2. EPI Info
3. Epi Data
LATAR BELAKANG
Latar belakang dalam jurnal ini menampilkan definisi umum terkait
dengan variabel dependen jurnal yaitu penjelasan singkat mengenai kejadian
demam berdarah yang terdiri dari jumlah kasus dan distribusinya serta cara
pencegahan secara umum terhadap kejadian demem berdarah. Selain itu juga
menjelasakn tentang variabel independen yang akan di teliti yaitu pemberantasan
DBD dengan menggunakan survey jentik, yang digunakan adalah cara visual
menggunakan indikator entomologi yaitu House Index dan Maya Index dan
pencegahan dan penanggulangan lainya yaitu analisis spasial menggunakan
program Geographic Information System (GIS).
Adapun latar belakang dari jurnal ini sebagai berikut :
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang
disebabkan virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. (Depkes
RI,2008). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
penting yang ada di Indonesia. Penyakit ini sering ditemukan di daerah tropis dan
sub tropis dan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah kasus DBD setiap
tahunnya. Indonesia menduduki peringkat kedua DBD setelah Brazil. Jumlah
mortalitas akibat DBD mencapai 1.125 kasus pada tahun 2009-2011. Tahun 2013
jumlah mortalitas akibat DBD sebanyak 871 orang dari 112.511 kasus DBD.
(Kemenkes RI, 2010).
Jumlah kasus DBD di Jawa Tengah tahun 2014 sebanyak 11.081.
Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu Kabupaten endemis demam berdarah
yang ada di Jawa Tengah. Setiap tahun selalu ada kasus demam berdarah di
kabupaten ini. Kabupaten Sukoharjo terdiri dari 12 kecamatan. Salah satunya
adalah kecamatan Grogol yang berada di bagian kota. Jumlah kasus DBD di
kecamatan Grogol tahun 2016 mencapai 152 kasus DBD. Fogging sebagai upaya
pemerintah untuk mencegah DBD telah dilakukan, tetapi sampai saai ini kasus
DBD selalu muncul di kecamatan ini.
Dalam pemberantasan DBD, survey jentik yang digunakan adalah cara
visual menggunakan indikator entomologi yaitu House Index dan Maya Index.
House Index adalah jumlah rumah dimana ditemukan sarang Aedes, sedangkan
MI adalah indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi area risiko tinggi
sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes yang didasarkan pada
kebersihan area dan ketersediaan tempat yang berpotensi untuk
perkembangbiakan Aedes.
Salah satu cara yang efektif dan masih tergolong jarang dilakukan untuk
pencegahan dan pengendalian kasus DBD adalah dengan analisis spasial
menggunakan program Geographic Information System (GIS). Program ini dapat
digunakan untuk memetakkan penyakit sehingga mampu menidentifikasi daerah
yang beresiko tinggi. Program ini mampu digunakan untuk melakukan
perencanaan yang lebih baik dalam pemberantasan dan pencegahan penyakit.
(Peristiowati, 2014).
TUJUAN
Tujuan yang terdapat dalam jurnal yaitu ingin mengatahui pengaruh house indeks
yaitu jumlah rumah dimana ditemukan sarang Aedes, dan Maya Indeks adalah
indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi area risiko tinggi sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes yang didasarkan pada kebersihan area dan
ketersediaan tempat yang berpotensi untuk perkembangbiakan Aedes. Memiliki
pengaruh dengan kejadian DBD di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.
HASIL
Hasil dari penelitian ini adalah dari kedua variabel independen yaitu
House Indeks dan Maya indeks hanya satu diantaranya yang memiliki hubungan
dengan kejadian DBD di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.
Berdasarkan tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa kejadian DBD di
Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo sebagian besar terjadi di rumah dengan
kategori house index tinggi sebesar 55%. Dari hasil uji statistik dapat diketahui
nilai p value 0,87 > 0,05 sehingga menunjukkan tidak ada pengaruh signifikan
house index dengan kejadian DBD di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.
Berdasarkan tabel 9 di atas dapat disimpulkan bahwa kejadian DSS di
Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo sebagian besar terjadi pada rumah
dengan kategori maya index tinggi yaitu sebesar 57,1%. Nilai p value = 0,00
artinya Ha diterima dan Ho ditolak sehingga menunjukkan ada pengaruh antara
maya index dengan kejadia DBD di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.
JURNAL 2 Internasional
Analysis And Spread Of Dengue With Spatial Approach Of Geographic
Information System (Sig)
LATAR BELAKANG
Latar belakang dalam jurnal ini pada paragraph pertama membahas
mengenai jumlah kasus DBD secara global dan perkembangan mordibitas dari
kasus DBD di Indonesia. Dan pada paragraph ke dua menjelaskan tentang
beberaapa metode pengendalian vector di pusat dan daerah secara umum.
Adapun latar belakang dalam jurnal sebagai berikut:
“Aedes aegypti mosquitoes are estimated to have infected 100 million
cases of dengue occur in the world each year, in Southeast Asia in 1997 recorded
136,030 deaths due to DHF with CFR 0.76%1. DHF outbreak is still a constraint
for people in various regions considering the number of deaths so much,
especially in toddlers and children2. The development of a morbidity rate of
dengue disease based on Indonesia health profile from 2012 until 2015; the year
2012 occurred 90,245 cases, 816 of them died. The year 2013 occurred 112,511
cases with the death of 871 people, in 2014 occurred 100,347 cases with the
number of deaths 907 people, by 2015 the number of DHF patients reported as
many as 129,650 cases with the number of deaths of 1,071 people (IR/Mortality
rate = 50.75 per 100,000 population and CFR / death rate = 0.83%). An increase
in the number of cases and the number of deaths that occurred in 2015 When
compared to 20143. Until now, dengue disease is still a health problem in
Bengkulu province. Based on data on the health profile of Bengkulu Province,
recorded cases of dengue in 2013 until 2015 with details: in 2013 there are 443
cases with the number of deaths of 4 people and most cases of DHF occurred in
the city of Bengkulu 173 cases with the incidence of death 2 people occurred in
sub-district Ratu Agung working area of Kuala Lempuing puskesmas 1 person
and puskesmas Sawah Lebar, 1 person. In 2014 there are 467 cases of dengue,
and 13 people died with case fatality rate (CFR) 2.8%. While in 2015 there were
369 cases with Case Fatality Rate (CFR) 52.5%.
Several methods of vector control have been widely known and used by
dengue control programs at the central and regional levels: environmental
management, biological control, chemical control, community participation,
individual protection, and legislation. Control of DHF is primarily intended to
break the chain of transmission, namely by controlling the vector. The
epidemiological approach is the best way to gain an understanding of the
problem and planning for the prevention of illness. Epidemiological approaches
include the spread, the frequency of disease in humans, the site of the disease and
the planners and decision-making at the stages and stages of development4. A
GIS (geographic information system) can connect various data at a certain point
on earth, combine, analyze and ultimately map out the results. The data to be
processed in the GIS is that spatial data is a geographically oriented data and is
a location that has a particular coordinate system, as the reference base. So GIS
applications can answer some questions such as; location, condition, trend,
pattern and modeling “. (Aedes aegypti diperkirakan telah menginfeksi 100 juta
kasus demam berdarah terjadi di dunia setiap tahun, di Asia Tenggara pada tahun
1997 tercatat 136.030 kematian akibat DBD dengan CFR 0,76% 1. DBD wabah
masih menjadi 136.030 kematian akibat DBD dengan CFR 0,76% 1. DBD wabah
masih menjadi 136.030 kematian akibat DBD dengan CFR 0,76% 1. DBD wabah
masih menjadi kendala bagi orang-orang di berbagai daerah mengingat jumlah
kematian begitu banyak, terutama pada balita dan anak-anak 2. Perkembangan
tingkat morbiditas banyak, terutama pada balita dan anak-anak 2. Perkembangan
tingkat morbiditas banyak, terutama pada balita dan anak-anak 2. Perkembangan
tingkat morbiditas penyakit demam berdarah berdasarkan profil kesehatan
Indonesia dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015; tahun 2012 terjadi 90.245
kasus, 816 diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2013 terjadi 112.511 kasus
dengan kematian 871 orang, pada tahun 2014 terjadi 100.347 kasus dengan
jumlah kematian 907 orang, pada tahun 2015 jumlah pasien DBD dilaporkan
sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah kematian 1.071 orang (IR / tingkat
kematian = 50,75
per 100.000 penduduk dan CFR tingkat / kematian = 0,83%). Peningkatan jumlah
kasus dan jumlah kematian yang terjadi pada tahun 2015 Bila dibandingkan
dengan 2014 3. Sampai saat ini, penyakit DBD masih merupakan masalah
kesehatan di 2014 3. Sampai saat ini, penyakit DBD masih merupakan masalah
kesehatan di provinsi Bengkulu. Berdasarkan data pada profil kesehatan Provinsi
Bengkulu, kasus DBD yang tercatat pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2015
dengan rincian: tahun 2013 ada 443 kasus dengan jumlah kematian 4 orang dan
sebagian besar kasus DBD terjadi di Kota Bengkulu 173 kasus dengan kejadian
kematian 2 orang terjadi di wilayah kerja kecamatan Ratu Agung dari Kuala
Lempuing puskesmas 1 orang dan puskesmas Sawah Lebar, 1 orang. Pada tahun
2014 ada 467 kasus demam berdarah, dan 13 orang meninggal dengan tingkat
kasus kematian (CFR) 2,8%. Sementara pada tahun 2015 ada 369 kasus dengan
Case Fatality Rate (CFR) 52,5%.
Beberapa metode pengendalian vektor telah dikenal secara luas dan
digunakan oleh dengue program pengendalian di tingkat pusat dan daerah:
pengelolaan lingkungan, pengendalian biologis, kontrol kimia, partisipasi
masyarakat, perlindungan individu, dan undang-undang. Pengendalian DBD
terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan, yaitu dengan mengendalikan
vektor. Pendekatan epidemiologi adalah cara terbaik untuk memperoleh
pemahaman tentang masalah dan perencanaan untuk pencegahan penyakit.
pendekatan epidemiologi meliputi penyebaran, frekuensi penyakit pada manusia,
situs penyakit dan perencana dan pengambilan keputusan pada tahap dan tahap
pembangunan 4. GIS (sistem informasi geografis) keputusan pada tahap dan tahap
pembangunan 4. GIS (sistem informasi geografis) dapat menghubungkan berbagai
data pada titik tertentu di bumi, menggabungkan, menganalisis dan akhirnya
memetakan hasilnya. Data yang akan diproses di GIS adalah bahwa data spasial
adalah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki
sistem koordinat tertentu, sebagai dasar acuan).
TUJUAN
Tujuan yang terdapat dalam jurnal yaitu untuk menganalisis Dan mengatahui
Penyeberan Demam Berdarah Dengan Pendekatan spasial Of Geographic Sistem
Informasi (Sig).
HASIL
Hasil dari penelitian ini adalah GIS (sistem informasi geografis) dapat
menghubungkan berbagai data pada titik tertentu di bumi, menggabungkan,
menganalisis dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diproses di GIS
adalah bahwa data spasial adalah data yang berorientasi geografis dan merupakan
lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar acuan. Jadi aplikasi
GIS dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan
pemodelan. kemampuan ini membedakan GIS dari sistem informasi lainnya.