Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN HASIL BELAJAR

MODUL INTEGRATIF ABNORMAL


ANAKKU PUCAT

Disusun Oleh:
Kamila Farendityas Isworo
6130018003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATL ULAMA SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN DAN PENILAIAN

NO. MATERI YANG DINILAI PROSENTASE NILAI


1. Ketepatan pemilihan kata kunci dalam 25%
peta konsep
2. Kesesuaian hubungan kata kunci dalam 25%
peta konsep
3. Kesesuaian learning objective dengan 25%
naskah scenario
4. Pemilihan daftar pustaka dan sitasi 25%

Dosen Pembimbing

Irmawan Farindra, dr., M. Si


1. Peta Konsep

2. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi

A. METABOLISME BESI
Besi merupakan trace element yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan
hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Besi di alam terdapat dalam jumlah yang cukup
berlimpah. Dilihat dari segi evolusinya alat penyerapan besi dalam usus, maka sejak awal
manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dari sumber hewani, tetapi
kemudian pola makanan berubah di mana sebagian besar berasal dari sumber nabati, tetapi
perangkat absorpsi besi tidak mengalami evolusi yang sama, sehingga banyak menimbulkan
defisiensi besi.

B. KOMPOSISI BESI DALAM TUBUH


Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh :
a. Senyawa fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh
b. Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang
c. Besi transport, yaitu besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk
mengangkut besi dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya.
Besi dalam tubuh tidak pernah dalam bentuk logam bebas (free icon), tetapi selalu berikatan
dengan protein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan, mempunyai sifat seperti radikal
bebas.

C. ABSORPSI BESI
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan dalam usus. Untuk
memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi paling
banyak terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal, disebabkan oleh struktur epitel usus
yang memungkinkan untuk itu. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase :
1. Fase luminal : besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di
duodenum
Besi dalam makanan terdapat 2 bentuk yaitu :
. Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan, absorpsi tinggi, tidak dihambat oleh bahan
penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi.
. Besi non-heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, absorpsi rendah, dipengaruhi
oleh bahan pemacu dan penghambat sehingga bioavailabilitasnya rendah.
Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorpsi besi adalah “meat factors” dan vitamin C,
sedangkan yang tergolong sebagai bahan penghambat ialah tanat, phytat, dan serat (fibre).
Dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya
dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri ke fero yang siap untuk
diserap.
2. Fase mukosal : proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses
yang aktif.
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejenum proksimal.
Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks. Dikenal adanya
mucosal block, suatu mekanisme yang dapat mengatur penyerapan besi melalui mukosa
usus.

3. Fase korporeal : meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel
yang memerlukan serta penyimpanan besi (storage)
Besi setelah diserap oleh eritrosit (epitel usus), melewati bagian basal epitel usus, memasuki
kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin
akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis.
Banyaknya absorpsi besi tergantung pada
1. Jumlah kandungan besi dari makanan
2. Jenis besi dalam makanan : besi heme atau besi non-heme
3. Adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan
4. Kecepatan eritropoesis
D. SIKLUS BESI DALAM TUBUH
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh besarnya
besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi yang diserap
setiap hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui
eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang
dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi
kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg/hari. Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang
akan beredar melalui sirkulasi memerlukan esi 17 mg, sdeangkan besi sebesar 7 mg akan
dikembalikan ke makrofag karena terjadinya hemolisis infektif (hemolisis intramedular). Besi
yang dapat pada eritrosit yang beredar, setelah mengalami proses penuaan juga akan
dikembalikan.

E. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang berlangsung
lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan
cadangan besi terus berkurang. Pada tabel berikut 3 tahap defisiensi besi, yaitu:

a. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya
cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya
masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum
menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih
normal.
b. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited
erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun, sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphrin (FEP) meningkat.
c. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang
menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.
Dari gambaran tepi darah didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progesif. Pada tahap
ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut. (Ozdemir, 2016)
Özdemir, N. Iron deficiency anemia from diagnosis to treatment in children. Türk Pediatri
Arşivi. (2016). 50(1), 11–9. doi:10.5152/tpa.2015.2337

Anda mungkin juga menyukai