Anda di halaman 1dari 11

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

HAK MEREK

KELOMPOK 3 :

DILLA ANNISA PUTRI


MIA YUANITA LARASATI
M. RIFAT ZEIN
NYANYU SALSABILA ANDIERA A

KELAS REG B

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya sehinnga
dapat menyelesaikan tugas makalah Hak Kekayaan Intelektual yang berjudul hak merek.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hak
Kekayaan Intelektual. Penyusun menyadari, penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,
serta masih banyak kekurangan. Penyusun mohon kritik dan saran dari rekan-rekan semua
kearah kesempurnaan makalah ini.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Hak Kekayaan Intelektual
atas bimbingannya, dan juga kepada rekan-rekan yang terlibat didalamnya, sehingga makalah ini
bisa tersusun.
Akhirnya penyusun berharap, makalah ini bisa bermanfaat bagi penyusun sendiri ataupun
semua pihak yang memerlukan.

Pekanbaru, 11 Maret 2020


BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Merek merupakan salah satu wujud karya intelektual yang digunakan untuk
membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan dengan maksud
untuk menunjukan ciri dan asal usul barang tersebut. Terlebihcdisebabkan perdagangan
dunia yang semakin maju, serta alat transportasi yangcsemakin baik juga dengan
dilakukannya promosi maka wilayah pemasaran barang pun menjadi lebih luas lagi. Hal
tersebut menambah pentingnya arti dari merek yaitu untuk membedakan asal usul barang,
dan kualitasnya, juga menghindari peniruan.

Dilihat dari perkembangan hak kekayaan intelektual di tanah air, system hukum
Intellectual Property Rights (IPR) pertama kali diterjemahkan menjadi hak milik
intelektual, kemudian menjadi hak milik atas kekayaan intelektual. Istilah yang umum
dan lazim dipakai sekarang adalah hak kekayaan intelektual yang disingkat HKI. Hal ini
sejalan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-
undangan RI Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara, dalam surat Nomor 24/M/PAN/1/2000 istilah Hak
Kekayaan Intelektual (tanpa Atas) dapat disingkat HKI atau akronim HaKI telah resmi
dipakai. Jadi bukan lagi Hak Atas Kekayaan Intelektual (dengan “Atas”). Surat
Keputusan Menteri Hukum dan Perundangundangan tersebut didasari pula dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 1998 tanggal 15 September
1998, tentang perubahan nama Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek berubah
menjadi Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual(Ditjen HAKI) kemudian
berdasar Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 Ditjen HAKI berubah menjadi
Ditjen HKI (DJHKI).

Asal usul merek itu sendiri berpangkal di sekitar abad pertengahan di Eropa, pada
saat perdagangan dengan dunia luar mulai berkembang. Fungsinya semula untuk
menunjukkan asal produk yang bersangkutan. Baru setelah dikenal metode produksi
massal dan dengan jaringan distribusi dan pasar yang lebih luas dan kian rumit, fungsi
merek berkembang menjadi seperti yang dikenal sekarang ini (Bambang Kesowo, 1995 :
16).

Disini Hak Merek merupakan bagian dari HKI. Merek dianggap sebagai “roh”
dari suatu produk. Bagi pengusaha, merek merupakan aset yang sangat bernilai karena
merupakan ikon kesuksesan sejalan usahanya yang dibangun dengan segala keuletan
termasuk biaya promosi. Bagi produsen merek dapat digunakan sebagai jaminan mutu
hasil produksinya. Merek Terdaftar, sering disimbolkan dengan tanda. Setelah
meratifikasi WTO Agreement, Indonesia melakukan banyak revisi terhadap berbagai
undang-undang di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang ada.

II. Rumusan Masalah


 Apa yang dimaksud dengan merek?
 Bagaimana sejarah perkembangan merek di Indonesia?
 Bagaimana penegakan hukum hak merek?
 Bagaimana contoh produk hak merek?
 Bagaimana contoh kasus mengenai hak merek?

III. Tujuan
 Untuk mengetahui pengertian hak merek
 Untuk mengetahui sejarah perkembangan merek di Indonesia
 Untuk mengetahui penegakan hukum hak merek
 Untuk mengetahui contoh produk hak merek
 Untuk mengetahui contoh kasus mengenai hak merek
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Merek

Pengertian Merek berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 adalah


suatu “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, sususan warna,
atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.

Pengertian Merek menurut Harsono Adisumarto adalah tanda pengenal yang


membedakan milik seseorang dengan orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan
memberi cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan di tempat penggembalaan
bersama yang luas. Cap tersebut itu memang merupakan tanda pengenal untuk
menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan tersebut telah ada pemiliknya. Biasanya
dalam membedakan tanda atau merek digunakan inisial dari mana pemilik sendiri sebagai
tanda pembedaan.

Pengertian Merek menurut Prof R Soekardono adalah suatu tanda yang


mempribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang
atau menjamin kualitasnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis
yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.

Dari berbagai pandangan para sarjana dan pengertian merek berdasarkan UU


Merek sebagaimana telah dikemukakan di atas, secara umum dapat diberikan
pemahaman bahwa merek adalah suatu tanda untuk membedakan barang-barang atau jasa
sejenis yang dihasilkan dan diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan
hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain,
yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan
dalam kegiatan.
Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum
secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain
melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk
menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau
jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Perjanjian Lisensi wajib
dimohonkan pencatatannya kepada DJHKI dengan dikenakan biaya. Akibat hukum dari
adanya pencatatan perjanjian lisensi tersebut adalah bahwa perjanjian lisensi tersebut
selain berlaku bagi para pihak, juga mengikat pihak ketiga.

B. Sejarah Perkembangan Merek di Indonesia

Pada abad pertengahan sebelum revolusi industri, merek telah dikenal dalam
berbagai bentuk atau istilah sebagai tanda pengenal untuk membedakan milik seseorang
dengan milik orang lain. Didahului oleh peranan para Gilda yang memberikan tanda
pengenal atas hasil kerajinan tangannya dalam rangka pengawasan barang hasil pekerjaan
anggota Gilda sejawat, yang akhirnya menimbulkan temuan atau cara mudah
memasarkan barang (Harsono Adisumarto, 1990:44-45). Di Inggris, merek mulai dikenal
dari bentuk tanda resmi (hallmark) sebagai suatu sistem tanda resmi tukang emas, tukang
perak dan alat-alat pemotong yang terus dipakai secara efektif bisa membedakan dari
penghasil barang sejenis lainnya (Muhammad Djumhana & Djubaedillah, 1993:117).

Persoalan merek sebenarnya bukan hal baru bagi Indonesia. Dalam sejarah
perundang-undangan merek, dapat diketahui bahwa pada masa kolonial Belanda berlaku
Reglemen Industriele Eigendom (RIE) yang dimuat dalam Staatblad 1912 Nomor 545 jo
Staatblad 1913 Nomor 214. Pada masa penjajahan Jepang, dikeluarkan peraturan merek,
yang disebut Osamu Seire Nomor 30 tentang Pendaftaran cap dagang yang mulai berlaku
tanggal 1 bulan 9 Syowa (tahun Jepang 2603. Setelah Indonesia Merdeka (17 Agustus
1945), peraturan tersebut masih diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya, sejak era kebijakan ekonomi terbuka pada
Tahun 1961 diberlakukan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek
Perusahaan dan Merek Perniagaan yang menggantikan peraturan warisan kolonial
Belanda yang sudah dianggap tidak memadai, meskipun Undang-Undang tersebut pada
dasarnya mempunyai banyak kesamaan dengan produk hukum kolonial Belanda tersebut
(Saidin, 1995: 249-250).

Perkembangan selanjutnya, Undang-Undang Merek telah mengalami perubahan,


baik diganti maupun direvisi karena nilainya sudah tidak sesuai dengan perkembangan
keadaan dan kebutuhan. Pada akhirnya, pada tahun 2001 diundangkanlah Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Undang-Undang Merek ini merupakan
hukum yang mengatur perlindungan merek di Indonesia. Undang-Undang tersebut
merupakan produk hukum terbaru di bidang merek sebagai respon untuk menyesuaikan
perlindungan merek di Indonesia dengan standar internasional yang termuat dalam Pasal
15 Perjanjian TRIPs sebagai pengganti UU sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 14
tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang
Merek.

C. Penegakan Hukum Hak Merek

Sebagaimana diketahui, bahwa perlindungan merek di Indonesia, semula diatur


dalam Reglement Industriele Eigendom Kolonien 1912, yang kemudian diperbaharui dan
diganti dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan
Merek Perniagaan (disebut pula Undang-Undang Merek 1961). Adapun pertimbangan
lahirnya Undang-Undang Merek 1961 ini adalah untuk melindungi khalayak ramai dari
tiruan barang-barang yang memakai suatu merek yang sudah dikenalnya sebagai merek
barang-barang yang bermutu baik. Selain itu, Undang-Undang Merek 1961 juga
bermaksud melindungi pemakai pertama dari suatu merek di Indonesia.
Selanjutnya, pengaturan hukum merek yang terdapat dalam Undang-Undang
Merek 1961, diperbaharui dan diganti lagi dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun
1992 tentang Merek (selanjutnya disebut Undang-undang Merek 1992), yang mulai
berlaku sejak tanggal 1 April 1993. Dengan berlakunya Undang-undang Merek 1992,
Undang-undang Merek 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada prinsipnya Undang-
Undang Merek 1991 telah melakukan penyempurnaan dan perubahan terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan merek, guna disesuaikan dengan Paris convention.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992, disempurnakan lagi dengan Undang-


undang Nomor 14 Tahun 1997. Penyempurnaan undang-undang terus dilakukan, hingga
sekarang diberlakukan Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran
Negara Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Tahun 4131), yang mulai
berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2001.

D. Contoh Produk Hak Merek

Pada kedua produk mie supermi sedaaap dan mie sedap, terlihat adanya kemiripan
dari segi kata-kata pada bungkus produk, yaitu sama-sama menggunakan kata "Sedap".
Hanya saja di produk aslinya adalah Mie Sedaap dari Wings Food, sedangkan Supermi
Sedap hanya mengikuti. Kemiripannya hanya dari segi kata "Sedap" nya saja, di produk
Supermi tulisan "Sedap" nya memakai 3 huruf "a" kecil yaitu Sedaaap, sedangkan pada
Mie Sedaap memakai 2 huruf "a" kecil yaitu Sedaap. Dapat disimpulkan bahwa, pada
kedua produk ini memiliki tingkat kemiripan hanya sekitar 10-20%. Akan tetapi, pada
kemunculan Mie Sedaap yang muncul lebih awal sebagai produk mie baru yang
kemudian disusul dengan produk Supermi Sedaaap yang berada di pasaran. Akibatnya
pada kedua mie ini, dilihat seperti menirukan nama merek produk yang mereka hadirkan
di pasaran.

E. Contoh Kasus Mengenai Hak Merek

Sejak Dulu AQUA Memang "Tanpa" LIVA


Kasus kemiripan nama merek AQUA dan AQUALIVA. Mahkamah Agung dalam
putusannya (perkara No. 014 K/N/HaKI/2003) menyatakan bahwa pembuat merek
Aqualiva mempunyai iktikad tidak baik dengan mendompleng ketenaran nama Aqua.

Mereka (AQUALIVA) melakukan pemberian nama dengan mendompleng nama AQUA


sadar ataupun tidak sadar telah melakukan pembohongan public, karena public banyak
yang merasa dibohoongi karena kemiripan nama yang dipakai atas nama suatu produk.
Dan tidak sedikit pula kerugian yang dirasakan konsumen akan hal ini. misalkan saja
kepuasan yang tidak terpenuhi di rasakan konsumen akan produk palsu tersebut.

Selain itu, banyak pula konsumen yang mengira bahwa perusahaan AQUA melakukan
inovasi dengan meluncurkan produk baru dengan nama produk yang hampir sama, karena
terdapat nama AQUA di depan produk baru tersebut yang nyatanya AQUA sama sekali
tidak mengeluarkan produk tersebut melainkan perusahaan lain yang ingin mendompleng
nama AQUA semata.

MA menggunakan parameter berupa:

• Persamaan visual
• Persamaan jenis barang; dan
• Persamaan konsep.

Jika pendaftar pertama merasa dirugikan oleh merek yang mempunyai persamaan pada
pokoknya, tentu ia dapat menggugat pembatalan merek dimaksud, dengan mengajukan
dan membawa masalah ini ke meja hokum. Bahkan dengan parameter tersebut, maka
Mahkamah Agung dalam putusannya (perkara No. 014 K/N/HaKI/2003) menyatakan
bahwa pembuat merek Aqualiva mempunyai iktikad tidak baik dengan mendompleng
ketenaran nama Aqua.

Bahkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 telah memberikan arahan yang jelas bagi
Ditjen HaKI Departemen Hukum dan HAM agar menolak permohonan pendaftaran
merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya.

Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan
adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain.
Unsur-unsur yang menonjol pada kedua merek itu dapat menimbulkan kesan adanya
persamaan tentang:

• bentuk;
• cara penempatan;
• cara penulisan;
• kombinasi antara unsur-unsur atau persamaan bunyi ucapan.

Jadi bila ada kesengajaan suatu peroduk baru menggunakan nama yang sama,
maka dapat ditindak tegas dengan mengacu pada undang-undang yang berlaku mengenai
pencabutan merek produk tersebut maupun penarikan produk dari pasaran serta kerugian
jumlah materi yang dialami oleh produk yang namanya didompleng oleh produk baru
tersebut.

Kesimpulan : Dari contoh kasus diatas bahwa penanganan dari hak merek tersebut
sangat sangat harus diperhatikan, karena dari hak merek tersebut mengandung unsur
undang-undang yang telah memiliki ketetapan oleh setiap perusahaan untuk memberikan
nama merek pada setiap produksi barang / jasa yang telah di luncurkan agar tidak terjadi
kesalah pahaman oleh segala pihak perusahaan, serta menetapkan cipta hak merek
tersebut kepada wewenang yang berwajib supaya tidak terjadi hal-hal seperti pembajakan
hak merek tersebut.
BAB III

KESIMPULAN

Merek adalah suatu tanda untuk membedakan barang-barang atau jasa sejenis yang
dihasilkan dan diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan
barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya
pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan. Undang –
undang mengenai hak merek diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992,
disempurnakan lagi dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997. Penyempurnaan
undang-undang terus dilakukan, hingga sekarang diberlakukan Undang-undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan
Lembaran Negara Tahun 4131), yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2001.

REFERENSI

H. OK. Saidin, 2007, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
http://www.mukahukum blogspot.com/2011/02/Perlindungan hukum terhadap merk-merk
http://mari-belajardanberbagi-ilmu.blogspot.co.id/2013/06/hak-merek.html

Anda mungkin juga menyukai