Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAAN REFARAT BESAR

UNIVERSITAS HASANUDDIN NOVEMBER 2015

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

VARICELLA

DISUSUN OLEH:

KEMAL TAUFIK AZIS C111 11 903

RAFIKA ALIFYANA HERI C111 11 814

PEMBIMBING:

dr. ARIE RAKHMINI

SUPERVISOR:

dr. IRMA HELINA, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2015
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

1. KEMAL TAUFIK AZIS C11111903


2. RAFIKA ALIFYANA HERI C11111814

Judul Referat : Diagnosis dan Penatalaksanaan VARICELLA

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, November 2015

Supervisor Pembimbing

dr. IRMA HELINA , Sp.KK dr. ARIE RAKHMINI


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................2

II.1 DEFINISI.........................................................................................2

II.2 EPIDEMIOLOGI..............................................................................2

II.3 ETIOLOGI.......................................................................................3

II.4 PATOGENESIS...............................................................................4

II.5 MANIFESTASI KLINIS....................................................................5

II.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................7

II.7 DIAGNOSIS....................................................................................8

II.8 DIAGNOSIS BANDING...................................................................9

II.9 PENATALAKSANAAN..................................................................11

II.10 KOMPLIKASI...............................................................................13

II.11 PROGNOSIS...............................................................................14

II.12 EDUKASI....................................................................................15

BAB III KESIMPULAN................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia dan negara tropis lainnya, morbiditas varicella masih tinggi,
terutama pada masa anak dan dewasa muda (pubertas). Sejak lama disepakati
bahwa varicella dapat sembuh sendiri (swasirna). Namun, varicella termasuk
penyakit yang kontagius (menular) dan penularan terjadi dengan cepat secara
airborn infection, terutama pada orang serumah dan pada orang dengan
imunokompremais. Pada orang imunokompremais (misalnya pasien dengan HIV)
dan kelompok tertentu (ibu hamil, neonatus) biasanya gejalanya lebih berat dan
mudah mengalami komplikasi.1,2,3,4,5,6,7
Pada sebagian besar anak-anak, infeksi VVZ adalah penyakit ringan dan
sembuh sendiri tapi bila terjadi komplikasi akan membutuhkan rawat inap dan
kematian dapat terjadi.1,2,3 Komplikasi serius termasuk keterlibatan sistem saraf
pusat, pneumonia, infeksi sekunder akibat invasi bakteri bahkan kematian. Infeksi
primer pada orang dewasa jarang terjadi namun memiliki tingkat komplikasi yang
lebih tinggi, dengan pneumonia yang paling umum.2,4 Pneumonia akibat VVZ
sering membutuhkan ventilasi mekanis dan angka kematian sekitar 10%-30%
meskipun telah diberikan terapi antivirus yang tepat.2
Varicella (cacar air) dan herpes zoster (cacar api) memiliki gejala klinis
yang berbeda yang disebabkan oleh famili virus herpes yang sama. Varicella
merupakan kelainan kulit exanthem akut yang sangat menular dan paling sering
terjadi pada masa kanak-kanak, yang merupakan akibat dari infeksi VVZ primer
pada individu yang rentan.3
Berbagai jenis obat antivirus berguna menghambat replikasi virus
varicella-zoster, misalnya asiklovir, valasiklovir, famsiklovir, dan foskarnet.1,3
Imunisasi vaksin varicella di rekomendasikan untuk imunisasi pada anak,
pencegahan terjadinya komplikasi/varicella berat mencapai 100% bahkan ketika
vaksin baru diberikan 36 jam setelah eksposur.8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi

Infeksi akut primer oleh virus varicella-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, manifestasi klinis didahului gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf,
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.1,3

VVZ adalah alphaherpesvirus manusia yang terkait erat dengan virus


herpes simpleks 1 (HSV1) dan virus herpes simpleks 2 (HSV2). VVZ adalah
penyebab penyakit varicella zoster (cacar air) sebagai infeksi primer dan menetap
di ganglia sensoris. Reaktivasi VVZ akan menghasilkan sindrom klinis yang
disebut sebagai herpes zoster (HZ, shingles). VVZ merupakan pathogen yang
sangat menular, dan biasanya diperoleh melalui inhalasi virus.2,9

Varicella adalah penyakit umum yang disebabkan oleh virus varicella


zoster (VVZ), yang biasanya menyerang anak-anak usia 2-8 tahun.3,4,8 Setelah
infeksi primer, VVZ memiliki kemampuan untuk bertahan sebagai infeksi laten di
ganglia saraf sensorik.4,5 Faktor yang terkait dengan reaktivasi VVZ antara lain
penuaan dan imunosupresi. VVZ mengalami reaktivasi dan berkembang menjadi
Herper Zoster sebagai akibat dari penurunan CMI (Cell Mediated Imunity) pada
usia lanjut atau faktor penekan kekebalan lainnya.4
II.2 Epidemiologi

Varicella tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak (90%),


tetapi dapat juga menyerang orang dewasa (2%), sisanya menyerang kelompok
tertentu. Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularannya kurang lebih 7
hari dihitung mulai timbulnya gejala kulit.1,3
Berbeda dengan varicella, meskipun virusnya sama, herpes zoster jarang
(hanya 3%) mengenai anak-anak. Morbiditas meningkat seiring bertambahnya
usia. Bila ditemukan herpes zoster pada anak, sebaiknya dicurigai kemungkinan
pasien tersebut imunokompremais.1,3

Varicella terjadi di seluruh dunia, infeksi lebih sering terjadi pada usia
yang lebih muda di daerah beriklim sedang dibandingkan dengan daerah tropis.
Kasus lebih sering ditemukan terjadi pada musim dingin dan musim semi. Di
daerah kota, epidemi terjadi pada interval yang tidak teratur. Infeksi subklinis
dapat terjadi. Diperkirakan bahwa pada populasi yang tidak di vaksin, sekitar 15
kasus per 1000 orang terjadi per tahun, dengan lebih dari setengah sebelum usia 5
tahun dan 85% sebelum usia pubertas. Hal ini menyebabkan pemeriksaan serologi
positif sekitar 95% dari orang dewasa muda dengan tingkat sedikit lebih rendah di
daerah tropis.3,9
II.3 Etiologi

Penyebab varicella adalah virus varicella-zoster (VVZ). Penamaan


tersebut memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan
penyakit varicella, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster.1,2,3,9 VVZ
merupakan anggota family herpes virus. Virion VVZ berbentuk bulat, berdiameter
150-200 nm, DNA terletak di antara nukleokapsid, dan dikelilingi oleh selaput
membran luar dengan sedikitnya terdapat tiga tonjolan keluar glikoprotein mayor.
Glikoprotein ini yang merupakan target imunitas humoral dan seluler.1

HUMAN HERPES VIRUS DAN KLASIFIKASI


T a b e l 1
Human herpesvirus Klasifikasi
Herpes simplex virus type 1 (HSV-1) (HHV-1) Alphaherpesvirinae
Herpes simplex virus type 2 (HSV-2) (HHV-2) Alphaherpesvirinae
Varicella–zoster virus (VVZ) (HHV-3) Alphaherpesvirinae
Epstein–Barr virus (EBV) (HHV-4) Gammaherpesvirinae
Cytomegalovirus (CMV) (HHV-5) Betaherpesvirinae
Human herpesvirus 6 (HHV-6) Betaherpesvirinae
Human herpesvirus 7 (HHV-7) Betaherpesvirinae
Human herpesvirus 8 (HHV-8) Gammaherpesvirinae
10
Jenis Human Herpes Virus dan Klasifikasinya.
II.4 Patogenesis
VVZ masuk ke dalam tubuh melalui mukosa saluran nafas atas dan
orofaring. Virus bermultiplikasi di tempat masuk (port d’entry), menyebar melalui
pembuluh darah dan limfe, mengakibatkan viremia primer. Tubuh mencoba
mengeliminasi virus terutama melalui sistem pertahanan tubuh non spesifik, dan
imunitas spesifik terhadap VVZ. Apabila pertahanan tubuh tersebut gagal
mengeliminasi virus terjadi viremia sekunder kurang lebih dua minggu setelah
infeksi. Viremia ini ditandai oleh timbulnya erupsi varicella, terutama dibagian
sentral tubuh dan dibagian perifer lebih ringan. Pemahaman baru menyatakan
bahwa erupsi kulit sudah dapat terjadi setelah viremia primer. Setelah erupsi kulit
dan mukosa, virus masuk ke ujung saraf sensorik kemudian menjadi laten di
ganglion dorsalis posterior. Pada suatu saat, bila terjadi reaktivasi VVZ, dapat
terjadi manifestasi herpes zoster, sesuai dermatom yang terkena.1,3,4,5

Masa inkubasi virus varicella 10 – 21 hari (biasanya 14 - 15 hari).


Penyebaran adalah melalui kontak langsung dengan lesi dan melalui rute
pernapasan, dengan replikasi virus awal dalam nasofaring dan conjunctiva. Pada
viremia primer antara hari 4 dan 6 terjadi pada organ hati, limpa, paru-paru. Pada
viremia sekunder yang terjadi pada hari 11-20, terjadi infeksi pada epidermis dan
penampilan dari lesi kulit yang khas. Individu dapat menularkan virus selama
setidaknya 4 hari sebelum dan 5 hari setelah penampilan lesi tersebut. Gejala
seperti demam, malaise, dan sakit kepala biasanya hadir tapi sedikit.5,8,9

Pasien menularkan virus kepada orang lain dari sekitar 2 hari sebelum
sampai 5 hari setelah timbulnya ruam. Gelembung cairan mengandung sejumlah
besar virus. Sedangkan gelembung yang sudah kering tidak lagi mngandung virus
dan tidak akan menular ke orang lain.3,9

Cell-mediated immunity (CMI) penting dalam perlindungan dan


pengendalian infeksi. Jika infeksi primer terjadi saat CMI terganggu, seperti pada
pasien transplantasi organ, varicella bisa berat dan kadang-kadang fatal. Pada
pasien dengan gangguan imunitas, kejadian dan keparahannya dapat meningkat,
dan sering dipersulit oleh penyakit kulit lain yang juga diderita pasien dan
keterlibatan sistemik, seperti pneumonia, hepatitis atau ensefalitis.4,6,9

II.5 Manifestasi Klinis


 Gejala Prodromal Varicella
Pada anak-anak gejala prodromal jarang terjadi. Pada anak-anak yang
lebih tua dan orang dewasa, ruam seringkali didahului dengan 2-3 hari demam,
menggigil, malaise, sakit kepala, anoreksia, nyeri pinggang.1,3,5,7,9 Beberapa kasus
dapat nyeri tenggorokan dan batuk kering.3
 Ruam pada Varicella
Penyebaran terutama di daerah badan, kemudian menyebar secara
sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir, mulut,
dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran
kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.1,9
Manifestasi klinis mencolok dari lesi varicella adalah perkembangannya
yang cepat, kurang lebih 12 jam, dari makula, papula, vesikel, pustula, dan krusta.
Vesikel khas varicella adalah ukuran 2-3 mm dan elips, dengan sumbu panjang
sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel dini memiliki ciri dangkal dan berdinding
tipis, dan dikelilingi oleh daerah eritema yang tidak teratur, yang memberikan lesi
penampilan "embun di kelopak bunga mawar". cairan vesikel segera menjadi
keruh dengan masuknya sel-sel inflamasi, yang mengkonversi vesikel menjadi
papul. Lesi kemudian mengering, dimulai dari tengah, pertama memproduksi
pustule umbilikasi dan kemudian krusta. Krusta lepas spontan 1-3 minggu,
meninggalkan cekungan berwarna merah muda dan dangkal yang berangsur-
angsur hilang. Jaringan parut jarang ditemukan kecuali bila terjadi trauma pada
lesi atau terinfeksi dengan bakteri. Penyembuhan lesi dapat meninggalkan bercak
hipopigmentasi yang bertahan selama beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Vesikel juga berkembang di selaput lendir mulut, hidung, faring, laring, trakea,
saluran pencernaan, saluran kemih, dan vagina.1,3,5,6,8,9
Gambar 1 : Varicella A. Gambaran lesi, yaitu papula eritematosa, vesikel
("embun di kelopak mawar"), krusta, dan erosi hingga ekskoriasi, terlihat pada
anak dengan varicella tipikal. B. Perlusasan dari lesi, termasuk beberapa pustul
yang besar, terlihat pada perempuan umur 21 tahun.3

II.6 Pemeriksaan penunjang


 Tzanck smear: Sitologi Pap (Tzanck smear) adalah alat untuk diagnosis
cepat. Tes tidak membedakan herpes simpleks dari varicella. Mengikis
dasar lesi awal dengan hematoxylin-eosin dan, Giemsa, Wright, toluidin
biru. Sel raksasa berinti banyak dan sel epitel yang mengandung
eosinophilic intranuclear inclusion body.3,5
 Pengujian serologi: Nilai utama dari pengujian serologis adalah penilaian
status kekebalan pasien immunocompromised, seperti anak-anak dengan
penyakit neoplastik, yang berada di risiko pengembangan penyakit berat
dengan infeksi VVZ. Pada varicella, antibodi IgG, IgM dan IgA muncul 2-
5 hari setelah timbulnya ruam, dan puncaknya pada minggu kedua dan
minggu ketiga.9 Kehadiran IgM antibodi atau kenaikan empat kali lipat
dibandingkan serum IgG titer menunjukkan infeksi baru.5,6 Kehadiran IgG
menunjukkan paparan masa lalu dan kekebalan. 5 Varicella-zoster IgM
spesifik dapat terdeteksi dini 1-2 hari sebelum munculnya ruam, meskipun
tidak adanya antibodi tidak mengesampingkan diagnosis. Antibodi IgG
muncul segera setelah respon IgM dan bertahan sepanjang masa.7
 Kultur : Pada kasus yang diragukan, virus dapat dibiakkan dari cairan
vesikel.5,6 VVZ dapat diisolasi dan diperbanyak secara in vitro dalam kultur
monolayer yang berasal dari berbagai macam sel manusia. Replikasi virus
dalam kultur sel ditandai oleh bentuk dari eosinophilic intranuclear
inclusion body dan sel raksasa berinti banyak.3

II.7 Diagnosis
Diagnosis varicella di tegakkan berdasarkan anamnesis, gejala prodromal,
rasa gatal, dan manifestasi klinis sesuai tempat predileksi dan morfologi yang
khas pada varicella.1,3 Varicella umumnya didiagnosis secara klinis karena
karakteristik ruam vesikuler dan distribusinya, serta melalui informasi
epidemiologi seperti riwayat paparan dan tidak menderita varicella sebelumnya.4,6

II.8 Diagnosis Banding

Varicella dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit, antara lain harus
dibedakan dengan variola. Pada variola, penyakit lebih berat , memberi gambaran
lesi monomorf dan penyebarannya sentripetal di mulai dari bagian akral tubuh,
yaitu di telapak tangan dan telapak kaki, baru ke badan.1
Bedakan juga dengan herpes zoster, pada herpes zoster lesi monomorf,
nyeri, biasanya unilateral. Pada herpes zoster juga sama-sama biasanya didahului
oleh fase prodromal, setelah fase prodromal sering disertai dengan rasa nyeri,
perubahan pada kulit terjadi pada setengah bagian badan (unilateral) dan
berbentuk garis berkaitan dengan daerah dermatom dengan lesi berupa gelembung
kecil yang berkelompok di atas dasar eritematosa. Dapat terjadi perkembangan
yang berat meliputi keterlibatan mata(zoster trigeminus I), mukosa mulut (zoster
trigeminus II, III) . telinga bagian dalam (zoster oticus).1,3,5,6,7,9
Pada dermatitis herpetiform biasanya simetris terdiri dari papula vesikuler
yang eritematous serta ada riwayat penyakit kronis, dan sembuh dengan
meninggalkan pigmentasi.9 Pada impetigo, lesi pertama adalah vesikel yang cepat
menjadi pustule dan krustosa,distribusi lesi terletak dimana saja,tidak menyerang
mukosa.9 Pada sifilis sekunder, tampak ruam yang tidak gatal, berwarna merah
tembaga, dan lesi biasanya simetris.1,9

Gambar 2 : Lesi pustular variola dengan karakteristik lesi terbanyak pada


wajah dan ekstremitas.3

Gambar 3 : Herpes zoster pada badan 9


Gambar 4 : Dermatitis herpetikum 9

Gambar 5 : Streptococcal (group A) Impetigo non bullosa.9


Gambar 6 : khas papula merah tembaga di sifilis sekunder 9

II.9 Penatalaksanaan

Pengobatan bersifat simtomatik dengan anti piretik dan analgesic, untuk


menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedative atau antihistamin yang
mempunyai efek sedative. Antipiretik antara lain parasetamol, hindari salisilat
atau aspirin karena dapat menimbulkan sindrom Reye.1,8
Indikasi pemberian antivirus adalah bila sebelumnya telah ada anggota
keluarga serumah yang menderita varicella, atau pada pasien
immunokompremais, antara lain pasien dengan keganasan, infeksi HIV/AIDS,
atau yang sedang mendapat pengobatan imunosupresan, misalnya kortikosteroid
jangka panjang, atau sitostatik dan pada kehamilan.1,8
Pada varicella , antivirus tidak diberikan secara rutin karena sebagian
besar infeksi varicella tidak serius dan biasanya self-limited.6,7 Terapi spesifik
diberikan pada pasien dengan resiko tinggi terjadinya varicella berat atau pada
pasien yang sudah mengalami penyakit berat. Pemberian selama 5 hari dimulai
sejak 24 jam pertama timbulnya ruam menunjukkan hasil yang baik.5,6,8
Acyclovir adalah analog nukleosida sintetis yang menghambat replikasi
virus herpes manusia, termasuk Varicella Zoster Virus. Asiklovir mudah melintasi
plasenta dan dapat ditemukan di jaringan janin, darah tali pusat serta dalam cairan
ketuban. Ini dapat menghambat replikasi virus selama viremia maternal,
membatasi alur transplasental dari virus. Data yang diterbitkan sejak asiklovir
menjadi tersedia tidak menunjukkan peningkatan efek samping terkait dengan
penggunaannya dalam kehamilan.11
Pemberian dosis asiklovir sebagai berikut:1,5,8
1. Bayi/anak : 10-20 mg/kgBB/hari; dosis terbagi 4-5x20 mg/kgBB/kali
(maks. 800 mg/kali) selama 7 hari.
2. Dewasa : asiklovir 5x800 mg/hari selama 7 hari atau valasiklovir untuk
dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari atau Famsiklovir untuk dewasa
3x250mg/hari selama 7 hari.
3. Immunokompremais :
 Asiklovir 10 mg/kgBB, intravena atau iv drip , 3xsehari, minimal
10 hari atau,
 Asiklovir 5x800 mg/hari/oral minimal 10 hari atau ,
 Valasiklovir 3x1 gram/hari minimal 10 hari atau
 Famsiklovir 3x500 mg/hari selama minimal 10 hari
Terapi local ditujukan mencegah agar varicella tidak pecah terlalu dini,
karna itu diberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal (mentol,kamfora).
Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotic oral atau salap.1

Pencegahan

1. Vaksin varicella (imunisasi aktif) berasal dari galur yang telah


dilemahkan. Angka serokonversi mencapai 97%-99% . diberikan
pada yang berumur 12 bulan atau lebih.1,8,11 Lama proteksi belum
diketahui pasti. Meskipun demikian, vaksinasi ulangan dapat
diberikan setelah 4-6 tahun. Pemberian secara subkutan sebesar 0,5
ml pada anak berusia 12 bulan sampai 12 tahun. Pada usia di atas
12 tahun ,juga diberikan 0,5 ml . setelah 4-8 minggu diulangi
dengan dosis yang sama. Bila terpajan kurang dari 3 hari ,
perlindungan vaksin yang diberikan masih terjadi , sedangkan
antibody yang cukup sudah timbul antara 3-6 hari setelah
vaksinasi.1
2. Varicella Zoster Immunoglobulin (imunisasi pasif) . VZIG telah
terbukti menurunkan tingkat infeksi varicella jika diberikan dalam
waktu 72 sampai 96 jam setelah exposure. efektivitas VZIG ketika
diberi melampaui 96 jam setelah paparan awal belum dievaluasi. 11
Perlindungan diperkirakan lebih 3 minggu, yang sesuai dengan
paruh imunoglobulin tersebut.5 Indikasi utama untuk penggunaan
VZIG pada wanita hamil adalah pengurangan risiko ibu dari
komplikasi terkait infeksi varicella dikaitkan dengan penyakit orang
dewasa.6 Dosisnya adalah 125 unit per 10 kg diberikan secara
intramuskular, dengan dosis maksimum 625 unit. VZIG
direkomendasikan untuk semua wanita hamil yang beresiko.11

II.10 Komplikasi

Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih sering pada
orang dewasa berupa ensefalitis , pneumonia, glomerulonephritis, karditis,
hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa
macam purpura). Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital , sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari
menjelang kelahiran dapat menyebabkan varicella kongenital pada neonatus.1,4,6,8,9
 Infeksi kulit.
Komplikasi yang paling umum pada anak-anak adalah infeksi bakteri pada
kulit.4,6,8 Infeksi sekunder harus dicurigai ketika vesiculopustules berkembang
menjadi besar, lembab,daerah gundul, dan terutama ketika lesi menjadi
menyakitkan.5
 Komplikasi neurologis.
Komplikasi extrakutaneus paling umum adalah keterlibatan sistem saraf
pusat.4 Ensefalitis dan Sindrom Reye adalah komplikasi cacar. Ada dua bentuk
ensefalitis. Bentuk cerebellar terlihat pada anak adalah self limiting disease dan
pemulihan total terjadi. Ada ataksia dengan nistagmus, sakit kepala, mual,
muntah, dan kaku kuduk. Pasien dewasa dengan ensefalitis terjadi perubahan
sensorium, kejang, dan tanda-tanda neurologis fokal dengan angka kematian
hingga 35%. Sindrom Reye adalah ensefalopathy non inflamatory akut yang
berhubungan dengan hepatitis atau metamorfosis lemak dari hati; 20% sampai
30% kasus Sindrom Reye didahului oleh varicella. 5,6,8 Tingkat kematian adalah
20%. Penggunaan Salisilat selama infeksi varicella dapat meningkatkan risiko
pengembangan Sindrom Reye.5
 Pneumonia.
Pneumonia terjadi pada 1: 400 kasus. Pneumonia jarang pada anak-anak
normal, tetapi merupakan komplikasi serius yang paling umum pada orang
dewasa normal.4 Viral pneumonia berkembang 1-6 hari setelah timbulnya ruam.
Dalam kebanyakan kasus itu adalah asimtomatik dan dapat dideteksi hanya
dengan pemeriksaan x-ray dada. Batuk, dyspnea, demam, dan nyeri dada dapat
terjadi.5 Tingkat kematian untuk varicella pneumonia dewasa adalah 10% dari
pasien imunokompeten dan 30% dari pasien immunocompromised.5,9

II.11 Prognosis

Perawatan yang teliti dan memperhatikan hygiene memberi prognosis


yang baik dan dapat mencegah timbulnya jaringan parut.1 Varicella pada orang
immunocompromised bisa berat dan progresif dengan mortalitas 7-10%. 9 Pasien
varicella dengan immunocompromised Morbiditas dan mortalitas nya meningkat
nyata, pada pasien tersebut replikasi virusnya berlanjut dan meluas ,hal tersebut
dilihat pada peninggian level viremia yang berkepanjangan.3

II.12 Edukasi

 Jaga untuk tetap segar (kompres dingin dan mandi air hangat).8,12
 Gunakan pakaian katun halus12
 Air mandi hangat mengandung setengah cangkir sodium bikarbonat dapat
meringankan , setelah itu kulit dikeringkan dengan ditepuk-tepuk12
 Jaga agar kuku tidak panjang untuk mengurangi kerusakan akibat garukan
(ini dapat mengurangi skar dan resiko infeksi sekunder oleh bakteri)12
 Sebagian besar pasien dengan penyakit varicella dapat sembuh
sempurna , dan hanya 2-6% kasus varicella yang berkembang menjadi
berat, seperti pada pasien dengan kekebalan tubuh menurun4

BAB III

KESIMPULAN
Varicella adalah Infeksi akut primer yang disebabkan oleh virus varicella-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, manifestasi klinis didahului gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.1,3
Manifestasi klinis mencolok dari lesi varicella adalah perkembangannya
yang cepat, kurang lebih 12 jam, dari makula mawar berwarna untuk papula,
vesikel, pustula, dan krusta. Vesikel khas varicella adalah ukuran 2-3 mm dan
elips, dengan sumbu panjang sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel dini memiliki
ciri dangkal dan berdinding tipis, dan dikelilingi oleh daerah eritema yang tidak
teratur, yang memberikan lesi penampilan "embun di kelopak bunga mawar".
cairan vesikel segera menjadi keruh dengan masuknya sel-sel inflamasi, yang
mengkonversi vesikel menjadi papul.1,3,5,6,8,9
Pengobatan bersifat simtomatik dengan anti piretik dan analgesic, untuk
menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedative atau antihistamin yang
mempunyai efek sedative.1,8 Terapi local ditujukan mencegah agar varicella tidak
pecah terlalu dini, karna itu diberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal
(mentol,kamfora). Indikasi pemberian antivirus adalah bila sebelumnya telah ada
anggota keluarga serumah yang menderita varicella, atau pada pasien
immunokompremais, antara lain pasien dengan keganasan, infeksi HIV/AIDS,
atau yang sedang mendapat pengobatan imunosupresan, misalnya kortikosteroid
jangka panjang, atau sitostatik dan pada kehamilan.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Boediardja S.A., Handoko R.P. Varicella. 7th ed. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia; 2015.
2. Taylor L, Harris H.P., Poole T., Turner N. 2012 Antigen Review for the New
Zealand National Immunisation Schedule: Varicella-zoster virus. New
Zealand: The University of Auckland; 2014.
3. Schmader K.E., Oxman N.M. Varicella and Herpes Zoster. In: Goldsmith
L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffel D.J., Wolf K, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8 ed: McGraw-Hill’s Access
Medicine; 2012.
4. Bergstrom T, Bialek S.R., Esso D, Jit Mark, Liese J.G., Melker H, et al.
Varicella vaccine in the European Union Stockholm. European Centre for
Disease Prevention and Control. 2014.
5. Habif T.P. Varicella. Habif: Clinical Dermatology, A Color Guide to
Diagnosis and Therapy. 4th ed: Mosby; 2004.
6. Gershon A.A. Varicella-Zoster Virus Infections. Pediatrics in Review.
2008;29(1).
7. Pace D. Review of Varicella Zoster Virus: from Epidemiology to Prevention.
Malta Medical Journal. 2008;20(3).
8. James W.D., Berger T.G., D.M E. Viral Diseases. Andrew's Disease of the
Skin Clinical Dermatology. 10 ed: Elsevier; 2006.
9. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Varicella Zoster Virus. Rook's
Textbook of Dermatology. 8 ed: Wiley-Blackwell; 2010.
10. Madkan V, Sra K, Brantley J, Carrasco D, Mendoza N, Tyring S.K. Human
Herpes Virus. Bolognia: Dermatology. 2 ed: Mosby Elsevier; 2008.
11. Shrim A, Koren G, Yudin M.H., Farine D. Management of Varicella Infection
(Chickenpox) in Pregnancy. March Jogc Mars. 2012;34(3).
12. Allen S. Chikenpox and Shingles Infection. The Pharmaceutical Journal.
2006;277.

Anda mungkin juga menyukai