Anda di halaman 1dari 8

GANGGUAN SEKSUALITAS PADA INDIVIDU

A. DEFINISI
Seks merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi-determined
dan multi-dimensi. Oleh karena itu, seksualitas bersifat holistik yang melibatkan
aspek biopsikososial kultural dan spiritual
Disfungsi seksual adalah gangguan baik dalam hal hasrat untuk mendapatkan
kepuasan seksual maupun dalam hal kemampuan utuk mencapai kepuasan seksual.
Gangguan yang dimaksud terjadi tanpa adanya patologi anatomis atau fisiologis serta
bersumber pada kesalahan dalam penyesuaian psiksoseksual dan proses belajar.

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEKSUALITAS


1. Pertimbangan perkebangan
a. Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial,
emosional, dan biologis kehidupan yang selanjutnya akan mempengaruhi
seksualitas individu
b. Hanya aspek seksualitas yang telah dibedakan sejakk fase konsepsi
2. Kebiasaan hidup sehat dan kondisi sehat
a. Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk
dapat mencapai kepuasan seksual
b. Trauma atau stres dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk
melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga
mempengaruhi ekspresi seksualitasnya termasuk penyakit
c. Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat, dan pandangan hidup yang
positif mengkontribusi pada kehidupan seksual yang membahagiakan
3. Peran dan hubungan
a. Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat
mempengaruhi kualitas hubungan seksualnya
b. Cinta dan rasa percaya merupakan kunci utama yang memfasilitasi rasa
nyaman seseorang terhadap seksualitas dan hubungan seksualnya dengan
seseorang yang dicintai dan dipercayainya
c. Pengalaman dalam berhubugan seksual sering kali ditentukan oleh dengan
siapa individu tersebut berhubungan seksual
4. Konsep diri
a. Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak
langsung terhadap seksualitas
5. Budaya, nilai dan keyakinan
a. Faktor budaya, terrmasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas dapat
mempengaruhi individu
b. Tiap budaya mempunyai norma-norma tertentu tentang identitas dan
perilaku seksual
c. Budaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara stmulasi seksual,
dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual
6. Agama
a. Pandangan agama tertentu yang diajarkan, ternyata erpengaruu terhadap
ekspresi seksualitas seseorang
b. Berbagai bentuk ekspresi seksual yang diluar kebiasaan, dianggap tidak
wajar
c. Untuk agama tertentu, konsep tentang keperawatan dapat diartikan
sebagai kesucian dan kegatan seksual dianggap dosa
7. Etik
a. Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997)
tergantung pada terbebasnya individu dari rasa bersalah dan ansietas
b. Apa yang diyakini salah seseorang, bisa wajar bagi orang lain.

C. JENIS-JENIS DISFUNGSI SEKSUAL


1. Disfungsi Seksual Laki-Laki
a. Insufisiensi erektil.
Yang dimaksud adalah ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan
ereksi sehingga gagal melakukan hubungan seksua. Dulu disebut
impotensi dan ada 2 jenis, yakni insufisiensi primer dan insufisiensi
sekunder. Pada insufisiensi primer seorang lelaki tidak pernah mampu
menahan ereksi dalam waktu yang diperlukan untuk melakukan penetrasi
yang memuaskan, termasuk sampai mencapai ejakulasi intravagina.
Dalam insufisiensi sekunder penderita setidaknya perah sekali berhasil
melakukan koitus namun kini tidak mampu mencapai atau menahan ereksi
secukupnya.
b. Ejakulasi prematur
Yang dimaksud adalah jeda yang telalu pendek antara mulai dirasakannya
stimulasi seksual dan terjadinya ejakulasi, dengan akibat pihak perempuan
gagal mencapai kepuasan dalam hubungan seksual. Ada yang memberikan
batasan bahwa ketidakmampuan menahan stimulasi selama 4 menit tanpa
mengalami ejakulasi merupakan indikator bahwa seorang lelaki
membutuhkan terapi seks
c. Ejakulasi lamban atau inkompetensi berejakulasi
Yang dimaksud adalah gangguan orgasmik pada lelaki, yaitu kelambanan
atau bahkan ketidakmampuan mencapai ejakulasi, berarti kegagalan
mencapai orgasme, dalam hubungan seksual.
2. Disfungsi seksual perempuan
a. Insufisiensi rangsangan
Dulu disebut frigiditas dan merupakan padanan insufisinsi erektil pada
kaum lelaki. Biasanya juga disertai keluhan berupa tidak adanya
perasaan-perasan seksual serta kebal terhadap sebagian besar atau bahkan
semua bentuk stimulasi erotik. Tanya fisiknya yang terpenting adalah
ketidakmampuan melakukan lubrikasi pada vulva dan jaringan-jaringan
vagina lainnya selama berhubungan seksual. Akibatnya, hubungan seksual
menimbulkan rasa sakit.
b. Disfungsi orgasmik
Disini seorang perempuan mampu mengalami rangsangan seksual namun
sulit mencapai orgasme. Banyak perempuan yang tidak pernah mencapai
orgasme tanpa ditolong dengan stimulasi langsung pada klitoris. Adapula
yang hanya bisa mencapai orgasme mekanis langsung pada klitoris
bahkan adapula yang tidak pernah mencapai orgasme sama sekali.
Kondisi yang terakhir disebut disfungsi orgasmik primer.
c. Vaginismus
Yang dimaksud adalah keadaan kejang tiba-tiba pada otot-otot disekitar
liang vagina sehingga mengalami penetrasi dan hubungan seksual. Ada
yang disertai insufisiensi rangsangan, tetapi biasanya responsif terhadap
stimulasi seksual pada awal namun tiba-tiba kaku.
d. Dispareunia
Dispareunia adalah koitus penuh rasa sakit (painful coitus). Keadaan ini
bisa menimpa lelaki, namun lebih lazim dialami kaum perempuan.
Biasanya memiliki sumber organik berupa infeksi atau kelainan-kelainan
struktural pada alat kelamin. Kadang-kadang bisa bersumber psikologis,
misalnya pada kaum perempuan yang takut berhubungan seksual.

D. KELAINAN SEKSUAL TANPA KORBAN


Yang dimaksud perilaku seksual yang berkelainan (variant seksual behavior) adalah
perilaku seksual dimana pemuasannya ditentukan oleh sesuatu yang lain, bukan lewat
hubungan seksual dengan pasangan beda jenis yang sudah dewasa.
1. Homoseksualitas pada lelaki dan perempuan
Perilaku homoseksual adalah perilaku seksual yang ditujukan pada pasangan
sejenis. Bila terjadi diantara kaum perempuan, sering juga disebut lesbianisme.
Homoseksualitas sudah terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Dalam praktik
sulit membagi orang kedalam 2 kelompok: homoseksual dan heteroseksual.
Keduanya merupakan 2 kutub ekstrem. Ditengah-tengahnya terdapat kelompok
orang yang memiliki kecenderungan gabungan antara unsur-unsur homoseksual
dan heterosksual.
2. Transvestisme dan transseksualisme
Transvestisme adalah gejala mengalami rangsangan seksual dengan berpakaian
atau berdandan seperti lawan jenis. Jadi individu memperoleh kesenangan-
kenikmatan dengan memainkan peran sosial lawan jenisnya. Gejala ini lebih
lazim terjadi dikalangan lelaki. Ciri-ciri seorang transvestis antara lain: sangat
terkendali dalam mengungkapkan impuls-impuls atau dorongan, kurang terlibat
peduli pada orang lain, kaku dalam pergaulan dan tergantung. Penyebabnya lazim
bersumber pada faktor belajar. Misalnya seorang bocah lelaki biasa diberi
dandanan perempuan, dan dipuji-puji sebagai tampak menarik dengan dandanan
tersebut.
Transseksualisme adalah gangguan kelainan dimana penderita merasa bahwa
dirinya terperangkap didalam tubuh lawan jenisnya. Pada kasus transseksual dari
lelaki ke perempuan, gejala ini biasanya didahului dengan tahap homoseksualitas
dan transvestime secara berturut-turut. Gejala ini sering diatasi dengan kompersi
seks dengan operasi ganti kelamin.
3. Prostitusi
Prostitusi atau pelacuran adalah memberikan pelayanan hubungan seksual demi
imbalan uang. Ada beberapa sebab mengapa seorang lelaki mengunjungi pelacur.
Pertama, tidak ada kesempatan untuk melakukan jenis-jenis hubunga
heteroseksual lainnya, seperti yang dialami oleh personel militer yang sedang
menjalani tugas damai maupun perang jauh dari keluarganya. Kedua, didorong
oleh rasa ingin tau atau ingin mengalami belaka. Di kalangan lelaki yang sudah
cukup lanjut usianya, sering juga didorong hasrat untuk melakukan hubungan
seksual dengan perempuan-peempuan yang jauh lebih muda usianya. Ketiga,
menghindari keharusan memikul tanggung jawab yang melekat dalam hubungan
seksual dengan lawan jenis. Keempat, tidak berani menjalin hubungan wajar
dengan lawan jenis yang melibatkan hubungan seksual, misalnya dalam
perkawinan, oleh berbagai sebab, seperti rasa malu atau karena memiliki cacat
tubuh tertentu. Kelima, menemukan pasangan yang mau melakukan praktik-
praktik seksual yang kurang lazim, seperti ‘oral sex’ atau ‘anal sex’.
4. Fetishisme
Disini minat seksual seseorang ditujukan pada bagian tubuh tertentu atau pada
benda mati tertentu, misalnya pakaian dalam. Gangguan ini lebih sering terjadi
pada kaum lelaki. Jenis obyek fethisistik meliputi rambut, telinga, tangan, pakaian
dalam, sepatu, parfum, dan benda-benda sejenis yang diasosiasikan dengan lawan
jenis. Cara pemakaian obyek-obyek diatas untuk mendapatkan rangsangan dan
pemuasan seksual bermacam-macam, namun biasanya berkisar pada menciumi,
meraba atau meremas-remas, menjilati, atau membauinya.
Penyebab fetshisme adalah pengalaman belajar. Rangsangan seksual dan orgasme
ditimbulkan oleh pengalaman emosional yang kuat berkaitan dengan obyek atau
bagian tubuh tertentu. Pengalaman semacam itu biasanya berlangsung selama
seseorang larut dalam fantasi seksual dan sambil melakukan martubasi.

E. KELAINAN SEKSUAL DISERTAI PEMAKSAAN ATAU PENYERANGAN


Disini akan dibahas bentuk-bentuk kelainan seksual di mana terdapat unsur cedera
atau risiko cedera, baik fisik maupun psikologis, pada salah satu atau kedua pihak
yang terlibat dalam hubungan atau peristiwa seksual.
1. Voyeurisme
Voyeurisme atau skotofilia atau inspeksionalisme adalah mencapai kepuasan
seksual dengan mengintip secara sembunyi-sembunyi. Hal ini lazim ditemukan
pada para remaja lelaki muda. Yang sering dijadikan sasaran adalah perempuan
yang sedang melepas pakaian atau pasangan lelaki-perempuan yang tengah
berhubungan seksual. Seringkali mereka melakukan masturbasi selama mengintip.
2. Ekshibisionisme
Yang dimaksud adalah secara sengaja mempertontonkan alat kelaminnya kepada
lawan jenis tidak pada tempatnya. Kadang-kadang disertai dengan gerakkan-
gerakkan lain yang tidak senonoh atau sambil bermasturbasi. Pelakunya lazimnya
adalah lelaki muda. Sasarannya adalah gadis-gadis atau perempuan muda yang
tidak dikenal oleh pelaku. Tempatnya bisa bermacam-macam, mulai dari tempat-
tempat yang sepi, pusat-pusat keramaian, atau di dalam mobil.
Menurut penyebabnya ekshibisionisme dapat digolongkan kedalam tiga kategori.
Pertama, ekshibionisme akibat ketidak-matangan. Disini seseorang melakukan
ekshibisionisme karena kurang informasi atau karena merasa takut, malu, rendah
diri untuk mendekati lawan jenis. Kedua, ekshibisionisme akibat dan sebagai
penyalur stress. Ini bisa menimpa seorang lelaki yang telah menikah namun akibat
situasi yang menekan dirumah tangganya terperosok ke dalam ekshibisionisme
untuk membebaskan diri dari stress nya. Ketiga, ekshibisionisme akibat bentuk
psikologi lain. Ekshibisionisme serin dilakukan oleh orang-orang yang menderita
retardasi mental berat, gangguan otak karena usia tua, atau gangguan-gangguan
kepribadian psikopatik.
3. Sadisme
Istilah sadisme berasal dari nama Marqus de Sade (1740-1814), seorang
bangsawan dan tentara berkebangsaan Prancis yang suka berlaku kejam terhadap
korban-korbannya untuk mendapatkan kepuasan seksual. Disini yang dimaksud
dengan sadisme adalah mencapai stimulasi dan pemuasan seksual dengan
menimbulkan penderitaan fisik atau psikis pada pasangan seksualnya.
Penderitaan atau rasa sakit itu bisa ditimbulkan dengan cara mencambukki,
mengigit, mencakari, menusuk dengan benda tajam, dan sebagainya. Pada kasus
yang dijuluki pengidap sadis patologis, kepuasan seksual hanya akan dicapai bila
mampu melakukan pemotongan bagian tubuh korban.
Beberapa penyebab sadisme adalah: a. Pengalaman, dimana rangsangan seksual
dan orgasme diasosiasikan dengan tindakan menyakiti orang atau sasaran lain; b.
Sikap negatif terhadap seks atau ketakutan akan impotensi.
4. Masokhisme
Istilah masokhisme berasal dari nama seorang novelis Austria Leopold V. Sacher-
Masoch yang senang menampilkan tokoh-tokoh yang menikmati kepuasan seksual
dalam rasa sakit. Ciri-ciri masokhisme sama seperti sadisme, hanya kini rasa sakit
itu ditujukan pada diri sendiri, bukan pada orang lain.
Penyebab nya adalah pengalaman belajar, yaitu megasosiasikan rasa sakit dengan
kenikmatan seksual.
5. Incest
yang dimaksud adalah hubungan seksual sampai taraf koitus antar anggota
keluarga, misalnya antara kakak lelaki dan adik perempuan atau antara ayah dan
anak perempuan, yang dilarang oleh adat-kebudayaan.
Jenis-jenisnya berdasarkan penyebabnya adalah”
a. Incest yang terjadi secara tidak sengaja, misalnya kakak-adik lelaki-
perempuan remaja yang tidur sekamar, bisa tergoda melakukan eksplorasi dan
eksperimentasi seksual sampai terjadi incest.
b. Incest akibat psikopatologi berat. Jenis ini bisa terjadi antara ayah yang
alkoholik atau psikopatik dengan anak perempuannya. Penyebabnya adalah
kontrol diri akibat alkohol atau psikopati pada sang ayah.
c. Incest akibat pedofilia, misalnya seorang lelaki yang haus menggauli anak-
anak perempuan dibawah umur, termasuk anaknya sendiri.
d. Incest akibat contoh buruk dari ayah. Seorang lelaki menjadi senang
melakukan incest karena meniru ayahnya melakukan perbuatan yang sama
dengan kakak atau adik perempuannya.
e. Incest akibat patologi keluarga dan hubungan perkawinan yang tidak
harmonis. Seorang suami-ayah yang tertekan akibat sikap memusuhi serba
mendominasi dari istrinya bisa terperosok melakukan incest dengan anak
perempuannya.
6. Pedofilia
Dalam pedofilia yang dijadikan obyek seks adalah kanak-kanak di bawah umur.
Aktivitasnya biasanya berkisar pada memain-mainkan alat kelamin anak, atau bila
korbannya anak perempuan, bisa sampai terjadi penetrasi vagina baik secara
parsial atau secara sempurna. Kadang-kadang si anak dipaksa memain-mainkan
alat kelamin si pedofilik baik dengan tangan atau dengan mulut (hubungan
kelamin oral-genital).
Penyebab pedofilia bisa berupa faktor ketidak-matangan, pengalaman belajar, atau
psikopatologi.
7. Perkosaan
Dalam perkosaan, perilaku seksual ditujukan pada obyek seks yang secara kultural
diterima namun dilakukan dalam kondisi yang bersifat antisosial.
Bersadarkan penyebabnya, perkosaan dapat dibedakan kedalam beberapa tipe:
a. Tipe untuk kekuasaan. Tujuannya adalah menguasai korban lewat ancaman.
b. Tipe meneguhkan kekuasaan. Tujuannya adalah mengintimidasi dan
menaklukkan korban. Namun di sini, motivasi di baliknya adalah rasa lemah,
tak-berdaya, tak mampu atau tak memadai.
c. Tipe marah-balas dendam. Tipe ini sangat berbahaya, kadang-kadang sampai
menimbulkan kematian pada korban. Yang dominan dalam tindak perkosaan
tipe ini adalah pelampiasan amarah, dendam, dan kebenciannya, sedangkan
unsur kepuasan seksualnya tidak terlalu penting. Tujuannya adalah
menyalurkan kebencian atau amarah terhadap kaum perempuan secara
keseluruhan. Motifnya adalah membalas dendam atas suatu pengalaman
negatif yang pernah diterima dari seorang perempuan pada masa lalu.
d. Tipe haus tangsangan atau sering juga disebut tipe sadis patologis. Pelaku
mendapatkan kenikmatan, rangsangan seksual bukan dari unsur-unsur seksual
dalam tindak perkosaannya, melainkan dari penderitaan yang dialami oleh
korbannya.

F. PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL


1. Transeksualisme : rasa tidak nyaman yang menetap dan adanya ketidak wajaran
seks dengan preokupasi yang menetap (sedikitnya untuk 2 tahun) dengan
menyisihkan karasteristik seks primer dan sekunder, serta memperoleh
karasteristik lawan jenis.
2. Gangguan indentitas jender pada masa anak-anak, remaja, dan dewasa: tekanan
yang kuat dan menetap mengenai status sebagai laki-laki atau perempuan dengan
keinginan yang kuat untuk berjenis kelamin awan seks dan penanggalan struktur
anatomis individu.
3. Pedofilia : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6
bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi, atau rangsangan
lain yang melibatkan seorang anak atau lebih yang berusia 13 tahun kebawah.
4. Ekshibisionisme : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung
selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi, atau
rangsangan lain dengan memamerkan genitalnya kepada orang asing/ orang yang
belum dikenal.
5. Sadisme seksual : terjadinya hubungan yang menetap, sidikitnya berlangsung
selama 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau
rangsangan lain yang menimbulkan kesakitan yang nyata atau stimulasi psikologis
dan pendekatan fisik.
6. Masokisme seksual : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung
selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi, atau
rangsangan lain yang melibatkan penghinaan, pemukulan, pengikatan, atau hal-hal
lain yang sengaja dilakukan untuk menderita.
7. Voyeurisme : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama
6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi, atau
rangsangan lain yang melibatkan pengamatan terhadap orang-orang yang
telanjang, sedang menanggalkan pakaian atau sedang melakukan kegiatan seksual
tanpa diketahui mereka.
8. Fetisisme : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6
bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi, atau
rangsangan lain dengan menggunakan obyek mati.
9. Fetisisme transvestik : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung
selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi, atau
rangsangan lain dengan menggunakan pakaian orang lain.
10. Frotterurisme : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama
6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi, atau
rangsangan lain meraba tanpa persetujuan pihak lain.
11. Gangguan keinginan seksual hipoaktif : defisit yang menetap/berulang atau tidak
terdapatnya fantasi seksual dan keinginan untuk melakukan kegiatan seksual.
12. Gangguan keengganan seksual : keengganan yang berlebihan, menetap, dan
menghindari semua atau hampir semua kontak dengan pasangan seksual.
13. Gangguan rangsangan seksual : kegagalan yang menetap dan sebagian untuk
mencapai atau mempertahankan respons fisiologis dari kegiatan seksual atau
hilangnya kepuasan seksual selama kegiatan seksual dilakukan.
14. Hambatan orgasme : keterlambatan yang menetap atau tidak adanya orgasme yag
menyertai pada saat fase puncak hubungan seksual, walaupun menurut tenaga
profesional terhadap intensitas, lama, dan fokus yang sesuai dengan usia individu.

Anda mungkin juga menyukai