Anda di halaman 1dari 75

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN PEMBERIAN SENG PROFILAKSIS TERHADAP


KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORI AKUT (IRA)
PADA BALITA

TESIS

AMIRUDDINLAOMPO
1306490390

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS II
JAKARTA
MEI 2017

Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017


UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN PEMBERIAN SENG PROFILAKSIS TERHADAP


KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORI AKUT (IRA)
PADA BALITA

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter
Konsultan Spesialis Anak

AMIRUDDIN LAOMPO
1306490390

FAKULTAS KEDOKTERAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS II
JAKARTA
MEI 2017

Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017


Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkankehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini.Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat
dalam rangka memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak Konsultan Respirologi
pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa tesis ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
tulus kepada Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K) sebagai pembimbing
materi dan pengolahan data yang dengan penuh perhatian dan kesabaran
senantiasa membimbing dan memberikan dorongan kepada penulis sejak awal
penulisan sampai selesai dan Dr. dr. Idham Jaya Ganda, SpA(K) sebagai
pembimbing metodologi yang telah memberikan waktu dan pikiran untuk
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih
yang tulus juga penulis sampaikan kepada bapak dan guru kami :
1. Bapak Ketua Bagian Ilmu Kesehatan Anak dan Bapak Ketua Progam Studi
SP-II (Konsultan) Ilmu Kesehatan Anak beserta seluruh staf dan staf pengajar
(supervisor) atas bimbingan dan asuhannya selama penulis menjalani
pendidikan.
2. Para guru-guru saya dan staf Divisi Respirologi Departemen Ilmu Kesehatan
Anak FKUI/RSUPN dr. CiptoMangunkusumo yang telah membimbing dan
membantu saya dalam memperoleh ilmu yang menjadi dasar penyusunan
tesis ini.
3. Orang tua saya Laompo dan Hola, istri saya Dra. Marhayuni HM, serta anak-
anak saya Nur AmmaNinas, dan Nur RahmahRamadhani yang telah setia
mendampingi saya dan senantiasa memberikan dukungan moril dalam
menempuh pendidikan.
4. Teman-teman PPDS-II Respirologi PPDS-I Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSUPN dr. CiptoMangunkusumo Jakarta, dan perawat Respirologi serta
analis laboratorium Patologi Klinik RSCM yang tidak dapat saya sebutkan
namanya satu persatu, yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan tesis ini.

iv
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
Akhir kata, saya berdoa semoga Allah SWT memberikan balasan pahala
atas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu yang akan datang, terima kasih.

Jakarta, Mei 2017

Amiruddin

v
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
ABSTRAK

Nama : AmiruddinLaompo
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis II Respirologi
Judul : Hubungan pemberian seng profilaksis terhadap kejadian
infeksi respiratori akut (IRA) pada balita

Latar Belakang. Infeksi respiratori akut (IRA) merupakan penyebab utama


morbiditas dan mortalitas anak terutama balita di negara bekembang.Bronkiolitis
dan pneumonia merupakan IRA yang paling sering menyebabkan kematian.Seng
(zinc) berperan utama pada system imunitas tubuh manusia, baik imunitas non-
spesifik maupun spesifik, serta selular dan humoral.Dengan demikian, pemberian
suplementasi seng sebagai pencegahan (profilaksis) diperkirakan dapat
menurunkan insidens, frekuensi episode dan durasi episode IRA pada anak.

Tujuan. Mengetahui peranan pemberian seng profilaksis terhadap insidens,


frekuensi episode, durasi (lama) episode dan rerata durasi episode IRA pada
balita.

Metode. Dilakukan penelitian uji klinis acak terkontrol (randomized controlled


trial = RCT), dengan acak tersamar ganda (double blind randomized) kepada 160
orang balita dari Desember 2016 hingga April 2017 di Rumah Sakit Dr.
WahidinSudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan. Subyek terbagi atas 2
kelompok, yaitu kelompok seng dan plasebo, dengan subyek pada kelompok seng
diberikan suplemen seng 10 mg/hari selama 2 minggu, kemudian di pantau tanda
dan atau gejala IRA selama 4 bulan.

Hasil. Sebanyak 160 orang subyek berpartisipasi dalam penelitian ini, terbagi
dalam kelompok seng 79 subyek (49.4%) dan plasebo 81 subyek (50.6%). Tidak
terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada insidens IRA antara
kelompok seng dengan plasebo, 38.8% vs 44.4%. (p= 0.406), demikian juga pada
frekuensi episode IRA tidak terdapat perbedaan bermakna yaitu rerata 1.20 kali
episode pada kelompok seng, dan rerata 1.19 kali episode pada kelompok plasebo.
Pemberian seng secara bermakna berhubungan dengan rerata durasi episode IRA
pada kelompok seng dan plasebo 5,28 hari vs 6,28 hari, (p= 0.05). Pemberian seng
berhubungan bermakna dengan durasi IRA kurang dari 5 hari yaitu 63.3% pada
kelompok seng dan 38.9% pada kelompok plasebo. (p= 0.04).

Kesimpulan. Suplemen seng secara bermakna berhubungan dengan durasi (lama)


episode dan rerata episode IRA yang lebih singkat, namun tidak berhubungan
dengan insidens dan frekuensi episode IRA

Kata kunci : Seng profilaksis, infeksi respiratori akut, balita.

vii Universitas Indonesia


Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
ABSTRACT

Nama : Amiruddin Laompo


NPM : 1306490390
Program studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis II Respirologi
Judul : Correlation of zinc as prophylactic incidence of acute respiratory
infectionsin infants

Background. Acute respiratory infection (ARI) is a major cause of morbidity and


mortality in children, particularly under 5 years old, in developing countries.
Bronchiolitis and pneumonia are the most common cause of death.Zinc has a
major role in the human immune system, both in non-specific and specific
immunities, cellular and humoral immunity.Administration of zinc as
prophylacticmay decrease incidence, episode frequency, duration and average
durationof ARI in children.

Objectives. To determine the role of prophylactic zinc for incidence, episode


frequency, duration and average duration episodes of ARI in children under 5
years old.

Methods. A randomized controlled trial (RCT), double blind randomizedstudy


was performed in 160 infants, from December 2016 to April 2017 in Dr. Wahidin
Sudirohusodo Hospital. Makassar, South Sulawesi. Subject ware classified into
two groups, zinc group and placebo group.In zinc group, subjects were given 10
mg/day zinc for 2 weeks then being followed up forsign and symptoms of ARI for
four mounts.

Results. One hundred and sixty infants participatedin the study and were divided
into zinc group (79 subjects) and placebogroup(81 subjects). There was no
statistically significant difference in incidence of ARI between both groups.
(38.8% in zinc group) and(44.4% in placebo group), (p = 0.406). Therewas also
no significant difference in frequencyepisodes of ARI between both groups (1.2
episodes inzinc group and 1.19 episodes in placebo group). While, average of
durationofARI, in zinc and placebo group was statistically significant5,28 and
6,28 day,respectively.(p = 0.05). Administration of zinc was also significantly
related to shorter duration of ARI(less than 5 days) (63.3% in zinc group) and
(38.9% in placebo group), (p = 0.04).

Conclusion. Zinc as prophylactic is significantly correlated duration and


averageduration of ARI. On the other hand, no signification correlation is found
between zinc prophylactic and incidence and frequency episode of ARI also
frequency episodes.

Keywords. Zinc, Acute respiratory infection, children.

viii Universitas Indonesia


Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiii

1. PENDAHULUAN ..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................3
1.3 Hipotesis ....................................................................................................3
1.4 Tujuan penelitian .......................................................................................3
1.4.1 Tujuan Umum ...................................................................................3
1.4.2 Tujuan Khusus ..................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian .....................................................................................4

2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................5


2.1 Seng............................................................................................................5
2.1.1 Sifat Seng..........................................................................................5
2.1.2 Asupan dan Distribusi ......................................................................6
2.1.3 Metabolisme dan Homeostasis .........................................................7
2.1.4 Defisiensi Seng .................................................................................9
2.1.5 Fungsi Seng ....................................................................................11
2.1.5.1 Seng sebagai Katalitikal atau Integral ................................11
2.1.5.2 Seng sebagai Fungsi Struktural ..........................................14
2.1.5.3 Sengsebagai fungsi regulasi ................................................14
2.1.6 Fungsi seng yang lain dalam kesehatan.(29) ....................................16
2.1.7 Status Seng dan Kerentanan (Susceptibility) terhadap
Penyakit Infeksi ..............................................................................16
2.1.8 EFEK PENCEGAHAN DENGAN SUPLEMENTASI SENG ......17
2.1.9 Toksisitas ........................................................................................18
2.2 Infeksi Respiratori Akut ...........................................................................18
2.2.1 Definisi ...........................................................................................18
2.2.2 Insidens dan Prevalensi ..................................................................18
2.2.3 Etiologi ...........................................................................................19
2.2.4 Patogenesis .....................................................................................19
2.2.5 Manifestasi Klinis ...........................................................................20

ix Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
2.2.6 Tatalaksana .....................................................................................20
2.3 Faktor Lingkungan Dan Perilaku .............................................................21
2.4 Kerangka Teori ........................................................................................23

3. KERANGKA KONSEP ..................................................................................24


4. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................25
4.1 Desain ......................................................................................................25
4.2 Tempat dan waktu ....................................................................................25
4.3 Populasi penelitian ...................................................................................25
4.4 Sampel dan cara pengambilan sampel .....................................................25
4.5 Perkiraan besar sampel ............................................................................25
4.6 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi...................................................................27
4.6.1 Kriteria inklusi ................................................................................27
4.6.2 Kriteria eksklusi..............................................................................27
4.6.3 Kriteria drop out .............................................................................27
4.7 Izin Penelitian dan Ethical Clearance .....................................................27
4.8 Cara Kerja ................................................................................................28
4.8.1 Alokasi Subyek ...............................................................................28
4.8.2 Cara Penelitian (Pengukuran dan Intervensi) .................................28
4.8.2.1 Pencatatan Data Sampel .....................................................28
4.8.2.2 Pemeriksaan Penunjang ......................................................28
4.8.2.3 Prosedur Pemberian Obat ...................................................29
4.8.2.4 Evaluasi Klinis ....................................................................30
4.8.2.5 Tatalaksana Outcome ..........................................................30
4.8.2.6 Skema Alur Penelitian ........................................................31
4.9 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel .......................................................32
4.10 Definisi Operasional ................................................................................32
4.11 Metode Analisis .......................................................................................35

5. HASIL PENELITIAN .....................................................................................36


5.1 Jumlah Sampel .........................................................................................36
5.2 Karakteristik Sampel ................................................................................37
5.3 Hubungan pemberian seng terhadap insidens IRA. .................................38
5.4 Hubungan pemberian seng terhadap frekuensi episode IRA. ..................39
5.5 Hubungan pemberian seng terhadap rerata durasi (lama) episode
IRA. ..........................................................................................................40
5.6 Hubungan pemberian seng terhadap durasi episode IRA dengan
durasi ≤ 5 hari dan > 5 hari ......................................................................40

6. PEMBAHASAN...............................................................................................42
7. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................47
7.1 Kesimpulan ..............................................................................................47
7.2 Saran ........................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................49
LAMPIRAN ..........................................................................................................55

x Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kebutuhan seng per hari sesuai umur yang direkomendasikan
seperti berikut .......................................................................................7
Tabel 2.2. Implikasi/akibat defisiensi seng ..........................................................10
Tabel 2.3. Dalam penelitian diatas didapatkan, sebagai berikut (37) .....................15
Tabel 5.1. Karakteristik sampel pada kelompok sengdan kelompok
plasebo. ................................................................................................38
Tabel 5.2. Jumlah persentase insidens IRA pada kelompok seng dan
kelompok plasebo:...............................................................................39
Tabel 5.3. Hubungan Pemberian seng terhadap frekuensi episode IRA,
pada kelompok Zn dan kelompok plasebo. .........................................39
Tabel 5.4. Hubungan pemberian seng terhadap rerata durasi episode IRA
pada kelompok seng dan kelompok plasebo. ......................................40
Tabel 5.5. Hubungan pemberian seng terhadap durasi episode IRA dengan
durasi ≤ 5 hari dan > 5 hari. ................................................................40

xi Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Peranan Zinc mobile intraselular pada epitel paru ..............................8
Gambar 2.2. Gambaran peranan seng pada sel-sel imun (Th1, makrofag,
dan sel monosit) ................................................................................12
Gambar 2.3. Gambaran peranan seng sebagai antioksidan dan agen anti-
inflamsi. ............................................................................................13
Gambar 2.4. Triangle of causation ........................................................................22
Gambar 5.1. Proporsi jumlah sampel (persentase) kelompok seng dan
kelompok plasebo. ............................................................................37

xii Universitas Indonesia


Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
DAFTAR SINGKATAN

BB : Berat Badan.
BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah
CAP : Community Acquired Pneumoni
CMV : Cytomegalovirus
DC : Dendritic Cells
DNA : Deoxyribonucleic Acid
dTMP : Deoxythymidine 5’ Mono-Phosphate
ICAM-1 : Intercellar Adhesion Molecule-1
IFN-γ : Interferon-γ
IL : Interleukin
IGF-1 : Insulin-like Growth Factor 1
IKA : Ilmu Kesehatan Anak
IL-1β : Interleukin-1β
IL-2 : Interleukin 2
IRA : Infeksi respiratori akut
ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Kima : Kawasan Industri Makassar
LPS : Lipopolysaccharide
MAPK : Mitogen-Activated Protein Kinase
mRNA : Messenger RNA
MT : Metallothionein
NF-κB : Nuclear Factor kappa B
NK : Natural Killer
PDE : Phosphodiesterase
PHA : Phytohemagglutinim,
RDA : Recommended Dietary Allowances
RNA : Ribonucleic Acid
ROS : Reactive Oxygen Species
SCD : Sickle Cell Disease
SOD : Superoxide Dismutase
sICAM-1 : Soluble Intercellular Adhesion Molecule-1
TB : Tinggi Badan
T-cell : Thymic Cell
TCR : T Cell Receptor
Th1 : T Helper One
Th2 : T Helper two
DTK : Deoxythymidine Kinase
TLR 4 : Toll Like Receptor 4
TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α
TRAF : TNF-Receptor Associated Factor
TTP : Thymidine Triphosphate
WHO : World Health Organization
CLD : Chronic Lung Disease
PCP : PneumicysticPneumoni
CuZnSOD : Copper zinc superoxidedismutase

xiii Universitas Indonesia


Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
SARS : Severe acute respiratory syndrome
MERS : Middle East Respiratory Syndrome
Zn TP-1 : Zinc transport protein 1
IZiNCG : International Zinc Nutrition Consultative Group
TECs : Thymic epithelial cells
CTL : Cytotoxic T lymphocytes
ZIPs : Zinc importers (ZIP1-14)
ZnTs : Zinc exporters (ZnT1-8)

xiv Universitas Indonesia


Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Infeksi respiratori akut (IRA) merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak terutama balita di negara sedang berkembang, bronkiolitis
dan pneumonia paling sering menyebabkan kematian.(1-6)

Di Indonesia, IRA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan


pasien ke sarana kesehatan, yaitu 40–60% dari seluruh kunjungan ke puskesmas
dan 15–30% dari seluruh kunjungan rawat jalan dan rawat inap rumah sakit.
Kasus IRA 50% terutama pada anak balita, dan 30% lainnya berusia 5–12
tahun.Anak berusia 1–6 tahun dapat mengalami episode IRA sebanyak 7–9 kali
per tahun, tetapi biasanya ringan. Puncak insidens biasanya terjadi pada usia 2–3
tahun. Sebagian besar merupakan IRA atas, hanya sekitar 5% merupakan IRA
bawah, yaitu pneumonia.(4,7,8)

Insidens IRA (pneumonia) di negara berkembang adalah 2–10 kali lebih


banyak daripada negara maju.Perbedaan tersebut berhubungan dengan etiologi
dan faktor risiko.Di negara maju, IRA didominasi oleh virus, sedangkan di negara
berkembang oleh bakteri, seperti S. pneumoniaedan H. influenzae. Di negara
berkembang, IRA dapat menyebabkan 10–25% kematian, dan bertanggung jawab
terhadap 1/3–1/2 kematian pada balita.(4,8) Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas)
tahun 2007, 15,5% kematian balita akibat pneumonia.(9) Di seluruh dunia
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor satu pada balita. Bahkan akhir-
akhir ini semakin menghawatirkan masyarakat diseluruh dunia, berhubung
munculnya virus-virus baru penyebab IRA yang cenderung menjadi epidemi dan
pandemi.(3-5,7,10-12)

Seng (Zinc) diketahui mempunyai peranan utama pada sistem imunitas


tubuh manusia, baik imunitas non-spesifik maupunspesifik, seluler dan imunitas
humoral,. Penelitian pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa seng berperan
penting dalam sistem imunitas tubuh sehingga sengdiyakini dapat membantu
sistem pertahanan tubuh dari berbagai ancaman mikroorganisme yang berbahaya

1 Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
2

seperti : bakteri, virus termasuk penyebab infeksi respiratori akut (IRA).(13,14)


Defisiensi seng meningkatkan kerentanan (susceptibility) terhadap berbagai
mikroorganisme patogen. Beberapa penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa
suplementasi seng pada anak dengan gizi baik dapat mengurangi angka morbiditas
dan mortalitas secara bermakna serta memperpendek masa penyembuhan penyakit
infeksi secara umum.(15,16)

Penelitian di India pada bayi usia 6-11 bulan berkesimpulan bahwa


pemberian suplemen seng selama 2 minggu dapat mengurangi morbiditas akibat
infeksi respiratori akut bawah.(17,18) Penelitian lain menyimpulkan bahwa
pemberian seng pada anak 6 – 35 bulan dapat menurunkan 45 % insidens infeksi
respiratori akut bawah.(19) Sedangkan penelitian di Iran mendapatkan, dengan
suplementasi seng menurunkan frekuensi kejadian dan rerata durasi (lamanya)
serta derajat keparahan common cold secara bermakna, sehingga penyalahgunaan
antibiotik dapat dikurangi.(20)

Dampak terhadap ekonomi maupun terhadap status kesehatan masyarakat


akibat infeksi respitori akut pada anak sangat besar. Penelitian di Pakistan
menyimpulkan bahwa pembiayaan yang besar diperlukan untuk memperluas
ketersediaan sarana pelayanan kesehatan, dan memperkenalkan langkah-langkah
mencegah IRA atau pneumonia pada anak.(21)

Tatalaksana IRA secara komprehensif sampai saat ini terasa belum


maksimal, karena angka morbiditas dan mortalitas masih tetap tinggi, meskipun
pemberian obat simtomatik sampai pemberian antibiotik telah diberikan. Beberapa
penelitian yang mencoba memberikan obat sebagai terapi tambahan selain terapi
standar seperti antibiotik + Zn(17), AB + Zn dan Vit.A,(22) namun yang masih
belum banyak dikaji adalah terapi tambahan yang bersifat profilaksis, seperti
pemberian suplementasi seng sebagai profilaksis IRA pada anak.

Dari data tersebut diatas maka penting dilakukan penelitian lebih jauh tentang
bagaimana infeksi respiratori akut dapat dicegah, sehingga beban materi maupun
non-materi pada masyarakat dapat dikurangi.Oleh karena itu penulis ingin
mengetahui lebih jauh mengenai “Apakah pemberian suplementasi seng sebagai

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
3

profilaksis dapat menurunkan insidens, frekuensi episode, durasi episode dan


rerata durasi episode Infeksi respiratori akut pada anak” sepengetahuan penulis,
penelitian semacam ini belum pernah dilakukan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah pemberian suplementasi seng
sebagai profilaksis dapat menurunkan insidens, frekuensi episode, durasi (lama)
episode dan rerata durasi episode infeksi respiratori akut pada balita.

1.3 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Insidens IRA lebih rendah pada kelompok seng dibandingkan dengan
kelompok plasebo.
2. Frekuensi eposode IRA pada kelompok seng lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok plasebo.
3. Durasi episode IRA yang ≤ 5 hari lebih banyak pada kelompok seng
dibandingkan dengan kelompok plasebo.
Durasi episode IRA yang ˃ 5 hari lebih sedikit pada kelompok seng
dibandingkan dengan kelompok plasebo.
4. Rerata durasi episode IRA pada kelompok seng lebih singkat dibandingkan
dengan kelompok plasebo.

1.4 Tujuan penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Menilai peranan atau hubungan pemberian seng profilaksis terhadap
insidens, frekuensi episode, durasi (lama) episode dan rerata durasi episode IRA
pada balita.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui insidens IRA pada kelompok seng dan kelompok plasebo.
2. Membandingkan insidens IRA antara kelompokseng dengan kelompok

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
4

plasebo.
3. Mengetahui frekuensi episode IRA pada kelompok seng dan kelompok
plasebo.
4. Membandingkan frekuensi episode IRA antara kelompok seng dengan
kelompok plasebo.
5. Mengetahui durasi (lama) episode IRA pada kelompok seng yang durasi ≤ 5
hari dan durasi ˃ 5 hari dan kelompok plasebo yang durasi ≤ 5 hari dan durasi
˃ 5 hari.
6. Membandingkan durasi episode IRA antara kelompok seng dengan
kelompok plasebo yang durasi ≤ 5 hari dan durasi ˃ 5 hari.
7. Mengetahui rerata durasi episode IRA pada kelompok seng dan kelompok
plasebo.
8. Membandingkan rerata durasi episode IRA antara kelompok seng dengan
kelompok plasebo.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Memberikan informasi dasar terhadap penelitian selanjutnya tentang peranan
suplementasi seng sebagai profilaksis terhadap infeksi respiratori akut pada
balita.
2. Memberikan informasi ilmiah kepada institusi pendidikan maupun kepada
mensyarakat secara umum tentang manfaat pemberian suplementasi seng
dalam hal meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sehingga dapat mencegah
terjadinya infeksi secara umum, dan infeksi respiratori akut pada anak secara
khusus.
3. Menjadi bahan pertimbangan pada unit pelayanan kesehatan dalam
pencegahan infeksi respiratori akut pada anak dengan pemberian seng
profilaksis.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seng
Seng (Zinc) pertama kali terbukti diperlukan untuk pertumbuhan jamur
Aspergillusniger oleh Raulin pada tahun 1869. Sejak itu, seng telah menjadi
penting untuk pertumbuhan, perkembangan dan diferensiasi dari semua jenis
kehidupan, termasuk mikroorganisme, tumbuhan dan hewan. Setelah besi, seng
adalah zat logam kedua yang paling banyak dalam tubuh manusia; rata-rata 70 kg
manusia dewasa mengandung 2,3 g seng.(23)

Metalloenzymepertama dari seng yang ditemukan adalah karbonat


anhidrase II (CA3 II, EC 4.2.1.1), ditemukan pada tahun 1940 oleh Keilin dan
Mann. Sejak saat itu, kurang lebih 300 metalloenzime seng yang mencakup
berbagai jenis enzim dan berbagai jenis filum telah ditemukan. Dalam kebanyakan
kasus, ion seng merupakan kofaktor penting untuk fungsi biologis dari
metaloenzim ini. Selain itu, fungsi biologis seng yang fleksibel yang diamati di
berbagai jaringan, dan paling sering dikaitkan dengan protein.(23)’

2.1.1 Sifat Seng


Seng merupakan unsur logam berwarna putih kebiruan, dengan nomor
atom 30, berat atom 65,4. Karena sifatnya sebagai elemen transisi dalam tabel
unsur periodik, seng memiliki sifat kimia tertentu yang membuatnya sangat
berguna dan penting dalam sistem biologi tubuh manusia. Secara khusus, seng
mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk membentuk senyawa yang kuat,
tapi struktur kompleksnya mudah ditukar dan fleksibel dengan molekul/ unsur
organik lain. Sehingga memungkinkan untuk memodifikasi struktur tiga dimensi
asam nukleat, dan protein khusus.seng juga dikaitkan dengan lebih dari 50
metalloenzyme yang berbeda, memiliki berbagai macam fungsi, termasuk sintesis
asam nukleat dan protein spesifik, seperti hormon dan reseptornya. pertumbuhan,
diferensiasi, dan metabolisme sel.(24,25)

5 Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
6

2.1.2 Asupan dan Distribusi


Seng merupakan mineral mikro (trace element) yang paling penting setelah
besi.Mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil
yaitu 100 mg atau kurang setiap harinya. Seng pada makanan banyak dijumpai
pada daging, susu, dan beberapa makanan laut, yang berasal dari sumber hewani
diserap lebih baik daripada sumber nabati yang sering diikat oleh fitat.(26,27)

Penyerapan dan metabolisme seng menyerupai penyerapan dan metabolisme


besi. Penyerapan terjadi di usus kecil jejenum dan duodenum bila kadar di dalam
darah rendah maka seng lebih banyak diserap. Namun apabila asupan seng tinggi
dan kadar yang diserap tinggi, maka di dalam sel mukosa dinding usus halus
terbentuk protein metalotioneinyang akan mengikat seng dan masuk ke aliran
darah. seng yang diserap dibawa oleh albumin dan transferin ke hati. Kelebihan
seng akan disimpan di hati dalam bentuk metalotionein, sisanya disimpan di
pankreas dan jaringan tubuh lainnya seperti kulit, rambut, kuku, tulang, retina, dan
organ reproduksi laki-laki.(26,27)

Tubuh manusia mengandung 2–2,5 gram seng yang tersebar pada hampir
semua sel seperti hati, pankreas, ginjal, otot, dan tulang. Jaringan yang banyak
mengandung seng adalah mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut, dan
kuku.Porsi yang terbesar terdapat dalam tulang dan otot sekitar 65%.Konsentrasi
seng serum yang normal sekitar 80–140ug/dL, ekskresi terutama melalui cairan
pankreas, intestinal dan keluar bersama feses. Pengeluaran melalui saluran cerna
lebih kurang 50% dari ekskresi seng Pengeluaran melalui urin sekitar 500 ug/hari,
sedangkan ekskresi melalui jaringan tubuh lain terjadi dalam kulit, sel dinding
usus, cairan haid, dan sperma.(26)

Kebutuhan seng setiap hari tergantung pada umur, angka kecukupan gizi
yang direkomendasikan sebagai berikut.(28-30)

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
7

Tabel 2.1. Kebutuhan seng per hari sesuai umur yang direkomendasikan
seperti berikut (30)
Umur Kebutuhan (mg)
- Bayi 0 - 6 bulan 2 mg
- Bayi 7-12 bulan 3 mg
- Anak 1-3 tahun 4 mg
- Anak 4-6 tahun 5 mg
Sumber : Permenkes RI No.75. Tentang rekomendasi angka kecukupan
gizi untuk Indonesia, 2013

2.1.3 Metabolisme dan Homeostasis


Seng termasuk mikronutrien yang sangat dibutuhkan setiap orang untuk
mempertahankan kesehatan. Seng ditemukan dalam sel-sel di seluruh tubuh,
sangat dibutuhkan untuk membantu perkembangan sistem kekebalan tubuh untuk
melawan bakteri dan virus, membentuk struktur protein dan sintesis DNA, serta
materi genetik pada semua sel. Selama kehamilan, masa bayi, masa kanak-kanak
dan remaja, tubuh membutuhkan seng untuk tumbuh dan berkembang dengan
baik. seng juga membantu penyembuhan luka, indera perasa dan penciuman.(25,30)

Seng pada manusia diperoleh hanya dari makanan.Sumber utama seng


dalam makanan adalah produk hewani dan makanan laut (sea food). Tapi hal ini
sangat mahal dan tidak mudah didapatkan, sehingga banyak populasi penduduk
dibelahan dunia tidak mampu menjangkau sehingga banyak yang menderita
defisiensi seng.(31)

Seng diabsorpsi melewati membran basolateralenterosit di duodenum dan


proksimal jejunum diperantarai oleh transporter termasuk zinc transport protein 1
(Zn TP-1), kemudian melewati sirkulasi portal di hepar untuk sampai ke jaringan
perifer. Lebih dari 60% keseluruhan seng tubuh (totalbody zinc) terdapat di otot
skelet, sekitar 20% terdapat di tulang dan 10% sisanya terdapat di sumsum tulang,
hepar, paru dan kulit.(27,31) Seng dibutuhkan asupan teratur untuk menjaga
kecukupan status seng tubuh. Kebutuhan seng manusia berubah berdasarkan
keadaan fisiologis; pada kehamilan dibutuhkan tambahan sekitar 5-7% total body
zinc wanita yang tidak hamil.(27)

Total body zinc dipengaruhioleh : 1) kecepatan absorpsi, 2) ekskresi dan


kehilangan, serta 3) keadaan fisiologis dan penyakit. Keseimbangan konsentrasi

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
8

seng tubuh dijaga melalui mekanisme homeostatik.Sengekstrasel bersifat labil dan


cepat berubah sebagai respons terhadap penggunaan seng di intrasel dan jaringan.
Absorpsi dan ekskresi seng dikendalikan oleh transporter zinc yaitu zinc
importers (ZIPs), zinc exporters (ZnTs), yang mengendalikan influks dan efluks
seng tingkat seluler. Respons fisiologis, termasuk reaksi fase akut terhadap stresor
seperti infeksi, dapat memodulasi turnover zinc melalui pengikatan atau
pelepasannya oleh metalloprotein. Tujuh puluh persen sengekstrasel yang
ditranspor ke seluruh tubuh terikat oleh albumin plasma sehingga
hipoalbuminemia yang menyertai kekurangan energi protein dan proses penuaan
menurunkan konsentrasi sengplasma.(27,31)

Seng telah disebut sebagai "pedang bermata dua" baik dampaknya pada
defisiensi seng maupun pada kelebihan seng, terkait dengan efek buruk pada
fisiologi sel, deficiensi seng merangsang antar-nucleosomal fragmentasi DNA dan
apoptosis pada usus, saraf, epitel pernapasan, dan dalam endotelium sistemik, dan
kelebihan seng (> 250 μM) berhubungan dengan konsentrasi, menyebabkan
peningkatan kematian sel di paru dan endotel otak. Sebaliknya pada kadar seng
rendah (< 10 μM) akan menghambat pembentukan cadmiun, asam lenuleat dan
tumor nekcrosis factor-α (TNF-α) sehingga mengakibatkan apoptosis pada sel
endotel sistemik.(32)

Gambar 2.1. Peranan Zinc mobileintraselular pada epitel paru.(32)

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
9

2.1.4 Defisiensi Seng


Defisiensi seng dapat terjadi pada golongan rentan yaitu anak-anak, remaja,
ibu hamil dan menyusui, orang tua.(14) Juga pada kondisi tertentu seperti pasien
yang mendapat nutrisi parenteral total, malnutrisi, anoreksia nervosa, diare
persisten, sindrom malabsorpsi, penyakit Crohn dan kolitisulserativa, penyakit
hati alkoholik, sickle cell anemia, vegetarian, pengguna antimetabolik dan
diuretik. Oleh karena seng dibutuhkan untuk berbagai fungsi normal tubuh
misalnya integritas membran sel, metabolisme protein dan sintesis asam nukleat,
maka bila terjadi defisiensi seng akan timbul dampak yang serius bagi kesehatan,
yaitu: melemahnya sistem imun dan sebagai akibatnya terjadi peningkatan
prevalensi penyakit-penyakit infeksi pada anak seperti diare dan IRA/pneumonia,
hambatan proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi, anak dan remaja,
serta gangguan kesehatan ibu dan bayi dalam kandungan.(31,33,34)

Defisiensi seng merupakan hal yang sering terjadi di negara berkembang


termasuk Indonesia (high risk category deficiency of Zinc) dengan angka stunting
42,2% dan perkiraan populasi beresiko asupan seng yang tidak cukup kurang-
lebih 34,4%.(35) Di Indonesia, data defisiensi seng masih terbatas. Sejauh ini
belum dijumpai penelitian seng dalam skala besar di Indonesia. Hal ini antara lain
karena rentannya kontaminasi penanganan spesimen sejak persiapan, pelaksanaan
dan pemrosesan baik di lapangan maupun di laboratorium untuk penentuan seng.
Namun survei di 12 propinsi, menemukan prevalensi defisiensi seng pada Balita
rata-rata 36,1% dengan kisaran 11,7- 46,6%. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan hampir 4 dari 10 anak yang diteliti menderita defisiensi seng. (33)
Dewasa ini diperkirakan sepertiga penduduk dunia berisiko mengalami defisiensi
seng, dengan rentang variasi antara 4-73% tergantung dari negaranya.(33)

Produk hewani sebagai sumber seng seperti kerang-kerangan, telur dan


daging yang mengandung seng dalam jumlah besar dan siap diserap tubuh karena
mempunyai bioavailabilitas yang tinggi. Sereal dan kacang polong dapat
diperoleh secara luas juga mengandung seng tapi hanya sedikit yang dapat
diserap.(33)

Pada orang yang menderita defisiensi seng ringan, tanda-tanda klinik seperti

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
10

:sistem kekebalan tubuh turun, gangguan rasa dan penciuman, timbulnya rabun
senja, gangguan memori, dan penurunan spermatogenesis pada pria. Defisiensi
seng yang parah ditandai dengan fungsi kekebalan tubuh mengalami depresi berat
sehingga mudah terjadi infeksi, dermatitis pustularbulosa, diare kronik, alopecia,
dan gangguan mental, Sebuah kelainan genetik langka, yang dikenal sebagai
enteropathicaacrodermatitis, terjadi pada sapi dan manusia, yang mengakibatkan
penurunan penyerapan seng disertai dengan lesi karakteristik hiperpigmentasi
kulit, pertumbuhan yang buruk, dan konsentrasi seng plasma yang rendah.(15)

Tabel 2.2. Beberapa implikasi defisiensi seng dalam berbagai hal seperti
tabel berikut :(29)

Beberapa Implikasi defisiensi seng


 Kelainan bawaan  Gangguan perkembangan
 Bayi Berat Lahir Rendah sex pada perempuan
 Perkembangan sex yang  Mudah terjadi Infeksi
lambat  Payudara kecil pada
 Gangguan perempuan
belajar/konsentrasi  Retardasi pertumbuhan
 Gangguan penciuman dan  Dwarfism
pengecapan  Selera makan menurun
 Gangguan penyembuhan  Pubertas Lambat pd
luka remaja
 Anoreksia  Kulit kasar
 Selera makan hilang  Gangguan mental
 Penyakit gila ketakutan  Perawakan pendek
 Depresi  Diare kronis
 Bau badan  Pneumonia
 Hipertropi prostat  Fungsi imun berkurang
 Impoten  Jaringan kolagen menurun
 Keruasakan rambut dan kuku  Katarak
 Artritis  Jerawat
 Katarak  Myopia
 Neuritis optik  Ablasio Retina
 Dermatitis dan jerawat  Berat badan turun
 Gangguan mineralisasi
tulang
 Hypogonadisme pada laki-
laki

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
11

Beberapa kelompok beresiko defisiensi seng antara lain.(29) :

1. Bayi dan anak


2. Wanita hamil dan menyusui
3. Penderita yang menggunakan Nutrisi parenteral total
4. Lansia ( > 65 tahun)
5. Individu dengan Alkoholisme, gangguann fungsi hati
6. Individu dengan penyakit radang usus : Crohn’s disease, Colitis
ulseratifIndividu dengan diare persisten atau diare berat.

2.1.5 Fungsi Seng


Seng mempengaruhi beberapa aspek dari sistem kekebalan tubuh, antara
lain :1) Seng sangat penting untuk perkembangan normal dan fungsi sel-
meditedimuniti bawaan, neutrofil, dan sel-sel NK.2) Seng mempengaruhi kerja
dari makrofag dalam hal fagositosis, pembunuh intraseluler(sitolitik) dan produksi
sitokin, difrensiasi dan fungsi sel limfosit T dan limfosit B serta sintesis DNA dan
transkripsi RNA, pembelahan dan aktivasi sel-sel.(36)

Peranan seng dalam tubuh sangat esensial pada berbagai fungsi, pada level
seluler fungsi seng secara garis besar di bagi atas 3 kategori : 1). Katalitikal, 2).
Struktural, dan 3). Regulator.(14,29,37)

2.1.5.1. Seng sebagai Katalitikal atau Integral


Sekitar 200-300 jenis enzim sangat memerlukan seng untuk menjalankan
fungsinya pada berbagai reaksi kimiawi yang penting dalam tubuh. Sebagian
besar termasuk kelompok metalloenzymes.(26,29,38)Seng juga sangat penting untuk
fungsi DNA polimerase, thymidin kinase dan sintesis DNA yang diatur oleh RNA
polimerase, yang terlibat dalam sintesis asam nukleat, sehingga dapat menjelaskan
efek seng pada proliferasi sel-limfoid.(37,38)

Suatu penelitianRCT tentang suplemen seng, menunjukkan bahwa


kelompok seng mengalami penurunan insiden infeksi dibandingdengan kelompok
plasebo.Setelahsuplementasi seng, seng plasma dan kekuatan antioksidan
mengalami peningkatan.Plasmanitrit dan nitrat (NOx), produksi peroksidasi lipid,

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
12

produksi oksidasi DNA, dan adhesi sel vaskular molekul-1 (VCAM-1) menurun
dibandingkan dengan kelompok plasebo.Suplemen seng individual menurun
secara signifikan dalam LPS yang diinduksi oleh TNF- dan IL-1 mRNA, dan
TNF-α diinduksi oleh NF-kB DNA yang diikat pada MNC (mononuklear cells)
dibandingkan dengan kelompok plasebo.Secara ex-vivo seng pada MNC yang
diisolasi dari kelompok plasebo TNF- dan IL-1 mRNA menurun. Kelompok
suplemen kadar IL-2 dan IL-2Rα mRNAs dalam PHA (phytohemagglutinins)
yang distimulasi oleh MNC juga meningkat secara relatif . Penelitian ini
menunjukkan efek yang baik dari suplemen zink dalam mencegah infekasi pada
SCD (sickle cell disease), memperbaiki generasi sitokin-sitokinTh1, dan
menurunkan stres oksidatif serta-sitokin inflamasi.(36)

Catatan : = Mengaktifasi = Menghambat


Gambar 2.2. Gambaran peranan seng pada sel-sel imun
(Th1, makrofag, dan sel monosit).(37)

Seng merupakan bagian integral dari mulekul hormon thymus yaitu


thymulin.Thymulindiperlukan untuk pematangan sel-limfositT(sel-T). Defisiensi
seng menginduksi penurunan aktifitas thymulin, berkaitan dengan penurunan
pematangan sel-T.Th0 berdiferensiasi menjadi Th1 yang memproduksi IL-2 dan
IFN-γ.Penurunan IL-2 menyebabkan penurunan aktifitas sel NK (Natural Killer)
dan sel sitolitik.Ekspresi gen IL-2 dan IFN-γ, (sitokinTh1) dependen terhadap

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
13

seng. Makrofag-monositik memproduksi IL-12 (a zinc-dependent cytokine), yang


bersama-sama dengan IFN-γ membunuh parasit, virus dan bakteri.Sitokin dari
Th2 tidak dependen seng kecuali IL-10.SitokinTh2 tidak terpengaruh oleh
kekurangan seng kecuali produksi IL-10 meningkat pada subyek lansia yang
seng.Hal ini dikoreksi oleh suplementasi seng. Peningkatan IL-10 berakibat buruk
pada fungsi Th1 dan makrofag.(37)

Seng merupakan molekul induser pada intraseluler dalam monosit, sel dendritik
dan makrofag.

Catatan : = Mengaktifasi = Menghambat


Gambar 2.3. Gambaran peranan seng sebagai antioksidan dan agen anti-
inflamsi.(37)

Seng menurunkan ROS (reactive oxygen species) melalui beberapa


mekanisme seperti berikut :(37)
1. Seng menghambat OksidaseNADPH yang akan membentuk ROS,
2. SOD (superoxida dismutase) bersama seng dan tembaga mengandung enzim
yang diketahui menurunkan stress oksidatif.
3. MT (metallo-thionein) distimulasi oleh seng. MT mengandung 26 mol per
mol protein yang sangat efektif untuk menurunkan ion OH yang merugikan.
4. Seng melalui A20 menghambat aktivasi NF-kB melalui jalur TRAF, dan
hasil ini menurunkan sitokin inflamasi dan molekul adhesi. ROS

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
14

mengaktifkan NF-kB selanjutnya mengaktifkan faktor pertumbuhan dan


molekul anti-apoptosis.
5. Salah satu mekanisme seng yaitu mengurangi produksi sitokin inflamasi yang
melibatkan regulasi seng yang disebut protein-finger seng.
6. Seng memiliki peranan dalam pencegahan beberapa jenis kanker seperti
kanker usus besar dan prostat serta aterosklerosis yang disebab peradangan
kronis sebagai inflikasi gangguan ini. seng tidak hanya berfungsi sebagai
antioksidan, tetapi juga merupakan agen anti-inflamasi.(29,37)

2.1.5.2. Seng sebagai Fungsi Struktural


Seng berperanan dalam struktur protein dan membran sel. Struktur
berbentuk seperti jari-jari yang dikenal sebagai zinc finger, menstabilkan struktur
protein. seng sebagai zinc finger berperan penting pada pertumbuhan dan
pembelahan sel dan pengenalan intraseluler. seng merupakan bagian dasar
struktur penting antioksidan, enzim copper zinc superoxidedismutase (CuZnSOD).
Enzim tersebut secara khusus penting dalam melindungi lemak membran sel dari
oksidasi dan penghancuran. Kehilangan seng dari membran biologik
meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan oksidasi.(14,29)

Berperan sebagai kofaktor enzim DNA polimerase dan RNA polimerase, yang
diperlukan dalam sintesis DNA, RNA dan protein.Peran seng dalam pertumbuhan
jaringan terutama dalam pengaturan sintesis protein.Metaloenzim DNA dan RNA
polimerase dan deoksitimidin kinase sangat penting dalam sintesis asam nukleat,
yang dibutuhkan untuk penyimpanan tymin pada DNA.Katabolisme RNA diatur
oleh seng dengan mempengaruhi kerja ribonuklease.Enzimdeoksinukleotil-
transferase, nukleosid-fosforilase, dan reverse-transkriptase juga membutuhkan
seng. Seng juga dibutuhkan dalam proses transkripsi DNA. (15,26,29)

2.1.5.3. Sengsebagai fungsi regulasi


Protein zinc finger telah ditemukan untuk mengatur ekspresi gen dengan bertindak
sebagai faktor transkripsi (berikatan dengan DNA dan mempengaruhi transkripsi
gen tertentu). Seng juga dalam signaling sel serta pelepasan hormon dan transmisi
impuls saraf, seng juga berperan dalam apoptosis (kematian sel), proses regulasi

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
15

seluler kritis dengan implikasi untuk pertumbuhan dan perkembangan, sejumlah


penyakit kronis, dan sistem imunitas tubuh. Seng essensial dalam perkembangan
cell-mediated innete immunity, phagositosis, fungsi neutrofil, sel NK (natural
killer) dan makrofag. Defisiensi seng berpengaruh pada perkembangan sel-sel
limfosi T dan limfosit B.(29,37)

Berperan dalam fungsi imunitas, seng diperlukan untuk fungsi sel T dan
pembentukan antibodi oleh sel B. Defisiensi seng menyebabkan atropitimus,
berkurangnya produksi limfokin, hormon yang diproduksi oleh timus, natural
killer cell, aktifitas limfosit, dan reaksi hipersentitifitas tipe lambat. Hubungan
antara seng dengan imunitas tubuh ini telah banyak diketahui.Shankar dan Prasad
menyatakan bahwa seng berperan dalam aktifasilimfosit T, produksi Th-1, dan
fungsi limfosit B. Frakerdkk.di Amerika Serikat, mendapatkan hasil bahwa
terdapat rangkaian yang dinamis antara status imunitas dengan status seng. Pada
defisiensi seng yang berat seperti pada penyakit. Akrodermatitisenteropatika
terjadi gangguan pada imunitas seluler dan memudahkan terjadi infeksi
oportunistik yang mengancam kehidupan.(13,26,37) Kami mencoba membujuk
beberapa orang yang menderita defisiensi seng ringan untuk mengurangi
komsumsi seng dalam diet perharinya sebanyak 3-5 mg per hari. Aktivitas
thymulin (hormon thymic) yang dipengaruhi oleh seng mengalami penurunan
dalam waktu 12 minggu setelah diretriksi seng dalam dietnya, dan hasilnya adalah
Ratio T4+ / T8+ menurun, generasi IL-2 menurun, dan keadaan ini kembali
berubah setelah diberikan kembali suplemen seng.(37)

Tabel 2.3. Dalam penelitian diatas didapatkan, sebagai berikut (37)

Variabel yang diteliti setelah seng diretriksi dalam makanan


1. Aktivitas thymulin menurun, baik invivo maupun invitro
2. Subpopulasi Sel Limfosit T ;
CD4+ ke CD8+ rasio menurun
CD4+ CD45RA+ ke CD4+CD45RO+ menurun secara siknifikan.
3. Pelepasan sitokin IL-2 dan IFN-γ oleh Th1 menurun
4. Pelepasan sitokin IL-4, IL-6, IL-10 oleh Th2 tidak berubah.
5. Aktivitas lisis Sel NK menurun, prekursor sitotoksiklimfosit
CD8+ CD73+ menurun

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
16

2.1.6 Fungsi seng yang lain dalam kesehatan.(29)


1. Sengmengstimulasi produksi testosteron pada laki-laki.
2. Menambahan aktifitas otak, seng ditemukan dalam sistem serabut saraf di
hippo-campus. Serabut saraf ini berperan dalam meningkatkan memori dan
kemampuan berpikir.
3. Memperbaik penyembuhan luka dan proteksi kulit.
4. Memperbaiki pancaindra pengecap rasa dan penciuman.
5. Memperbaiki selera makan.
6. Memperbaiki mood (perasaan), defisiensi seng sering ditemukan pada pasien
gangguan mood. Seng efektif dalam mengurangi kelelahan, perubahan
suasana hati.
7. Membantu memperbaiki gejala pre-menstruasi sindrome (PMS), seng
mencegah terjadinya defisiensi progesteron yang mendasari PMS. seng
mengatur sekresi berbagai hormon termasuk progesteron.
8. Seng dibutuhkan pada masa kehamilan dan menyusui. Defisiensi seng
beresiko menyebabkan kelahiran BBLR dan prematur.
9. Peranan seng dalam kesehatan post-menopouse, seng berperan dalam
berbagai sekresi hormon estrogen. seng juga dapat memperlambat proses
degeneratif sebagai antioksidan.
10. Seng dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.

2.1.7 Status Seng dan Kerentanan (Susceptibility) terhadap Penyakit Infeksi


Penelitian mengenai seng untuk pengobatan common cold. Dibandingkan antara
kelompok plasebo dengan kelompok seng, ternyata pada kelompok seng memiliki
durasi sakit lebih pendek secara bermakna dibandingkan dengan kelompok
plasebo ( 4.0 vs 7.1 hari; p< 0.0001) Kadar sIL-1ra dan ICAM-1 dalam plasma
menurun secara signifikan pada kelompok seng. sIL-1ra merupakan sitokin anti-
inflamasi yang berfungsi sebagai inhibitor spesifik dari sitokin inflamasi IL-1α
dan 1L-1β. Kadar sIL-1ra dan ICAM-1 menurun inilah menunjukkan bahwa
peradangan secara menyeluruh menurun pada kelompok seng.(29,37)

Humen rhinovirus type 14 dengan ICAM-1 merusak pada permukaan sel-


sel somatik. Dengan demikian, seng bertindak sebagai agen antivirus dengan

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
17

mengurangi level ICAM-1. Kemungkinan lain adalah bahwa ion seng dapat
membentuk ikatan kompleks dengan ICAM-1, sehingga mencegah pengikatan
rhinovirus ke sel tubuh.(29,37)

Kebanyakan penelitian untuk menilai hubungan antara penyakit pernapasan


dan seng telah dilakukan pada anak-anak yang sehat atau sembuh dari episode
diare akut. Mirip dengan pengamatan pada diare akut, anak-anak yang kadar seng
yang rendah (defisiensi), didapatkan insidens yang lebih tinggi infeksi respiratori
akut (IRA) dibandingkan dengan anak-anak dengan kadar seng yang normal.(13)
Uji klinis untuk menilai efek dari suplementasi seng pada pencegahan IRA
menunjukkan bahwa seng mengurangi kejadian IRA yang berat (dengan odds
rasio 0,59, 95%. CI 0,41-0,83) dan mengurangi morbiditas IRA dalam 2 bulan
berikutnya setelah suplementasi seng pada anak dengan malnutrisi, studi ini juga
menemukan bahwa suplementasi seng memiliki efek yang lebih umum pada
morbiditas. Sebagai contoh, di Ekuador, anak-anak kurang gizi dengan
suplementasi seng selama 60 hari memiliki insiden lebih rendah (demam, batuk
dan infeksi saluran pernapasan akut atas) dibandingkan dengan anak kelompok
plasebo. Penelitian di Bangladests dan India menemukan hal yang sama bahwa
insiden IRA lebih rendah pada kelompok suplementasi seng dibanding dengan
kelompok plasebo.(13)

2.1.8 EFEK PENCEGAHAN DENGAN SUPLEMENTASI SENG


Penelitian double-blind, uji klinis acak terkontrol (RCT) suplementasi seng
elemental (45 mg/d) dilakukan pada subyek lansia usia 55-87 th selama 12 bulan.
Kejadian infeksi dan in vivo generasi TNF- dan stres oksidatif dalam plasma
secara siknifikan lebih rendah pada kelompok seng dibandingkan dengan
kelompok plasebo.(37)

Seng plasma dan PHA diinduksi oleh IL-2 mRNA dalam sel mononuklear
terisolasi (MNC) secara signifikan lebih tinggi pada kelompok suplemen seng
dibandingkan dengan kelompok plasebo. Penelitian ini menunjukkan efek
menguntungkan dari suplementasi seng pada sel imunitas, petanda stres oksidatif
dan sitokin inflamasi pada orang tua.(37)

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
18

2.1.9 Toksisitas
Meskipun seng tidak terlibat dalam siklus reduksselular dan secara
tradisional dianggap relatif tidak toksik.Studi terbaru menunjukkan bahwa
semakin tinggi ion seng bebas (Zn2+) dalam darah dapat merusak sel-sel neuron,
sel glia dan sel-sel lainnya. Konsentrasi Zn di otak dipertahankan kurang lebih
600-800 ng/L, penyimpangan terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat
menyebabkan kejang-kejang atau kematian sel.(39)

Ion seng bebas jauh lebih toksik daripada sifat biologis sesungguhnya.
Konsentrasi Zn2+ fisiologis optimal dalam sel eukariotik sekitar 10 ng/L dan
ketika seng turun di bawah 0,06 ng/L dapat memicu apoptosis, tetapi ketika naik
di atas 60 ng/L sangat toksik.(39,40)

2.2 Infeksi Respiratori Akut


2.2.1 Definisi
Yang dimaksud infeksi respiratori akut adalah mulai dari infeksi respiratori
atas dan adneksanya hingga parenkim paru, yang berlangsung hingga 14 hari.
Infeksi respiratori akut secara anatomi dibagi menjadi 2 secara garis besar : 1)
Infeksi respiratori atas, 2). infeksi respiratori bawah.(4,5)

Infeksi respiratori atas terdiri dari rinitis, faringitis, tonsilitis, rinosinusitis,


dan otitis media.Sedangkan infeksi respiratori bawah terdiri atas epiglotitis, croup
(laringotrakeo-bronkitis), bronkitis, bronkiolitis, dan pneumonia. Sebagian besar
IRA biasanya terbatas pada IRA atas saja, tapi sekitar 5%-nya melibatkan laring
dan respiratori bawah berikutnya, sehingga berpotensi menjadi serius.(4,7)

2.2.2 Insidens dan Prevalensi


Infeksi respiratori akut merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak berusia di
bawah 5 tahun, dan 30% pada anak berusia 5–12 tahun. Walaupun sebagian besar
terbatas pada saluran respiratori-atas, tetapi sekitar 5% juga melibatkan saluran
respiratori bawah, terutama pneumonia.Anak berusia 1–6 tahun dapat mengalami
episode IRA sebanyak 7–9 kali per tahun, tetapi biasanya ringan. Puncak insidens
biasanya terjadi pada usia 2–3 tahun. Insidens IRA/pneumonia di negara

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
19

berkembang adalah 2–10 kali lebih banyak daripada negara maju.Perbedaan


tersebut berhubungan dengan etiologi dan faktor risiko. Di negara maju, IRA
didominasi oleh virus, sedangkan di negara berkembang oleh bakteri.(4)

2.2.3 Etiologi
Berbagai bakteri dan virus dapat menjadi etiologirinitis, faringitis, baik
faringitis sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit lain.
Virus merupakan etiologi terbanyak faringitis akut, terutama pada anak berusia ≤3
tahun (prasekolah). Virus penyebab penyakit respiratori seperti Adenovirus,
Rhinovirus, dan virus Parainfluenza dapat menjadi penyebab faringitis. Virus
Epstein Barr (epsteinbarr virus, EBV) dapat menyebabkan faringitis. Infeksi
sistemik seperti infeksi virus campak, Cytomegalovirus (CMV), virus Rubella,
dan berbagai virus lainnya juga dapat menunjukkan gejala faringitis akut.(41,42)

Streptokokus beta hemolitikus grup A adalah bakteri penyebab terbanyak


faringitis/tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15−30% (di luar
kejadian epidemik) dari penyebab faringitis akut pada anak, sedangkan pada
dewasa hanya sekitar 5−10% kasus. Mikroorganisme seperti Klamidia dan
Mikoplasma dilaporkan dapat menyebabkan infeksi, tetapi sangat jarang
terjadi.(41,42)

Beberapa bakteri dapat melakukan proliferasi ketika sedang terjadi infeksi


virus (copathogen bacterial) dan dapat ditemukan pada kultur, tetapi biasanya
bukan merupakan penyebab dari faringitis/tonsilofaringitis akut. Beberapa bakteri
tersebut adalah Staphylococcus aureus, Haemophilusinfluenzae, Moraxella
catarrhalis, Bacteroidesfragilis, Bacteroidesoralis, Bacteroidesmelaninogenicus,
spesies Fusobacterium, dan spesies Peptostreptococcus.(2,41,42)

2.2.4 Patogenesis
Mikroorganisme penyebab Infeksi respiratori akut menular melalui udara (droplet
infection), nasofaring dan orofaring adalah tempat penyebab IRA berkembang,
kontak langsung dengan mukosa nasofaring atau orofaring yang terinfeksi atau
dengan benda yang terkontaminasi seperti sikat gigi merupakan cara penularan

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
20

yang kurang berperan, demikian juga penularan melalui makanan.(41,42)

Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring


yang kemudian menyebabkan respon peradangan lokal.Rhinovirusmenyebabkan
iritasi mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal.Sebagian besar peradangan
melibatkan nasofaring, uvula, dan palatummole.Perjalananpenyakitnya ialah
terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan
lokal, sehingga menyebabkan eritema faring, tonsil, atau
keduanya.InfeksiStreptokokus ditandai dengan invasi lokal serta penglepasan
toksin ekstraselular dan protease.Transmisi dari virus yang khusus dan SBHGA
terutama terjadi akibat kontak tangan dengan sekret hidung dibandingkan dengan
kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa inkubasi yang pendek, yaitu 24−72
jam.(41,42)
2.2.5 Manifestasi klinis
Gejala klinis IRA dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Gejala sistemik seperti : demam, anak gelisah, rewel, mual dan muntah,
sianosis, saturasi O2 turun.
2. Gejala lokal seperti : batuk, pilek, faring hiperemis, nyeri tenggorokan,
tonsil bengkak dengan eksudasi, kelenjar getah bening leher anterior
bengkak dan nyeri, uvula bengkak dan merah, ekskoriasi hidung disertai
lesi impetigo sekunder, ruam skarlatina, petekiepalatum mole, sesak,
retraksi dinding dada, ronki basah kasar, ronki basah halus/nyaring,
wheezing dan lain lain.(41,42)
Faringitis yang khas akibat bakteri Streptokokus berupa nyeri tenggorokan
dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam.Urutan gejala yang biasanya
dikeluhkan oleh anak berusia di atas 2 tahun adalah nyeri kepala, nyeri perut, dan
muntah. Selain itu juga didapatkan demam yang dapat mencapai suhu 40°C,
beberapa jam kemudian terdapat nyeri tenggorok. Gejala seperti rinorea, suara
serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya disebabkan oleh virus..(8,41,43)

2.2.6 Tatalaksana
Usaha untuk membedakan IRA dengan etiologi bakteri dan virus bertujuan agar

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
21

pemberian antibiotik sesuai indikasi. FaringitisStreptokokus grup A merupakan


satu-satunya faringitis yang memiliki indikasi kuat dan aturan khusus dalam
penggunaan antibiotik (selain difteri yang disebabkan oleh
Corynebacteriumdiphteriae).(41-43)

Pertimbangan penggunaan antibiotik, secara umum, penyebab IRA


terbanyak (>90%) adalah virus.Oleh karena itu sebenarnya sebagian besar IRA
tidak memerlukan antibiotik dalam tatalaksananya.Namun dalam beberapa jenis
IRA tertentu, bakteri berperan penting.Bahkan dalam epiglotitis yang merupakan
salah satu kegawatan pediatrik, hampir selalu disebabkan oleh
Hemophilusinfluenzae.Banyak bakteri penyebab IRA namun ada dua bakteri
terpenting yaitu Streptococcus pneumoniae, suatu bakteri kokus gram positif dan
Hemophilusinfluenzae, suatu bakteri gram negatif. Selain itu bakteri lain yang
perlu mendapat perhatian adalah Streptococcus pyogenes. Pertimbangan
pemilihan antibiotik juga memperhatikan aspek epidemiologi, apakah pneumonia
community acquired (komunitas) atau hospital acquired (nosokomial).(41,42)

Prinsip utama pemilihan antibiotik adalah bakteri yang kita tuju sensitif
dengan antibiotik yang kita berikan, untuk itulah diperlukan biakan dan uji
resistensi kuman penyebab.Namun hal tersebut banyak sekali kendalanya,
sehingga sebagian besar pengobatan antibiotik dilakukan secara empirik.Idealnya
antibiotik yang digunakan adalah spesifik untuk bakteri penyebabnya, misalnya
kloramfenikol untuk Salmonella thyposaataurifampisin untuk Mycobacterium
tuberculosis. Sayangnya dalam banyak kasus kita sulit untuk mengetahui kuman
penyebab secara definitif, sehingga kita gunakan antibiotik berspektrum luas.(5,6,41)

2.3 Faktor lingkungandan perilaku


Munculnya penyakit hampir selalu merupakan hasil dari interaksi beberapa
faktor seperti: lingkungan, genetik dan fisik individu, dan agent penyakit
merupakan salah satu yang paling penting dari sebab dan akibat suatu penyakit.
Segitiga model (Triangle epidemiologiy :Host, Agent, dan environment) yang
berguna untuk menganalisis hubungan kausal interaksi dan untuk mendapatkan
strategi kesehatan masyarakat seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut..(44)

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
22

Gambar 2.4. Triangle of causation

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
23

2.4 Kerangka Teori

Pejamu Lingkungan

1. Faktor Intrinsik& genetik 2. Faktor Ekstrinsik


Mekanisme Kerja Seng:  Lingkungan : musim hujan, cuaca dingin,
 Memperbaiki Sist imun tubuh ; kebersihan lingkungan dan perorangan.
humoral dan seluler, Spesifik  Perilaku : komsumsi gula-gula,snackcoklat,
dan non spesifik icecrem, minuman dingin.
 Meningkatkan Inhibisi bakteri,
virus, jamur, & parasit

 Zn+ThymulinkinaseTh0Th
1 IL2 dan IFN-γ aktifasi
Sel NK dan sel Sitolitik
 Makrofag& monosit IL-12
bersama dengan IFN-γ
membunuh bakteri,virus, dan
parasit.

Agen
Anak Sehat
3 bulan – <5 tahun Invasi
Mikroorganisme :
1.Virus
2. Bakteri
3.Parasit
4.Jamur

Mikroorganisme menang Sistem imunitas tubuh menang

Anak Sakit IRA Anak tdk Sakit IRA

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
BAB 3
KERANGKA KONSEP

J.Kelamin Umur St.Gizi ASI Asap rokok Jlh Saudara Jumlah


Penghuni

ANAK SEHAT (3 bln- < 5 thn)


informed Consent (Randomisasi)

Seng Tanpa Seng

Sakit Tidak Sakit Sakit Tidak Sakit


IRA IRA IRA IRA

1. Insidens IRA 1. Insidens IRA


2. Frekuensi IRA 2. Frekuensi IRA
3. Durasi episode IRA 3.Durasi episode IRA
4. Rerata durasi episode IRA 4. Rerata durasi episode IRA

24 Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain
Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak terkontrol (Randomized
Coltrolled Trial = RCT), untuk menilai manfaat suplementasi seng yang
diberikan pada anak yang sehat. Pelaksanaan rancangan penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan cara tersamar ganda (double blind randomized).

4.2 Tempat dan waktu


Penelitian ini dilakukan di Depart. IKARSUPDR.WahidinSudirohusodo,
Makassar. dan dilaksanakan mulai 1 Desember 2016 sampai 30 April 2017.

4.3 Populasi penelitian


Populasi penelitian ini adalah anak-anak yang tinggal di kompleks Rumah
Susun Sederhana sewa. Jl.Kima 3 Kompleks Kima, dan di kompleks perumahan
RSS (Rumah Sangat Sederhana) Mangga Tiga Permai, Kelurahan Paccerakkang,
Kec. Biringkanaya, Makassar, usia 3 bulan < 5 tahun

4.4 Sampel dan cara pengambilan sampel


Sampel adalah semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
penelitian.Subyek penelitian diperoleh berdasarkan nomor urut kedatangan di
posyandu “RW 10” kompl. Rusunawa, Kima, Makassar dan di kompleks Mangga
Tiga Permai (consecutive random sampling). Kemudian pada sampel tersebut
dilakukan randomisasi dengan menggunakan simple random sampling menjadi 2
kelompok yaitu kelompok yang mendapat suplemen seng dan kelompok tanpa
seng (plasebo).

4.5 Perkiraan besar sampel


Perkiraan besar sampel pada penelitian ini, menggunakan rumus Uji hipotesis
terhadap 2 proporsi independen (tidak berpasangan), Bila proporsi tingkat
pencegahan pemberian suplementasi seng (kepustakaan) terhadap IRA dengan

25 Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
26

seng dalam penelitian ini, dianggap bermakna jika selisihnya 25%. Diketahui dari
kepustakaan bahwa tingkat pencegahan suplementasi Seng terhadap insidens IRA
(bawah) sebanyak 45%.(21) Ditetapkan kesalahan tipe I sebesar 5% hipotesis satu
arah, maka Zα=1.96. sedangkan kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20%, maka
Zβ= 0,84.

Rumus:

√ √
⌈ ⌉

Diketahui :
 P2= angka tingkat pencegahan suplementasi Seng. Berdasarkan
kepustakaan adalah 25% (Suplementasi Seng menurunkan 25%
insidens IRA) atau 0.25. P2= 0,25
 Q2 = 1─ P2 = 1─ 0,25 = 0,75
 P1─ P2 = selisih minimal proporsi tingkat pencegahan suplementasi
Seng dan plasebo dianggap bermakna, bila (ditetapkan) nilai= 0,25
(25% lebih baik dari plasebo). P1─ P2= 0,25

Dengan demikian;
P1 = P2 + 0,25 = 0,25+0,25 = 0,5
Q1 = 1─ P1 = 1─ 0,5 = 0,5

P= = = = 0,375

Q = 1─ P = 1─ 0,375 = 0,625
Dengan memasukkan nilai di atas pada rumus :
Rumus :

√ √
⌈ ⌉

√ √
=[ ]

√ √
=[ ]

=[ ]

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
27

= [ ] = [ ] = [ ] = 57,456 58

= 57,456 dibulatkan menjadi 58 sampel


Jadi masingmasing kelompok 58 sampel

4.6 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi


3.6.1 Kriteria inklusi
 Tempat tinggal di kompleks Rumah Susun Sederhana Jl.Kima 3. Kompleks
Kima Makassar perumahan dan kompleks Mangga Tiga Permai
 Umur 3 bulan sampai < 5 tahun.
 Sehat atau tidak sedang mengalami gejala IRA (demam, pilek, batuk, sesak
dll).
 Bersedia ikut dalam penelitian.

3.6.2 Kriteria eksklusi


 Sinusitis kronik, Otitis media purulen kronik, karena infeksi respiratori
kronik.
 Bibir sumbing, kelainan kongenital orofaring (Laringomalasia,
Laringotrakeo-malasia), karena kelainan anatomi di mulut merupakan faktor
resiko terjadi IRA.
 Telah mendapat suplemen seng dalam 1 bulan terakhir.
 Ada riwayat alergi/atopi/Asma dalam keluarga atau subyek karena batuk dan
pilek bukan proses infeksi.

3.6.3 Kriteria drop out


 Tidak minum obat sampai 3 hari berturut turut atau tidak, baik karena lupa
atau kemauan sendiri ataupun karena terjadi efek samping.
 Tidak bisa meneruskan penelitian sebelum sampai akhir karenadengan alasan
tertentu atau meninggal dunia.

4.7 Izin Penelitian dan Ethical Clearance


Pemberian informasi atau penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
28

(lampiran 2) dan permintaan ijin dari orang tua penderita (informed consent)
(lampiran 3) agar penderita dapat dijadikan sampelpenelitian. serta persetujuan
dari Komisi Etik PenelitianBiomedis pada manusia Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia dan FKUnhas tempat dilakukan penelitian ini.

4.8 Cara Kerja


4.8.1 Alokasi Subyek
1. Subjek penelitian yang memenuhi syarat penelitian dikelompokkan menjadi 2
kelompok perlakuan, yaitu :
 Kelompok suplementasi seng
 Kelompok plasebo
2. Penentuan subyek penelitian untuk dimasukkan pada salah satukelompok
perlakuan tersebut dilakukan secara random dengan menggunakan simple
random sampling. (lampiran 1)

4.8.2 Cara Penelitian (Pengukuran dan Intervensi)


4.8.2.1 Pencatatan Data Sampel
Semua anak yang memenuhi syarat penelitian dicatat ; nama, nomor rumah alamat
rumah, umur, jenis kelamin, jumlah saudara, jumlah sekamar, berapa lama
mendapat ASI, lahir operasi atau lahir normal, orang tua merokok atau tidak, berat
badan, panjang badan/tinggi badan, dan status gizi dan no.telpon orangtua/wali.
Pemeriksaan dilakukan oleh satu tim yang terdiri dari residen Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (BIKA FK-Unhas)
yang telah melewati tahap madya atau senior subdivisirespirologi yang sudah
dilakukan pembekalan/training khusus.

4.8.2.2 Pemeriksaan Penunjang


Semua anak yang memenuhi syarat penelitian dilakukan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratoriun dilakukan bila ada indikasi (diperlukan) seperti darah
rutin.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
29

4.8.2.3 Prosedur Pemberian Obat


1. Ada 2 tim yang dibentuk dalam penelitian ini.
2. Tim I (2 orang) bertugas membuat nomor sampel (simple random sampling)
dan membuat catatan isi sampel obat (seng atau plasebo), yang isinya tidak
boleh diketahui oleh peneliti utama dan tim II, yang membantu memeriksa
dan follow up sampel. Jumlah sampel obat sebanyak 170 botol, 85 botol yang
berisi seng dan 85 botol yang tidak mengandung seng (plasebo). sampel obat,
bentuk, warna, label, dan rasanya sama, baik yang mengandung seng atau
placebo.
3. Tim II (4 orang) yang membantu memeriksa dan membagikan obat kepada
subyek penelitian secara acak (simple random sampling) yaitu syrup sampel
obat (kelompok seng dan kelompok tanpa seng/plasebo) yang sudah dilabel
dengan nomor sampel, dicampur pada satu tempat yang sama, kemudian
sampel obat diambil secara acak untuk diberikan kepada subyek sesuai nomor
urut kedatangan di sarana pelayanan kesehatan.
4. Peneliti tim II, membagikan obat di sarana kesehatan (posyandu, pustu), di
komleks rumah susun sederhana Jl. Kima 3. Kompleks Kima, makassar dan
perumahan Mangga Tiga Permai. Tim peneliti terdiri dari PPDS (madya dan
senior) dan supervisor yang ditentukan.
5. Semua anak yang memenuhi kriteria penelitian ini diberikan obat oleh tim
peneliti (tim II), dan menjelaskan cara minum obat.
6. Sedian obat yakni berupa syrup Seng, diminum 1 kali sehari 2,5 ml (½
sendok obat) dosis 10 mg, selama 14 hari, berturut-turut.
7. Pemantauan dilakukan mulai pada hari ke-15 setelah mulai minum obat
hingga 4 bulan kedepan, oleh tim II dan peneliti utama.
8. Peneliti tim II dan peneliti utama mengingatkan minum obat tiap hari, dan
memantau gejala-gejala IRA pada subyek penelitian seperti demam, batuk,
pilek, napas cepat, sesak, sakit menelan, dan keluhan-keluhan lain pada
subyek, dan mencatat mulainya sakit sampai sembuh (setelah 1 x 24 jam
gejala hilang)
9. Jika terjadi efek samping akibat pemberian suplemen seng maka subyek
penelitian mendapat penanganan sebagaimana semestinya, bila perlu rawat,

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
30

subyek akan dirawat di RSUP. DR.WahidinSudirohusodo Makassar,


pemberian suplemen segera dihentikan, subyek dikeluarkan dari penelitian.

4.8.2.4 Evaluasi Klinis


Parameter klinis yang dipantau adalah :
1. Adanya gejala demam (>37.8oC).
2. Adanya gejala batuk.
3. Adanya gejala pilek.
4. Adanya frekuensi pernapasan meningkat (takipnu).
5. Adanya sesak (dispnu).
6. Adanya tarikan dinding dada (retraksi).
7. Adanya suara serak/parau.
8. Adanya gajala sakit menelan.
9. Adanya faring merah (hiperemis).
10. Adanya pembesaran tonsil dan merah (hiperemis).

4.8.2.5 Tatalaksana Outcome


Bila sampel mengalami keluhan/gejala IRA seperti demam, batuk, pilek sesak,
sakit menelan, retraksi dinding dada, dan atau gejala penyakit lain, maka
dilakukan hal seperti berikut :
1. Identifikasi sampel seperti: Nama, umur, jenis kelamin, BB, TB, nomor
sampel, nama orang tua/wali, alamat, nomor telpon/HP orang tua.
2. Anamnesis: tentang riwayat penyakit/keluhannya.
3. Dilakukan pemeriksaan fisis lengkap secara sistematis; pengukuran tanda2
vital seperti suhu badan (dengan termometer suhu badan digital), frekuensi
nadi per menit, frekuensi pernapasan per menit, dan tekanan darah.
4. Diagnosis ditegakkan.
5. Dilakukan tatalaksana seperti berikut :
a. Edukasi orang tua/wali anak; tentang jenis penyakitnya, keadaan secara
umum, keadaan dehidrasi atau tidak, dan sebagainya,
b. Bila keadaan umumnya baik, maka subyek hanya dilakukan pemantauan
ketat, diberikan cairan yang cukup dengan anjuran minum banyak.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
31

c. Bila suhu ≥ 38o C (suhuaxila) diberikan parasetamol 10 mg/kg BB/kali.


Bila demam tidak turun pada hari ke-3 dilakukan pemeriksaan darah rutin.
d. Bila batuk mengganggu tidurnya diberikan ambroksol 1 mg/kg BB/kali.
e. Bila gejala IRA tidak hilang (tidak sembuh) sampai 10 hari atau sampai 7
hari dan gejala memburuk, maka diberikan Amoksisilin 10 mg/kgBB/kali.
f. Bila sampel dinilai intake oral/cairan tidak adekuat maka dianjurkan rawat
RSUP Dr. WahidinSudirohusodo, Makassar.

4.8.2.6 Skema Alur Penelitian

Anak usia 3 bln - <5 thn sehat


danmemenuhikriteria penelitian

Informed Consent
Randomisasi

Kelompok Seng Kelompok Tanpa Seng

Follow-up selama 4 bulan Follow- up selama 4 bulan

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
32

4.9 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel


Dalam penelitian ini beberapa variabel dapat diidentifikasi berdasarkan peran dan
skalanya :
1. Variabel bebas adalah pemberian suplementasi Seng dan tanpa Seng
(plasebo). Variabel ini merupakan skala kategorikal.
2. Variabel tergantung adalah subyek yang mengalami IRA atau tidak
mengalami IRA. Variabel ini merupakan skala kategorikal.
3. Variabel luar yang terdiri dari :
a. Variabel antara adalah mekanisme patologik yang terjadi pada IRA dan
mekanisme kerja suplementasi seng.
b. Variabel random (kendali) yaitu : jenis kelamin, umur, status gizi, ASI,
asap rokok, jumlah saudara, jumlah penghuni rumah/kamar, lingkungan.

4.10 Definisi Operasional


1. Infeksi Respiratori Akut (IRA) adalah Infeksi akut yang menyerang salah
satu bagian/lebih dari saluran napas mulai dari rongga hidung sampai
parenkim paru, termasuk adneksanya (sinus, dan rongga telinga tengan),
berlangsung sampai 14 hari. Seperti: Rhinitis, Rhinosinusitis, Sinusitis akut,
Otitis media akut, Faringitis, Tonsilitis, Tonsilofaringitis, Laringitis,
Epiglotitis, Laringitis, Laringotrakiobronkitis (Croup), Bronkitis, Bronkiolitis,
Bronkopneumonia, dan Pneumonia. Dikatakan Infeksi respiratori akut jika,
ditemukan tanda-tanda infeksi paling sedikit 2 dari gejala-gejala berikut:
demam, batuk, pilek (beringus), hidung tersumbat, sakit menelan, tonsil
membesar dan atau merah (hyperemis), tenggorokan/farings merah
(hyperemis), suara serak, pernapasan cepat, sesak napas, pernapasan cuping
hidung, atau retraksi dinding dada. Khusus Bronkopneumonia dan pneumonia
didukung dengan pemeriksaan foto toraks.
2. Dikatakan pneumonia jika, ditemukan peradangan pada parenkim paru yang
didapatkan pada komunitas (Community AcquiredPneumonia/CAP), yang
ditandai dengan adanya napas cepat (dispnu), demam atau tidak, ronki
nyaring, dengan atau tanpa retraksi dinding dada dan didukung dengan
pemeriksaan foto toraks.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
33

3. Umur adalah usia kronologis yang dihitung berdasarkan pengurangan tanggal,


bulan dan tahun saat diambil sebagai sampel dengan tanggal, bulan dan tahun
kelahiran yang dinyatakan dalam tahun dan bulan.
4. Jenis kelamin adalah perempuan dan laki-laki yang ditentukan berdasarkan
keterangan orangtua dan dicocokkan dengan pemeriksaan fisis.
5. Sembuh dari IRA atau pneumonia jika, tidak ditemukan lagi gejala gejala
seperti; demam, batuk, pilek, hidung tersumbat, sakit menelan, tenggorokan
merah (hyperemis), suara serak, sesak, pernapasan cuping hidung, retraksi
dinding dada, atau telinga berair, retraksisubkostal, interkostal dan ronki
nyaring selama 1 x 24 jam.
6. Suhu tubuh adalah suhu (temperatur) badan yang diukur secara axillar dengan
menggunakan termometer digital yang sudah terstandar.
7. Demam jika, pada pemeriksaan suhu axiller dengan termometer didapatkan ≥
37,8 .
8. Frekuensi napas per menit adalah jumlah siklus napas (inspirasi – ekspirasi)
yang dihitung selama satu menit.
9. Napas cepat (takipnu) jika frekuensi napas subyek ; umur < 2 bulan: ≥
60x/menit, 2-12 bulan: ≥ 50x/menit dan 1-5 tahun: ≥40x/menit.
10. Retraksisubkostal/interkostal adalah tarikan dinding dada bagian bawah
iga/selah iga yang terlihat pada saat inspirasi.
11. Ada retraksisubkostal/interkostal jika, terlihat tarikan dinding dada pada
bagian bawah/selah iga pada saat inspirasi.
12. Ronki nyaring adalah bunyi pernapasan tambahan pada akhir inspirasi,
bersifat intermiten, halus, bernada tinggi, berlangsung singkat, seperti bunyi
gesekan rambut di antara 2 jari di dekat telinga yang terdengar pada saat
auskultasi dengan stetoskop.
13. Suplemen seng adalah obat dalam bentuk syrup mengandung seng. Setiap
sendok syrup seng mengandung 54,9 mg seng sulphate monohydrate setara
dengan 20 mg seng elemental. Minum 1 kali sehari 2,5 ml (1/2 sendok obat)
dosis 10 mg, dengan menggunakan sendok obat yang sudah tersedia dalam
kemasan obat. Diminum setiap hari selama 14 hari berturut-turut.
14. Plasebo adalah syrup yang serupa dengan syrup seng, warna, bentuk, rasa dan

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
34

jumlah yang sama. Minum 1 kali sehari 2,5 ml (1/2 sendok obat), selama 14
hari bertut-turut.
15. Insidens adalah suatu peristiwa, kasus baru penyakit, terjadi pada populasi
penelitian selama periode waktu tertentu. Penyebut adalah populasi berisiko;
Pembilang adalah jumlah kasus baru yang terjadi selama jangka waktu
tertentu.

Insidens = x 100%

16. Satu episode serangan IRA adalah tenggang waktu mulainya muncul gejala
IRA sampai dinyatakan sembuh.
17. Sembuh adalah pencapaian hilangnya gejala IRA seperti batuk, pilek, hidung
tersumbat, sakit menelan, tenggorokan merah (hyperemis), demam, suara
serak, sesak, pernapasan cuping hidung, atau retraksi dinding dada, selama
1x24 jam.
18. Frekuensi episode adalah kekerapan munculnya serangan IRA, dalam masa
penelitian (4 bulan).
19. Durasi (lama) episode adalah waktu dihitung mulainya muncul gejala IRA
sampai hilang gejala IRA selama 1 x 24 jam, dinyatakan dalam hari.
20. Durasi episode ≤ 5 hari adalah lama sakit ≤ 5 x 24 jam.
21. Durasi episode > 5 hari adalah lama sakit > 5 x 24 jam.
22. Subyek penelitian adalah anak yang tempat tinggalnya di kompleks Rumah
Susun Sederhana Jl.Kima 3. Kompleks KIMA Makassar atau di kompleks
perumahan Mangga Tiga Permai, Makassar, selama 3 bulan terakhir.
23. DO (dropout) jika subyek tidak minum obat 3 hari berturut-turut atau tidak,
baik karena lupa atau sengaja atau dengan alasan lain.
24. Status gizi dinilai berdasarkan pemeriksaan antropometris berat badan (BB)
menurut tinggi badan (TB) yang ditetapkan oleh kemenkes RI Nomor:
1995/Menkes/SK/XII/ 2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi
anak, diplot pada kurva WHO 2005 (usia <5 tahun) seperti berikut :
a. Obesitas jika BB menurut TB pasien berada di atas garis skor Z ≥ 3 kurva
WHO (usia <5 tahun)
b. Gizi lebih jika BB menurut TB pasien berada di antara garis skor Z > 2
dan garis skor Z < 3 kurva WHO atau BB menurut TB pasien 110- <120%.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
35

c. Gizi baik jika BB menurut TB pasien berada di antara garis skor Z -2


sampai 2 SD WHO atau BB menurut TB pasien 90- < 110%.
d. Gizi kurang jika BB menurut TB pasien berada di antara garis skor Z -3
SD dan garis skor Z < -2 kurva WHO atau BB menurut TB pasien 70- <
90%.
e. Gizi buruk jika BB menurut TB pasien berada di bawah garis skor Z < -3
SD kurva WHO atau BB menurut TB pasien <70%. (lampiran 4)

4.11 Metode Analisis


Data-data yang terkumpul dikelompokkan sesuai dengan tujuandan jenis data, dan
dipilih metode statistik yang sesuai kemudian diolah dengan SPSS yaitu:
1. Analisis univariat
Digunakan untuk deskripsi karakteristik data-data dasar penelitianberupa
distribusi frekuensi, nilai rata-rata, standar deviasi.

2. Analisis bivariat
a. Uji Anova
Digunakan untuk menganalisa data dengan variabel bebas nominal dengan
variabel tergantung yang berskala numerik yang datanya terdistribusi
normal dan mempunyai varians yang sama. Dalam hal ini digunakan untuk
membandingkan nilai rata-rata dari kelompok yang mendapat
suplementasi seng, kelompok yang mendapat plasebo seng.
b. Uji x (Chi - Square)
Digunakan untuk membandingkan 2 variabel yang berskala nominal antara
2 kelompok atau lebih yang tidak berpasangan.
Dalam hal ini membandingkan nilai proporsi hasil suplementasi dari
kelompok suplementasiseng.kelompok plasebo.

3. Penilaian hasil uji hipotesis dinyatakan sebagai berikut:


- Tidak bermakna, bila p > 0,05
- Bermakna, bila p ≤ 0,05
- Sangat bermakna bila p < 0,01

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
BAB 5
HASIL PENELITIAN

Anak usia 3 bln - <5 thn sehat


danmemenuhikriteria penelitian

Informed Consent
Randomisasi
167 sampel
Kelompok Seng Kelompok Tanpa Seng
(83 sampel) (84 sampel)

Dropout :3 sampel
Dropout :4 sampel -Obat tdk teratur 1
-Obat tdk teratur 3 -MRSkarena Diare 1
-R.Rhinitis alergi 1 -Pindah alamat 1

Kelompok Seng Kelompok Tanpa Seng


(79 sampel) (81sampel)

Follow-up selama 4 bulan Follow- up selama 4 bulan

5.1 Jumlah Sampel


Selama jangka waktu penelitian mulai tanggal 1 Desember 2016 sampai 30
April 2017. Didapatkan 167 subyek (anak sehat) yang memenuhi kriteria
penelitian, 7 anak yang dropout (DO) sehingga yang mengikuti penelitian sampai
akhir yaitu 160 anak, yang terdiri dari : kelompok Seng 79 sampel (49.4%) dan
kelompok plasebo 81 sampel (50.6%).

36 Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
37

Proporsi jumlah sampel kelompok seng dan kelompok placebo dapat dilihat pada
gambar berikut :

Gambar 5.1. Proporsi jumlah sampel (persentase) kelompok seng dan


kelompok plasebo.

5.2 Karakteristik Sampel


Karakteristik sampel penelitian kelompok sengdan kelompok plasebo dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
38

Tabel 5.1. Karakteristik sampel pada kelompok sengdan kelompok plasebo.


Kelompok

Karakteristik Seng Plasebo


Total p
(Zt) (Zp)
(n=79) (n=81) 160

J. Kelamin (%) Laki-laki 45 (48.4) 48 (51.6) 93(58.1) 0.768


Perempuan 34 (50.7) 33 (49.3) 67(41.9)
Umur (%) ≤ 1 thn 17 (56.7) 13(43.3) 30(18.8) 0.10
˃ 1-3 thn 24(38.7) 38(61.3) 62(38.8)
˃ 3 thn 38(55.9) 30(44.1) 68(42.4)
Status Gizi (%) Obes&G.lebih 12(54.5) 10(45.5) 22(13.8) 0.916
Gizi Baik 32(50.8) 31(49.2) 63(39.4)
Gizi kurang 17(47.2) 19(52.8) 36(22.5)
Gizi Buruk 18(46.2) 21(53.8) 39(24.4)
R.Kelahiran(%) Normal 71(50.0) 71(50.0) 142(88.8) 0.657
Operasi (SC) 8(44.4) 10(55.6) 18(11.2)
ASI(%) Asi Eksklusif 43(45.3) 52(54.7) 95(59.4) 0.21
TdkAsi Eksklusif 36(55.4) 29(44.6) 65(40.6)
Asap Rokok(%) Org tua merokok 36(47.4) 40(52.6) 76(47.5) 0.629
O. tua tdk merokok 43(51.2) 41(48.8) 84(52.5)
Jlh Saudara(%) ≤ 3 orang 71(47.7) 78(52.3) 149(93.1) 0.108
˃ 3 orang 8(72.7) 3(27.3) 11(6.9)
Jlh Penghuni ≤ 5 orang 69(46.9) 78(53.1) 147(91.9) 0,038
(%) > 5 orang 10 (76.9) 3(23.1) 13(8.1)

Data diuji dengan uji X2 dan Mann-Whitney, dinyatakan bermakna bila


probabilitas(nilai p) kurang atau sama dengan 0,05.(p≤ 0.05)

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna, gambaran karakteristik antara


kelompok seng dan kelompok plasebo, dengan nilai kemaknaan (signifikan)
(p>0.05), kecuali jumlah penghuni p=0.038.

5.3 Hubungan pemberian seng terhadap insidens IRA.


Persentase insidens IRA pada kelompok seng dan kelompok plasebo dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
39

Tabel 5.2. Jumlah persentase insidens IRA pada kelompok seng dan
kelompok plasebo:

Insidens IRA
Perlakuan p
IRA Tdk IRA Total
Seng (%) 30 (38.0) 49 (62.0) 79 0.406
Plasebo(%) 36 (44.4) 45 (55.6) 81
Total 66 (41.3) 94 (58.8) 160

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna jumlah persentase insidens IRA antara
kelompok seng dengan kelompok plasebo, berturut-turut 30 (38.8%) dan 36
(44.4%). dengan nilai signifikan (p= 0.406). (p≤ 0.05).

5.4 Hubungan pemberian seng terhadap frekuensi episode IRA.

Tabel 5.3. Hubungan Pemberian seng terhadap frekuensi episode IRA, pada
kelompok Zn dan kelompok plasebo.

Frekuensi IRA
Perlakuan 1 kali IRA 2 kali IRA Total p
Episode
Seng (%) 24 (80.0) 6 (20.0) 36 0.955
Plasebo(%) 29 (80,6) 7 (19,4) 43
Total 53 (80,3) 13 (19.7) 66

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna, frekuensi episode IRA antara kelompok
seng dengan kelompok plasebo, dengan nilai signifikan (p= 0.955). (p≤ 0.05).
1. Frekuensi episode IRA pada kelompok seng yaitu 36 kali episode IRA dari
30 subjek atau rata-rata 1.20 kali episode IRA selama 4 bulan.
2. Frekuensi episode IRA pada kelompok plasebo yaitu 43 kali episode IRA
dari 36 subjek atau rata-rata 1.19 kali episode IRA selama 4 bulan.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
40

5.5 Hubungan pemberian seng terhadap rerata durasi (lama) episode IRA.

Tabel 5.4. Hubungan pemberian seng terhadap rerata durasi episode IRA
pada kelompok seng dan kelompok plasebo.

Perlakuan N (Total Mean St.


p
Episode) (Rerata hari episode) Deviasi
0.05
Seng 36 5,28 2,514 (IK95% 4,46-6,1)
Plasebo 43 6.28 1.979 (IK95% 5,69-6,87)

Terdapat perbedaan yang bermakna, rerata durasi episode IRA,antara kelompok


seng dengan kelompok plasebo.dengan nilai signifikan (p= 0.05). (p≤ 0.05).

5.6 Hubungan pemberian seng terhadap durasi episode IRA dengan durasi
≤ 5 hari dan > 5 hari

Tabel 5.5. Hubungan pemberian seng terhadap durasi episode IRA dengan
durasi ≤ 5 hari dan > 5 hari.

Perlakuan Lama IRA


p
≤5 hari >5 hari Total
Seng 19 (63.3) 11 (36.7) 30 (100%) 0.04
Plasebo 14 (38.9) 22 (61.1) 36 (100%) (OR: 2,714)
Total 33 (50.0) 33 (50.0) 66 (100%)

Terdapat perbedaan yang bermakna, durasi episode IRA, antara kelompok seng
dengan kelompok plasebo. Durasi ≤5 hari, kelompok seng 19 (63.3%) sedangkan
kelompok plasebo 14 (38.9%), dan durasi > 5 hari, kelompok seng 11 (36.7%)
sedangkan kelompok plasebo 22 (61.1%) dengan nilai signifikan (p= 0.04). (p≤
0.05).

EER = = = 0,63 CER = = = 0,39

RR = = = 1,62 RRR = 1─RR = 1─ 1,62 = ─ 0,62

ARR = EER ─ CER = 0,63─ 0,39 = 0,24


NNT = = 4,1 ≈ 4

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
41

Didapatkan nilai Relatif Risk (RR) sebesar 1,62, artinya kemungkinan subyek
pada kelompok yang dapat seng, akan sembuh ≤ 5 hari adalah 1,62 kali lebih
banyak dibanding dengan kelompok yang dapat plasebo.

Nilai NNT = 4,1. artinya kita perlu memberikan seng profilaksis kepada 4 orang
untuk dapat 1 orang yang sembuh ≤ 5 hari.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
BAB 6
PEMBAHASAN

Tujuan penelitian untuk menilai korelasi atau hubungan pemberian seng


sebagai profilaksis (pencegahan) terhadap insidens Infeksi Respiratori Akut (IRA)
pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun. Design penelitian ini sebagai uji klinis,
dilakukan dengan menggunakan cara acak tersamar ganda (double blind
randomized).

Tempat penelitian ini dilakukan pada satu kompleks rumah susun


sederhana (Rusunawa) di sekitar kawasan industri Makassar (Kima) kota
Makassar. Rumah susun ini terdiri dari 5 buah gedung (tower) masing-masing
berlantai 4, jumlah kamar 1 tower kurang lebih 80 kamar. Mempunyai tipe kamar
yang sama, 7 x 5 m. ukuran ventilasi 1 x 1,5 m. Waktu penelitian dilakukan mulai
1 Desember 2016 sampai 30 April 2017.

Subyek penelitian adalah anak sehat (tidak sedang mengalami gejala IRA)
yang berusia 3 bulan sampai 5 tahun, Jumlah subyek yang masuk pada awal
penelitian ini berjumlah 167 anak, Ada 7 anak DO (dropout), 4 anak karena tidak
teratur minum obat, 1 anak pindah alamat, 1 anak masuk RS karena diare akut, 1
anak ada riwayat rhinitis alergi, 4 subyek dari kelompok seng dan 3 subyek dari
kelompok plasebo. Dari total yang ikut sampai akhir penelitian ini sebanyak 160
subyek yang terdiri dari 66 (41,3%) subyek yang mengalami serangan IRA dan 94
(58,7%) subyek tidak mengalami IRA. Antara kelompok seng dan kelompok
plasebo tidak berbeda bermakana.dansubyek selama dalam penelitian ini tidak ada
yang mengalami serangan IRA (bawah) atau berat seperti pneumonia.

Pada (tabel 5.1) subyek penelitian ini proporsi jenis kelamin, umur, status
gizi, riwayat kelahiran, ASI, paparan asap rokok, jumlah saudara, jumlah
penghuni, secara statistik tidak berbeda bermakna kecuali jumlah penghuni,
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara kelompok seng dan kelompok
plasebo secara umum tidak berbeda bermakna yang artinya kedua kelompok ini
(kelompok perlakuan dan plasebo) setara atau sebanding sehingga layak untuk
dibandingkan.

42 Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
43

Dari rumusan masalah dikemukakan bahwa, apakah pemberian


suplementasi seng selama 14 hari berturut-turut dengan dosis 10 mg sekali sehari,
sebagai profilaksis dapat menurunkan insidens, dapat mengurangi frekuensi
episode dan/atau dapat mempersingkat durasi (lama) episode Infeksi Respiratori
Akut (IRA) pada anak usia balita? Sedangkan hipotesis yang diajukan adalah 1)
Insidens IRA lebih rendah pada kelompok suplementasi seng dibandingkan
dengan kelompok plasebo. 2). Frekuensi eposode IRA pada kelompok
suplementasi seng lebih rendah/ sedikit dibandingkan dengan kelompok plasebo.
3). Durasi(lama) episode IRA yang ≤ 5 hari lebih banyak pada kelompok
suplementasi seng dibandingkan dengan kelompok plasebo. Durasi episode IRA
yang ˃ 5 hari lebih sedikit pada kelompok suplementasi seng dibandingkan
dengan kelompok plasebo, 4) Rerata durasi episode IRA lebih singkat pada
kelompok seng dibandingkan dengan kelompok plasebo dinyatakan dalam hari.

Diketahui bahwa peranan seng dalam tubuh sangat kompleks mulai dari
epitelisasi penyembuhan luka, peranan dalam enzym-enzym (metalloenzym), juga
pada fungsi DNA polimerase, thymidin kinase, sintesis DNA, sintesis asam
nukleat, serta peranan dalam sistem imunitas tubuh, terutama pada golongan yang
beresiko defisiensi seng seperti bayi dan balita, dan akibat dari defisiensi seng
adalah sistem kekebalan tubuh akan turun sehingga rentan terutama terhadap
penyakit-penyakit infeksi, termasuk infeksi respiratori akut.(16,40)

Pada (tabel 5.2) tentang hubungan pemberian seng terhadap insidens IRA,
didapatkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna jumlah persentase insidens
IRA antara kelompok seng dengan kelompok plasebo, dengan nilai signifikan (p=
0.406) (p ≤ 0.05). Sedang pada (tabel 5.3) tentang hubungan pemberian seng
terhadap frekuensi episode IRA juga tidak berbeda bermakna antara kelompok
seng dan kelompok plasebo dengan nilai signifikans (p=0.955). Oleh karena itu
pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian seng selama 14 hari
sebagai profilaksis terhadap insidens dan frekuensi episode IRA kurang
bermanfaat. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor lain yang dapat
berpengaruh, seperti dosis dan lama pemberian seng yang belum maksimal
(cukup), selain itu metodologi dan karakteristik sampel, juga dapat

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
44

mempengruhihasil akhir suatu penelitian.

Pada penelitian ini faktor lingkungan dan faktor paparan agent


(mikroorganismeetiologi) peneliti sudah berusaha mengontrol, dengan melakukan
randomisasi subyek dan memilih tempat tinggal subyek yang kurang lebih sama
yakni subyek tinggal di rumah susun yang sama, dengan luas kamar yang sama,
ventilasi yang sama dan daerah/wilayah yang sama.

Dari hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan


oleh Singh H dkk (di India, 2011) menyimpulkan bahwa pemberian seng
profilaksis dapat mengurangi insidenscommon cold secara bermakna, sedang pada
penelitian ini insidens dan frekuensi episode IRA tidak berbeda bermakna, namun
terhadap durasi episode IRA didapatkan durasi lebih singkat secara bermakna
pada kelompok seng dibandingkan dengan kelompok plasebo.(44,45)

Beberapa penelitian yang dilakukan mengenai dosis dan lama pemberian


seng profilaksis, terhadap insidens dan durasi IRA bervariasi. Sazawal S (India,
1998) dosis 10 mg/hari, pemberian selama 6 bulan, follow up 6 bulan.(19) dan
Brooks (Bangladesh, 2005) dosis 10 mg/hari, pemberian 12 bulan, folow up 12
bulan.sedangLuabeya (Afrika Selatan, 2007) dosis 10 mg/hari, lama pemberian 18
bulan. follow up 18 bulan.(18) juga kesimpulan terdapat perbedaan bermakna
antara kelompok perlakuan (seng) dan kelompok plasebo. Alasan mereka
mengenai dosis dan lama pemberian seng yang digunakan pada masing-masing
penelitian tidak dijelaskan, namum kemungkinan yang menjadi petimbangan para
peneliti untuk menentukan dosis dan lamanya pemberian antara lain: Pertama,
kebutuhan seng sehari-hari untuk anak usia balita : 2–5 mg/hari. Kedua, kondisi
atau angka prevalensi defisiesi seng masing-masing negara berbeda-beda, makin
tinggi prevalensi defisiensi seng, maka makin perlu pemberian seng yang lama,
atau dosis yang lebih tinggi. Ketiga, kadar seng dalam plasma dari subyek yang
diperiksa juga bervariasi, rata-rata 9,7─11,7μmol/L.(19) Pada penelitian ini tidak
dikukan pemeriksaan kadar seng dalam darah, karena dari beberapa kepustakaan
menemukan prevalensi defisiensi seng pada negara sedang berkembang seperti
Indonesia cukup tinngi sekitar 36,1% dengan kisaran 11,7-46,6%.(33)

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
45

Hubungan pemberian seng proflaksis terhadap rerata durasi episode IRA


(tabel 5.4). Pada kelompok seng rerata kesembuhan 5,28 hari sedangkan
kelompok plasebo rerata sembuh 6,28 hari. Terdapat perbedaan yang bermakna
dengan nilai signifikansp=0.05. (bermakna bila p≤0.05). Dengan demikian
kelompok seng rata-rata sembuh lebih cepat 1 hari dibanding kelompok
plasebo.Kalau ditinjau dari segi waktu mungkin 1 hari dapat dikatakan tidak
bermakna, tetapi secara klinis sembuh (bebas gejala) sehari sangat bermakna pada
seorang anak, misalnya bermain sehari suatu hal yang sangat
menyenangkan.selain itu juga kehadiran anak yang sudah sekolah meskipun
sehari dapat dikatakan bermakna. Proses kesembuhan yang lebih cepat secara
klinis dapat dikatakan proses infeksinya (gejalanya) lebih ringan, sehingga
penggunaan antibiotik dapat dihindarkan, dan secara ekonomi sangat membantu.

Hubungan pemberian seng profilaksis terhadap durasi episode IRA dengan


durasi ≤ 5 hari dan > 5 hari (tabel 5.5) dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna, durasi episode IRAantara kelompok seng dengan
kelompok plasebo. Durasi ≤5 hari, pada kelompok seng 19 subyek (63.3%)
sedangkan kelompok plasebo 14 subyek (38.9%), dan durasi > 5 hari, kelompok
seng 11 subyek (36.7%) sedangkan plasebo 22 subyek (61.1%) dengan nilai
signifikan (p= 0.04). (p≤ 0.05).Jadi dengan hasil tersebut diatas dapat diartikan
bahwa pada kelompok seng durasi kesembuhannya yang ≤ 5 hari lebih banyak
secara bermakna dibanding dengan kelompok plasebo.

Dari hasil perhitungan sampel pada penelitian ini berdasarkan rumus besar
sampel, pada ke 2 kelompok yaitu masingmasing 58 subyek, namun pada hasil
akhir penelitian dilapangan didapatkan pada masingmasing kelompok hanya 33
subyek. Maka pada penelitian ini perlu dilakukan perhitungan uji Post Hoc
terhadap perbedaan lama sakit IRA, setelah dihitung berdasarkan rumus besar
sampal didapatkan Zβ sebesar 96,9 % (nilai Zβ antara 0,842-1,036) atau dengan
power sebesar 80-85%, dan dinyatakan cukup kuat untuk menolahH0 (berbeda
bermakna).

Pada durasi episode IRA ≤ 5 hari didapatkan nilai Relatif Risk (RR) sebesar 1,62
artinya kemungkinan subyek pada kelompok yang dapat seng, akan sembuh ≤ 5

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
46

hari adalah 1.62 kali lebih banyak dibandingkan dengan kelompok plasebo. dan
nilai NNT = 4,1 artinya diperlukan pemberian seng profilaksis kepada 4 orang
untuk dapat 1 orang yang sembuh ≤ 5 hari. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pemberian seng propilaksis selama 14 hari, subyek yang dapat seng,
kemungkinan sembuh ≤ 5 hari, adalah 1,62 kali lebih banyak dibanding dengan
kelompok plasebo.

Karena keterbatasan waktu dan fasilitas laboratorium, pemeriksaan kadar


seng serum tidak dilakukan, idealnya pemeriksaan kadar seng sangat diperlukan,
hal ini penting untuk mengetahui berapa persentase subyek yang mengalami
defisiensi seng. Selain itu juga dipantau sebaiknya lebih lama untuk melihat
berapa lama daya proteksi dari pemberian seng sebagai profilaksis. Pada
penelitian ini tidak ada subyek yang mengalami serangan IRA yang berat (IRA
bagian bawah seperti pnemonia), baik pada kelompok seng maupun pada
kelompok plasebo, sehingga tidak dapat dibuat kesimpulan mengenai hubungan
pemberian seng profilaksis terhadap kejadian IRA bagian bawah (pneumonia).

Selama pemantauan dalam penelitian ini tidak ditemukan subyek yang


mengalami efek samping (mual, muntah, urtikaria atau kejang-kejang) dengan
pemberian seng, atau meninggal, sebaliknya informasi tambahan ada beberapa
orang tua anak mengatakan selera makan anak meningkat sehingga BB naik,
namun tidak dianalisa secara statistik.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Insidens IRA pada kelompok seng yaitu 30 dari 79 subyek (38.8%). dan pada
kelompok plasebo yaitu 36 dari 81 subyek (44.4%).
2. Insidens IRA pada kelompok seng tidak berbeda bermakna dibandingkan
dengan kelompok placebo.
3. Frekuensi episode IRA pada kelompok seng yaitu 36 kali episode dari 30
subyek atau rata-rata 1.20 kali episode IRA per subyek selama 4 bulan, dan
pada kelompok plasebo yaitu 43 kali episode dari 36 subyek atau rata-rata
1.19 kali episode IRA per subyek selama 4 bulan.
4. Frekuensi episode IRA pada kelompok seng tidak berbeda bermakna
dibandingkan dengan kelompok plasebo.
5. Durasi episode IRA pada kelompok seng, yang ≤ 5 hari sebanyak 19
(63.35%) dan > 5 hari 11(36.7%), dan pada kelompok plasebo yang ≤ 5 hari
sebanyak 14 (38.9%) dan > 5 hari 22 (61.1%).
6. Durasi episode IRA yang ≤ 5 hari dan > 5 hari pada kelompok seng berbeda
bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo.
7. Rerata durasi episode IRA pada kelompok seng 5.27 hari, dan pada kelompok
plasebo 6.27 hari.
8. Rerata durasi episode IRA pada kelompok seng berbeda bermakna
dibandingkan dengan kelompok plasebo.

7.2 Saran
1. Dapat dipertimbangkan pemberian seng 10 mg selama 14 hari berturut-turut,
sebagai profilaksis pada sarana pelayanan kesehatan masyarakat untuk
mempersingkat durasi episode infeksi respiratori akut atas pada balita,
terutama pada kelompok terindikasi defisiensi seng (seperti: sistem imun
yang rendah, stunting, gizi buruk, diare persisten, sindrommalabsorpsi), atau
musim rawan penyebaran IRA seperti pada musim hujan. Pemberian

47 Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
48

suplementasi seng dapat diulang setiap 6-9 bulan, karena kadar seng dalam
darah akan cepat kembali terjadi defisiensi bila mana konsumsi harian tidak
adekuat (cukup).
2. Perlu penelitian lanjut tentang hubungan/pengaruh seng terhadap insiden,
frekuensi, durasi episode, dan rerata durasi episode IRA atas dan bawah,
dengan dosis 10 mg/hari selama 12 minggu (3 bulan) dengan pemantauan 12
bulan, dengan dasar beberapa penelitian telah dilakukan di India, Pakistan,
Iran dan Bangladesh, dosis 10 mg/hari, lama pemberian bervariasi dari 2
minggu hingga 12 bulan, dengan pemantauan 6 bulan sampai 12 bulan dan
pada umumnya berkesimpulan terdapat perbedaan yang bermakna antara
kelompok seng dengan kelompok plasebo.
3. Perlu penelitian lanjut untuk melihat berapa lama pengaruh proteksi seng
terhadap infeksi respiratori akut atas dan bawah.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
DAFTAR PUSTAKA

1. Rudan I, Tomaskovic L, Boschi C-Pinto, Campbell H.Global Estimate of


the incidence of clinical pneumonia among children under five years of
age. Bull WHO.2004;82:895-903.

2. Marostica PJ, Stein RT. Community Acquired Bacterial Pneumonia.


Dalam:Wilmott RW, Boat TF, Bush A, Chernick V, Deterding RR, Ratjen
F, editors. Kendig and Chernick's of the Respiratory Tract in Children.8th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.461-72

3. Bryce J, Boschi C-Pinto, Shibuya K, Black RE.WHO estimates of the


causes of death in children. Lancet. 2005;365:1147-53.

4. Wantania JM, Naning R, Wahani A. Epidemiologi Infeksi Respiratori


Akut. Dalam:Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editor. Buku Ajar
Respirologi Anak.edisi ke-2.Jakarta:IDAI;2012.p.278-88.

5. Aditama TY. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut.


Jakarta : Dirjen pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan,
Kemenkes RI; 2012;1-26.

6. Simoes EF, Cherian T, Chow J, Shahid SA, Laxminarayan R, John TJ.


Acute Respiratory Infections in Children. Dalam: Jamison DT, Breman
JG, Meashan AR, Alleyne G, Claeson M, Evans DB, editors. Disease
Control Priorities in Developing Countries. 2nd ed. Washington DC:
Oxford University Press; 2006. p.438-97.

7. Wardlaw T, Black R, Boschi C-Pinto, Bryce J, Campbell H.Pneumonia the


Forgotten Killer of Chilrdren. New York: UNICEF, WHO; 2006;1-42

8. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,


editor. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi ke-2.Jakarta: IDAI; 2012.370-
87.

9. Weber M, Kartasasmita CB, Fransisca HA, Said M. Bull Jendela


epidemiol, : 2010;3:1-20

10. WHO. Epidemic-prone & pandemic-prone acute respiratory diseases:


Infection prevention & control in health-care facilities (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan Pandemi).
edisi Indonesia. WHO/Kemenkes RI. Jakarta: 2007;1-32.

49 Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
50

11. Liu WK, Liu Q, Chen DH, Liang HX, Chen XK, Chen MX, et al.
Epidemiology of Acute Respiratory Infections in Children in Guangzhou:
A Three-Year Study. 2014;1-9.

12. Sandora TJ, Sectish TC. Community acquired pneumonia. Dalam: Stanton
BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE. Kliegman RM, editors. Nelson
Textbook of Pediatrics. 19thed. California, Philadelphia USA: Elsevier
Saunders; 2011.393-405.

13. Cuevas LE, Koyanagi A. Zinc and infection: a review. Ann Trop Paediatr.
2005;25:149-60.

14. HigdonJ,Drake VJ, Emily HO. Zinc. Available from:


http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/minerals/zinc/index.html#summary.Li
nus Pauling Institute, Oregon State University. 2013.

15. Shankar AH, Prasad AS. Zinc and immune function: the biological basis
of altered resistance to infection. Am J Clin Nutr. 1998;68:447s-63s.

16. Black, RE. Zinc deficiency, immune function, and morbidity and mortality
from infectious disease among children in developing countries. Dalam:
Brown KH,ScrimshawNS, editors. Food and Nutr Bull. Canada: The
United Nations University press; 2001;22:155-62

17. Malik A, TanejaDK, Devasenapathy N, Rajeshwari K. Zinc


Supplementation for Prevention of Acute Respiratory Infections in Infants:
A Randomized Controlled Trial. Indian Pediatr, 2014;51:780-5.

18. Roth DE, Richard, SA, Black RE. Zinc supplementation for the prevention
of acute lower respiratory infection in children in developing countries:
meta-analysis and meta-regression of randomized trials. Oxford University
Press;Int J Epidemiol.2010;39:795–808.

19. Sazawal S, Black RE, JallaS.Mazumdar S, Sinha A, BhanMK. Zinc


Supplementation Reduces the Incidence of Acute Lower Respiratory
Infections in Infants and Preschool Children: A Double-blind,Controlled
Trial. Pediatr. 1998;102:1-7.

20. Vakili R, Vahedian M,KhodaeiGH, Mahmoudi M. Effects of Zinc


Supplementation in Occurrence and Duration of Common Cold in School
Aged Children during Cold Season: a Double-Blind Placebo-Controlled
Trial. Iran J Pediatr. 2009;19:376-80.

21. Hussain H, Water H, Khan AJ, Omer SB, Halsey NA.Economic analysis
of childhood pneumonia in Northern Pakistan. Oxford University Press;
2008;23;438-42.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
51

22. Asfianti F, Nazir M, Husin S, Theodorus.Pengaruh Suplementasi Seng dan


Vitamin A Terhadap Kejadian ISPA dan Diare pada Anak. Sari Pediatri.
2013;15:93-8.

23. McCall KA, Huang CC, FierkeCA.Function and Mechanism of Zinc


Metalloenzymes. J Nutr. 2000;130:1437-46.

24. Hambidge M, Krebs NF. Zinc metabolism and requirements.Scrimshaw


NS. Special Issue on Recent Intervention Trials with Zinc: Implications
for Programs and Research. Toronto, Canada: United Nations University
Press; 2001;22:126-31

25. Brown KH, Wuehler SE, Peerson JM. The importance of zinc in human
nutrition and estimation of the global prevalence of zinc
deficiency.Scrimshaw NS. Special Issue on Recent Intervention Trials
with Zinc: Implications for Programs and Research. United Nations
University Press; 2001;22:113-23.

26. Agustian L, Sembiring T, Ariani A.Peran zinkum terhadap pertumbuhan


anak. Indonesia: Sari Pediatr. 2009;11:244-9.

27. Pardede, Dimas KB.Peran zink dalam tata laksana pneumonia.


Indonesia:2013;40:426-48.

28. Departemen Kesehatan. Permenkes RI.No.75 tentang Rekomendasi angka


kecukupan gizi untuk Indonesia.2013.

29. Bhowmik D, Chiranjib, Kumar KPS. A potential medicinal importance of


zinc in human health and chronic disease. Int J Pharm Biomed Sci.
2010;1:5-11.

30. Zinc Fact Sheet for Consumers. National Institutes of Health. available
from: https://ods.od.nih.gov/pdf/factsheets/Zinc-Consumer.pdf2011:1-4

31. Ngom PT, Howie S, Ota MO, Prentis AM, The Potential Role and
Possible Immunological Mechanisms of Zinc Adjunctive Therapy for
Severe Pneumonia in Children. Banjul, The Gambia : The Open Immun J.
2011;4:1-10

32. Thambiayya K, Kaynar AM, St. CroixCM Pitt BR. Functional role of
intracellular labile zinc in pulmonary
endothelium.PulmCirculation.2012;2:pp.443-51.

33. Herman S. Review on the problem of zinc defficiency.Indonesia : Media


Penelit. dan Pengembang. Kesehat. Puslitbang Gizi dan Makanan.
2009;S75-83.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
52

34. Sandstrom B. Diagnosis of zinc deficiency and excess in individuals and


populations.Scrimshaw NS. Special Issue on Recent Intervention Trials
with Zinc: Implications for Programs and Research. United Nations
University Press; 2001;22:133-37

35. Hotz, Christine dan Brown, Kenneth H. Assessment of the Risk of Zinc
Deficiency in Populations and Options for Its Control and Options for Its
Control.Irwin H Rosenberg. Food and Nutr Bull. Toronto,Canada:
International Nutrition Foundation for The United Nations University;
2004;25:108-12.

36. Prasad AS. Zinc: role in immunity, oxidative stress and chronic
inflammation. Curr Opin Clin Nutr Metab Care. 2009;12:646-52.

37. Singh M, Das RR. Zinc for the common cold, The Cochrane collaboration.
Published by John Wiley & Sons, Ltd.India.2011;1-60

38. Prasad AS. Impact of the Discovery of Human Zinc Deficiency on heath. J
Am College Nutr. 2009;28:257-65.

39. Dardenne, M. Zinc and immune function. Eur J Clin Nutr. 2002;56:S20-
S23.

40. Nriagu J. Zinc Toxicity in Humans. Elsevier B.V; 2007:1-7.

41. Plum LM, Rink L,Haase H.The Essential Toxin: Impact of Zinc on Human
Health. Int J EnvironRes Public Health. 2010;7:1342-65.

42. Naning R, Triasih R, Setyati A. Faringitis, Tonsilitis, Tonsilofaringitis


Akut. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editor.Buku Ajar
Respirologi.edisi ke-2.Jakarta : IDAI; 2012.p.288-302.

43. Skevaki CL, Papadopo NG, Tsakris A, Johnston SL. Infections of the
Respiratory Tract. Kendig, Chernick V, Wilmott RW, Boat TF,
editors.Kendig and Chernick's Disordes of the Respiratory Tract in
Children. 8th ed.Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012:399-423.

44. Marostica PJ, Stein RT. Community Acquired Bacterial Pneumonia


Dalam: Kendig, Chernick V, Wilmott RW, Boat TF, editors.Kendig and
Chernick's Disordes of the Respiratory Tract in Children. 8th
ed.Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012;461-92.

45. Bhopal RS. Concepts of Epidemiology:An integrated introduction to the


ideas, theories,principles and methods of epidemiology. Oxford New
York : Oxford University Press; 2002.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
53

46. Sazawal S, Black RE, Jalla S, Mazundar S, Sinha A.Zinc Supplementation


Reduces the Incidence of Acute Lower Respiratory Infections in Infants
and Preschool Children: A Double-blind,Controlled Trial. Pediatrics.
1998;102:1-7.

47. Rady HI, Rabie WA, Rasslan HA.Blood zinc levels in children
hospitalized with pneumonia: A cross sectional study. Elsevier B.V; Egypt
J Chest Diseases and Tuberculosis.2013:62:697-700.

48. Lamberti LM, Fisher-Walker CL, dan Black ER.Prophylactic Zinc


Supplementation for Prevention of Acute Respiratory Infections in Infants
and Young Children. Indian Pediatr. 2014;51:775-6.

49. Rudan I, Boschi-pinto C, Biloglav Z, Mulhollald K, Campbell


H.Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bull of WHO.
2008;86:408-16.

50. Prasad AS, Beck FW, Bao B,Snell D, Fitzgerald JT.Duration and Severity
of Symptoms and Levels of Plasma Interleukin-1 Receptor Antagonist,
Soluble Tumor Necrosis Factor Receptor, and Adhesion Molecules in
patients with common cold treated with Zinc Asetat. JInf Disease.
2008;197:795-802.

51. Sadruddin S, Shaeazad S, Bari A, Khan A, Haque I, Khan A, Qazi S.


Household Costs for Treatment of Severe Pneumonia in Pakistan. Am J
Trop Med Hyg. 2012;87:137-43.

52. Ayieko P, Akumu1AO, GriffithsUK, Mike English M. The economic


burden of inpatient paediatric care in Kenya: household and provider costs
for treatment of pneumonia, malaria and meningitis. Bio Med Central Ltd;
2009;1-13.

53. Prasad AS.Zinc: A Miracle Element. Its Discovery and Impact on Human
Health. Clin Oncol and Res. 2014;2:1-7.

54. Prasad AS. Zinc is an antioxidant and anti-inflammatory agent: its role in
human health. Front Nutr. 2014;1:1-10.

55. Zinc Fact Sheet for Professionals. National Institutes of Health.


https://ods.od.nih.gov/factsheets/Zinc-HealthProfessional/ 2013.

56. Solomons, Noel W. Dietary sources of zinc and factors affecting its
bioavailability. Scrimshaw NS. Special Issue on Recent Intervention Trials
with Zinc: Implications for Programs and Research. United Nations
University Press, 2001;22:138-48

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
54

57. Temple VJ, Masta A.Zinc in human health. PNG Med J, 2004;47:146-58.

58. Ranum P. Zinc enrichment of cereal staples.Scrimshaw NS. Special Issue


on Recent Intervention Trials with Zinc: Implications for Programs and
Research. Food and Nutr Bull. 2001;22:169-74.

59. Prasad AS. Zinc: Mechanisms of Host Defense.JNutr. 2007;137:1345-49.

60. Prasad AS. Zinc in Human Health: Effect of Zinc on Immune Cells. Mol
Med. 2008;14:353-57.

61. O’Dell BL. Role of Zinc in Plasma Membrane Function. J Nutr.


2000;130:1432-36.

62. Briend A. General experience with zinc supplementation. dalam: Are we


ready for large-scale supplementation programs. Scrimshaw NS, Brown
KH, editors. Special Issue on Recent Intervention Trials with Zinc
Implications for Programs and Research. Food and Nutr Bull.
2001;22:163-7.

63. Sazawal S, Jalla S, Mazumder S, Sinha A. Black RE, Bhan MK.Effect of


zinc supplementation on cell- mediatedimmunity and lymphocyte subsets
in preschool children. Indian pediatr, 1997;34:589-97.

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
55
Lampiran 1.

NRM :
RSCM Nama :
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo JenisKelamin :
Jl. Diponegoro No. 71 Jakarta 10430 Tanggallahir :
Telp: (021) 3918301 Fax: (021) 3148991 (Mohondiisiatautempelkanstikerjikaada)

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN


(FORMULIR INFORMED CONSENT)

PenelitiUtama :Dr. Amiruddin Laompo, Sp.A


Pemberi informasi :Dr. Amiruddin Laompo, Sp.A
Penerima informasi
NamaSubyek :
TanggalLahir (Umur) :
JenisKelamin :
Alamat :
No. Telp (HP) :

JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI


(diisi dengan bahasa yang di mengerti oleh masyarakat
1 Judul Penelitian Pengaruh pemberian suplementasi zinc pencegahan
terhadap Kejadian infeksi respiratori akut
(IRA/ISPA) pada anak usia dibawah 5 tahun

2 Tujuan Penelitian Putra/-ri bapak/ibu yang ikutserta dalam penelitian ini


akan diperhatikan tumbuh-kembangnya dan gejala
infeksi saluran pernapasan. Juga untuk melihat peranan
pemberian Zn dalam mencegah terjadian ISPA/IRA
pada anak bapak/ibu yang usianya dibawah 5 tahun.
3 Cara danProsedur ƒ Setelah putra/-ri Bapak/Ibu disetujui untuk ikutserta
Penelitian dalam penelitian ini, maka putra/-ri-nya kami akan
melakukan pemeriksaan kesehatan secara umum
dan lengkap. dan setelah dinyatakan sehat.
ƒ Putra/-ri Bapak/Ibu akan di undi nomor obatnya,
kemudian akan diberikan obat Zn syrup atau syrup
placebo(tanpaZn), dosis: 1 sendok sehari, Lamanya
minum obat yaitu 14 hari.

4 Jumlah subyek 120 anak


5 WaktuPenelitian Septembar-Desember 2016

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
56
Lampiran 1.

NRM :
RSCM Nama :
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo JenisKelamin :
Jl. Diponegoro No. 71 Jakarta 10430 Tanggallahir :
Telp: (021) 3918301 Fax: (021) 3148991 (Mohondiisiatautempelkanstikerjikaada)

6 Manfaat Penelitian Pemberian suplementasi zinc pada anak dapat


termasuk manfaat bagi mencegah/mengurangi angka kesakitan secara
subjek penelitian
signifikan serta memperpendek masa penyembuhan
penyakit infeksi saluran napas secara umum.
7 Risiko & Efek samping Sejauh ini belum ada laporan efek samping yang
dalam penelitian membahayakan dari pemberian suplemen Zn, namun
pada anak yang sensitif efek samping pemakaian Zn,
dapat berupa mual dan muntah namun ringan, selama
diberikan sesuai dengan dosis, waktu dan lama yang
tepat.
8 Ketidak nyamanan subyek Zinc syrup obat minum, yang mungkin rasanya kurang
penelitian enak, diminum selama 14 hari.
9 Kompensasi bila terjadi Saat penderita mengalami efek samping yang terkai
efek samping dengan penelitian dalam kurun waktu penelitian, maka
pasien akan dirawat di RSUP.Dr.Wahidin
Sudirohusodo, makassar.
10 AlternatifPenanganan Tidak ada
(bila ada)
11 Penjagaan kerahasiaan Formulir penelitian yang telah diisi akan disimpan
data sampai waktu tertentu, kemudian akan dimusnahkan.
12 Biaya yang ditanggung Tidak ada
oleh subyek
13 Insentif bagi subyek Obat gratis bila ada gejala IRA.

14 Nama dan alamat peneliti Nama : dr. Amiruddin Laompo, Sp.A


serta. nomor telepon yang Alamat : Kompleks Bukit Khatulistiwa, Jl. Perintis
dapat dihubungi Kemerdekaan
Makassar
Telepon : 081242446667

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
57
Lampiran 1.

NRM :
RSCM Nama :
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo JenisKelamin :
Jl. Diponegoro No. 71 Jakarta 10430 Tanggallahir :
Telp: (021) 3918301 Fax: (021) 3148991 (Mohondiisiatautempelkanstikerjikaada)

Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman 1,2, dan 3 mengenai penelitian yang akan dilakukan
oleh dr. Amiruddin Laompo,Sp.A dengan judul : Korelasi Pemberian Suplementasi Zinc Profilaksis
Terhadap Insidens Infeksi Respiratori Akut (Ira) Pada Anak Usia Dibawah 5 Tahun

Saya pahami dengan baik.


Dengan menandatangani formulir ini, saya menyetujui untuk diikutsertakan dalam penelitian di atas
dengan sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun .Apabila suatu waktu saya merasa dirugikan dalam
bentuk apapun, Saya berhak membatalkan persetujuan ini.

_________________________ _________________________
TandaTangan Subyek atau cap jempol Tanggal

_________________________
NamaSubyek

_________________________
TandaTanganSaksi/ Wali Tanggal

________________________
NamaSaksi/ Wali

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
58
Lampiran 1.

NRM :
RSCM Nama :
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo JenisKelamin :
Jl. Diponegoro No. 71 Jakarta 10430 Tanggallahir :
Telp: (021) 3918301 Fax: (021) 3148991 (Mohondiisiatautempelkanstikerjikaada)

Ket: Tanda tangan saksi / wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis, penurunan kesadaran, mengalami
gangguan jiwa, dan berusia dibawah 18 tahun.

Saya telah menjelaskan kepada subyek secara benar dan jujur mengenai maksud penelitian,
manfaat penelitian, prosedur penelitian, serta resiko dan ketidak-nyamanan potensial yang mungkin timbul
(penjelasan terperinci sesuai dengan hal yang Saya tandai diatas).Saya juga telah menjawab pertanyaan-
pertanyaan terkait penelitian dengan sebaik-baiknya.

_________________________ ______________________
TandaTanganPeneliti Tanggal
___________
NamaPeneliti

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
Lampiran 2. 59

DATA BASE PASIEN/SAMPEL


No.
I. DATA PRIBADI: Obat

NAMA

Umur : ...........tahun, ...........bln Tgl lahir : ....... /................/...........

Jenis kel. Laki I Perempuan*. (*coret yang salah)

Alamat Rusunawa Blok: ......................Lantai: ..........Kamar

BB : ...........Kg. TB/PB: ...............Cm Status Gizi: ..................(dokter)

Nomor Telp : .................................................

II. DATA KELUARGA:

Nama Ibu : ..................................................Merokok : 1. Ya 2. Tidak

Nama Ayah : ................................................. Merokok : 1. Ya 2. Tidak

Anak ke-

Jlhsaudara : .........Org, Laki2: .........Org, Perempuan: .........Orang

•!• Riwayat Asma dalam keluarga: Ada I tidak ada (*coret yg salah)
Bila ada 1. Dari Ibu 2. Dari Bapak 7 ( Lingkari yg benar )

3. Dari Nenek 3. Dari Kakek

•!• Riwayat Gatal2/ bersin2 orang tua: Ada I tidak ada (*coret yg salah):

Bila ada 1. Dari Ibu 2. Dari Bapak 7 ( Lingkari yg benar )

III. Riwaya Kelahiran:


a. Lahir 1. Lahir Operasi (SC) 2. Lahir Normal 7 (Lingkari)
b. ASI sampai umur : ........................bulan
c. Susu Formula mulai umur : ........................bulan
IV. LINGKUNGAN
Rumah/Kamar : Ukuran : ............ x ............m. Luas : ............. m2

Jendela : ukuran : .............x..............cm

Jumlah Se-Kamar: ........Orang 7 (Lingkari semua yang benar)

1. Bapak 2. Ibu. 3. Saudara 4. Nenek 5. Kakek. 6.......................

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017
60

Universitas Indonesia
Hubungan pemberian..., Amiruddin L, FK UI, 2017

Anda mungkin juga menyukai