dan kritik. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dan menambah ilmu pengetahuan
pada umumnya.
Jakarta, Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ...... II
KATA PENGANTAR .................................................................................. III
DAFTAR ISI IV
BAB I.

PENDAHULUAN 1

BAB II.

LAPORAN KASUS

2.1. PIMARY SURVEY ............................................................... 2


2.2. SECONDARY SURVEY ....................................................... 3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. ANATOMI ....................................................................... ..

12

3.2. ETIOLOGI FRAKTUR ...................................................

14

3.3. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR .......................

15

3.4. KLASIFIKASI FRAKTUR .............................................

18

3.5. DIAGNOSIS FRAKTUR ................................................

19

3.6. KOMPLIKASI .................................................................

20

3.7. PENATALAKSANAAN FRAKTUR .............................

20

BAB IV. PEMBAHASAN .. 22


DAFTAR PUSTAKA .............................. 23

BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat, trauma ringan juga dapat
menimbulkan fraktur bila terdapat kelainan pada tulang tersebut, termasuk trauma ringan
yang terus menerus. Trauma tersebut dapat bersifat eksternal seperti tertabrak, jatuh; internal
seperti kontraksi oto yang kuat dan mendadak seperti pada serangan epilepsi, tetanus,
renjatan listrik, keracunan striktin.(1)
Prevalensi trauma/cedera di Indonesia berdasarkan hasil riskesdas 2013 adalah 8,2% ,
dibandingkan dengan hasil riskesdas 2007 didapatkan kenaikan prevalensi cedera 0,7%.
Penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%).
Proporsi jatuh terbanyak terjadi pada penduduk berumur < 1 tahun, wanita, tidak sekolah,
tidak bekerja, di pedesaan.(2)
Bila secara klinis diduga terdapat fraktur maka harus dibuat 2 foto tulang yang
bersangkutan secara anteroposterios / AP dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat
dibuat dikarenakan keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi tegak
lurus satu sama lain. Bila hanya terdapat 1 proyeksi ada kemungkinan fraktur tidak dapat
terlihat. Adakalanya diperlukan proyeksi khusus, misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur
pada femur proksimal atau humerus proksimal.(1)

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Ny. K

Umur

: 65 tahun

Pekerjaan: Ibu rumah tangga

Pendidikan

: SMA

Status

: Menikah

No. RM : 0014-04-39

Ruangan : P.Sibatik (3.9)

Tgl masuk RS

: 30 Oktober 2016

Alamat

Kebangsaan

: Indonesia

Suku

: Jawa

Agama

: Islam

: Rinjani pegatungan RT 01/09 Mulyohardjo Pemalang

2.2. PRIMARY SURVEY


A. Airway : tidak terdapat darah yang keluar dari hidung maupun mulut, gurglig (-),
terasa pergerakan udara dari hidung
B. Breathing : terdapat pergerakan kedua dinding dada, simetris, terdapat hembusan
udara dari kedua lubang hidung, auskultasi suara nafas vesikuler pada kedua lapang
paru
C. Circulation : teraba nadi pada a. Carotis dan radialis dextra, nadi : 90x/ menit,
tekanan darah : 160/100 mmHg
D. Disabillity : kejang (-), pupul isokor, GCS 13
E. Environmental : terpasang bidai pada regio antebrachii dextra dan cruris dextra

2.3. SECONDARY SURVEY


2.3.1.
2

ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan tanggal 17 Oktober 2016 pukul 6.00


A.Keluhan utama
Nyeri pada tungkai kanan, lengan kanan, dan dada kanan 1,5 jam SMRS.
B.Keluhan tambahan
Nyeri belakang kepala (+), penurunan kesadaran (+).
C.Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke UGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan keluhan nyeri pada
tungkai kanan. Lengan kanan, dan dada kanan sejak 1,5 jam SMRS. Sebelumnya
Os tertabrak motor dari sisi kanan saat sedang berjalan. Sesaat setelah tertabrak Os
jatuh dengan posisi lengan kanan menumpu badan pada jalan beraspal dan sempat
tidak sadarkan diri 10 menit. Os juga mengeluh bagian belakang kepala terbentur
saat terjatuh dan terasa nyeri. Saat tersadar Os merasa nyeri pada tungkai kanan,
lengan kanan, dan dada kanan, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri pada dada
dirasakan menembus hingga ke punggung dan os tidak dapat berdiri , os di bantu
oleh suami dan orang sekitar untuk di bawa ke UGD RSAL Dr.Mintohardjo. Os
juga mengeluh tangan kanan serta tungkai kanan bengkak, mual (-), muntah (-). Os
tidak menyadari apakah terdapat bunyi krek saat terjatuh, tidak terdapat BAB
maupun BAK di tempat, tidak terdapat gangguan penglihatan, serta tidak terdapat
darah yang keluar dari hidung.
D.Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi (+), asam urat (+), gastritis (-), DM (-), alergi (-), riwayat kecelakaan
sebelumnya (-), riwayat operasi (-).
E. Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi (+),DM (-), alergi (-).
F. Riwayat pengobatan
Tidak mendapatkan pengobatan sebelumnya, tidak terdapat alergi obat.
G.Lingkungan dan Kebiasaan
Rokok (-)

2.3.2. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum
Kesadaran

: compos mentis

Kesan sakit

: tampak sakit sedang

Tanda vital
Tekanan darah : 180/110 mmHg

Nadi

: 90x/menit

Suhu

: 36,5 C

Pernafasan

: 20x/menit

Status Gizi
Berat badan

: 60 kg

Tinggi badan : 155 cm


BMI

: 24,9 kg/m2

Status generalis
1. Kepala

: normocephali, rambut berwarna hitam, distribusi merata,

2. Wajah

: wajah simetris, warna kulit sawo matang, tidak ada kelainan kulit

bermakna, serta tidak ada kelainan bentuk.


3. Mata

: tidak ada edema palpebra. Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,

pupil bulat, isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+, ptosis (-),
enfotalmus dan eksoftalmus (-), strabismus (-), nystagmus (-), lapang pandang
dalam batas normal, diplopia (-)
4. Hidung

: bentuk hidung normal, tidak ada deformitas, tidak ada sumbatan,

tidak ada nafas cuping hidung. Tidak tampak adanya sekret maupun darah yang
keluar dari hidung.
5. Telinga

: daun telinga normotia, tidak ada deformitas, simetris, tidak ada

benjolan, bengkak, dan hiperemis. Tidak ada nyeri tekan pada telinga. Tidak ada
sekret maupun darah yang keluar dari telinga. Tidak ada gangguan pendengaran,
6. Mulut

: Tidak terdapat gigi yang tanggal, tidak sianosis, gusi normal, lidah

normoglosi, tonsil T1/T1, faring tidak hiperemis, bentuk bibir dalam batas normal.
4

7. Leher

: tidak terdapat jejas, memar (-), tidak terdapat pembesaran kelenjar

getah bening dan kelenjar tiroid. Trakea dalam batas normal, JVP tidak mengalami
peningkatan ( 53 cm)
8. Thorax

Inspeksi: Jejas (-), bentuk thorax normal, warna kulit sawo matang, kelainan kulit
bermakna bermakna (-), spidernervi (-), gerakan nafas simetris, retraksi sela iga (-)
Palapasi: Nyeri tekan (-), gerakan dinding dada simetris, tidak ada bagian dada
yang tertinggal, vocal fremitus kiri dan kanan simetris, ictus cordis teraba pada 5
2 cm lateral line midklavikularis ICS V.
Perkusi: jantung :

Batas kanan

: ICS III- V Linea sternalis Dextra

Batas kiri

: ICS V + 2cm lateral Linea MidClavicularis

Sinistra

Batas atas

: ICS III linea parasternalis kiri

Paru : sonor diseluruh lapang paru


Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-. S1 S2 regular, murmur (-),
gallop (-).
9. Punggung ( Log Roll)
Inspeksi: jejas (-), memar (-), edema (-)
Palpasi: prosesus spinosus vertebra berurutan, tidak terdapat space antara prosesus
spinosus vertebra.
10. Abdomen :
Inspeksi: jejas (-), abdomen simetris, datar, warna kulit sawo matang, spider nevi
(-), smiling umbilicus (-), tidak terdapat kelainan kulit yang bermakna.
Auskultasi: bising usus 3x/menit.
Perkusi: timpani pada keempat kuadran abdomen, shifting dullness (-)
Palpasi: supel, massa (-), nyeri tekan (-), murphy sign (-), lien dan hepar tidak
teraba.

Status Lokalis

Ekstremitas atas:
1.

Look: edema pada regio antebrachii dextra, dan terpasang bidai.

2.

Feel:Akral hangat pada regio antebrachii dextra, teraba nadi pada a. Radialis
dextra, dan terdapat nyeri tekan.

3.

Move: Terdapat hambatan gerak aktif pada wrist joint dextra, dan pada gerak
pasif terdapat hambatan serta nyeri.

Ekstremitas bawah
1.

Look: edema pada regio femur dextra.

2.

Feel:Akral hangat pada regio cruris dextra, teraba nadi pada a. Dorsalis pedis
dextra, dan terdapat nyeri tekan.

3.

Move: Terdapat hambatan gerak aktif pada ankle joint dextra, dan pada gerak
pasif terdapat hambatan serta nyeri.

2.3.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 30 Oktober 2016, 22:49 WIB
Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit

11,7 g/dl
35 %
4,05 juta / L
10,400 /L
166.000 /mm3

14 18 g/dl
42 48 %
4,6 6,2 juta / L
5000 10000 /L
150.000 400.000

2.30
10.00
107 mg/dL

/mm3
1 3 menit
5 15 menit
< 200 mg/dL

Bleeding time
Clotting time
Gula darah sewaktu

Hasil Pemeriksaan Rontgen


a. Foto Pelvic AP

Struktur tulang normal, sendi sakroilliac dan coxae baik, tidak tampak gambaran batu
opauque
b. Foto Femur

Diskontinuitas di intertrochanter, aposisi baik, aligment baik, tidak tampak kalus


Kesan : Fraktur Intertrochater femur kanan
c. Foto Lumbo Sacral AP-Lateral

Skeloritik pada L4-5


Sela intervetebral L4-5 dan L5-S1 menyempit

d. Foto Thorax PA

Cor : CTR > 50%, Pinggang jantung menghilang, aorta elongasi


Pulmo : paru lusen, tidak tampak perselubungan, corakan bronkovaskular normal
Trakea tidak ada pergeseran
Sudut kosto frenikus lancip
8

Densitas tulang costae baik


Kesan : Left ventricle hipertrofi
e. CT-SCAN Brain

Tampak lesi hyperdens bebatas tegas 2 lokasi di satu slice di temporal kiri, lesi tidak disertai
efek desakan massa ataupun penebalan. Sulci, gyri, dan sistim ventricle baik, tidak tampak
kalsifikasi patologi, struktur cerebellum dan infra tentorial baik, ruang subarachnoid dan
lapisan meningeal baik
Kesan : lacunar infark di temporal kiri

Hasil Pemeriksaan EKG

2.3.4. RESUME

Pasien datang ke UGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan keluhan nyeri pada
tungkai kanan. Lengan kanan, dan dada kanan sejak 1,5 jam SMRS. Sebelumnya
Os tertabrak motor dari sisi kanan saat sedang berjalan. Sesaat setelah tertabrak Os
jatuh dengan posisi lengan kanan menumpu badan pada jalan beraspal dan sempat
tidak sadarkan diri 10 menit. Os juga mengeluh bagian belakang kepala terbentur
saat terjatuh dan terasa nyeri. Saat tersadar Os merasa nyeri pada tungkai kanan,
lengan kanan, dan dada kanan, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri pada dada
dirasakan menembus hingga ke punggung dan os tidak dapat berdiri , os di bantu
oleh suami dan orang sekitar untuk di bawa ke UGD RSAL Dr.Mintohardjo. Os
juga mengeluh tangan kanan serta tungkai kanan bengkak, mual (-), muntah (-). Os
tidak menyadari apakah terdapat bunyi krek saat terjatuh, tidak terdapat BAB
maupun BAK di tempat, tidak terdapat gangguan penglihatan, serta tidak terdapat
darah yang keluar dari hidung.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 90
x/menit, suhu 36,5oC, pernafasan 20 x/menit, dari status generalis didapatkan luka
vulnus laceratum pada belakang kepala dengan besar 1x1cm, nyeri tekan thoraks
pada costa 5, 6 kanan garis parasternal kanan. pada ekstremitas didapatkan tampak
edema pada lengan bawah kanan dan tungkai bawah kanan bagian distal fraktur,
terpasang bidai pada tungkai bawah kanan dan lengan bawah kanan, akral hangat,
nadi distal teraba, gerakan aktif dan pasif terdapat hambatan serta rasa nyeri pada
lengan bawah kanan dan tungkai bawah kanan.

2.3.5. DIAGNOSIS KERJA


Fraktur obliq 1/3 proximal os. Ulnaris dextra
Fraktur obliq 1/3 proximal os. Tibia dextra
Fraktur obliq 1/3 proximal os. Fibula dextra
Fraktur multiple costa 5,6,8 posterior dexra
2.3.6. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

1
0

FOLLOW UP
17 Oktober 2016
S

Nyeri pada lengan kanan, tungkai kanan, dada kanan (+), demam (+),
lemas (+), Sesak (-), mual(-), muntah (-).

Keadaan umum: tampak sakit sedang


Kesadaran: compos mentis
TD: 120/70 mmHg; HR: 100 x/menit; RR: 16 x/menit; S: 36,5C
Mata: CA -/-, SI -/Thoraks : nyeri tekan pada costa 5,6 linea parasternal kanan, cor dan
pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, bising usus (+), NT (-)
Ekstremitas: akral hangat (+) pada keempat ekstremitas, oedem pada
distal lengan kanan dan tungkai kanan, nadi distal lengan dan tungkai
kanan (+), terdapat hambatan dan nyeri pada gerak aktif maupun pasif

1
1

lengan kanan dan tungkai kanan.


A

Fraktur 1/3 proximal os. Ulnaris dextra


Fraktur 1/3 proximal os. Tibia dextra
Fraktur 1/3 proximal os. Fibula dextra
Fraktur multiple costa 5,6,8 posterior dexra

Ceftriaxon 2 x 1gr
Ketorolac drip
Pemasangan ORIF pada fr. Tibia dan fibula
Pemasangan gibs pada fr. ulna

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. ANATOMI
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses osteogenesis menjadi tulang. Proses ini
dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan
garam kalsium. Dalam tubuh manusia terdapat 206 tulang yang dapat diklasifikasikan dalam
lima kelompok berdasarkan bentuknya, antara lain: (i) tulang panjang (Femur, Humerus)
yang terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut
epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis
terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis.
Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang
1
2

memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongy
bone(cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja, tulang rawan habis,
lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan
testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron,
merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut
kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang. (ii) tulang pendek (carpals)
dengan bentuk yang tidak teratur, dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar
dari tulang yang padat. (iii) tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang
padat dengan tulang concellous sebagai lapisan luarnya. (iv) tulang yang tidak beraturan
(vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek. (v) tulang sesamoid merupakan tulang kecil,
yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon
dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).(6)
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga
jenis dasar, yaitu; osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan
tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Adapun matriks tersusun atas 98% kolagen dan
2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan. Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Selanjutnya, osteosit
adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon
(unit matriks tulang). Sementara osteoklas adalah sel multinuclear(berinti banyak) yang
berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang. Osteon merupakan unik
fungsional mikroskopis tulang dewasa. Di tengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler
tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Di dalam lamella terdapat
osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut ke dalam kanalikuli yang
halus (menghubungkan pembuluh darah sejauh kurang dari 0,1 mili meter). Tulang diselimuti
oleh membran fibrous padat yang dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke
tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen.
Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat
dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang. Endosteum
adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan ronggarongga dalam tulang kanselus. Osteoklast, yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga
sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna howship (cekungan pada permukaan
tulang).(6)

1
3

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organik (hidup) dan 70% endapan garam.
Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90% serat kolagen dan kurang dari
10% proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat,
dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi
matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik
menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang
meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi
(kemampuan menahan tekanan).(6)
3.2. ETIOLOGI
Penyebab fraktur dapat di bedakan menjadi fraktur yang disebabkan oleh trauma
berat; fraktur spontan / patologik, yaitu fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya
telah mengalami proses patologik, misalkan tumor tulang primer atau skunder, mieloma
multipel, kista tulang, osteomielitis, osteoporosis (termasuk postmenopause), dan sebagainya;
fraktur stress / fatigue, adalah fraktur yang disebabkan oleh trauma ringan tetapi terus
menerus, misalkan fraktur march pada metatarsal, fraktur tibia pada penari balet, fraktur
fibula pada pelari jarak jauh, dan sebagainya.(1,4)
3.3. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
1
4

1.

Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan
akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi
oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat
tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam
jaringan lunak.(4,5)
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur
akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler
tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.(4,5)

2.

Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal


Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.
Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal
dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak.
Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel
osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang
sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari
organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus
dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu
daerah radiolusen.(4,5)

3.

Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)


Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar
yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.
Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan
polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk
tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven
bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan
fraktur.(4,5)

1
5

4.

Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)


Woven bone atau kalus akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur
lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.(4,5)

5.

Fase remodelling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang.
Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan
kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.(4,5)

Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union
secara radiologis. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah fraktur
dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk
mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan
oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka
secara klinis telah terjadi union dari fraktur.
1
6

Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan
dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang
sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla
atau ruangan dalam daerah fraktur.

3.4. KLASIFIKASI FRAKTUR


Jenis fraktur yang mungkin terjadi sangat bervariasi dan bergantung pada berbagai
mediator, misalnya: besar atau kuatnya trauma, trauma langsung atau tidak langsung, umur
dari penderita, serta lokasi fraktur. (1)
Beberapa jenis fraktur yang sering terjadi akibat trauma, cedera maupun disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas, antara lain:
1. Fraktur komplit/tidak komplit
Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal). Fraktur tidak
komplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
2. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup merupakan yang tidak menyebabkan robeknya kulit.(8)
3. Fraktur terbuka
Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai
bagian yang fraktur. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo and Anderson
antara lain, derajat 1 laserasi luka <1cm dengan kerusakan jaringan tidak berarti
dan relatif bersih, derajat 2 laserasi >1cm dengan tidak ada kerusakan jaringan
1
7

hebat atau avulsi atau kontaminasi, derajat 3 luka lebar dan rusak hebat, atau
hilangnya jaringan disekitar disertai kontaminasi hebat.(8)

Beberapa tipe fraktur, antara lain: (1)


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Fraktur transversal
Fraktur spiral atau oblik
Fraktur kominutif: lebih dan 2 fragmen
Fraktur avulsi
Fraktur greenstick
Fraktur epifisis dengan separasi
Fraktur kompresi: pada vertebra
Fraktur impresi: pada tengkorak

3.5. DIAGNOSIS
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri, dan bengkak pada bagian
yang patah, deformitas, nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri,
putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurvaskular. Apabila gejala klasik tersebut ada
maka diagnosis fraktur dapat ditegakan walaupun konfigutasinya belum dapat ditentukan.(7)
Pemeriksaan radiologi untuk menentukan jenis dan kedudukan fragmen fraktur. Foto
rontgen harus memenuhi beberapa syarat diantaranya, letak patahan tulang harus diletakan di
tengah foto dan sinar harus menembus tempat ini secara lurus, dibuat 2 proyeksi foto, foto
mencakup 2 persendian proksimal dan distal. Bila tidak diperoleh kelainan maka foto diulang
setelah satu minggu, retakan akan menjadi nyata karena hiperemia setempat disekitar tulang

1
8

yang retak tampak sebagai dekalsifikasi. Pemeriksaan seperti MRI maupun CT-scan kadang
diperlukan misalnyab pada kasus fraktur vertebra yang disertai gejala neurologis.(7)
3.6. KOMPLIKASI
Komplikasi patah tulang dibagi menjadi komplikasi segera, dini, dan lambat.
Komplikasi segera terjadi pada saat terjadi patah tulang atau segera setelahnya; komplikasi
dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian; dan komplikasi lambat terjadi lama setelah
patah tulang.(7)
Komplikasi segera dan setempat merupakan kerusakan yang langsung yang disebabkan
oleh trauma, selain patah tulang atau dislokasi. Trauma kulit dapat berupa kontusio, abrasi,
laserasi atau luka tembus. Dapat pula terjadi putusnya vaskular akibat trauma tersebut, serta
dapat terjadi syok.(7)
Komplikasi dini dapat berupa nekrosis kulit otot, trombosis, infeksi sendi, osteomielitis,
serta sindrom kompartemen. Komplikasi lama meliputi kegagalan pertautan ( non-union),
salah taut (malunion), terlambat taut (delayed-union), ankilosis, kontraktur, miositis
osifikans, dan berbagai penyakit akibat tirah baring lama karena gangguan mobilisasi.(7)
3.7. PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Tujuan penatalaksanaan fraktur adalah reposisi dan fiksasi. Reposisi, dengan tujuan
mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai
keadaan sempurna seperti semula karena tulang memiliki kemampuan remodeling.
Imobilisasi/fiksasi, dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai
Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstable
serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar. Macam- macam fiksasi diantaranya,
fiksasi eksternal/ OREF (open Reduction External Fixation dan fiksasi internal/ ORIF.
Indikasi OREF diantaranya, fraktur terbuka derajat III, fraktur dengan kerusakan jaringan
lunak yang luas, fraktur dengan gangguan neurovaskuler, fraktur Kominutif, fraktur Pelvis,
fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF, non Union, dan trauma multipel. Indikasi
ORIF diantaranya, Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi,
misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup.
Misalnya fraktur avulsi dan fraktur dislokasi, fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit
dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur
pergelangan kaki, dan fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi, misalnya fraktur femur.(4,6,7,8)
1
9

Pada fraktur dengan dislokasi fragmen patahan minimal atau tidak akan menyebabkan
cacat dikemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi saja, misalkan menggunakan mitela
atau sling, contohnya pada kasus fraktur iga, fraktur klavikula pada anak, fraktur vertebra
dengan kompresi minimal.(7)
Penatalaksanaan awal sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur,
diperlukan, (i) pertolongan pertama, pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan
adalah membersihkan jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih, dan imobilisasi
fraktur pada anggota gerak yang terkena agar pasien merasa nyaman dan mengurangi nyeri
sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat pendarahan dapat dilakukan pertolongan
dengan penekanan setempat. (ii) Penilaian klinis, sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu
dilakukan penilaian klinis, apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh
darah/ saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain. (iii) Resusitasi, kebanyakan pasien
dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi
sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan
lainnya serta obat-obat anti nyeri.

BAB IV
PEMBAHASAN
2
0

Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri pada tungkai bawah kanan dan lengan
bawah kanan serta bengkak, keluhan riwayat kecelakaan lalu lintas tertabrak motor 1,5 jam
SMRS dari sisi kanan juga didapatkan yang mengarah kepada fraktur lengan bawah kanan
dan fraktur tungkai bawah kanan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan edema, nyeri, dan
hambatan gerak pasif maupun aktif pada tungkai bawah kanan dan lengan bawah kanan yang
memperkuat diagnosis fraktur. Luka vulnus laseratum juga didapatkan pada belakang kepala
sebesar 1 x 1 cm yang dikarenakan os terjatuh setelah tertabrak motor. Pada pemeriksaan
thoraks juga didapatkan nyeri saat penekanan daerah costa 5, 6 linea parasternal kanan yang
mengarah pada fraktur costa kanan. Diagnosis tegak setelah foto Rontgen, dimana terlihat
fraktur obliq pada 1/3 proximal os. Ulnaris dextra, fraktur obliq pada 1/3 proksimal os. Tibia
dextra, fraktur obliq pada 1/3 proximal os. Fibula dextra, dan fraktur multipel pada costa 5,6
posterior dextra.
Penatalaksanaan pada fraktur ulna dilakukan reposisi tertutup dengan anastesi umum,
serta imobilisasi dengan gips ( long arm cast) dengan posiis netral, selama 4 - 6 minggu, bila
gagal atau terjadi nonunion dapat di lakukan fiksasi internal. Pada fraktur obliq tibia dan
fibula/ fraktur kruris dapat dilakukan ORIF dikarenakan fraktur ini cenderung membengkok
dan memendek setelah dilakukan reposisi tertutup.(7)

DAFTAR PUSTAKA
2
1

1. Sutarto AS, Abdullah AA, Boer A, Budyatmoko B, Makes D, Ilyas G, Ekayuda I, et


all. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1995. Hal: 31-61
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan
Dasar
2013,
Available
at:
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Riskesdas2013.PD
F
3. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009. p. 325-6;
355-420.
4. Rabaglio M, Sun Z, Price KN, Castiglione-Gertsch M, Hawle H, Thurlimann B,
Mouridsen H, et all. Bone fractures among postmenopausal patients with endocrineresponsive early breast cancer treated with 5 years of letrozole or tamoxifen in the
BIG 1-98 trial. Annals of Oncology 2009; 20: 148998. doi:10.1093/annonc/mdp033
5. Solomon L, et al (eds). Apleys system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London:
Hodder Arnold; 2010.
6. Chapman MW. Chapmans orthopaedic surgery. 3rd ed. Boston: Lippincott
Williams&wilkins; 2001. p 756-804.
7. Sjamsuhidat. R., De Jong., Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi3. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran; 2003.
8. Alderson D, Allen GM, Anderson JR, Armitage NCM, Ashraf S, Back DL, Barton SJ,
et all. Bailey & Loves Short Practice of Surgery. Edisi25. London: Hodder Arnold;
2008. P 354-77

2
2

Anda mungkin juga menyukai