Anda di halaman 1dari 20

Pencegahan Kekerasa Dalam Rumah Tangga

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunitas

Dosen Pengampu : Ns. Marini Agustin, S.kep, M.kep, M.Pd.

Disusun oleh :

1. Diah Retno Laras Wati (1720170028)


2. Yeni Maryani (1720170023)

3. Ria Mey (1720170016)

4. Sri Wahyuni (1720170027)

5. Rama (1720170001)

6. Trio Aji (1720170009)

7. Qurrotu Aini (1720170033)

AKADEMI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH


Jalan Raya Jatiwaringin No.12, Pondok gede, Kota Bekasi, Jawa Barat 13077
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena


berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pencegahan Kekerasa Dalam Rumah Tangga (KDRT)”.  Makalah ini dibuat
untuk meyelesaikan tugas kuliah Komunitas serta untuk melatih kemampuan
mahasiswa.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. kami
merasa bahan ajar ini masih banyak kekurangan dalam penyusunannya. Sehingga
kami merasa perlu adanya saran dan masukan yang membangun dalam usaha
memperbaiki lebih .

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan


bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jakarta , 7 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................
C. Tujuan ............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga..................................


B. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga............................
C. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga.............
D. Dampak KDRT terhadap anak ........................................................
E. Cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga
…………………………..................................................................
F. peran perawat ………………………………..................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................
B. Saran ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan
berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan
kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri
dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga
disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari
Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan
yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam
hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah
keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang
ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan
terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga.
Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya.

Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua
dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah
tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam
rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah
mengalaminya. Yang menjadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan
menyelesaikan hal tersebut.

Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-


masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota
keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan
mengerti perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga
sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara
sehat terjadi bila masing-masing anggota keluarga tidak mengedepankan
kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi yang sama-
sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar.
Disisi lain, apabila konflik diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan
semakin sering terjadi dalam keluarga.

Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan,


hentakan-hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian
maupun ekspresi wajah menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti
menyerang, memaksa, mengancam atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku
seperti ini dapat dikatakan pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
yang diartikan  setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumahtangga.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
b. Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
c. Apakah faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
d. Apa dampak KDRT pada anak?
e. Bagaimana cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah
tangga.
b. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
c. Untuk mengetahui faktor-fartor apa saja yang menjadi penyebab
Kekerasan dalam Rumah Tangga.
d. Untuk mengetahui dampak KDRT pada anak
e. Untuk mengetahui cara penanggulangan kekerasan dalam Rumah Tangga.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-


undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan


perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara
lain menegaskan bahwa:

a. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas
dari segala bentuk  kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan
Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945.
b. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah
tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan
terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus
dihapus.
c. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah
perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara
dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau
ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan
derajat dan martabat kemanusiaan.
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya
merupakan unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah
KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis
besar isi pasal yang berbunyi:

“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri


atau anak diancam hukuman pidana.

B. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri


dalam  rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :

a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini
antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut
(menjambak), menendang, menyundut dengan rokok, memukul/melukai
dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak
seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
b. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan
psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah
penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan
harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau menakut-
nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
c. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari
kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa
selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
d. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini
adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.
C. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga

Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks


struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:

a. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki


Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan
wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
b. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja
mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika
suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan
c. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai
pengasuh anak.  Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak,
maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam
rumah tangga.
d. Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum,
mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan
segala hak dan kewajiban wanita.  Laki-laki merasa punya hak untuk
melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan
terhadap anaknya agar menjadi tertib.

e. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki


Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami
kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga
penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup.  Alasan yang lazim
dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi
suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni
keluarga.
D. Dampak KDRT terhadap Anak   
Marianne James, Senior Research pada Australian Institute of
Criminology (1994), menegaskan bahwa KDRT memiliki dampak yang sangat
berarti terhadap perilaku anak, baik berkenaan dengan kemampuan kognitif,
kemampuan pemecahan masalah, maupun fungsi mengatasi masalah dan
emosi. Adapun dampak KDRT secara rinci akan dibahas berdasarkan
tahapan perkembangannya sebagai berikut:
1. Dampak terhadap Anak berusia bayi
Usia bayi seringkali menunjukkan keterbatasannya dalam
kaitannya dengan kemampuan kognitif dan beradaptasi. Jaffe dkk (1990)
menyatakan bahwa anak bayi yang menyaksikan terjadinya kekerasan
antara pasangan bapak dan ibu sering dicirikan dengan anak yang
memiliki kesehatan yang buruk, kebiasaan tidur yang jelek, dan teriakan
yang berlebihan. Bahkan kemungkinan juga anak-anak itu menunjukkan
penderitaan yang serius. Hal ini berkonsekuensi logis terhadap kebutuhan
dasarnya yang diperoleh dari ibunya ketika mengalami gangguan yang
sangat berarti. Kondisi ini pula berdampak lanjutan bagi ketidaknormalan
dalam pertumbuhan dan perkembangannya yang sering kali diwujudkan
dalam problem emosinya, bahkan sangat terkait dengan persoalan
kelancaran dalam berkomunikasi.
2. Dampak terhadap anak kecil
Dalam tahun kedua fase perkembangan, anak-anak
mengembangkan upaya dasarnya untuk mengaitkan penyebab perilaku
dengan ekspresi emosinya. Penelitian Cummings dkk (1981) menilai
terhadap expresi marah dan kasih sayang yang terjadi secara alamiah dan
berpura-pura. Selanjutnya ditegaskan bahwa ekspresi marah dapat
menyebabkan bahaya atau kesulitan pada anak kecil. Kesulitan ini
semakin menjadi lebih nampak, ketika ekspresi verbal dibarengi dengan
serangan fisik oleh anggota keluarga lainnya. Bahkan banyak peneliti
berhipotesis bahwa penampilan emosi yang kasar dapat mengancam rasa
aman anak dalam kaitannya dengan lingkungan sosialnya.
Pada tahun ketiga ditemukan bahwa anak-anak yang merespon
dalam interaksinya dengan kemarahan, maka yang ditimbulkannya adalah
adanya sikap agresif terhadap teman sebayanya. Yang menarik bahwa
anak laki-laki cenderung lebih agresif daripada anak-anak perempuan
selama simulasi, sebaliknya anak perempuan cenderung lebih distress
daripada anak laki-laki. Selanjutnya dapat dikemukakan pula bahwa
dampak KDRT terhadap anak usia muda (anak kecil) sering digambarkan
dengan problem perilaku, seperti seringnya sakit, memiliki rasa malu yang
serius, memiliki self-esteem yang rendah, dan memiliki masalah selama
dalam pengasuhan, terutama masalah sosial, misalnya : memukul,
menggigit, dan suka mendebat.
3. Dampak terhadap Anak usia pra sekolah
Cumming (1981) melakukan penelitian tentang KDRT terhadap
anak-anak yang berusia TK, pra sekolah, sekitar 5 atau 6 tahun.
Dilaporkannya bahwa Anak-anak yang memperoleh rasa distress pada
usia sebelumnya dapat diidentifikasi tiga tipe reaksi perilaku. Pertama,
46%-nya menunjukkan emosi negatif yang diwujudkan dengan perilaku
marah yang diikuti setelahnya dengan rasa sedih dan berkeinginan untuk
menghalangi atau campur tangan. Kedua, 17%-nya tidak menunjukkan
emosi, tetapi setelah itu mereka marah. Ketiga, lebih dari sepertiganya,
menunjukkan perasaan emosional yang tinggi (baik positif maupun
negatif) selama berargumentasi. Keempat, mereka bahagia, tetapi
sebagian besar di antara mereka cenderung menunjukkan sikap agresif
secara fisik dan verbal terhadap teman sebayanya.
Berdasarkan pemeriksaan terhadap 77 anak, Davis dan Carlson
(1987) menemukan anak-anak TK yang menunjukkan perilaku reaksi
agresif dan kesulitan makan pada pria lebih tinggi daripada wanita.
Hughes (1988) melakukan penelitian terhadap ibu dan anak-anak yang
usia TK dan non-TK, baik dari kelompok yang tidak menyaksikan KDRT
maupun yang menyaksikan KDRT. Disimpulkan bahwa kelompok yang
menyaksikan KDRT menunjukkan tingkat distress yang jauh lebih tinggi,
dan kelompok anak-anak TK menunjukkan perilaku distres yang lebih
tinggi daripada anak-anak non-TK.
deLange (1986) melalui pengamatannya bahwa KDRT berdampak
terhadap kompetensi perkembangan sosial-kognitif anak usia prasekolah.
Ini dapat dijelaskan bahwa anak-anak prasekolah yang dipisahkan secara
sosial dari teman sebayanya, bahkan tidak berkesempatan untuk
berhubungan dengan kegiatan atau minat teman sebayanya juga, maka
mereka cenderung memiliki beberapa masalah yang terkait dengan orang
dewasa.
4. Dampak terhadap Anak usia SD
Jaffe dkk (1990) menyatakan bahwa pada usia SD, orangtua
merupakan suatu model peran yang sangat berarti. Baik anak pria maupun
wanita yang menyaksikan KDRT secara cepat belajar bahwa kekerasan
adalah suatu cara yang paling tepat untuk menyelesaikan konflik dalam
hubungan kemanusiaan. Mereka lebih mampu mengekspresikan ketakutan
dan kecemasannya berkenaan dengan perilaku orangtuanya. Hughes
(1986) menemukan bahwa anak-anak usia SD seringkali memiliki
kesulitan tentang pekerjaan sekolahnya, yang diwujudkan dengan prestasi
akademik yang jelek, tidak ingin pergi ke sekolah, dan kesulitan dalam
konsentrasi. Wolfe et.al, 1986: Jaffe et.al, 1986, Christopoulus et al, 1987
menguatkan melalui studinya, bahwa anak-anak dari keluarga yang
mengalami kekerasan domistik cenderung memiliki problem prilaku lebih
banyak dan kompetensi sosialnya lebih rendah daripada keluarga yang
tidak mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Sementara studi yang dilakukan terhadap anak-anak Australia,
(Mathias et.al, 1995) sebanyak 22 anak dari usia 6 sd 11 tahun
menunjukkan bahwa kelompok anak-anak yang secara historis mengalami
kekerasan dalam rumah tangganya cenderung mengalami problem
perilaku pada tinggi batas ambang sampai tingkat berat, memiliki
kecakapan adaptif di bawah rata-rata, memiliki kemampuan membaca di
bawah usia kronologisnya, dan memiliki kecemasan pada tingkat
menengah sampai dengan tingkat tinggi.

5. Dampak terhadap Anak remaja


Pada usia ini biasanya kecakapan kognitif dan kemampuan
beradaptasi telah mencapai suatu fase perkembangan yang meliputi
dinamika keluarga dan jaringan sosial di luar rumah, seperti kelompok
teman sebaya dan pengaruh sekolah. Dengan kata lain, anak-anak remaja
sadar bahwa ada cara-cara yang berbeda dalam berpikir, merasa, dan
berperilaku dalam kehidupan di dunia ini. Misalnya studi Davis dan
Carlson (1987) menyimpulkan bahwa hidup dalam keluarga yang penuh
kekerasan cenderung dapat meningkatkan kemungkinan menjadikan isteri
yang tersiksa, sementara itu Hughes dan Barad (1983) mengemukakan dari
hasil studinya bahwa angka kejadian kekerasan yang tinggi dalam
keluarga yang dilakukan oleh ayah cenderung dapat menimulkan korban
kekerasan, terutama anak-anaknya. Tetapi ditekankan pula oleh
Rosenbaum dan O’Leary (1981) bahwa tidak semua anak yang hidup
kesehariannya dalam hubungan yang penuh kekerasa akan mengulangi
pengalaman itu. Artinya bahwa seberat apapun kekerasan yang ada dalam
rumah tangga, tidak sepenuhnya kekerasan itu berdampak kepada semua
anak remaja, tergantung ketahanan mental dan kekuatan pribadi anak
remaja tersebut. Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa konflik antar
kedua orangtua yang disaksikan oleh anak-anaknya yang sudah remaja
cenderung berdampak yang sangat berarti, terutama anak remaja pria
cenderung lebih agresif, sebaliknya anak remaja wanita cenderung lebih
dipresif.
E. Cara Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga
Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan
cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:
a. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh
pada agamanya sehingga kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan
dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
b. Harus  tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga,
karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu,
bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat
saling mengahargai setiap pendapat yang ada.
c. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta
sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah
rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah
pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah
tangga.
d. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya
antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa
saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita
untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang
timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang
kadang juga berlebih-lebihan.
e. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada
dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi
pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga
dapat diatasi dengan baik.
F. Peran perawat
Dalam melaksanakan keperawatan, menurut Hidayat (2012) perawat
mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat sebagai berikut:

1. Pemberian perawatan (Care Giver)


Peran utama perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan,
sebagai perawat, pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan
dengan memenuhi kebutuhan asah, asih dan asuh. Contoh pemberian
asuhan keperawatan meliputi tindakan yang membantu klien secara fisik
maupun psikologis sambil tetap memelihara martabat klien. Tindakan
keperawatan yang dibutuhkan dapat berupa asuhan total, asuhan parsial
bagi pasien dengan tingkat ketergantungan sebagian dan perawatan
suportif-edukatif untuk membantu klien mencapai kemungkinan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan tertinggi. Perencanaan keperawatan yang
efektif pada pasien yang dirawat haruslah berdasarkan pada identifikasi
kebutuhan pasien dan keluarga.
2. Sebagai advocat keluarga
Selain melakukan tugas utama dalam merawat, perawat juga
mampu sebagai advocat keluarga sebagai pembela keluarga dalam
beberapa hal seperti dalam menentukan haknya sebagai klien. Dalam
peran ini, perawat dapat mewakili kebutuhan dan harapan klien kepada
profesional kesehatan lain, seperti menyampaikan keinginan klien
mengenai informasi tentang penyakitnya yang diketahui oleh dokter.
Perawat juga membantu klien mendapatkan hak-haknya dan membantu
pasien menyampaikan keinginan
3. Pencegahan penyakit
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan
keperawatan sehingga setiap dalam melakukan asuhan keperawatan harus
selalu mengutamakan tindakan pencegahan terhadap timbulnya masalah
baru sebagai dampak dari penyakit atau masalah yang diderita. Salah satu
contoh yang paling signifikan yaitu keamanan, karena setiap kelompok
usia beresiko mengalami tipe cedera tertentu, penyuluhan preventif dapat
membantu pencegahan banyak cedera, sehingga secara bermakna
menurunkan tingkat kecacatan permanen dan mortalitas akibat cidera pada
pasien.
4. Pendidik
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat
harus mampu berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara
mengubah perilaku pada pasien atau keluarga harus selalu dilakukan
dengan pendidikan kesehatan khususnya dalam keperawatan. Melalui
pendidikan ini diupayakan pasien tidak lagi mengalami gangguan yang
sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat. Contoh dari peran
perawat sebagai pendidik yaitu keseluruhan tujuan penyuluhan pasien dan
keluaraga adalah untuk meminimalkan stres pasien dan keluarga,
mengajarkan mereka tentang terapi dan asuhan keperawatan di rumah
sakit, dan memastikan keluarga dapat memberikan asuhan yang sesuai di
rumah saat pulang.
5. Konseling
Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan
perannya dengan memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap
masalah yang dialami oleh pasien maupun keluarga, berbagai masalah
tersebut diharapkan mampu diatasi dengan cepat dan diharapkan pula tidak
terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga maupun pasien itu sendiri.
Konseling melibatkan pemberian dukungan emosi, intelektual dan
psikologis. Dalam hal ini perawat memberikan konsultasi terutama kepada
individu sehat dengan kesulitan penyesuaian diri yang normal dan fokus
dalam membuat individu tersebut untuk mengembangkan sikap, perasaan
dan perilaku baru dengan cara mendorong klien untuk mencari perilaku
alternatif, mengenai pilihan-pilihan yang tersedia dan mengembangkan
rasa pengendalian diri.
6. Kolaborasi
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan
tindakan yang akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain.
Pelayanan keperawatan pasien tidak dilaksanakan secara mandiri oleh tim
perawat tetapi harus melibatkan tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi,
psikolog dan lain-lain. Mengingat pasien merupakan individu yang
kompleks yang membutuhkan perhatian dalam perkembangan
7. pengambilan keputusan etik.
Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran yang
sangat penting sebab perawat selalu berhubungan dengan pasien kurang
lebih 24 jam selalu disamping pasien, maka peran perawatan sebagai
pengambil keputusan etik dapat dilakukan oleh perawat, seperti akan
melakukan tindakan pelayanan keperawatan.
8. Peneliti
Peran perawat ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua
perawat pasien. Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian
keperawatan pasien, yang dapat dikembangkan untuk perkembangan
teknologi keperawatan. Peran perawat sebagai peneliti dapat dilakukan
dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pasien.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Seharusnya seorang suami dan istri harus banyak bertanya dan
belajar, seperti membaca buku yang memang isi bukunya itu bercerita
tentang bagaimana cara menerapkan sebuah keluarga yang sakinah,
mawaddah dan warahmah.
Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara
suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan
harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan
kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu
timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan
istri bisa mengimbangi kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat
mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang
suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya
masing-masing.
Seperti halnya dalam berpacaran. Untuk mempertahankan sebuah
hubungan, butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan
sebagainya. Begitu juga halnya dalam rumah tangga harus dilandasi
dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka
mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa
kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih
dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan. Tidak sedikit seorang
suami yang sifat seperti itu, terkadang suami juga melarang istrinya untuk
beraktivitas di luar rumah. Karena mungkin takut istrinya diambil orang
atau yang lainnya. jika sudah begitu kegiatan seorang istri jadi terbatas.
Kurang bergaul dan berbaur dengan orang lain. Ini adalah dampak dari
sikap seorang suami yang memiliki sifat cemburu yang terlalu tinggi.
Banyak contoh yang kita lihat dilingkungan kita, kajadian seperti itu. Sifat
rasa cemburu bisa menimbukan kekerasan dalam rumah tangga.
Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak
harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa
menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak yang bisa memicu
konflik di dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita
melihat kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri.
Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita, sehingga menimbulkan
perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-masing.
B. Saran
KDRT memang bukan hal jarang kita dengar, mungkin saja bisa
terjadi pada orang-orang disekitar kita bahkan pada diri kita sendiri
sehingga patutlah bagi seorang perempuan khususnya untuk membentengi
diri dengan pendidikan yang mumpuni karena walau bagaimanapun
ketidaktepatan dlam penyelesaian masalah dapat menimbulkan kekerasan
dalam rumah tangga, juga dengan ilmu yang dimiliki bisa dapat mencegah
terjadinya KDRT.
Selain pendidikan dalam ilmu pengetahuan juga sangat penting
dalam memahami ilmu agama, karena didalamnya akan banyak sekali
penuturan dan pengajaran bagaimana kita menjalani hidup, baik pria
maupun wanita juga anak-anak sebaikya memperdalami ilmu agama
sehingga dalam berperilaku kita memiliki landasan yang tepat.
Juga yang tidak kalah penting agar setiap manusia memiliki jiwa
sosial yang tinggi dan komunikasi yang baik, sehingga hubungan yang
dibangun akan berjalan dengan baik dan tentunya sesuai dengan visi dan
misi bagi setiap pasangan.

DAFTAR PUSTAKA

 Undang-undang tentang Penghapusan KDRT No. 23 tahun 2004,


 Kenapa Laki-Laki Melakukan Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT)? 
http://www.erwinmiradi.com/kenapa-laki-l... #erwinmiradi.com
 Anonim.2011.Kekerasan pada Istri dalam rumah tangga.
maureenlicious.wordpress.com
http://maureenlicious.wordpress.com/2011/04/28/kekerasan-pada-istri-
dalam-rumah-tangga/
 KDRT Cici Paramida, Suheaby diperiksa Polisi
http://syscomnet.info/kdrt-cici-paramida-suhaeby-diperiksa-polisi.html/
 Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
http://student.eepisits.edu/~wily/kewarganegaraan/KEKERASAN
%20PADA%20ISTRI%20DALAM%RUMAH%TANGGA.html/
 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=14
 Widya Ningrum, Diah.2007.Tips menanggulangi KDRT menurut
Islam.Batam.ilalang.wordpress.com
http://ilalang.wordpress.com/2007/01/08/tips-menanggulangi-kdrt-
menurut-islam/

Anda mungkin juga menyukai