Anda di halaman 1dari 9

Kamis, 15 November 2012

Kegawatdaruratan Korban Tenggelam

Definisi
Tenggelam ( Drawning ) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke dalam
pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan.

Definisi baru menyatakan bahwa tenggelam merupakan proses yang dihasilkan dari
kerusakan tractus respiratorius primer dari adanya penumpukkan dalam medium cair. Definisi
implicit adalah bahwa adanya cairan yang timbul dalam jalan nafas korban. Hasilnya dapat termasuk
menghambat morbiditas atau kematian.

Tenggelam dapat menyebabkan kematian atau kecacatan. Menurut Kongres Tenggelam


Sedunia tahun 2002, tenggelam adalah suatu kejadian berupa gangguan respirasi akibat tenggelam
atau terendam oleh cairan. Menurut Dr. Boedi Swidarmoko SpP, tenggelam (drowning) adalah
kematian karena asfiksia pada penderita yang tenggelam. Istilah lain, near drowning adalah untuk
penderita tenggelam yang selamat dari episode akut dan merupakan berisiko besar mengalami
disfungsi organ berat dengan mortalitas tinggi.

Menurut ILCOR (internasional Liaison Committee on Resuscitation) tenggelam didevinisikan


sebagai proses yang menyebabkan gangguan pernafasan primer akibat submersi/imersi pada media
cair. Sumersi merupakan keadaan dimana seluruh tubuh, termasuk sistem pernafasan, berada dalam
air atau cairan. Sedangkan imersi adalah keadaan dimana terdapat air/ cairan pada sistem konduksi
pernafasan yang menghambat udara masuk. Akibat dua keadaan ini, pernafasan korban terhenti,
dan banyak air yang tertelan. Setelah itu terjadi laringospasme. Henti nafas atau laringosspasme
yang berlanjut dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Tanpa penyelamatan lebih lanjut,
korban dapat mengalami bradikardi dan akhirnya henti jantung sebagai akibat dari hipoksia.

Ptofisiologi
Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu tenggelam. Keadaan
terhambatnya jalan nafas akibat tenggelam menyebabkan adanya gaspingdan kemudian aspirasi,
dan diikuti dengan henti nafas (apnea) volunter dan laringospasme. Hipoksemia dan asidosis yang
persisten dapat menyebabkan korban beresiko terhadap henti jantung dan kerusaka sistenm syaraf
pusat. Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering, namun karena aspiksia membuat
relaksi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan menyebabkan edema paru.

Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut. Pada
tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipoktonik, sedangkan pada air laut adalah
hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga menyebabkan hipervolemia
intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan hemolisis intravaskular. Aspirasi air laut
menyebakan hipovolemia, hemokonsentrasi dan hipertonis.

Aspirasi air yang masuk kedalam paru dpat menyebabkan vagotonia, vasokontriksi paru, dan
hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus dan menggangu stabilitas alveolus dengan
menghambat kerja surfaktan. Selain itu, air segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis eritrosit
dan hiperkalemia. Sedangkan, air garam dapat menghilangkan surfaktan, dan menghasilkan caira
eksudat yang kaya protein di alveolus, intertitial paru, dan membran basal alveolar sehingga menjadi
keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan penurunan volume darah dan
peningkatan konsentasi elektrolit serum.

Hipoksia merupakan salah satu akibat dari tenggelam, dan merupakan faktor yang penting
dalam menentukan kelangsungan hidup korban tenggelam. Karena itu, ventilasi, perfusi, dan
oksigenasi yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat survival korban.

1. Perubahan Pada Paru-Paru

Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 – 90% pada korban hamper
tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi
lambung, organism pathogen, bahan kimia toksisk dan bahan asing lain dapat member cedera pada
paru dan atau menimbulkan obstruksi jalan nafas.

2. Perubahan Pada Kardiovaskuler

Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan bradikardi berat. Bradikardi


dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau karena hipoksia. Perubahan
pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian besar akibat perubahan
tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan keseimbangan asam-basa.

3. Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat

Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi penyebab
kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi otak dapat berlanjut akibat
hipotensi, hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra kranial akibat edema
serebral.Kesadaran korban yang tenggelam dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan
kesadaran terjadi 2 – 3 menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai terjadi 4
– 10 menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah 8 – 10 menit
anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang waktu tertentu tapi kemudian bangun dalam

4. Perubahan Pada Ginjal

Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya tidak
menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria.
Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia
berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.

5. Perubahan Cairan dan Elektrolit

Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu menelan
banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang diberikan selama resusitasi
dapat menimbulkan perubahan keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan
perubahan elektrolit dan perubahancairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya.
Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang banyak. Sedangkan
aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia dan hipernatremia. Hiperkalemia
dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksia yang luas.

Etiologi
a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan

b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan

c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang

Manifestasi Klinik
a. Koma

b. Peningkatan edema paru

c. Kolaps sirkulasi

d. Hipoksemia

e. Asidosis

f. Timbulnya hiperkapnia
Kondisi Umum dan Faktor Resiko Pada Kejadian Korban Tenggelam
a. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan usia 18-24 tahun

b. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke bawah

c. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air

d. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat dalam

e. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,kekerasan atau
permainan di luar batas.

Komplikasi
a. Ensefalopati Hipoksik

b. Tenggelam sekunder

c. Pneumonia aspirasi

d. Fibrosis interstisial pulmoner

e. Disritmia ventricular

f. Gagal Ginjal

g. Nekrosis pancreas

h. Infeksi

Klasifikasi Tenggelama. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban


1) Typical Drawning

Yaitu keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan korban saat korban tenggelam.

2) Atypical Drawning

• Dry Drowning

Yaitu keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang masuk ke dalam saluran

pernapasan.

• Immersion Syndrom
Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin ( suhu < 20°C )
yang menyebabkan terpicunya reflex vagal yang menyebabkan apneu, bradikardia, dan
vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan terhentinya aliran darah koroner dan
sirkulasi serebaral.

• Submersion of the Unconscious

Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit jantung khususnya
coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air.

• Delayed Dead

Yaitu keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah
diselamatkan dari suatu episode tenggelam.

Klasifikasi Berdasarkan Kondisi Kejadian


1) Tenggelam

Yaitu suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang banyak
sehingga air masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran nafas atas tepatnya bagian apiglotis
akan mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup serta hanya dapat
dilalui oleh udara yang sangat sedikit.

2) Hampir Tenggelam

Yaitu suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan membatukkan air keluar.

Penatalaksanaan Korban Tenggelam


Prinsip pertolongan di air :

1) Raih ( dengan atau tanpa alat ).

2) Lempar ( alat apung ).

3) Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).

4) Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).

Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:

1. Bantuan Hidup Dasar

Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama pada
perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban yang mengalami penurunan
kesadaran. Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih
berada di dalam air. Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah mengamankan diri penyelamat
lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air untuk
menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus terjun dengan alat bantu apung,
seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan.
Cedera servikal biasanya jarang pada korban tenggelam, namun imobilisasi servikal perlu
dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat.

2. Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari tiga langkah, yaitu:

 Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada

 Listen, yaitu mendengarkan suara napas

 Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napas

Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal
setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio
30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to
mask, dan mouth to neck stoma.

Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas bantuan untuk
mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan
pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung
korban pada pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10 – 15
kali selama sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama <5 menit, pernapasan
buatan dilanjutkan sambil menarik korban ke daratan. Namun, bila korban tenggelam lebih dari 5
menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama 1 menit, kemudian bawa korban langsung ke
daratan tanpa diberikan napas buatan.

Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan
normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung akibat dari hipoksia.
Pemberian kompresi ini dilakukan di atas tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2. Namun,
pemberian kompresi intrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena tidak terbukti
dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan aspirasi.

Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik regurgitasi air dari paru
maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi, namun jangan sampai menghalangi tindakan ventilasi
buatan. Korban dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.

3. Bantuan hidup lanjut


Tersedianya sarana bantuan hidup dasar dan lanjutan ditempat kejadian merupakan hal
yang sangat penting karena beratnya cedera pada sistem saraf pusat tidak dapat dikaji dengan
cermat pada saat pertolongan diberikan.

Pastikan keadekuatan jalan napas, pernapasan dan Sirkulasi. Cedera lain juga harus
dipertimbangkan dan perlu tidaknya hospitalisasi ditentukan berdasarkan keparahan kejadian dan
evaluasi klinis. Pasien dengan gejala respiratori, penurunan saturasi oksigen dan perubahan tingkat
kesadaran perlu untuk dihospitalisasi. perhatian harus difokuskan pada oksigenasi, ventilasi, dan
fungsi jantung. Melindungi sistem saraf pusat dan mengurangi edema serebri merupakan hal yang
sangat penting dan berhubungan langsung dengan hasil akhir.

Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan tekanan lebih
tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau tabung oksigen.1 Oksigen yang
diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini, keadaan korban belum
membaik, dapat dilakukan intubasi trakeal.

Asuhan Keperawatan Pada Korban Tenggelam


Pengkajian

1) Kaji adanya respirasi spontan

2) Kaji tingkat kesadaran

3) Kaji suhu inti tubuh

Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan pertukaran gas

2) Bersihan jalan nafas tidak efektif

3) Perubahan perfusi jaringan otak

4) Pola nafas tidak efektif

5) Penurunan curah jantung

6) Kelebihan volume cairan

7) Resiko tinggi cedera

8) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Intervensi Keperawatan

1) Buat dan pertahankan jalan napas yang paten.


a. Hisap dan jalan napas seperlunya

b. Pasang selang nasogastrik (untuk mencegah aspirasi muntahan)

2) Pantau dan catat respons anak terhadap terapi oksigen

a. Lakukan pengkajian pernapasan (frekuensinya tergantung pada keadaan)

b. Pantau penggunaan ventilator dan alat respirasi lainnya.

c. Pantau tekanan vena sentral (CVP) dan jalur arteri

d. Pantau penggunaan pernapasan tekanan positif intermiten (IPPB) atau tekanan akhir ekspiratori
posisti (PEEP)

3) Pantau dan catat tingkat fungsi neurologik anak

a. Lakukan pengkajian neurologik (frekuensinya tergantung status)

b. Observasi dan catat tanda-tanda TIK (letargi,peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi
napas, peningkatan denyut apeks, pupil dilatasi)

4) Pantau dan pertahankan keseimbangan cairan

a. Catat asupan dan haluaran

b. Jaga kepatenan dan lakukan perawatan kateter Foley

c. Pertahankan restriksi cairan dengan adanya edema serebri

5) Pantau dan pertahankan pengaturan suhu homeostatik (penurunan dan kebutuhan oksigen)

a. Pantau suhu

b. Sediakan kasur pendingin (mencegah menggigil)

c. Berikan antipiretik

6) Berikan dan pertahankan asupan nutrisi yang adekuat

a. Kaji kemampuan anak untuk mendapatkan asupan nutrisi melalui selang nasogastrik atau oral (NG
po)

b. Kaji kapasitas anak untuk mentolerir makanan melalui selang nasogastrik atau per-oral ( periksa
adanya sisa dan muntah )

c. Naikkan jumlah dan jenis asupan nutrisi

7) Observasi dan catat tanda-tanda komplikasi

a. Pantau respons anak terhadap tata cara terapi fisik


b. Pantau respons terapeutik anak dan efek samping dari pengobatan

Anda mungkin juga menyukai