KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Pemurah dan Lagi Maha
Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah
melimpahkan Hidayah, Inayah dan Rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan
penyusunan makalah pendidikan agama islam dengan judul “MENGINTEGRASIKAN
IMAN, ISLAM, DAN IHSAN DALAM MEMBENTUK INSAN KAMIL” tepat pada
waktunya.
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek-aspek lainnya.
Maka dari itu, dengan lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca
yang ingin memberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari makalah yang sederhana ini bisa bermanfaat
dan juga besar keinginan kami bisa menginspirasi para pembaca untuk mengangkat berbagai
permasalah lainnya yang masih berhubungan pada makalah-makalah berikutnya.
1
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................... 4
BAB II
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Islam, Iman, dan Ihsan dalam Membentuk Insan
Kamil ( Manusia Sempurna)................................................................................................. 5
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seseorang dikatakan beriman jikalau mereka meyakini dan membenarkan adanya Allah ta’ala
tuhan yang maha Esa, adanya Malaikat Allah, adanya Rasul, Kitab-kitab samawi, hari Kiamat
serta adanya Qadla’ dan Qadar. Sedangkan seseorang dikatakan muslim ketika ia
melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan agama dan dikatakan muhsin ketika
seseorang dapat merasakan manisnya beribadah serta selalu merasa diawasi oleh Allah SWT,
pada ujungnya segala yang diperbuat lillahita’ala hanya karena-Nya.
B. Pokok Permasalahan
2. Apa Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Tentang Iman, Islam, dan Ihsan Sebagai Pilar
Agama Islam dalam Membentuk Insan Kamil?
C. Tujuan Makalah
2. MengetahuiSumber Teologis, Historis, dan Filosofis Tentang Iman, Islam, dan Ihsan
Sebagai Pilar Agama Islam dalam Membentuk Insan Kamil.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Islam, Iman, dan Ihsan dalam Membentuk Insan
Kamil ( Manusia Sempurna )
Menurut Ibn Araby, ada dua tingkatan menusia dalam mengimani Tuhan. Pertama,
tingkat insan kamil. Mereka mengimani Tuhan dengan cara penyaksian. Artinya, mereka “
menyaksikan” Tuhan; mereka menyembah Tuhan yang disaksikannya. Kedua, manusia
beragama pada umumnya. Mereka mengimami Tuhan dengan cara mendefinisikan. Artinya,
mereka tidak menyaksikan Tuhan. Tetapi mereka mendefinisikan Tuhan. Mereka
mendefinisikan Tuhan berdasarkan sifat – sifat dan nama – nama Tuhan. ( Asma’ul Husna )
a) Tingkat Pemula (al – bidayah). Pada tingkat ini insan kamil mulai dapat merealisasikan
asma dan sifat – sifat ilahi pada dirinya.
b) Tingkat menengah (at – tawasuth). Pada tingkat ini insan kamil sebagai orbit kehalusan
sifat kemanusiaan yang terkait dengan realitas kasih Tuhan (al – haqaiq ar – ramaniyyah).
Pengetahuan yang dimiliki oleh insan kamil pada tingkat ini telah meningkat dari
pengetahuan biasa, karena sebagian dari hal – hal yang gaib telah dibukakan Tuhan
kepadanya.
c) Tingkat terakhir (al – khitam). Pada tinhgkat ini insan kamil telah dapat merealisasikan
citra Tuhan secara utuh. Iapun telah dapat mengetahui rincian dari rahasia penciptaan takdir
C. Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Tentang Iman, Islam, dan Ihsan
Sebagai Pilar Agama Islam dalam Membentuk Insan Kamil.
1. Menggali Sumber Teologis, Historis, dan Filosofis Tentang Iman, Islam, dan Ihsan
sebagai Pilar Agama Islam
4
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Umar Bin Khatab r.a diatas kaum muslimin
menetapkan adanya tiga unsur penting dalam agama islam yakni, iman, islam, dam ihsan
sebagai kesatuan yang utuh.
Akidah merupakan cabang ilmu agama untuk memahami pilar islam dan akhlak merupakan
cabang ilmu agama untuk memahami pilar ihsan.
Istilah Insan Kamil (manusia sempurna) pertama kali diperkenalkan oleh syekh Ibn Araby
( abad ke – 14 ). Ia menyebutkan ada dua jenis manusia, yakni insan kamil dan monster
setengah manusia. Jadi, kata Ibn Araby, jika tidak menjadi insan kamil, maka manusia
menjadi monster setengah manusia. Insan kamil adalah manusia yang telah menanggalkan
kemonsteranya. Konsekuensinya, diluar kedua jenis manusia ini da manusia yang sedang
berproses menanggalkan kemonsterannya dalam membentuk insan kamil.
secara umum, pembicaraan tentang konsep manusia selalu berkisar dalam dua dimensi, yakni
dimensi jasmani dan rohani, atau dimensi lahir dan batin.
secara ringkas, Al – Ghazali ( dalam othman, 1987: 31-33) menyebut beberapa instrumen
untuk mencari pengetahuan yang benar serta kapasitas untuk mencapainya. Pertama, panca
indra. Panca indra memiliki keterbatasan dan tidak bisa mencapai pengetahuan yanng benar,
setelah dinilai oleh akal. Kedua, akal. Dengan metode ini, dengan cara yang sama, seharusnya
orangpun menuilai tingkat kebenaran akal. Orang seharusnya menggunakan cara yang sama
dengan cara yang digunakan oleh akal ketika menulai kekeliruan panca indra.
Ketiga, nur ilahi. Ketika Al- Ghazali sembuh dari sakitnya ia menuturkan, kesembuhannya
dari sakit karena adanya nur ilahi yang menembus dirinya. Kemudian Al- Ghazali
mengungkapkan pandangannya tentang nur ilahi sebagai berikut. Kapan saja Allah
menghendaki untuk memimpin seseorang, maka jadilah demikian. Dialah yang melapangkan
dada orang itu untuk berislam. ( QS: Al- An am/ 6:125.
Insan kamil bukanlah manusia pada umumnya. Menurut ibnu araby meyebutkan adanya dua
jenis manusia yaitu insan kamil dan monster bertubuh manusia. Maksudnya jika tidak
menjadi insan kamil, maka manusia akan menjadi monster bertubuh manusia. Untuk itu kita
perlu mengenali tempat unsur untuk mencapai derajat insan kamil, diantaranya :
1. Jasad
5
2. Hati nurani
3. Roh
4. Sirr (rasa)
Untuk mencapai derajat insan kamil kita harus dapat menundukkan nafsu dan syahwat hingga
mencapai tangga nafsu muthama’inah.
َ٣٠﴿ ﴾ َوا ْد ُخلِي َجنَّتِي٢٩﴿ ﴾ فَا ْد ُخلِي فِي ِعبَا ِدي٢٨﴿ ًضيَّة
ِ ْضيَةً َّمر
ِ ك َرا ْ ﴾ا أَيَّتُهَا النَّ ْفسُ ْال ُم
ِ ِّ﴾ ارْ ِج ِعي إِلَ ٰى َرب٢٧﴿ ُط َمئِنَّة
Yang artinya hai jiwa yang tenang kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas
lagi diridhoinya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hambaku, masuklah kedalam
surgaku.
Ayat di atas dengan jelas menegaskan bahwa nafsu muthma’inah merupakan titik berangkat
untuk kembali kepada tuhan. Akan tetapi, dengan modal nafsu muthama’inah pun masih di
perintah lagi oleh allah untuk menaiki tangga nafsu diatasnya. Menurut imam ghazali ada 7
macam nafsu sebagai proses taraqqi (menaik) yaitu :
1. Nafsu ammarah (Nafsu yang memiliki hati yg kotor & slalu berbuat mazmumah
(kejahatan).
2. Nafsu lawwamah (Nafsu yang sudah mengerti antara kejelekan dan kebaikan namun belum
bisa melakukan kebaikan malah selalu terjerumus dalam kejelekan)
3. Nafsu mulhimah (Nafsu yang dapat menyingkirkan sebahagian besar dari sifat yg keji.)
4. Nafsu muthma’inah ( Nafsu yang merasakan ketenangan hidup, tidak ada perbedaan
senang & susah)
5. Nafsu radhiyah (Nafsu yg menimbulkan gelora cinta melebur bersama Zat Allah. Ia hanya
memandang & menyaksikan sesuatu bahwa tiada suatu yang wujud melainkan wujud Allah
semata)
6. Nafsu mardiyyah (Ialah segala yg keluar darinya semuanya telah diridhoi Allah, karna ia
telah tenggelam dalam Fana’ Baqabillah)
7. Nafsu kamilah (Ialah tingkatan langit tertinggi, nafsu yang manjadikan manusia sebagai
Insan Kamil, yaitu manusia yang sempurna dari yang sempurna)
1. Memulai sholat jika tuhan yang akan disembah itu sudah dapat dihadirkan dalam hati,
sehingga ia menyembah tuhan yang benar-benar tuhan.
6
3. Selalu menjalankan sholat dan keadaan hatinya hanya mengingat allah.
4. Shollat yang telah didirikannya itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar
Dalam perspektif islam manusia memiliki 4 unsur yaitu : jasad, hati, roh dan rasa. Yang
berfungsi untuk menjalankan kehendak ilahi. Untuk mengkokohkan keimanan akan menjadi
manusia yang insan kamil maka kaimanan kita harus mencapai tingkat yakin. Maka kita
harus mengidentifikasi yang mengacu pada rukun iman. Sedangkan untuk dapat beribadah
secara bersungguh-sungguh dan ikhlas, maka segala ibadah yang kita lakukan mengacu pada
rukun islam.
Kaum sufi memberikan tips untuk dapat menaiki tangga demi tangga, maka seseorang yang
berkehendak mencapai martabat insan kamil diharuskan melakukan riyadhah (berlatih terus-
menerus) untuk menapaki maqam demi maqam yang biasa ditempuh oleh bangsa sufi dalam
perjalanannya menuju tuhan. Maqam-maqam yang dimaksud merupakan karakter-karakter
inti yang memiliki 6 unsur :
1. Taubat.
2. Wara’.
3. Zuhud.
4. Faqir.
5. Sabar
6. Tawakkal.
Jika sudah secara benar menjalankan 4 unsur tersebut, lalu mengkokohkan keimanan,
meningkatkan peribadatan, dan membaguskan perbuatan, sekaligus menghilangkan karakter-
karakter yang buruk.
7
Daftar Pustaka
Akeshita, Masataka. 2005. Insan Kamil Pandangan Ibnu `Arabi. Sebuah Disertasi. Surabaya:
Risalah Gusti.