Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN COVID – 19 DENGAN


PEMASANGAN VENTILASI MEKANIK

OLEH :

NAMA : DIANA

NIM : 098STYC19

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1 TRANSFER
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

Pada tanggal 18 Desember 2019, muncul suatu jenis pneumonia baru yang kemudian
meneyebar ke seluruhdunia. Pneumonia ini kemudian dikenal sebagai corona virus disease
2019 (covid -19) yang masuk ke Indonesia dan diumumkan secara resmi oleh Presiden RI
pada tanggal2 Maret 2020. Kemudian diketahui bahwa COVID -19 disebabkanoleh Virus
baru dari golongan virus corona (2019-11COV). Corona Virus adalah kelompok Virus yang
dapat menyebabkan penyakit dari gejala ringan sampai berat hingga kematian. Diketahui
dua jenis coronavirus yang dapat menyebabkan gejala klinis yang berat yaitu Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Covid
-19 sering kali berkembang menjadi sebuah pneumonia berat dan menempatkan penedrita
pada keadaan kritis.

Pasien kritis didefiniskan sebagai suatu kondisi dimana pasien berada dalam kondisi
kesehatan yang rentan ataupun berpotensial yang mengancam jiwa. Perawatan kritis
(critical care) adalah perawatan khusus pada pasien yang berada dalam kondisi mengancam
nyawa yang membutuhkan perawatan yang komprehensif, monitoring yang ketat , biasanya
berada diruang intensif. Semakin kritis penyakit pasien, semakin besar kemungkinan untuk
menjadi sangat rentan, tidak stabil dan menjadi penyakit yang komplek, membutuhkan terafi
yang intensif dan asuhan keperawatan yang teliti. Angka kematian beragam diseluruh dunia.
Data dari Word Healt Organization (WHO) menunjukan bahwa 10 -15% pasien berada
dalam kondisi kritis dan 3,83% meninggal. Per tanggal 5 april 2020, terdapat kasus covid
-19 yang terkomfirmasi dengan tingkat mortalitas mencapai 9,1%.

Ciri khas pasien kritis adalah bahwa beratnya suatu penyakit sangat berhubungan dengan
prognosis. Oleh karena itu, strategi yang mendasar untuk memperbaiki luaran harus
diarahkan untuk mendeteksi secara dini pasien yang risiko tinggi dan pasien yang kritis.
Sampai saat ini, masih belum ada obat.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ventilasi Mekanik dan Ventilator

Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk


memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan alveoli untuk
tujuan meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden, Stacy, Lough, 2010).
Ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen untuk periode waktu yang lama
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
2.2 Indikasi Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik diindikasikan untuk alasan fisiologis dan klinis (Urden,
Stacy, Lough, 2010). Ventilasi mekanik diindikasikan ketika modalitas manajemen
noninvasif gagal untuk memberikan bantuan oksigenasi dan/atau ventilasi yang
adekuat. Keputusan untuk memulai ventilasi mekanik berdasarkan pada kemampuan
pasien memenuhi kebutuhan oksigenasi dan/atau ventilasinya. Ketidakmampuan
pasien untuk secara klinis mempertahankan CO2 dan status asam-basa pada tingkat
yang dapat diterima yang menunjukkan terjadinya kegagalan pernafasan dan hal
tersebut merupakan indikasi yang umum untuk intervensi ventilasi mekanik (Chulay
& Burns, 2006).
2.3 Tujuan Ventilasi Mekanik
Tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar
yang tepat untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia dan
memaksimalkan transpor oksigen (Hudak & Gallo, 2010). Bila fungsi paru untuk
melaksanakan pembebasan CO2 atau pengambilan O2 dari atmosfir tidak cukup, maka
dapat dipertimbangkan pemakaian ventilator (Rab, 2007). Tujuan fisiologis meliputi
membantu pertukaran gas kardio-pulmonal (ventilasi alveolar dan oksigenasi arteri),
meningkatkan volume paru-paru (inflasi paru akhir ekspirasi dan kapasitas residu
fungsional), dan mengurangi kerja pernafasan. Tujuan klinis meliputi mengatasi
hipoksemia dan asidosis respiratori akut, mengurangi distress pernafasan, mencegah
atau mengatasi atelektasis dan kelelahan otot pernafasan, memberikan sedasi dan
blokade neuromuskular, menurunkan konsumsi oksigen, mengurangi tekanan
intrakranial, dan menstabilkan dinding dada (Urden, Stacy, Loug
2.4 Jenis-jenis Ventilasi Mekanik
1) Ventilator tekanan negatif
Ventilator tekanan negatif pada awalnya diketahui sebagai “paru-paru besi”.
Tubuh pasien diambil alih oleh silinder besi dan tekanan negatif didapat untuk
memperbesar rongga toraks. Saat ini, ventilasi tekanan negatif jangka-pendek
intermiten (VTNI) telah digunakan pada penyakit paru obstruktif menahun (PPOM)
untuk memperbaiki gagal nafas hiperkapnik berat dengan memperbaiki fungsi
diafragma (Hudak & Gallo, 2010). Ventilator ini kebanyakan digunakan pada gagal
nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neuromuskular seperti poliomielitis,
muscular dystrophy, amyotrophic lateral sclerosis, dan miastenia gravis (Smeltzer,
Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Ventilator tekanan negatif menggunakan tekanan negatif pada dada luar.
Penurunan tekanan intrathorak selama inspirasi menyebabkan udara mengalir ke
dalam paru-paru. Secara fisiologis, tipe assisted ventilator ini sama dengan ventilasi
spontan. Ventilator tekanan negatif mudah digunakan dan tidak memerlukan intubasi
jalan nafas (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Ventilator ini dapat digerakkan
dan dipasang seperti rumah kura-kura, bentuk kubah diatas dada dengan
menghubungkan kubah ke generator tekanan negatif. Rongga toraks secara harfiah
“menghisap” untuk mengawali inspirasi yang disusun secara manual dengan
“trigger”. Ventilator tekanan negatif menguntungkan karena ia bekerja seperti
pernafasan normal. Namun, alat ini digunakan terbatas karena keterbatasannya pada
posisi dan gerakan seperti juga rumah kura-kura (Hudak & Gallo, 2010).
2) Ventilator tekanan positif
a) Pressure-Cycled.
Ventilator pressure-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila tekanan
praset dicapai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010; Ignatavicius & Workman,
2006; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Pada titik tekanan ini, katup inspirasi
tertutup dan ekshalasi terjadi dengan pasif. Ini berarti bahwa bila komplain atau
tahanan paru pasien terhadap perubahan aliran, volume udara yang diberikan berubah
(Hudak & Gallo, 2010).
Secara klinis saat paru pasien menjadi lebih kaku (kurang komplain) volume
udara yang diberikan ke pasien menurun-kadang secara drastis (Hudak & Gallo,
2010). Volume udara atau oksigen bisa bervariasi karena dipengaruhi resistansi jalan
nafas dan perubahan komplain paru, sehingga volume tidal yang dihantarkan tidak
konsisten (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Perawat harus sering memonitor
tekanan inspirasi, kecepatan, dan volume tidal (VT) ekshalasi untuk meyakinkan
ventilasi menit yang adekuat dan untuk mendeteksi berbagai perubahan pada
komplain dan tahanan paru. Pada pasien yang status parunya tak stabil, penggunaan
ventilator tekanan tidak dianjurkan. Namun pada pasien komplain parunya sangat
stabil, ventilator tekanan adekuat dan dapat digunakan sebagai alat penyapihan pada
pasien terpilih (Hudak & Gallo, 2010).
b) Time-Cycled
Ventilator time-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila pada waktu
praset selesai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008). Waktu ekspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi
(jumlah nafas per menit). Normal rasio I:E (inspirasi:ekspirasi) 1:2 (Hudak & Gallo,
2010). Kebanyakan ventilator memiliki suatu kontrol kecepatan yang menentukan
kecepatan respirasi, tetapi siklus waktu yang murni jarang digunakan pada pasien
dewasa. Ventilator tersebut digunakan pada bayi baru lahir dan infant (Smeltzer,
Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
c) Volume-Cycled.
Ventilator volume yang paling sering digunakan pada unit kritis saat ini
(Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Prinsip dasar
ventilator ini adalah bila volume udara yang ditujukan diberikan pada pasien,
inspirasi diakhiri. Ini mendorong volume sebelum penetapan (VT) ke paru pasien
pada kecepatan pengesetan. Keuntungan ventilator volume adalah perubahan pada
komplain paru pasien, memberikan VT konsisten (Hudak & Gallo, 2010). Volume
udara yang dihantarkan oleh ventilator dari satu pernafasan ke pernafasan berikutnya
relatif konstan, sehingga pernafasan adekuat walaupun tekanan jalan nafas bervariasi
(Ignatavicius & Workman, 2006; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).

2.5 Mode-mode Ventilasi Mekanik


1) Control mode ventilation
Ventilasi mode control menjamin bahwa pasien menerima suatu antisipasi
jumlah dan volume pernafasan setiap menit (Chulay & Burns, 2006). Pada mode
control, ventilator mengontrol pasien. Pernafasan diberikan ke pasien pada frekuensi
dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien
untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar atau paralise, mode ini dapat
menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan (Hudak & Gallo, 2010). Biasanya
pasien tersedasi berat dan/atau mengalami paralisis dengan blocking agents
neuromuskuler untuk mencapai tujuan (Chulay & Burns, 2006). Indikasi untuk
pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea, intoksikasi obat-obatan, trauma
medula spinalis, disfungsi susunan saraf pusat, frail chest, paralisa karena obat-
obatan, penyakit neuromuskular (Rab, 2007).
2) Assist Mode
Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan pada VT
yang telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas.
Bila pasien tidak mampu untuk memicu pernafasan, udara tak diberikan (Hudak &
Gallo, 2010). Kesulitannya buruknya faktor pendukung “lack of back-up” bila pasien
menjadi apnea model ini kemudian dirubah menjadi assit/control, A/C (Rab, 2007).

a) Model ACV (Assist Control Ventilation)


Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan control mode yang
dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila pasien gagal untuk
inspirasi maka ventilator akan secara otomatik mengambil alih (control mode) dan
mempreset kepada volume tidal (Rab, 2007). Ini menjamin bahwa pasien tidak
pernah berhenti bernafas selama terpasang ventilator. Pada mode assist control,
semua pernafasan-apakah dipicu oleh pasien atau diberikan pada frekuensi yang
ditentukan-pada VT yang sama (Hudak & Gallo, 2010).
Assist control ventilation sering digunakan saat awal pasien diintubasi (karena
menit ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan oleh pasien), untuk dukungan
ventilasi jangka pendek misalnya setelah anastesi, dan sebagai dukungan ventilasi
ketika dukungan ventilasi tingkat tinggi diperlukan (Chulay & Burns, 2006). Secara
klinis banyak digunakan pada sindroma Guillain Barre, postcardiac, edema
pulmonari, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan ansietas (Rab, 2007).

b) Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)


IMV dirancang untuk menyediakan bantuan ventilator tapi hanya sebagian,
merupakan kombinasi periode assist control dengan periode ketika pasien bernafas
spontan (Marino, 2007). Mode IMV memungkinkan ventilasi mandatori intermiten.
Seperti pada mode ko
control frekuensi dan VT praset. Bila pasien mengharapkan untuk bernafas
diatas frekuensi ini, pasien dapat melakukannya. Namun tidak seperti pada mode
assist control, berapapun pernafasan dapat diambil melalui sirkuit ventilator (Hudak
& Gallo, 2010).
c) Pressure-Controlled Ventilation (PCV)
PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan paru-paru.
Mode ventilator ini kurang disukai karena volume inflasi bisa bervariasi. Akan tetapi,
ada ketertarikan kepada PCV karena risiko injuri paru-paru yang disebabkan oleh
pemasangan ventilasi mekanik lebih rendah (Marino, 2006).
d) Pressure-Support Ventilation (PSV)
Pernafasan yang membantu tekanan yang memberikan kesempatan kepada
pasien untuk menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi dinamakan PSV.
PSV bisa digunakan untuk menambah volume inflasi selama pernafasan spontan atau
untuk mengatasi resistensi pernafasan melalui sirkuit ventilator. Belakangan ini PSV
digunakan untuk membatasi kerja pernafasan selama penyapihan dari ventilasi
mekanik (Marino, 2007).
e) Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Kolaps pada jalan nafas bagian distal pada akhir ekspirasi sering terjadi pada
pasien dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan ateletaksis ganguan pertukaran
gas dan menambah berat kegagalan pernafasan. Suatu tekanan posistif diberikan pada
jalan nafas di akhir ekspirasi untuk mengimbangi kecenderungan kolaps alveolar
pada akhir ekspirasi (Marino, 2007).
PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka. PEEP
meningkatkan kapasitas residu fungsional dengan cara melakukan reinflasi alveolus
yang kolaps, mempertahankan alveolus pada posisi terbuka, dan memperbaiki
komplain paru (Morton & Fontaine, 2009).
f) Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Pernafasan spontan dimana tekanan positif dipertahankan sepanjang siklus
respirasi dinamakan CPAP (Marino, 2007). CPAP merupakan mode pernafasan
spontan digunakan pada pasien untuk meningkatkan kapasitas residu fungsional dan
memperbaiki oksigenasi dengan cara membuka alveolus yang kolaps pada akhir
ekspirasi. Mode ini juga digunakan untuk penyapihan ventilasi mekanik (Urden,
Stacy, Lough, 2010).
2.6 Pengaturan Pernafasan pada Pasien Terpasang Ventilasi Mekanik
Jumlah dan tekanan udara yang diberian kepada klien diatur oleh ventilator
(Smith-Temple & Johnson, 2011):
1) Volume tidal (VT): jumlah udara dalam mililiter dalam satu kali nafas, yang
diberikan selama inspirasi. Pengaturan awal adalah 7-10 ml/kg; dapat
ditingkatkan sampai15 ml/kg
2) Frekuensi: jumlah nafas yang diberikan per menit. Pengaturan awal biasanya10
kali dalam 1 menit tetapi akan bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
3) Fraksi oksigen terinspirasi oksigen (fraction of inspired oxygen, FiO2): persentase
oksigen dalam udara yang diberikan. Udara kamar memiliki FiO2 21%.
Pengaturan awal berdasarkan pada kondisi klien dan biasanya dalam rentang 50%
sampai 65%. Dapat diberikan sampai 100%, tetapi FiO2 lebih dari 50%
dihubungkan dengan toksisitas oksigen.
4) PEEP: tekanan positif yang konstan dalam alveolus yang membantu alveoli tetap
terbuka dan mencegahnya menguncup dan atelektasis. Pengaturan PEEP awal
biasanya adalah 5 cmH2O. Tetapi dapat juga mencapai hingga 40 cmH2O untuk
kondisi seperti sindrom gawat nafas pada orang dewasa (ARDS). Setiap
perubahan yang dilakukan pada pengaturan ventilator harus dievaluasi setelah 20
sampai 30 menit melalui analisis gas darah arteri, hasil pengukuran SaO2, atau
hasil pembacaan karbon dioksida tidal-akhir untuk melihat keefektivitasan
ventilator
2.7 Komplikasi Ventilasi mekanik
Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik antara lain:
1) Komplikasi jalan nafas
Jalur mekanisme pertahanan normal, sering terhenti ketika terpasang
ventilator, penurunan mobilitas dan juga gangguan reflek batuk dapat menyebabkan
infeksi pada paru-paru (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Aspirasi dapat terjadi
sebelum, selama, atau setelah intubasi. Risiko aspirasi setelah intubasi dapat
diminimalkan dengan mengamankan selang, mempertahankan manset mengembang,
dan melakukan suksion oral dan selang kontinyu secara adekuat (Hudak & Gallo,
2010).
2) Masalah selang endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan
etiologi yang tak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk kemungkinan
sumber infeksi (Hudak & Gallo, 2010).
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis
trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi
arteri dihambat oleh tekanan manset 30 mmHg. Bila edema laring terjadi, maka
ancaman kehidupan pascaekstubasi dapat terjadi (Hudak & Gallo, 2010).
3) Masalah mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2 sampai 4 jam
ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat
disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang, atau ventilator terlepas,
atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi,
bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal (Hudak &
Gallo, 2010).
a) Barotrauma
Ventilasi mekanik melibatkan „pemompaan” udara ke dalam dada,
menciptakan tekanan posistif selama inspirasi. Bila PEEP ditambahkan, tekanan
ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat
menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area
pleural, menimbulkan tekanan pneumothorak-situasi darurat. Pasien dapat
mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit
(Hudak & Gallo, 2010).
b) Penurunan curah jantung
Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain hipotensi, tanda dan gejala lain meliputi gelisah
yang dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan halauan urin, nadi
perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah dan nyeri dada (Hudak & Gallo,
2010).
c) Keseimbangan cairan positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor
vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon
antidiuretik dari hipofisis posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan
penurunan haluaran urin melengkapi masalah dengan merangsang respon aldosteron
renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil,
dan yang memellukan resusitasi cairan dalam jumlah besar dapat mengalami edema
luas, meliputi edema sakral dan fasial (Hudak & Gallo, 2010).
d) Peningkatan IAP
Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan rongga abdomen ke atas.
Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma bisa menimbulkan gangguan dalam
hubungan antara intraabdomen atas dan bawah, tekanan intrathorak dan intravaskuler
intraabdomen (Valenza et al., 2007 dalam Jakob, Knuesel, Tenhunen, Pradl, Takala,
2010). Hasil penelitian Morejon & Barbeito (2012), didapatkan bahwa ventilasi
mekanik diidentifikasi sebagai faktor predisposisi independen untuk terjadinya IAH.
Pasien-pasien dengan penyakit kritis, yang terpasang ventilasi mekanik, menunjukkan
nilai IAP yang tinggi ketika dirawat dan harus dimonitor terus-menerus khususnya
jika pasien mendapatkan PEEP walaupun mereka tidak memiliki faktor risiko lain
yang jelas untuk terjadinya IAH.
Setting optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap fungsi respirasi
dan hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS)
berhubungan dengan IAH masih sangat jarang dikaji. Manajement ventilator yang
optimal pada pasien dengan ARDS dan IAH meliputi: monitor IAP, tekanan
esofagus, dan hemodinamik; setting ventilasi dengan tidal volume yang protektif, dan
PEEP diatur berdasarkan komplain yang terbaik dari sistem respirasi atau paru-paru;
sedasi dalam dengan atau tanpa paralisis neuromuskular pada ARDS berat;
melakukan open abdomen secara selektif pada pasien dengan ACS berat (Pelosi &
Vargas, 2012).

2.8 Penyapihan Ventilasi Mekanik


Melepaskan ventilator ke pernafasan spontan (penyapihan) sering
menimbulkan kesulitan pada ICU yang disebabkan oleh karena faktor fisiologis dan
psikologis. Hal ini memerlukan kerja sama dari pasien, perawat, ahli respirasi, dan
dokter (Rab, 2007). Penyapihan merupakan pengurangan secara bertahap penggunaan
ventilasi mekanik dan mengembalikan ke nafas spontan. Penyapihan dimulai hanya
setelah proses-proses dasar yang dibantu oleh ventilator sudah terkoreksi dan
kestabilan kondisi pasien sudah tercapai (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Menyapih pasien dari ketergantungan pada ventilator terjadi dalam tiga
tahapan. Pasien disapih secara bertahap dari (1) ventilator, (2) selang, dan (3)
oksigen. Penyapihan dari ventilasi mekanik dilakukan pada waktu sedini mungkin,
konsisten dengan keselamatan pasien. Penting artinya bahwa keputusan dibuat atas
dasar fisiologi ketimbang sudut pandang mekanis. Pemahaman yang menyeluruh
tentang status klinis pasien diperlukan dalam membuat keputusan ini (Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2008).
Management pasien yang menggunakan ventilasi mekanik memerlukan
kewaspadaan konstan terhadap tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa bantuan
ventilator sudah tidak diperlukan. Ketika pasien mulai menunjukkan bukti perbaikan
klinis, bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang akan dilakukan pelepasan
bantuan ventilator. Secara umum, oksigenasi harus adekuat ketika bernafas dengan
jumlah oksigen yang dihirup berada pada tingkat non-toksik, dan pasien harus
memiliki hemodinamik yang stabil dengan dukungan vasopressor yang minimal atau
tanpa dukungan vasopressor. Pasien harus sadar terhadap lingkungan sekitarnya
ketika tidak tersedasi dan harus bebas dari beberapa keadaan yang reversibel (misal:
sepsis atau elektrolit yang abnormal) (Marino, 2007).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN VENTILASI MEKANIK

1. Pengkajian
Hal hal yang perlu dikaji pada pasien yang mendapatkan nafas buatan dengan
ventilator adalah
1) Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekrjaan, suku bangsa, agama, alamat ,dll
Pengkajian ini penting untuk dilakukan untuk mengetahui latar belakang ,
status social, ekonomi, adat kebudayaan dan keyakinan spirituslpasien
sehingga mempermudah komunikasi dan menentukan tindakan keperawatan
yang sesuai.
2) Riwayat penyakit
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang dapat
diperoleh melalui orang lain ( keluarga,tim medis lainnya) karena kondisi
pasien yang dapat bantuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan data
secara detail. Pengkajian inin bertujuan untuk menbetahui kemugkinan
penyebab atau factor pencetus terjadinya gagal nafas/ dipasangnya ventilator
3) Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik , bias dilakukan
dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan keluhannya. Keluhan
pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas terasa berat, kelelahan,
dan ketidaknyamanan

Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi ventilator.
Dalam mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut :

 Tanda-tanda vital
 Bukti adanya hipoksia
 Frekuensi dan pola pernafasan
 Bunyi nafas
 Status neurologis
 Volume tidal, ventilasi semenit , kapasitas vital kuat
 Kebutuhan pengisapan
 Upaya ventilasi spontan klien
 Status nutrisi
  Status psikologis

A. Pengkajian Kardiovaskuler
            Perubahan dalam curah jantung dapat terjadi sebagai akibat ventilator tekanan
positif. Tekanan intratoraks positif selama inspirasi menekan jantung dan pembuluh darah
besar dengan demikian mengurangi arus balik vena dan curah jantung. Tekanan positif
yang berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks spontan akibat trauma pada alveoli.
Kondisi ini dapat cepat berkembang menjadi pneumotoraks tension, yang lebih jauh lagi
mengganggu arus balik vena, curah jantung dan tekanan darah.
            Untuk mengevaluasi fungsi jantung perawat terutama harus memperhatikan tanda
dan gejala hipoksemia dan hipoksia (gelisah,gugup, kelam fakir, takikardi, takipnoe,
pucat yang berkembang menjadi sianosis, berkeringat dan penurunan haluaran urin).
B. Pengkajian Peralatan
Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator pengaturannya telah
dibuat dengan tepat. Dalam memantau ventilator, perawat harus memperhatikan hal-hal
berikut :

1)  Jenis ventilator
2)  Cara pengendalain (Controlled, Assist Control, dll)
3)  Pengaturan volume tidal dan frekunsi
4)  Pengaturan FIO2 (fraksi oksigen yang diinspirasi)
5)  Tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan.
6)   Adanya air dalam selang,terlepas sambungan atau terlipatnya selang.
7)   Humidifikasi
8)   Alarm
9) PEEP

Catatan:
Jika terjadi malfungsi system ventilator, dan jika masalah tidak dapat diidentifikasi
dan diperbaiki dengan cepat, perawat harus siap memberikan ventilasi kepada klien dengan
menggunakan Bag Resuscitation Manual.

2. Pemeriksaan Diagnostik
      Pemeriksaan Diagnostik yang perlu dilakukan pada klien dengan ventilasi mekanik yaitu :
1) Pemeriksaan fungsi paru
2) Analisa gas darah arteri
3) Kapasitas vital paru
4) Kapasitas vital kuat
5) Volume tidal
6) Inspirasi negative kuat
7) Ventilasi semenit
8) Tekanan inspirasi
9) Volume ekspirasi kuat
10) Aliran-volume
11) Sinar X dada
12) Status nutrisi / elaktrolit.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan mayor klien dapat mencakup :

1) Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari, atau
penyesuaian pengaturan ventilator selama stabilisasi atau penyapihan (pengesetan
ventilator tak tepat) .
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan pembentukan
lendir yang berkaitan dengan ventilasi mekanik tekanan positif .
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolisme tubuh berkaitan dengan penyakit kritis, kurang kemampuan
untuk makan peroral.
4) Risiko terhadap trauma dan infeksi yang berhubungan dengan intubasi endotrakea dan
trakeostomi.
5) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan ketergantungan ventilator.
6) Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan tekanan selang endotrakea
dan pemasangan pada ventilator.
7) Koping individu tidak efektif dan ketidakberdayaan yang berhubungan dengan
ketergantungan pada ventilator.

4. Masalah kolaboratif /Komplikasi Potensial

1) Melawan kerja ventilator


2) Masalah-masalah ventilator – peningkatan dalam tekanan jalan nafas nafas puncak ;
penurunan tekanan ; kehilangan volume
3) Gangguan kardiovaskuler
4) Barotrauma dan pneumothoraks
5) Infeksi paru

5. Penatalaksanaan
1). Meningkatkan pertukaran gas
            Tujuan menyeluruh ventilasi mekanik adalah untuk mengoptimalkan pertukaran gas
dengan mempertahankan ventilasi alveolar dan pengiriman oksigen.
            Perubahan dalam pertukaran gas dapat dikarenakan penyakit yang mendasari atau
factor mekanis yang berhubungan dengan penyesuaian dari mesin dengan pasien. Tim
perawatan kesehatan, termasuk perawat , dokter, dan ahli terapi pernafasan , secara kontinu
mengkaji pasien terhadap pertukaran gas yang adekuat , tanda dan gejala hipoksia, dan
respon terhadap tindakan .
            Pertukaran gas yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan faktor-faktor yang
sangat beragam; tingkat kesadaran, atelektasis, kelebihan cairan, nyeri insisi, atau penyakit
primer seperti pneumonia. Pengisapan jalan nafas bawah disertai fisioterapi dada (perkusi,
fibrasi) adalah strategi lain untuk membersihkan jalan nafas dari kelebihan sekresi karena
cukup bukti tentang kerusakan intima pohon trakeobronkial.
            Intervensi keperawatan yang penting pada klien yang mendapat ventilasi mekanik
yaitu auskultasi paru dan interpretasi gas darah arteri. Perawat sering menjadi orang pertama
yang mengetahui perubahan dalam temuan pengkajian fisik atau kecenderungan signifikan
dalam gas darah yang menandakan terjadinya masalah (pneumotoraks, perubahan letak
selang, emboli pulmonal).
2). Penatalaksanaan jalan nafas
            Ventilasi tekanan positif yang kontinyu dapat meningkatkan pembentukan sekresi,
dengan apapun kondisi pasien yang mendasari. Perawat harus mengidentifikasi adanya
sekresi dengan auskultasi paru sedikitnya 2-4 jam. Tindakan untuk membersihakan jalan
nafas termasuk pengisapan, fisioterapi dada, perubahan posisi yang sering, dan peningkatan
mobilitas secepat mungkin.
            Humidifikasi dengan cara ventilator dipertahankan untuk membantu pengenceran
sekresi sehingga sekresi lebih mudah dikeluarkan. Bronkodilator baik intravena maupun
inhalasi, diberikan sesuai dengan resep untuk mendilatasi bronkiolus.
3). Mencegah trauma dan infeksi
            Penatalaksanaan jalan nafas harus mencakup pemeliharaan selang endotrakea atau
trakeostomi. Selang ventilator diposisikan sedemikian rupa sehingga hanya sedikit
kemungkinan tertarik atau penyimpangan selang dalam trakea.
            Perawatan trakeostomi dilakukan sedikitnya setiap 8 jam jika diindikasikan karena
peningkatan resiko infeksi. Higiene oral sering dilakukan karena rongga oral merupakan
sumber utama kontaminasi paru-paru pada pasien yang diintubasi pada pasien lemah. Adanya
selang nasogastrik dan penggunaan antasida pada pasien dengan ventilasi mekanik juga telah
mempredisposisikan pasien pada pneumonia nosokomial akibat aspirasi. Pasien juga
diposisikan dengan kepala dinaikkan lebih tinggi dari perut sedapat mungkin untuk
mengurangi potensial aspirasi isi lambung.
4). Peningkatan tingkat mobilitas optimal
         Mobilitas pasien terbatas karena dihubungkan dengan ventilator. Mobilitas dan aktivitas
otot sangat bermanfaat karena menstimuli pernafasan dan memperbaiki mental. Latihan
rentang gerak pasif/aktif dilakukan tiap 8 jam untuk mencegah atrofi otot, kontraktur dan
statis vena.
5). Meningkatkan komunikasi optimal
         Metode komunikasi alternatif harus dikembangkan untuk pasien dengan ventilasi
mekanik. Bila keterbatasan pasien diketahui, perawat menggunakan pendekatan komunikasi;
membaca gerak bibir, menggunakan kertas dan pensil, bahasa gerak tubuh, papan
komunikasi, papan pengumuman. Ahli terapi bahasa dapat membantu dalam menentuka
metode yang paling sesuai untuk pasien.
6). Meningkatkan kemampuan koping.
       Dengan memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaan mengenai
ventilator, kondisi pasien dan lingkungan secara umum sangat bermanfaat. Memberikan
penjelasan prosedur setiap kali dilakukan untuk mengurangi ansietas dan membiasakan klien
dengan rutinitas rumah sakit.
        Klien mungkin menjadi menarik diri atau depresi selama ventilasi mekanik terutama jika
berkepanjangan akibatnya perawat harus menginformasikan tentang kemajuannya pada klien,
bila memungkinkan pengalihan perhatian seperti menonton TV, bermain musik atau berjalan-
jalan jika sesuai dan memungkinkan dilakukan. Teknik penurunan stress (pijatan punggung,
tindakan relaksasi) membantu melepaskan ketegangan dan memampukan klien untuk
menghadapi ansietas dan ketakutan akan kondisi dan ketergantungan pada ventilator.

6. Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan yang diberikan antara lain :

1) Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal dan
tanda-tanda vital yang adekuat.
2) Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.
3) Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan jumlah sel
darah putih.
4) Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
5) Berkomunikasi secara efektif melalui pesan tertulis, gerak tubuh atau alat komunikasi
lainnya.
6) Dapat mengatasi masalah secara efektif.

7. Penyapihan dari ventilasi mekanik

Kriteria dari penyapihan ventilasi mekanik :


1. Tes penyapihan

 Kapasitas vital 10-15 cc / kg


 Volume tidal 4-5 cc / kg
 Ventilasi menit 6-10 l
 Frekuensi permenit < 20 permenit

2. Pengaturan ventilator

 FiO2 < 50%


 Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) : 0

3. Gas darah arteri

 PaCO2 normal (< 60 mmHg)


 PaO2 60-70 mmHg (normal PaO2 > 70 mmHg)
 PH normal dengan semua keseimbangan elektrolit diperbaiki

4. Selang Endotrakeal

 Posisi diatas karina pada foto Rontgen


 Ukuran : diameter 8.5 mm

5. Nutrisi

 Kalori perhari 2000-2500 kal


 Waktu : 1 jam sebelum makan

6. Jalan nafas

 Sekresi : antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suctioning)


 Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau Steroid
 Posisi : duduk, semi fowler

7. Obat-obatan

 Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam


 Agen paralise : dihentikan lebih dari 24 jam

8. Emosi

  Persiapan psikologis terhadap penyapihan

9. Fisik

  Stabil, istirahat terpenuhi


DAFTAR PUSTAKA

Chulay, M. and S. M. Burns (2006). Essensial Of Critical Care Nursing. United States of
America, The McGraw-Hill Companies.

Cortes, G.A., Dries, D.J., Marini, J.J. (2012). Annual Update in Intensive Care and
Emergency Medicine: Position and the Compromised Respiratory System. New
York, Springer.

Departemen Kesehatan RI, (2006). Standar Pelayanan Keperawatan di ICU.

Fink, M. P., Abraham, E., Vincent, J., Kochanek, P.M. (2005). Textbook of Critical Care.
Philadelphia, Elsevier Saunder.

Grap, M. J. (2009). Not-So-Trivial Pursuit: Mechanical Ventilation Risk Reduction.


American Journal of Critical Care, 18, 299-309. doi: 10.4037/ajcc2009724.

Grossbach, I., Chlan, L., Tracy, M.F. (2011). Overview of Mechanical Ventilatory
Support and Management of Patient and Ventilator-Related Responses. Critical
Care Nurse, 31, 30-44. doi: 10.4037/ccn2011595.
Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.

Philadelphia: J.B. Lippincott Company.


Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006) Medical Surgical Nursing: Critical Thinking
for Collaborative Care. Philadelphia, Elsevier.

Kementerian Kesehatan RI, (2011). Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya


Kesehatan tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit
(ICU) di Rumah Sakit.
LeMone, P. & Burke, K. (2008). Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in Client
Care. United Stated, Pearson Prentice Hall.

Malbrain, M.L.N.G., Laet, D., Cheatham, M. (2007). Consensus Conference


Definitions and Recommendations on Intra-Abdominal Hypertension (IAH) and
The Abdominal Compartment Syndrome (ACS) -The Long Road to the Final
Publications, How Did We Get There? Acta Clinica Belgica, 62, Supplement
Marino, P.L. (2007). The ICU Book. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. (2013). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Morton, P.G. & Fontaine, D.K. (2009). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.

Philadelphia, Lippincott William & Wilkin. Volume 1.


Pilbeam, S.P. (1998). Mechanical Ventilation: Physiological and Clinical Application.
Philadelphia, Mosby, Inc.

Schumacher and Chernecky (2010). Critical Care & Emergency Nursing. US, Elsevier.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelphia, Lippincott Williams &
Wilkins.

Sole, M.L., Klein, D.G., Moseley, M.J. (2013). Introduction to Critical Care Nursing.

Missouri, Elsevier Saunder.


Urden, L. D., Stacy, K.M., Lough, M.E. et al. (2010). Critical Care Nursing. USA, Mosby
Elsevier.

Wauters, J. & Wilmer, A. (2007). Noosa, 2 Years Later… A Critical Analysis of


Recent Literature. Acta Clinica Belgica, 62, Supplement 1, 33-43.

Anda mungkin juga menyukai