Ketenagakerjaan
Si Pokrol
Pertanyaan
Saya ingin bertanya bagaimana jika sebuah
perusahaan merumahkan karyawannya
akan tetapi perusahaan tersebut menerima
atau merekrut karyawan baru sedangkan
karyawan yang dirumahkan sudah hampir 3
bulan terhitung 18 November 2015 hingga
sekarang dan tidak mendapat uang (upah)
sepeser pun dari perusahaan perbulannya.
Juga tidak kunjung mendapat panggilan
untuk bekerja kembali dan perusahaan
mengupah karyawan jauh di bawah UMK.
Bagaimana status hukumnya? Apakah
perusahaan tersebut melakukan penipuan
atau yang lainnya? Mohon pencerahan dan
jawabannya.
Konsultasi Hukum
dengan Advokat Pilihan
!"#$$$%&'()(*(+&+,-,'&./*(+&01-23),*.()1-(3
4/5)('(&-('1
60+
6$&7/31.&823),*.()1&91(&:+(.
Rp50.000 Rp30.000
Chat Sekarang
Powered by
Intisari Jawaban
Ulasan Lengkap
Artikel di bawah ini adalah
pemutakhiran dari artikel dengan judul
sama yang dibuat oleh Nurul Amalia,
S.H., M.H. dan pertama kali
dipublikasikan pada Rabu, 18 Mei 2016.
Pekerja yang Dirumahkan
Pada dasarnya, baik Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”) maupun Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang
mengubah sebagian ketentuan UU
Ketenagakerjaan tidak mengatur secara
spesifik mengenai pekerja yang
dirumahkan.
Adapun pengaturan mengenai pekerja
yang dirumahkan dapat dirujuk kepada
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No.
SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998 tentang
Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan
ke Arah Pemutusan Hubungan Kerja
(“SE Menaker 5/1998”) dan Surat Edaran
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004
Tahun 2004 tentang Pencegahan
Pemutusan Hubungan Kerja Massal (“SE
Menaker 907/2004”).
Mulai Dari
Rp 149.000
Menurut SE Menaker 907/2004,
pengusaha yang mengalami kesulitan
yang dapat membawa pengaruh
terhadap ketenagakerjaan, harus
melakukan upaya-upaya tertentu
sebelum akhirnya melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja (“PHK”) kepada
karyawan. Salah satu upayanya yaitu
meliburkan atau merumahkan
pekerja/buruh secara bergilir untuk
sementara waktu.[1]
Berdasarkan SE tersebut, maka
pengusaha dimungkinkan merumahkan
pekerja sebagai upaya untuk
menghindari terjadinya PHK.
Namun, rencana merumahkan karyawan
tersebut perlu dibahas terlebih dahulu
dengan serikat pekerja atau wakil pekerja
apabila perusahaan tersebut tidak
memiliki serikat pekerja untuk
mendapatkan kesepakatan secara
bipartit sehingga kemungkinan
terjadinya PHK dapat dicegah.[2]
Status Hukum Pekerja yang
Dirumahkan
Berdasarkan ketentuan di atas, tindakan
merumahkan pekerja ialah upaya
perusahaan yang sedang dalam kondisi
kesulitan untuk mencegah terjadinya
PHK, dalam artian bahwa pekerja
tersebut tetap dipertahankan sebagai
pekerja.
Selain itu, perlu diingat bahwa hubungan
kerja terjadi karena adanya perjanjian
kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh.[3] Adapun perjanjian kerja
baru berakhir apabila terjadi hal-hal
sebagai berikut:[4]
1. Pekerja meninggal dunia;
2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian
kerja;
3. Selesainya suatu pekerjaan tertentu;
4. Adanya putusan pengadilan
dan/atau putusan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap; atau
5. Adanya keadaan atau kejadian
tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.
Lebih lanjut, SE Menaker 5/1998
menegaskan hak pekerja yang
dirumahkan atas upah, dengan
ketentuan sebagai berikut:[5]
1. Pengusaha tetap membayar upah
secara penuh yaitu berupa upah
pokok dan tunjangan tetap selama
pekerja dirumahkan, kecuali telah
diatur lain dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau
kesepakatan kerja bersama.
2. Apabila pengusaha akan membayar
upah pekerja tidak secara penuh
agar dirundingkan dengan pihak
serikat pekerja dan atau para
pekerja mengenai besarnya upah
selama dirumahkan dan lamanya
dirumahkan.
Dengan demikian, apabila tidak diatur
lain dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama, maka Anda sebagai pekerja
yang dirumahkan masih berhak atas
upah.
Untuk itu, kami menyarankan Anda untuk
mengecek kembali isi perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, dan perjanjian
kerja bersama agar Anda dapat
mengetahui secara pasti apa saja hak
Anda selama dirumahkan.
Selain itu, Anda juga dapat menanyakan
kepada serikat pekerja (jika ada) atau
wakil pekerja di perusahaan Anda
mengenai hasil perundingan rencana
perusahaan merumahkan pekerja.
Namun, apabila perusahaan
merumahkan Anda dan tidak membayar
upah Anda tanpa adanya ketentuan
dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama, dan tanpa merundingkannya
dengan Anda, serikat pekerja di
perusahaan, atau perwakilan pekerja,
maka apa yang dilakukan oleh
perusahaan tersebut adalah tidak
berdasar.
Bila Perusahaan Merekrut Karyawan
Baru
Secara hukum, pada dasarnya tidak ada
larangan bagi perusahaan untuk
merekrut karyawan baru selama
perusahaan tersebut memenuhi
kewajiban-kewajiban hukumnya.
Dalam hal ini, Anda perlu mencari tahu
terlebih dahulu apakah karyawan baru
tersebut menempati posisi yang
sebelumnya Anda tempati atau mengisi
posisi lainnya. Hal tersebut penting
mengingat adanya kemungkinan bahwa
perusahaan tersebut merekrut pekerja
baru bukan untuk menggantikan pekerja
yang dirumahkan, akan tetapi untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan
terhadap sumber daya manusia dengan
kualifikasi tertentu yang belum dimiliki
perusahaan.
Bila ternyata perusahaan merekrut
pekerja baru untuk menggantikan Anda,
sebaiknya Anda segera menanyakan
kepada perusahaan perihal
keberlangsungan status Anda sebagai
pekerja serta meminta kepastian kapan
Anda akan dipekerjakan kembali.
Larangan Pengusaha Membayar Upah
di bawah Upah Minimum
Upah minimum kabupaten/kota (“UMK”)
yang Anda singgung dalam pertanyaan
merupakan upah minimum yang berlaku
di dalam wilayah 1 kabupaten/kota.[6]
Pada dasarnya, pengusaha dilarang
membayar upah lebih rendah dari upah
minimum.[7] Pengusaha wajib membayar
upah kepada pekerja sesuai dengan
kesepakatan yang tidak boleh lebih
rendah dari jumlah yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan.[8]
Bagi yang melanggar ketentuan tersebut
diancam dengan sanksi pidana penjara
minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun
dan/atau denda minimal Rp100 juta dan
maksimal Rp400 juta.[9]
Sebagai catatan, UU Cipta Kerja
mengatur pengecualian terhadap
kewajiban membayarkan upah minimum
tersebut untuk usaha mikro dan kecil.
Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai
pengecualian tersebut dapat Anda simak
dalam artikel UU Cipta Kerja Terbit,
Masih Adakah Penangguhan
Pembayaran Upah Minimum?.
Langkah Hukum Apabila Upah Tidak
Dibayar Sesuai Ketentuan
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda
mengenai status hukum dari tindakan
perusahaan, menurut hemat kami
terdapat indikasi bahwa perusahaan Anda
telah melanggar hukum dengan tidak
memberikah hak-hak Anda sebagaimana
mestinya.
Terhadap upah yang tidak dibayar sesuai
ketentuan yang berlaku, baik karena
pengusaha membayar upah di bawah
UMK maupun karena perusahaan tidak
membayar upah yang harusnya tetap
dibayarkan selama pekerja dirumahkan,
Anda dapat memperjuangkah hak Anda
melalui mekanisme penyelesaian
perselisihan hubungan industrial
sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (“UU 2/2004”).
Permasalahan yang Anda hadapi dapat
dikatergorikan sebagai perselisihan hak,
yaitu perselisihan yang timbul karena
tidak dipenuhinya hak, akibat adanya
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran
terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama,[10] yaitu perselisihan
mengenai hak normatif, yang sudah
ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama, atau peraturan perundang-
undangan.[11]
Lebih lengkapnya mengenai upaya
penyelesaian perselisihan hak dapat Anda
simak dalam artikel Langkah Hukum
Jika Upah Dibawah Standar Minimum.
Selain itu, Anda juga dapat mengajukan
permohonan PHK akibat pengusaha
tidak membayar upah tepat pada waktu
yang telah ditentukan selama 3 bulan
berturut-turut atau lebih, meskipun
pengusaha membayar upah secara tepat
waktu sesudah itu.[12]
Apabila nantinya terjadi PHK, pengusaha
wajib membayar kepada Anda uang
pesangon dan/atau uang penghargaan
masa kerja dan uang penggantian hak
yang seharusnya diterima.[13] Penjelasan
selengkapnya mengenai hak-hak
tersebut telah dijelaskan dalam artikel
Begini Cara Menghitung Pesangon
Menurut UU Cipta Kerja.
Seluruh informasi hukum yang ada di
Klinik hukumonline.com disiapkan
semata – mata untuk tujuan pendidikan
dan bersifat umum (lihat Pernyataan
Penyangkalan selengkapnya). Untuk
mendapatkan nasihat hukum spesifik
terhadap kasus Anda, konsultasikan
langsung dengan Konsultan Mitra
Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga
bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial;
3. Undang-Undang Nomor 11 tahun
2020 tentang Cipta Kerja;
4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah
Minimum;
5. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja
Nomor SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998
tentang Upah Pekerja yang
Dirumahkan Bukan ke Arah
Pemutusan Hubungan Kerja;
6. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor SE-
907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 Tahun
2004 tentang Pencegahan
Pemutusan Hubungan Kerja Massal.
Tags:
#perusahaan #upah
$ Kirim Pertanyaan
Baca Disclaimer
Atau
% Chat Sekarang
Klinik Terbaru
Tips Hukum
Pemindahan Kepemilikan
Perusahaan (Akuisisi) oleh
Pemegang Saham
Konsultasi Hukum
dengan Advokat Pilihan
!"#$$$%&'()(*(+&+,-,'&./*(+&01-23),*.()1-(3
4/5)('(&-('1
60+
6$&7/31.&823),*.()1&91(&:+(.
Rp50.000 Rp30.000
Chat Sekarang
Powered by
Klinik Terkait
Berita Terkait
27
Shares