Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWAAN JIWA

ISOLASI SOSIAL

Disusun Oleh :

DEWI NURTYAS (1702053)

SAKKA FAFARACH (1702076)

PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas asuhan keperawatan jiwa
ini. Dalam menyelesaikan tugas ini, saya mendapaykan bimbingan dari berbagai
pihak. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pembimbing dan teman-teman semua yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Saya menyadari bahwa hasil penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang saya
miliki. Untuk itu saya memerlukan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini bias menjadi manfaat bagi pembaca semua dalam
mempelajari serta memahami tentang materi dalam makalah ini.

Klaten, 05 Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Bab I  Pendahuluan
A.    Latar Belakang
B.     Tujuan

Bab II Tinjauan Teori


A.    Pengertian
B.     Psikodinamika
C.     Faktor Predisposisi
D.    Faktor Presipitasi
E.     Mekanisme Koping

Bab III Konsep Asuhan Keperawatan


A.    Pengkajian
B.     Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
C.     Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
D.    Rencana Tindakan Keperawatan
E.     Implementasi
F.      Evaluasi

Bab IV Penutup
A.    Kesimpulan
B.     Saran

Daftar Pustaka
BAB I
A.   Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak
normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun dengan mental (Baihaqi
dkk, 2005 : 4). Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami
gangguan jiwa adalah adanya stresor psikososial.

Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang


menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja atau
dewasa): sehingga orang itu terpaksa menadakan penyesuaian diri untuk
menanggulangi tekanan yang timbul (Hawari, 2001 : x ). Stressor psikososial
ini muncul sebagai akibat dari perubahan-perubahan sosial yang serba cepat
yang merupakan dampak proses modernisasi dan industrialisasi.

Keperawatan jiwa sebagai bagian dari kesehatan jiwa merupakan suatu


bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku
manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik
sebagai kiatnya (American Nurses Association dalam Hamid 2000).

B.          Tujuan 
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua
bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan
makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Jiwa.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1.     Mampu menjelaskan mengenai isolasi sosial
2.      Mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan isolasi sosial
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.          Pengertian
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Secara kodratiyah, manusia sebagai makhluk berpikir yang
membedakanya dengan hewan, manusia tidak mungkin hidup tanpa orang
lain. Untuk mencapai kepuasan dalam kehidupannya mereka harus membina
hubungan interpersonal.
Interaksi sosial atau sosialisasi adalah hubungan interpersonal yang
sehat, terjadi jika individu terlibat saling merasakan kedekatan, sementara
identitas pribadi masih dapat di pertahankan. Juga perlu untuk membina
perasaan saling tergantung, yang merupakan keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan. (Stuart dan Sundeen,
1998 : 345).
Interaksi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami atau
beresiko mengalami respon negative, ketidak adekuatan ketidakpuasan dalam
interaksi. ( Carpenito, 2001 : 385).
Dari kedua pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa interaksi sosial
adalah kemampuan individu melakukan suatu aktifitas dengan individu
lainnya dalam menjalin hubungan kerjasama, adanya saling ketergantungan,
keseimbangan dan kepuasan serta kemandirian dalam suasana hubungan yang
sehat.
Menurut Townsend, M.C (1998:152) isolasi sosial merupakan keadaan
kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan
sikap negatif dan mengancam bagi dirinya. Sedangkan menurut DEPKES RI
(1989: 117) penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan
melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial
secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak
(Carpenito ,L.J, 1998: 381). Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 :
423) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi
dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan
akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi,
atau selalu dalam kegagalan.
Perilaku isolasi sosial menarik diri merupakan  suatu gangguan
hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)

B.           Proses Terjadinya Masalah


Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien ditinjau dari interaksinya
dengan lingkungan social merupakan suatu kontinum yang terbentang antara
respon adaptif dengan maladaptive sebagai berikut :
a.  Rentang respon sosial   
  
             Respom Adaptif :
            Respon yang masih dapat diterima oleh norma – norma social dan kebudayaan
secara umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah
1.      Menyendiri : respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.
2.      Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, perasaan dalam hubungan social.
3.      Bekerjasama : kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain.
4.      Interdependen : saling ketergantungan antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.

Respon Maladaptif :
            Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma social.
Yang termasuk respon maladaptive adalah :
1.      Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2.      Ketergantungan : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung dengan orang lain.
3.      Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan social secara mendalam.
4.      Curiga : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang
lain.
C.          Faktor Predisposisi
a.      Faktor Perkembangan
            Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan yang
disebutkan pada tabel 1.2 akan mencetuskan seseorang sehingga
mempunyai masalah respon social maladaptip. System keluarga yang
terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial maladaptip.
Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai ini adalah orang
yang tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang tua. Norma keluarga
mungkin tidak mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain di luar
keluarga. Peran keluarga sering kali tidak jelas. Orang tua pecandu alcohol
dan penganiaya anak juga mempengaruhi seseorang berespon social
maladaptif. Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga
professional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang
hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif
sewajarnya mengurangi menyalahkan keluarga oleh tenaga professional.

Tabel 1.2
Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal
Tahap Perkembangan Tugas
Masa bayi ·     Menetapkan landasan rasa percaya
Masa bermain ·  Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
Masa pra sekolah mandiri
·     Belajar menunjukan inisiatif dan rasa tanggung
Masa sekolah jawab dan hati nurani
Masa pra remaja · Belajar berkompetisi, bekerja sama dan
Masa remaja berkompromi
Masa dewasa ·     Menjadi intim dengan sesama jenis kelamin
Muda ·     Menjadi intim dengan teman lawan jenis kelamin
Masa tengah baya ·     Menjadi saling tergantung dengan orang lain
Masa dewasa tua ·     Teman, menikah, mempunyai anak
·     Belajar menerima
·     Berduka karena kelahiran dan mengembangkan
perasaan keterkaitan dengan budaya

b.      Faktor Biologik
            Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif.
Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmiter dalam
perkembangan gangguan ini, namun tetap masih diperlukan penelitian
lebih lanjut.
c.       Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam anggota gangguan
berhubungan, ini akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak mengahargai anggota masyarakat yang
tidak produktif seperti lansia  orang cacat, dan berpenyakit kronik, isolasi
dapat terjadi karena mengadopsi norma, prilaku, dan sistem nilai yang
berbeda dari kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis
terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini.

D.          Faktor Presipitasi.
Stressor pencetus umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress
seperti kehilangan yang mempengaruhi individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan stress. Faktor pencetus ini di kategorikan:
a.       Stressor sosiokultural, stress dapat ditimbulkan oleh :
1). Menurunnya stabilitas unit keluarga
2). Berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya
b.      Stressor Psikologik, Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.
Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain
untuk memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan
ansietas tinggi.

E.           Mekanisme Koping
            Mekanisme pertahanan diri yang di gunakan pada gangguan hubungan
sosial sangat bervariasi, seperti pada gangguan menarik diri, mekanisme yang
di gunakan adalah regresi, represi, isolasi.
a.       Tanda dan Gejala Menarik diri
1.      Menurut SAK kesehatan jiwa ( 2009 )
·        Gangguan pola makan, tidak nafsu makan atau makan berlebihan
·         Berat badan menurn drastic
·         Kemunduran kesehatan fisik
·         Tidur berlebihan
·         Tinggal ditempat tidur dalam waktu lama
·         banyak tidur siang
·         Kurang bergairah
·         Tidak memperdulikan lingkungan
·         Kegiatan menurun
·         Imobilisasi
·          Sikap mematung
·         Melakukan gerakan berulang-ulang
·         Keinginan seksual menurun

2.      Menurut Towsend ( 1958 : 152 )


·         Menyendiri dalam ruangan
·         Tidak berkomunikasi
·         Tidak melakuakn kontak mata
·         Sedih
·         Afek datar
·         Tindakan tidak sesuai
·         Berfikir tentang sesuatu menurut pemikirannya sendiri
·         Tindakan berulang-ulang

3.      Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
·         Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
·         Menghindar dari orang lain (menyendiri).
o    Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-
cakap dengan klien lain/perawat.
o    Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
o    Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
§  Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
§  Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
b.      Dampak Kerusakan Interaksi sosial : Menarik Diri Terhadap Kebutuhan
Dasar Manusia menurut Hirarki maslow
1.      Kebutuhan nutrisi
            Klien lebih menikmati kesendiriannya sehingga kurang
berminat untuk makan, bila hal ini berlangsung terus maka akan terjadi
penurunan berat badan, selain itu dampak obat yang diberikan yaitu
anti Parkinson dan anti psikotik dapat mengakibatkan mual, mulut
kering dan konstipasi sehingga hal itupun akan menyebabkan proses
asupan nutrisi jadi terganggu.
2.      Kebutuhan istirahat tidur
Klien dengan menarik diri sengan berlama-lama dikamar dan
banyak tidur siang selain itu obat-obatan juga berpengaruh sehingga
klien cendrung untuk tidur terus.
3.      Aktifitas sehari-hari
           Klien kurang senang dengan kegiatan sehingga kegiatan yang
bekaitan dengan perawatan dirinya terabaikan, penampilan klien kusut
dan kusam, selain itu efek terapi anti psikotik adalah kelemahan otot
sehingga klien terlihat lemah dalam beraktifitas.
4.      Kebutuhan dan rasa aman
           Klien dengan menarik diri akan merasa aman bila tidak
berhubungan dengan orang lain, karena klien beranggapan hal itu akan
membahayakan dirinya. Efek samping obat anti psikotik adalah
timbulnya keresahan dan kegelisahan continue sehingga klien merasa
lebih nyaman bila sendiri.
5.      Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki
           Klien dengan menarik diri mengalami kegagalan dalam
pemenuhan dasar ini, karena klien lebih senang dunianya sendiri.
6.      Kebutuhan aktualisasi diri
           Klien dengan menarik diri tidak mempunyai kemampuan untuk
memecahkan masalahnya, tidak mempunyai perasaan bersaing dan
tidak mempunyai keinginan untuk dapat diakui kebaikannya atau
perannya.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.          Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan dara atau informasi tentang klien agar dapat
mengidentifikasi kesehatannya, kebutuhan keperawatan serta merumuskan masalah
dan diagnosa keperawatan klien.
Pengkajian meliputi : Pengumpilan data, analisa data, diagnosa  keperawatan
berdasarkan prioritas masalah.
a.    Pengumpulan data
     Pengumpulan data bertujuan untuk menilai status kesehatan klien dan
kemungkinan masalah keperawatan yang memerlukan intervensi dari
perawat. Data yang dikumpulkan dapat berupa data subjektif dan data
objektif. Data objektif adalah data yang ditemukan secara nyata, data ini
didapatkan secara observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Data
subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga
, data ini didapat melalui wawancara kepada klien dan keluarga,
pengumpulan data ini mencakup :
a)   Identitas klien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, status mental, suku bangsa, alamat, nomer medrek,
ruang rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa
medis.
b)     Identitas penanggung jawab : Nama, umur, jenis kelamin,  pendidikan,
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat.

1)      Faktor predisposisi
a)      Faktor yang mempengaruhi harga diri
Pengalaman masa kanak-kanak dapat merupakan factor
kontribusi pada gangguan atau masalah konsep diri.
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal
diri yang tidak realistis. 
b)      Faktor yang mempengaruhi penampilan peran
Adalah streotipik peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan
peran kultural.
Peran sesuai dengan jenis kelamin, konflik oerandan peran
yang tidak sesuai muncul dari factor biologis.
c)      Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Orang tua yang selalu curiga pada anak akan menyebabkan
kurang percaya diri pada anak, teman sebaya merupakan factor lain
yang mempengaruhi identitas.
Ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya dan
perubahan  dalam struktur social.
d)     Faktor tumbuh kembang
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosisal berkembang
sesuai dengan tumbuh kembang individu mulai dari dalam
kandungan sampai dewasa lanjut. Untuk mengembangkan hubungan
social yang positif setiap tugas perkembangan harus dilalui dengan
sukses. Bila salah satu tugas perkembangan tidak terpenuhi maka
akan mengahambat tahap perkembangan berikutnya. Kemampuan
berperan serta dalam proses hubungan diawali dengan kemampuan
berperan serta dalam proses hubungan diawali dengan kemampuan 
tergantung pada masa bayi dan perkembangan pada masa dewasa
dengan kemampuan saling ketergantungan.
Faktor predisposisi dan presipitasi tersebut diatas dapat
mempengaruhi perkembangan kognitif, efektif, psikologis, perilku
dan social bagi individu sebagai stersor. Hal tersebut akan
menyebabkan perubahan perilaku dimana terjadi ketidak
seimbangan sehingga individu cernderung menggunakan
mekanisme destruktif yang pada akhirnya masalah tidak
terselesaikan menjadi stressor bagi klien yang semakin lama
mengakibatkan timbunya korban jiwa baik berupa gangguan
neuorosa atau ganguan kepribadian serta dapat berupa pula
gangguan psikosa atau skizofrenia.
Proses terjadinya gangguan tersebut berkembang melalui
rentang respon sosial yang berawal dari respon adaptif sampai
maladaptif dan salah satunya adalah menarik diri sehingga terjadi
ganguan interaksi sosial.
e)      Faktor sosial budaya
Nilai-nilai, norma-norma , adat dan kebiasaan yang ada dan
sudah menjadi suatu budaya dalam masyarakat merupakan
tantangan antara budaya dan keadaan social dengan nilai-nilai yang
dianut.
f)       Faktor Biologis
        Faktor Biologis juga merupakan salah satu factor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan social. Organ tubuh yang jelas
dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan social adalah
otak. Sebagai contoh : pada klien skizoprenia yang mengalami
masalah dalam hubungan social terdapat struktur yang abnormal
pada otak seperti atropi otak, perubahan ukuran dan sel-sel dalam
limbic dan daerah kortikal.
2)      Faktor Presipitasi
1.      Faktor Ekstrenal
Contohnya adalah sterssor social budaya, yaitu sress yang di
timbulkan oleh faktor social budaya yang antatra lain adalah
keluarga.
2.      Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu sres terjadi akibat
ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini
dapat terjadi akibat tuntutan  untuk  berpisah dengan orang terdekat
atau tidak terpenuhinya kebutuhan ketergantungan individu.
3)      Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup semua system yang ada
hubungannya dengan klien depresi berat di dapatkan pada system
integumen klien tampak kotor, kulit lengket di karenakan kurang
perhatian terhadap perawatan dirinya bahkan gangguan aspek dan
kondisi klien
4)      Status Mental
a)      Penampilan
Biasanya pada pasien menarik diri klien tidak terlalu
memperhatikan penampilan, biasanya penampilan tidak rapi, cara
berpakaian tidak seperti biasanya (tidak tepat).
b)      Pembicaraan
Cara berpakaian biasanya di gambarkan dalam frekuensi,
volume dan karakteristik. Frekuansi merujuk pada kecepatan pasien
berbicara dan volume di ukur dengan berapa keras pasien berbicara.
Observasi frekuensi cepat atau lambat, volume keras atau lambat,
jumlah sedikit, membisu, dan di tekan, karakteristik gagap atau
kata-kata bersambungan.
c)      Aktifitas Motorik
Aktifitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik pasien.
Tingkat aktifitas : letargik, tegang, gelisah atau agitasi. Jenis
aktifitas : seringai atau tremor. Gerakan tubuh yang berlebihan
mungkin ada hubunganya dengan ansietas, mania atau
penyalahgunaan stimulan. Gerakan motorik yang berulang atau
kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif kompulsif.
d)     Alam Perasaan
Alam perasaan merupakan laporan diri pasien tentang status
emosional dan cerminan situasi kehidupan pasien. Alam perasaan
dapat di evaluasi dengan menanyakan pertanyaan yang sederhana
dan tidak mengarah seperti “bagaimana perasaan anda hari ini”
apakah pasien menjawab bahwa ia merasa sedih, takut, putus asa,
sangat gembira atau ansietas (cemas).
e)      Afek
Afek adalah nada emosi yang kuat pada pasien yang dapat di
observasi oleh perawat selama wawancara. Afek dapat di
gambarkan dalam istilah sebagai berikut : batasan, durasi, intensitas,
dan ketepatan. Afek yang labil sering terlihat pada mania, dan afek
yang datar,tidak selaras sering tampak pada skizofrenia.
f)       Persepsi
Ada dua jenis utama masalah perceptual : halusinasi dan ilusi.
Halusinasi di definisikan sebagai kesan atau pengalaman  sensori
yang salah. Ilusi adalah persepsi atau respon yang salah terhadap
stimulus sensori. Halusinasi perintah adalah yang menyuruh pasien
melakukan sesuatu seperti membunuh dirinya sendiri, dan melukai
diri sendiri.
g)      Interaksi selama wawancara
Interaksi menguraikan bagaimana pasien berhubungan dengan
perawat. Apakah pasien bersikap bermusuhan,tidak kooperatif,
mudah tersinggung, berhati-hati, apatis, defensive,curiga atau
sedatif.
h)      Proses pikir
Proses pikir merujuk “ bagaimana” ekspresi diri pasien  proses
diri pasien di observasi melalui kemampuan berbicaranya.
Pengkajian dilakukan lebih pada pola atas bentuk verbalisasi dari
pada isinya
i)        Isi Pikir
Isi pikir mengacu pada arti spesifik yang di ekspresikan dalam
komunikasi pasien. Merujuk pada apa yang di pikirkan pasien
walaupun pasien mungkin berbicara mengenai berbagai subjek
selama wawancara, beberapa area isi harus di catat dalam
pemeriksaan status mental. Mungkin bersifat kompleks  dan sering
di sembunyikan oleh pasien.
j)        Tingkat Kesadaran
Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji orientasi
pasien terhadap situasi terakhir. Berbagai istilah dapat di gunakan
untuk menguraikan tingkat kesadaran pasien seperti bingung,
tersedasi atau stupor.
k)      Memori
Pemeriksaan status mental dapat memberikan saringan yang
cepat tehadap masalah-masalah memori yang potensial tetapi bukan
merupakan jawaban definitive apakah terdapat kerusakan yang
sfesifik. Pengkajian neurologis di perlukan untuk menguraikan sifat
dan keparahan kerusakan memori. Memori di definisikan sebagai
kemampuan untuk mengingat pengalaman lalu.
l)        Tingkat konsentrasi dan kalkulasi
Konsentrasi adalah kemampuan pasien untuk memperhatikan
selama jalannya wawancara. Kalkulasi  adalah kemampuan pasien
untuk mengerjakan hitungan sederhana.
m)    Penilaian
Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang konstruktif dan
adaftif termasuk kemampuan untuk mengerti fakta dan menarik
kesimpulan dari hubungan
n)      Daya titik diri
Penghayatan merujuk pada pemahaman pasien tentang sifat
penyakit. Penting bagi perawat untuk menetapkan apakah pasien
menerima atau  mengingkari penyakitnya.
5)      Psikososial dan spiritual
a)      Konsep Diri
1.      Gambaran Diri : kumpulan dari sikap individu yang di sadari
dan tidak disadari terhadap tbuhnya. Termasuk persepsi masa
lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi,
penampilan, dan potensi yang berkesinambungan dimodifikasi
dengan persepsi dan pengalaman yang baru.
2.      Ideal diri : persepsi individu tentang bagaimana dia harus
berprilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai
personel tertentu.
3.      Harga diri : penilaian individu tentang personal yang di
peroleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang
sesuai dengan ideal diri. Harga diri ynag tinggi adalah perasaan
yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat,
walaupun melakukan kesalahan dan kegagalan, tetap merasa
sebagai seorang yang penting dan berharga.
4.      Penampilan peran : serangkaian pola prilaku yang diharapkan
oleh lingkungan social berhubungan dengan fungsi individu di
berbagai kelompok social. Peran yang di tetapakan adalah peran
diman seseorang tidak mempunyai pilihan, peran yang di terima
adalah peran yang tepilih atau yang dipilih oleh individu.
5.      Identitas personal : pengorganisasian prinsip dari kepribadian
yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan,
konsistensi dan keunikan individu. Mempunyai konotasi
otonomi dan meliputi persepsi seksualitas seseorang
pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus
berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama
pada masa remaja.
6)      Spiritual
Nilai dan keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien
terhadapa gangguan jiwa sesuai dengan norma dan agama yang dianut
pandangan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa. Kegiatan
ibadah : kegiatan di rumah secara individu atau kelompok.
7)      Perencanan Pasien Pulang
Pengkajian diarahkan pada klien dan keluarga klien tentang
persiapan keluarga, lingkungan dalam menerima kepulangan klien.
Untuk menjaga klien tidak kambuh kembali diperlukan adanya
penjelasan atau pemberian pengetahuan terhadap keluarga yang
mendukung pengobatan secara rutin dan teratur.
8)      Analisa Data
Analisa data merupakan proses berfikir yang meliputi kegiatan
mengelompokkan data menjadi data subjektif dan objektif, mencari
kemungkinan penyebab dan dampaknya serta menentukan mmasalah
keperawatan.

B.           Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a.       Masalah keperawatan:
·         Isolasi sosial: menarik diri
·         Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
·         Gangguan konsep diri: harga diri rendah

b.      Data yang perlu dikaji


Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif:
·         Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
·         Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi


Data Subjektif:
·        Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata.
·         Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
·         Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
·         Klien merasa makan sesuatu.
·         Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
·         Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
·         Klien ingin memukul/melempar barang-barang.

Data Objektif:
·         Klien berbicara dan tertawa sendiri.
·         Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
·         Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
·         Disorientasi

Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:
·         Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
·     Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup.

C.          Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


·         Isolasi sosial: menarik diri
·         Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
·         Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

D.          Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1           : Isolasi sosial: menarik diri
Tujuan Umum     : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak
terjadi  halusinasi
Tujuan Khusus  :
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1.      Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2.      Perkenalkan diri dengan sopan
3.      Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4.      Jelaskan tujuan pertemuan
5.      Jujur dan menepati janji
6.      Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7.    Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2.      Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
2.4  Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3.      Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2  Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1.      Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain.
2.      Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3.      Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.3  Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
1.      beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2.      diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3.      beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4.      Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
·         Klien – Perawat
·         Klien – Perawat – Perawat lain
·         Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
·         K – Keluarga atau kelompok masyarakat
o    Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
o    Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
o    Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
o    Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
o    Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
·         Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan:
o    Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
o    Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain.
o    Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain

·         Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan:
o    Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
·         Salam, perkenalan diri
·         Jelaskan tujuan
·         Buat kontrak
·         Eksplorasi perasaan klien
o    Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
·         Perilaku menarik diri
·         Penyebab perilaku menarik diri
·         Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
·         Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
o    Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
o    Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
o    Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
FOKUS INTERVENSI PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL
Pasien
SP 1
1.   Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
2.  Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang
lain
3.   Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain
4.   Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
5.   Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang – bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP 2
1.   Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.  Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan
dengan satu orang
3.  Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang – bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP 3
1.     Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.     Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang
atau lebih
3.     Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Keluarga
SP 1
1.      Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2.   Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami
pasien beserta proses terjadinya
3.      Menjelaskan cara – cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2
1.   Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan isolasi
sosial
2.    Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
isolasi sosial
SP 3
1.  Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum
obat ( Discharge planning)
2.   Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

Diagnosa 2          : Perubahan Sensori Persepsi Halusinasi


Tujuan umum    : Klien Tidak Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain Dan
Lingkungan
Tujuan khusus   :
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1  Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1.      Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2.      Perkenalkan diri dengan sopan
3.      Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4.      Jelaskan tujuan pertemuan
5.      Jujur dan menepati janji
6.      Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7.      Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
8.      Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
2.1  Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2  Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-
olah ada teman bicara
2.3  Bantu klien mengenal halusinasinya
1.      Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2.      Apa yang dikatakan halusinasinya
3.   Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
4.      Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5.      Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4  Diskusikan dengan klien :
1.      Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
2.   Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
2.5  Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien  mengungkapkan
perasaannya

2.      Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :
3.1  Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2  Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1.      Katakan “ saya tidak mau dengar”
2.      Menemui orang lain
3.      Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4.      Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
3.4  Bantu  klien memilih  dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap
3.5  Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6  Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7  Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

3.      Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


Tindakan :
o    Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
o   Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan
rumah):
1.      Gejala halusinasi yang dialami klien
2.      Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
3.      Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
bersama
4.      Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri
atau orang lain
5.      Klien memanfaatkan obat dengan baik

Tindakan :
5.1  Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
5.2  Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
5.3  Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasaka
5.4  Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5  Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Diagnosa 3           : Harga Diri Rendah


Tujuan Umum     : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal
Tujuan khusus    :
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1.      Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2.      Perkenalkan diri dengan sopan
3.      Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4.      Jelaskan tujuan pertemuan
5.      Jujur dan menepati janji
6.      Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7.    Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2.      Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan  dan aspek positif yang dimiliki klien
2.3  Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative
2.3 Utamakan memberikan pujian yang realistic
3.      Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Tindakan:
3.1 Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit.
3.2  Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

4.      Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan


kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
·         Kegiatan mandiri
·         Kegiatan dengan bantuan sebagian
·         Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
4.2  Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3  Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5.      Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya


Tindakan:
5.1 Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah  
direncanakan
5.2 Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3  Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6.      Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
6.1  Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
6.2  Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.3  Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

E.           Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan klien, beberapa
petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut :
a.      Intervensi dilakukan sesuai rencana setelah dilakukan validasi
b.      Kemempuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan
yang akan dilaksanakan
c.      Kemampuan fisik dan psikologis dilindungi
d.     Dokumentasi intervensi dan respon klien. ( Keliat Budi Anna,1998 : 15 )

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)


TAK yang dapat dilakukan untuk pasien isolasi social adalah TAK sosialisasi
yang terdiri dari 7 sesi, meliputi :
a.       Sesi 1         : Kemampuan memperkenalkan diri
b.      Sesi 2         : Kemampuan berkenalan
c.       Sesi 3         : Kemampuan bercakap – cakap
d.      Sesi 4         : Kemampuan bercakap – cakap topik tertentu
e.       Sesi 5         : Kemampuan bercakap – cakap masalah pribadi
f.       Sesi 6         : Kemampuan bekerjasama
g.      Sesi 7         : Evaluasi kemampuan sosialisasi

F.           Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai afek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakuakn terus menerus pada respon klien tehadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi 2 yaitu :
Formatif dan sumatif, Formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan,
evaluasi sumatif dilakuakn dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus
dan umum yang telah ditentukan dengan menggunakan SOAP.
S  : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalh baru atau ada data
yang kontradiksi dengan masalah yang ada
P  :  Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa.
( Keliat , 2009 : 15 )  
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV Andi Offset
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
(Baihaqi dkk, 2005 : 4)
(American Nurses Association dalam Hamid 2000).

Anda mungkin juga menyukai