Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

LUKA BAKAR API GRADE IIA-IIB 16%


REGIO THORACAL ET ABDOMINAL POSTERIOR

Pembimbing :
dr. Syafridawati

Disusun Oleh :
dr. Suci Fahlevi Masri

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEC. MANDAU


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2018

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 3


BAB II STATUS PASIEN ................................................................................... 4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi Kulit ..................................................................... 9
Klasifikasi ................................................................................................ 11
Epidemiologi ............................................................................................ 16
Patofisiologi ............................................................................................. 16
Penegakan diagnosis ................................................................................ 13
Tatalaksana ............................................................................................... 19
Komplikasi ............................................................................................... 25
Prognosis ................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27

2
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar atau combusio merupakan suatu bentuk kerusakan dan


kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi
seperti kobaran api di tubuh (flame), jilitan api ke tubuh (flash), terkena air panas
(scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat serangan listrik, akibat bahan-
bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat rendah. Di
Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan
rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih
dan terampil.
Kasus luka bakar yang memerlukan perawatan terjadi pada pasien 500.000
per tahun di Amerika Serikat, 46% adalah luka bakar akibat api. Jumlah luka bakar
serius menurun di Amerika Serikat karena peningkatan pencegahan seperti detektor
asap, regulasi suhu air dan berhenti merokok. Namun masih ada sekitar 3500
kematian dari kebakaran area permukiman setiap tahun. Sekitar 75% dari kematian
tersebut terjadi di tempat kecelakaan atau selama transportasi awal. Kematian yang
terkait dengan luka bakar adalah terkait dengan usia pasien, persentase dari
permukaan tubuh yang terbakar, dan adanya atau tidak adanya trauma inhalasi asap.
Pasien dengan luka bakar yang mencakup lebih dari 40% dari permukaan tubuh dan
cedera inhalasi asap, diperkirakan memiliki resiko kematian dari 33%. Pasien luka
bakar yang selamat akan mendapat jaringan parut, infeksi, kehilangan tulang dan
massa otot, penyembuhan luka yang buruk, ketidakseimbangan hormon dan
kegagalan fungsi paru-paru, hati atau ginjal. Kehilangan jaringan kulit menyebabkan
regulasi panas dan penyembuhan luka menjadi lebih sulit,. Luka bakar kecil juga
menyebabkan morbiditas yang signifikan, seperti hilangnya fungsi tangan atau
kecacatan pada wajah. Pasien juga sering mengalami masalah sequel psikologis
termasuk post-traumatic stress disorder (PTSD) dan depresi.

3
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. BEP
No RM : 1343XX
Umur : 43 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Alamat : Jln. Sumber Sari
Masuk RS : 15 Mei 2018 pkl. 20.30 WIB

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis / Alloanamnesis
Keluhan Utama
Terkena ledakan mesin pemotong rumput ± 5 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien terkena ledakan mesin pemotong rumput ± 5 jam SMRS. Mesin
rumput tersebut digendong di punggug pasien. Tiba-tiba selang pemotong
rumput tersebut terlepas dan mesin pemotong rumput tersebut meledak
mengeluarkan api. Pasien mengaku kurang dari 3 menit mesin pemotong rumput
tersebut tersebut lepas dari punggungnya. Pingsan (-), nyeri kepala (-), sesak (-)
mual (-), muntah (-). Setelah kejadian pasien langsung di bawa ke bidan terdekat
dan mendapat terapi salep burnazin pada luka bakar tersebut.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Sakit serupa sebelumnya (-)
 Riwayat alergi makanan atau obat (-)

4
 Riwayat asma bronkhial (-)
 Riwayat Hipertensi (+) tidak rutin minum obat
 Riwayat Diabetes Mellitus (-)

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama

Riwayat Kebiasaan
Pasien sering merokok ketika membabat rumput dengan menggunakan mesin
pemotong rumput.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Kompos mentis, GCS : E4M6V5
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Vital Sign :
 Tekanan darah : 150/90 mmHg
 Frekuensi nadi : 80x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
 Frekuensi napas : 24x/menit
 Suhu : 36,20 C
 Berat badan : 80 kg
Status Generalisata:
 Mata : Konjuntiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isiokor, RC +/+
 Bibir : sianosis (-), bibir kering (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-)
 Paru
- Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan = kiri
- Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi: vesikuler seluruh lapangan paru, wheezing (-/-), ronki (-/-)

5
 Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas-batas jantung
Dextra : RIC V linea parasternalis dekstra
Sinistra : RIC V 2 jari medial LMCS
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : perut tampak datar, venektasi (-), scar (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
 Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT < 2 detik
- Pitting oedem (-/-)
 Status Lokalis
Regio thoracal et abdominal posterior:
- Inspeksi : Tampak luka bakar grade II A-II B 16%, hiperemis (+),
oedem (-), bulla (-)
- Palpasi : Nyeri tekan

6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium
Darah rutin
 Hb : 14,8 gr/dl
 Ht : 44,3%
 Leukosit : 8.870/ul
 Hitung jenis
- Basofil : 0
- Eosinofil : 10
- Neutrofil : 60
- Limfosit : 24
- Monosit : 6
 Trombosit : 231.000 /ul
 GDS : 105 mg/dL
 Ureum : 21,6 mg/dL
 Creatinin : 0,69 mg/dL
E. DIAGNOSIS
Luka bakar api grade IIA-IIB 16% regio thoracal et abdominal posterior

F. PENATALAKSANAAN
Non farmakologis
 Oksigen nasal canul 3 L/m
 Posisi pasien dimiringkan
 Wound toilet dengan mengguankan cairan Nacl 0,9%

Farmakologis
Terapi IGD
 IVFD RL loading 8 jam pertama : 2.560 ml, 16 jam berikutnya 2.560 ml
 Inj. Ketorolac 1 amp

7
 Inj. ATS 1 amp
 Inj. Ranitidin 1 amp

Terapi dr. Sp.M


 Pasien rawat inap
 IVFD RL loading sesuai dengan rumus baxter luka bakar, selanjutnya 20 tpm
 Drip Tramadol 1 amp dalam RL 20 tpm
 Inj. Cefotaxim 2 x 1 gr
 Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
 Tutup luka dengan sufratule dan kassa
 GV/ rawat luka per hari
 Rencana Debridement

G. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

H. Follow up
Pasien dirawat selama 8 hari dengan kondisi yang stabil. Dan dilakukan
debridement pada tanggal 19 Mei 2018. Pasien dipulangkan dengan kondisi
yang sudah baik dan tidak ada nyeri pada tanggal 23 Mei 2018. Di jadwalkan
kontrol ke poli bedah pada tanggal 30 Mei 2018.

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
peranan dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari
tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa
sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya
kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan
jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus
dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada
telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara
embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Kulit sangat kompleks, elastis, dan
sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung
pada lokasi tubuh.
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh
sel-sel epitel. Sel –sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit
(sel terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan sel
Langerhans. Epidermis terdiri dari lima lapisan yang paling dalam yaitu
stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan
stratum corneum.
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh
darah dan pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas
kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari
dua lapisan yaitu lapisan papillaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari
dermis adalah lapisan retikularis.

9
Anatomi kulit

Fungsi kulit adalah sebagai berikut :


1) Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, misalnya
zat-zat kimiawi terutama yang bersifat iritan, misalnya lisol, karbol, asam,
dan alkali. Gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar
ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
2) Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,
begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap
air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel menembus sel-sel
epidermis atau melalui muara saluran kelenjar.
3) Fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi
atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat, dan
amonia. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan ini selalu
meminyaki kulit jua menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit
tidak menjadi kering.
10
4) Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis
dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan–badan
ruffinidermis dan sukutis.
5) Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini
dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah
kulit.
6) Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak
di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrit. Sedangkan ke lapisan kulit di
bawahnya dibawa oleh sel melanofag.
7) Fungsi Kreatinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai sel utama yaitu
keratinosit, sel langerhans, melanosis.
8) Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.

II. Klasifikasi
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar.
I. Berdasarkan kedalamannya.
1. Luka bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis.
Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis,
nyeri, hangat pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat
ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit
terpapar oleh sinar matahari terlalu lama, atau tersiram air panas. Proses
penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak
menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya bertujuan agar pasien
merasa nayaman dengan mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa
gel lidah buaya.
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)

11
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya
mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan
dermis, luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness
burns atau luka bakar derajat II A. Luka bakar derajat II A ini tampak
eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi cairan
eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingya
meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis yang tersisa
pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar keringat dalam 7-14 hari
secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki
sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama.
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular
dermis (deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep
partial thickeness burns atau luka bakar derajat II B. Luka bakar derajat
II B ini tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri jika ditusuk degan jarum
(pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi
dari folikel rambut, keratinosit dan kelenjar keringat, seringkali parut
muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.
3. Luka bakar derajat III (full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis
sampai ke lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan skar yang
keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam, putih, atau merah ceri. Tidak ada
sisa epidermis maupun dermis sehingga luka harus sembuh dengan
reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns memerlukan eksisi
dengan skin grafting.
4. Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah
kulit seperti otot dan tulang.

12
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman

II. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.


Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas
permukaan tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung
secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari Walles.
Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-
anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai
modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu ditekankan pada
umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

13
Wallence Rule of Nines

Lund and Browder

14
Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body
surface area affected by burns in children.

III. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association:
1. Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derajat II < 5%
b. Luka bakar derajat II 10% pada anak
c. Luka bakar derajat II < 2%
2. Luka Bakar Sedang
a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 10%
3. Luka Bakar Berat
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak

15
c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan
genitalia/perineum.
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

III. Epidemiologi
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka
morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan
tempat kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan
raya, 5% di rekreasi atau olahraga 10% dan lain-lain. Menurut surat kabar
Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada Simposium Indonesia Burn and
Wound Care Meeting yang diselengarakan Universitas Padjadjaran di
Bandung dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan unit luka bakar RSCM
Januari 1998 - Mei 2001 menunjukkan bahwa 60% karena kecelakaan rumah
tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab
lain. Dan angka kematian akibat luka bakar pun di Indonesia masih tinggi,
sekitar 40%, terutama diakibatkan luka bakar berat.

IV. Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meningkat. Sel darah yang ada di dalamnya ikut mengalami destruksi,
sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan
oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan akibat evaporasi yang berlebihan, masuknya
cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran
cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan

16
terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat,
dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan
produksi urin berkurang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal
terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas
yang terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan
hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara
serak dan dahak bewarna gelap. Dapat juga keracunan gas CO dan gas
beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat
sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan
ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan
yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO,
penderita dapat meninggal. Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai
membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke
pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis.

Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu:
a. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber
panas dan terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel
disebabkan oleh koagulasi constituent proteins.
b. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini
mengalami kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit sehingga
penurunan perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas kapiler
(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung
selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berkakhir dengan nekrosis
jaringan.

17
c. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi,
jaringannya masih viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini kecuali
jika terjadi sepsi berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.

Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap


resusitasi adekuat dan inadekuat.

Respon Sistemik
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat
terjadinya luka bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30%
luas permukaan tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai efek
sistemik tersebut berupa:
a. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial.
Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah perifer. Kontratilitas miokardium
menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor-α (TNF-α). Perubahan
ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan hipotensi
sistemik dan hipoperfusi organ.

18
b. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan
pada luka bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome
(RDS).
c. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali
lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic
menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk
menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan.
d. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi
sistem imun humoral dan seluler.
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel
akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi
dan berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi
jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi makro menjadi
berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (sirkulasi mikro) sebagai
end-point dari prosedur resusitasi.

V. Tatalaksana
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar
di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya
adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan
memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau menempel
pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiriamkan ke atas
luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air dingin tidak dapat
diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.
2. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada
luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan

19
sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum
dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan menggunakan face mask.
Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas
pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan broncoalveolar lavage.
Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan karena dianggap terlalu agresif
dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi
dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu
lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi.
Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa
endotracheal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik
disaluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada
proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah
dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan
distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu,
pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial
dan foto thorax.
3. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
a. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
b. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
c. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin
survival seluruh sel
d. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.

Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan


hipertonik dan koloid:

20
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah
Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya
dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada
keadaan normal, cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang intravaskular
karena cairan ini banyak keluar ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer
Laktat (RL) akan meningkatkan volume intravaskuer 300 ml.
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan
garam hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%, 3%,
5%, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler
sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke ekstraseluler. Larutan
garam hipertonik meningkatkan volume intravaskuler melalui mekanisme
penarikan cairan dari intraseluler.
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan
Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi
membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan didalam
ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke ruang interstisium.
Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang ada. HES dapat
memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah interseluler
pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan
protein. Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek
antiinflamasi dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh
endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti
inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS.

21
I. Dasar pemilihan Cairan
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan
adalah efek hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan
permeabilitas kapiler, oksigen, PH buffering, efek hemostasis, modulasi
respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi praktis dan efisien. Jenis
cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih
menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang berpendapat bahwa
kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan untuk tujuan
resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Pada kasus luka bakar, terjadi
kehilangan ciran di kompartemen interstisial secara masif dan bermakna
sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian
cairan kristaloid.
II. Penentuan jumlah cairan
Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan
tiga sampai empat kali jumlah defisit intravaskuler.

Rumus Baxter:
Pada dewasa:
Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar

Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%

Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16


jam berikutnya.

Pada anak:
Hari I:
RL: dex 5% = 17:3
(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal

22
Kebutuhan Faal:
<1 thn = kgBB X 100cc
1 – 5 thn = kgBB X 75cc
5-15 thn = kgBB X 50cc

Hari II: sesuai kebutuhan faal

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah


1% dari kebutuhan. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat
dilihat dari produksi urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada
anak 1,0-1,5 cc/kg/jam.
4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,
mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi
debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi),
pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal. Tujuan
perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya proses
reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur
dan untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin
untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini
dilakukan setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan yang
cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan
untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis
diatasnya.
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada
luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab
pengerutan keropeng (eskar) dan pembengkakan yang terus berlangsung
dapat mengakibatkan penjepitan (compartment syndrome) yang
membahayakan sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan nekrosis
(mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri

23
kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-
ujung distal. Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan
memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan
pasien atau dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka
dibalut dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap.
Perawatan luka tertutup dengan occlusive dressing untuk mencegah
penguapan berlebihan. Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan
kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi drainage dan
epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi
pada luka.
5. Eksisi dan graft
Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan
spontan tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan
menjadi fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini
dilakukan sebagian besar ahli bedah karena memiliki lebih banyak
keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah dilakukan eksisi, luka
harus ditutup melalui skin graft (pencakokan kulit) dengan menggunakan
biological dressing.
6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai
profilaksis infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam 1-3 hari
pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak
diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan
adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan
xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak
stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri.
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbnagan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak
2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.

24
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau
perlu sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai. Penderita
luka bakar luas harus dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan
dapat dilihat dari diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga
adalah sirkulasi normal atau tidak dengan menilai produksi urin,analisa gas
darah, elektrolit, hemoglobin dan hematokrit.

VI. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada luka bakar dibagi menjadi dua,
yaitu komplikasi saat perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang
berhubungan dengan eksisi dan grafting. Kompilkasi yang dapat terjadi pada
masa akut adalah SIRS, sepsis dan MODS. Selain itu komplikasi pada
gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan
perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat
terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss
merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh
hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar,
dapat terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik,
keloid dan kontraktur. Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan
menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi memerlukan program
fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah.

VII. Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi,
dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat
sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat
sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut.

25
Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus,
pembedahan dapat diperlukan untuk membuang jaringan parut.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. EGC. Jakarta. p. 66-88.
2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam :
Surabaya Plastic Surgery.
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p. 118-129.
4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p. 245-259.
5. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal.
November 2006
6. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s
Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
7. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter 19.
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2007.
8. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,
editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2005. h. 73-5.
9. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
10. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar
TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery.
8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.

27

Anda mungkin juga menyukai