Anda di halaman 1dari 12

Indonesia memang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah.

Ketua The mengatakan kekayaan alam Indonesia


mulai dari laut hingga ke hutan, sumber daya alam (SDA) ini semakin banyak
dieksplotasi. Namun, menurut dia, banyaknya pemanfaatan dari SDA ini tidak
boleh terlalu berlebihan. Sebab pengambilan SDA yang banyak dilakukan di
hutan seperti tambang, sawit, karet, dan sumber lainnya bisa saja menghilangkan
kebudayaan local yang ada di sekitarnya.
Kebudayaan Lokal akan semakin tergerus dengan semakin hilangnya hutan
yang menjadi magnet
dalam diskusi
'Perspektif Kebangkitan Bangsa Melalui Politik Sumber Daya Alam' yang
diselenggarakan Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Jumat (20/5).

Menurut Sri, saat ini pemerintah lebih terlihat dominan untuk mendatangkan dan
membiarkan pengusaha lokal melakukan eksploitasi SDA. Namun pemerintah
belum konsen untuk menjaga agar kawasan yang memiliki kebudayaan lokal
dijauhkan dari tangan asing yang menggerus SDA di sekitarnya.

Pemerintah seharusnya lebih banyak memberikan hak kepada warga sekitar untuk
melakukan pemanfaatan SDA. Karena saat warga sekitar yang melakukan
pemanfaatan, mereka akan memanfaatkan SDA dengan sangat wajar, sehingga
tidak merusakan ekosistem yang ada di sekitarnya.

"Sekarang harus banyak yang diberikan kepada rakyat. Karena ini seperti
membayar hutang kepada rakyat selama ini," katanya.

Senada, Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi Didi Kurniawan


menjelaskan, keberpihakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat yang
ada di sekitar kawasan SDA masih sangat minim. Dengan percepatan perizinan
bagi pemodal asing, maka SDA yang ada di Indonesia semakin cepat hilang.

Eksplorasi ini kemudian berdampak pada masyarakat adat yang ada di hutan atau
sebuah kawasan eskplorasi. Masyarakat lokal ini terpakasa tersingkirkan dengan
keberadaan ekplorasi yang tak mengindahkan keberadaan mereka.

"Jadi wajar kalau ada konflik antara pemerintah dan masyarakat adat. Konflik ini
akan terus terjadi kalau mereka tidak diperhatikan. Jadi ke depan perlu ada
perubahan yang juga bisa memberikan kesejahteraan untuk masyarakat lokal,"
kata Didi.

Eksploitasi sumber daya alam di Papua selama 22 tahun


dengan pendekatan dari atas ke bawah

Proyek lumbung pangan dan energi terpadu Merauke atau Merauke


Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yang diluncurkan pada bulan
Agustus tahun lalu saat ini merupakan rencana pengembangan sumber daya alam
yang paling ambisius untuk Papua.

Rencana itu meliputi perubahan peruntukan sejumlah besar lahan, termasuk hutan,
untuk dijadikan perkebunan yang akan ditanami berbagai tanaman untuk pangan,
energi dan tanaman produktif lainnya. Pekerja akan didatangkan ke Merauke
untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Kekhawatiran mendalam telah
disampaikan oleh organisasi masyarakat setempat serta ornop regional, nasional
dan internasional mengenai potensi kerusakan yang akan ditimbulkan oleh mega
proyek ini terhadap masyarakat adat, tanah adat, sumber daya alam dan budaya
mereka; dan juga dampak politik yang lebih luas, dampak terhadap HAM,
sosiologi dan budaya serta lingkungan Papua secara keseluruhan.

MIFEE mengikuti pola baku dari mega proyek ambisius di Indonesia yang pada
dasarnya ditujukan untuk pasar ekspor. Proyek-proyek itu memberikan insentif
bagi investor sektor swasta, tetapi sama sekali tak mempedulikan potensi
pembangunan dan kebutuhan masyarakat setempat.

Tinjauan atas proyek dukungan pemerintah yang menargetkan Papua seperti yang
telah dicermati oleh DTE selama lebih dari dua puluh tahun terakhir ini
menunjukkan bahwa pembangunan semacam itu cenderung memiliki beberapa
persamaan karakter. Ciri-ciri tersebut antara lain: pengambilan keputusan dengan
pendekatan dari atas ke bawah, pernyataan resmi bahwa proyek itu untuk
kepentingan masyarakat, penyerobotan lahan milik masyarakat adat, dan
didatangkannya tenaga kerja non-Papua.

Fakta bahwa MIFEE memiliki banyak persamaan karakter ini menunjukkan


bahwa tak banyak perubahan dalam pola pikir para pengambil keputusan sejak
jaman Suharto. Alhasil, dampak negatif serupa yang timbul dari proyek-proyek
sebelumnya kemungkinan besar akan terjadi lagi.
Sementara beberapa rencana investasi yang lebih buruk di Papua belum berjalan,
atau paling tidak tak berjalan sebagaimana diumumkan sebelumnya, penebangan
hutan, pembangunan perkebunan, dan eksploitasi pertambangan, minyak dan gas
terus berlanjut dengan kecepatan yang berbeda-beda dan tingkat dampak yang
berbeda-beda pula.

Dampak menyeluruh adalah kerusakan sumber daya alam yang terus berlangsung.
Garis merah dari eksploitasi sumber daya alam ini adalah terpinggirkannya
masyarakat adat Papua, proyek dengan pendekatan dari atas ke bawah yang
ditentukan dari luar, dan seringkali disertai ancaman atau penggunaan kekerasan
untuk memaksakan pelaksanaannya.

Dampak kumulatif dari skema pembangunan ini merupakan persoalan tersendiri


yang tak kalah pentingnya. MIFEE tampaknya akan kembali menjadi pukulan
yang bakal mengandaskan harapan bahwa kekayaan alam Papua akan dikelola
secara berkelanjutan oleh masyarakat setempat dan bermanfaat bagi mereka
sendiri. Setiap pukulan semakin menjauhkan harapan karena keseimbangan
populasi bergeser dengan meningkatnya penduduk migran yang bukan merupakan
masyarakat adat dan semakin banyak sumber daya alam Papua dikuasai oleh
sektor swasta.Pemberian status otonomi khusus untuk Papua pada tahun 2001
memberikan lebih banyak ruang bagi politisi Papua berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan mengenai sumber daya Papua dan lebih banyak
kesempatan untuk memperoleh manfaat dari pendapatan. Kenyataannya, rakyat
biasa masih tetap tak berdaya untuk mencegah penyerobotan tanah dan sumber
daya yang merupakan sumber penghidupan mereka.

Dari Scott sampai BP

Ketika DTE didirikan pada tahun 1988, kampanye untuk menghentikan


pembangunan besar-besaran oleh Scott Paper tengah berlangsung dengan
gencar.[i] Lahan seluas sekitar 790.000 hektare di distrik Merauke ditargetkan
untuk dijadikan perkebunan eucalyptus untuk memasok kilang kayu serpih dan
bubur kayu di Bade (sekarang di distrik Mappi) di Sungai Digul. Tanah milik
sekitar 15.000 masyarakat adat yang hidup sebagai pemburu dan peramu masuk
dalam wilayah konsesi Scott. Perusahaan Amerika Serikat itu berjanji untuk
mempekerjakan sebanyak mungkin warga setempat, tetapi juga menegaskan
bahwa masyarakat non-Papua juga akan didatangkan dengan bantuan Departemen
Transmigrasi pemerintah Indonesia.

Kampanye internasional menyuarakan kekhawatiran atas perlindungan


penghidupan dan hak untuk mendapatkan informasi awal tanpa tekanan (FPIC),
meskipun ketika itu istilah tersebut belum dikenal. Scott menampik tekanan
ORNOP dengan menyatakan bahwa perusahaan itu akan mundur jika masyarakat
setempat mengatakan mereka tak menginginkan proyek itu terus berjalan di sana.
Akhirnya, di bawah ancaman kampanye konsumen terhadap produk terkenal
perusahaan itu (tisue, kertas toilet), perusahaan mengundurkan diri dari proyek itu.
Hal ini menyebabkan mitra patungannya yang berasal dari Indonesia (Astra) dan
beberapa menteri marah, lalu menyerang balik kelompok ORNOP.

Sejak peristiwa dengan Scott Paper tersebut, Papua terus dikepung oleh proyek
eksploitasi sumber daya alam – sebagian sudah berjalan, sebagian belum, ada
yang dalam skala besar-besaran, ada juga yang tak begitu besar; ada yang dengan
ijin resmi, ada yang ilegal. Proyek-proyek ini antara lain mega proyek
Memberamo seluas 8 juta hektare untuk pembangunan bendungan pembangkit
listrik tenaga air, infrastruktur, industri berat dan agro-industri (yang belum
dimulai) hingga operasi penyelundupan kulit buaya yang melibatkan pejabat
pemerintah dan militer (yang sudah terjadi). Juga ada rencana BPH untuk
membuka pertambangan nikel raksasa di Pulau Gag (dibatalkan) hingga proyek
Tangguh yang luar biasa besarnya milik BP berupa ekstraksi gas dan pabrik LNG
di Teluk Bintuni (tengah berjalan).

Satu proyek yang terus ada dalam sejarah Papua mutakhir adalah tambang
tembaga dan emas Freeport-Rio Tinto di pegunungan tengah Papua. Seperti yang
tercatat dalam kronologi di bawah ini, proyek raksasa tersebut telah membawa
banyak manfaat bagi investor tetapi menimbulkan banyak pelanggaran HAM dan
lingkungan hidup terhadap penduduk setempat. Hingga awal abad 21 ini, proyek
tambang raksasa tersebut menjadi acuan atau contoh buruk untuk tidak melakukan
proyek pembangunan sumber daya alam di Papua.

Perusakan Hutan Papua

Barangkali hal yang paling mengganggu adalah pengurasan sumber daya Papua
yang berdampak sangat merusak kekayaan hutan Papua yang kaya, penuh
keanekaragaman hayati dan unik. Ketika hutan rusak, mata pencaharian
masyarakat yang tergantung pada sumber daya itu menjadi berkurang atau bahkan
hilang sama sekali.

Hutan merupakan target utama investor, mula-mula melalui konsesi HPH dan
pembukaan hutan untuk lokasi transmigrasi, dan belakangan melalui konsesi HTI.
Melalui peraturan daerah, lalu otonomi khusus, desentralisasi kekuasaan memicu
perseteruan untuk memegang kendali antara pemerintah Papua dan pemerintah
pusat. Mafia kayu yang baru adalah para pedagang kayu dan petugas keamanan
serta pejabat setempat, seiring dengan beralihnya demam kayu dari Kalimantan ke
Papua. Dalam dekade terakhir ini proyek kelapa sawit dan bubur kayu serta
berbagai kegiatan lain semakin menghancurkan hutan Papua, di samping atau
bersamaan dengan penebangan hutan.

Sekarang ini, tanaman untuk pangan dan penghasil energi yang ditargetkan
melalui MIFEE merupakan ancaman tambahan bagi hutan dan penghuni hutan.
HTI, proyek pengembangan kelapa sawit dan MIFEE semuanya merongrong
kredibilitas komitmen yang dibuat presiden Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono untuk mengurangi emisi gas rumah kaca Indonesia sebesar 26% per
tahun 2020.
Eksploitasi sumber daya di Papua dengan pendekatan
dari atas ke bawah 1989-2010
Berikut adalah sebagian kasus yang dilaporkan dalam terbitan berkala DTE selama
lebih dari 22 tahun terakhir. Angka dalam kurung mengacu pada edisi terbitan
berkala terkait. Daftar ini tidak lengkap, tetapi memberikan indikasi besarnya
kerusakan sumber daya Papua dalam beberapa dekade terakhir.

1989: Marubeni dari Jepang dijadwalkan untuk mulai mengimpor kayu serpih dari
daerah hutan bakau di Teluk Bintuni sebagai bagian dari proyek bersama PT Bintuni
Utama Murni yang mencakup kegiatan pabrik kayu serpih di Pulau Amutu Besar.
Tak ada AMDAL, dan konsesi itu tumpang tindih dengan area hutan konservasi (1).
Di Jepang protes terhadap proyek itu dilancarkan oleh JATAN dan FoE Jepang (6).

Scott Paper melanjutkan rencana pembukaan perkebunan dan proyek bubur kayu di
Merauke setelah mendapat persetujuan pemerintah pada bulan Oktober 1988 (1).
Surat protes dilayangkan oleh sejumlah ORNOP (2) dan aksi protes juga dilancarkan
di Jakarta (3). Perusahaan akhirnya menarik diri dari proyek tersebut (6).

Perusahaan Finlandia Rauma-Repola Oy tengah menjajaki kerja sama patungan


dengan PT Furuma Utama Timber Co, untuk mengembangkan proyek kertas dan
bubur kayu di Papua (6).

Konglomerat Indonesia PT Garuda Mas melakukan studi kelayakan untuk pabrik


pemrosesan sagu di distrik Sorong (1). PT Sagindo Sari Lestari telah membangun
pabrik sagu di Bintuni-Manokwari (4)

Enam puluh enam dari 77 pemegang HPH dilaporkan telah menghentikan kegiatan
penebangan mereka (1). Perusahaan Australia McLean Ltd berencana untuk
melakukan penebangan di atas lahan HPH seluas 60.000 hektare di daerah
Mamberamo melalui kerja sama dengan PT Sansaporinda, yang
disebut Mamberamo Forest Products (5).

Gucci dan Christian Dior dikabarkan berminat atas investasi kulit buaya. Sekitar
2.500 lembar kulit buaya telah diekspor ke Perancis sejak1987 oleh PT Skyline
Jayapura (2). Perburuan buaya dan penyelundupan kulit buaya dilaporkan terjadi di
daerah Sungai Mamberamo, dengan melibatkan kekerasan dan korupsi dalam
perdagangan itu (3).

BUMN PT Aneka Tambang berencana untuk membuka tambang nikel di Pulau Gag
dengan dukungan finansial dari Queensland Nickel Joint Venture, Australia (3).

Ekspansi besar-besaran terjadi di tambang Freeport dengan peningkatan produksi


emas sebanyak tiga kali lipat dari 5 ton menjadi 15 ton dalam 3 tahun ke depan dan
produksi konsentrat tembaga dari 25.000 ton menjadi 40.000 ton per hari. Freeport
merayakan ulang tahunnya yang ke 21 sambil meraup keuntungan terbesar yang
pernah dicapai. Seorang pekerja medis melaporkan telah terjadi 143 kecelakaan kerja
yang serius dan 4 kematian dalam 3 tahun terakhir (5).

Perusahaan patungan penebangan hutan Korea Selatan-Indonesia, You Liem


Sari (anak perusahaan You One Construction) dan PT Kebun Sari telah
menghancurkan penghidupan 90 keluarga di Muris, dekat Jayapura (6).

Enam perusahaan pertambangan emas asing, satu dari Inggris dan lima dari Australia,
mengincar emas di Papua (6).

1990: Investigasi oleh kantor berita Jepang, Kyodo, menemukan bukti pembalakan
liar di Teluk Bintuni oleh Bintuni Utama Murni Wood Industries yang didukung
oleh Marubeni (7). Di Teluk Bintuni, pemilik tanah suku Iraturu menuntut royalti
dari perusahaan, sementara kampanye terhadap keterlibatan Marubeni dalam
perusakan hutan bakau terus berlanjut di Jepang (10). Perusahaan itu diperintahkan
untuk menghentikan kegiatannya dan didenda oleh Menteri Kehutanan karena
pembalakan liar (11).

Perusahaan minyak Amerika Serikat Conoco akan melakukan pengeboran sumur


minyak yang konon terbesar di Papua di daerah Kepala Burung sesuai dengan
perjanjian bagi hasil dengan perusahaan minyak negara Pertamina (8).

Pengapalan pertama ke Jepang tepung sagu yang diproduksi oleh Sagindo Sari
Lestari melalui kegiatannya di Teluk Bintuni. Perusahaan itu mengumumkan
rencana untuk mendatangkan 200 keluarga transmigran untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kerja. (9).

Gubernur Suebu mempertimbangkan rencana sebuah konsorsium Australia untuk


membangun pabrik pembuangan limbah beracun di Nappan, Teluk Cenderawasih,
untuk memproses limbah tingkat tinggi dari Australia, Indonesia dan Singapura (9).
Proyek peluncuran roket pendorong satelit di Biak juga tengah direncanakan bersama
dengan sebuah perusahaan Amerika Serikat (9).

Freeport melakukan negosiasi untuk memperluas kawasan kontrak menjadi 20 kali


lebih besar dari luas awalnya. (10). Ornop Indonesia SKEPHI melaporkan bahwa 77
pemegang HPH sudah mendapatkan 12,9 juta hektare dan mengatakan bahwa 70%
dari hutan Papua seluas 41,8 juta hektare telah dialokasikan untuk berbagai jenis
eksploitasi (penebangan hutan, pembangunan waduk, lokasi transmigrasi,
perkebunan, pertambangan dan minyak)

1991: Perusahaan negara Inhutani II diumumkan sebagai pengganti Scott Paper di


Merauke (12). Pemerintah Kanada mendanai studi kelayakan bagi perusahaan
kayu/proyek bubur kayu yang didanai Bank Pembangunan Asia di Sorong.
Perusahaan yang mengajukan diri untuk menjalankannya adalah PT Kayu
Lapis, salah satu kelompok perusahaan kehutanan besar di Indonesia yang sudah
melakukan penebangan hutan di Teluk Bintuni melalui anak perusahaannya PT
Henrison Iriana. Perusahaan ini dikabarkan memiliki dua HPH, masing-masing di
kelurahan Wasior dan Babo (12).

Proyek sagu PT Sagindo Sari Lestari berencana untuk mendatangkan 8.000


keluarga transmigran lagi untuk bekerja di proyek tersebut (12).

1992: Moi, masyarakat adat di Sorong, menolak kehadiran perusahaan penebangan


hutan PT Intimpura di tanah nenek moyang mereka, melakukan protes, bertemu
dengan wakil perusahaan dan pemerintah dan menyerukan agar dikenakan denda.
Perusahaan terus melakukan pembalakan meskipun belum memenuhi janjinya
terhadap masyarakat. Masyarakat setempat tak mengetahui adanya rencana
pembalakan sampai kegiatan itu dimulai. (16).

1995: RTZ (sekarang Rio Tinto) membuat perjanjian dengan Freeport untuk
mendanai ekspansi di tambangnya, dan memperolah saham di Freeport dan bagian
keuntungan dari ekspansi itu sebagai imbalannya. Australian Council for Overseas
Aid melaporkan bahwa 37 orang tewas dalam beberapa bulan terakhir ini di tangan
militer dan aparat keamanan Freeport dan Freeport dituduh terlibat dalam penyiksaan
dan intimidasi 13 warga, penembakan 3 warga desa, dan hilangnya 5 warga desa
(25). Protes terhadap keterlibatan RTZ di Freeport dilancarkan pada waktu Rapat
Umum Pemegang Saham perusahaan itu di London (25). WALHI menggugat
Departemen Pertambangan dan Energi ke pengadilan, menuduh departemen itu gagal
dalam melakukan konsultasi secara memadai sebelum menyetujui AMDAL Freeport
(26). Pernyataan oleh pimpinan Amungme menyerukan dihentikannya pembunuhan
dan penyiksaan, penggusuran dan perusakan lingkungan oleh kegiatan pertambangan
Freeport. Laporan oleh Keuskupan Katolik menunjukkan adanya bukti pembunuhan,
penyiksaan dan penghilangan di daerah konsesi pertambangan (27). Sementara itu
kapasitas pemrosesan biji besi akan ditingkatkan menjadi antara 175.000-200.000 ton
per hari dan Presiden Suharto menyetujui investasi Freeport (27). Badan Investasi
Swasta Luar Negeri (Overseas Private Investment Corporation) pemerintah AS
membatalkan jaminan risiko politik untuk Freeport senilai US$ 100 juta. Surat OPIC
kepada perusahaan itu mengungkapkan adanya kerusakan lingkungan yang besar.
Badan Jaminan Investasi Multilateral (Multilateral Investment Guarantee Agency)
dari Bank Dunia juga didesak untuk melakukan pembatalan serupa atas jaminan yang
diberikan tahun 1990 (28). Mahasiswa AS melancarkan protes terhadap Freeport.
Suharto membuka kota tambang Kuala Kencana dekat tambang Freeport, dan
gugatan WALHI terhadap Freeport kandas (28). Menteri Kehutanan Djamaluddin
menginginkan agar perusahaan kayu meningkatkan penebangan hutan di Papua
(29/30).

Badan perencanaan pembangunan nasional (BAPPENAS) membuat daftar proyek


baru untuk mengeksploitasi sumber daya Papua di tujuh zona. Rencana tersebut
mencakup transmigrasi besar-besaran yang dipadukan dengan penebangan hutan,
proyek kayu lapis, kelapa sawit, gula tebu dan serat tekstil di Merauke dan eksploitasi
gas di Teluk Bintuni (37).

1999: Penguasaan tanah besar-besaran, termasuk ribuan hektare di Papua, oleh


keluarga Suharto mulai merebak, ,dengan sedikitnya 5 perusahaan terlibat dalam
sektor perkebunan, perikanan dan industri. (40). Sementara pembicaraan tentang
„ ‟ „D N ‟ j D h
menyerukan agar pemerintah distrik Merauke memastikan adanya pembukaan lahan
dan penyelesaian pemberian kompensasi sehingga perkebunan kelapa sawit, gula dll
milik Texmaco dapat mulai beroperasi. (40)

Kanwil Kehutanan mengatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan permohonan ke


pemerintah pusat untuk pembangunan 20 proyek perkebunan kelapa sawit baru skala
menengah dan besar serta fasilitas pemrosesannya di distrik Jayapura, Merauke,
Nabire, Fakfak dan Manokwari (40). Sebuah pembangunan perkebunan kelapa sawit
di Sorong oleh Korindo Group (melalui anak perusahaan Bangun Karya Irian)
tengah menunggu persetujuan. Dua anak perusahaan lain sudah mengembangkan
perkebunan seluas 3.000 ha di Merauke (40).

Selain itu ada kasus yang lainnya seperti GreenPeace, Jaringan Tambang (Jatam),
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Auriga meluncurkan buku
berjudul Coalruption: Elit Politik dalam Pusaran Bisnis Batu Bara pada 17
Desember 2018. Ini tautannya.

Bisnis batu bara sungguh menggiurkan. Nilai ekspor pada tahun 2017 mencapai 17,9
miliar dollar AS dengan volume 319 juta ton. Belum lagi penjualan di dalam negeri.
Dengan alasan demi mendongkrak ekspor untuk menjinakkan defisit perdagangan
luar negeri, tahun lalu pemerintah menambah jatah ekspor sebesar 100 juta ton.

Cadangan batu bara kita hanya 2,2 persen dari cadangan batu bara dunia. Jika tingkat
produksi seperti sekarang dan tidak ditemukan cadangan baru, cadangan batu bara
kita akan habis dalam 49 tahun. Dengan asumsi yang sama, cadangan batu bara
Amerika Serikat, Rusia, dan Australia yang merupakan top-3 dalam hal cadangan,
akan habis dalam waktu 300 tahun lebih. Pemilik cadangan terbesar keempat, China,
akan habis lebih cepat dari Indonesia.

Pengurasan cadangan paling tinggi adalah China. Negara Tirai Bambu ini Amat getol

3,5 kali dari pangsa cadangan di dunia.

Indonesia berada di posisi kedua sebesar 3,3 kali. Namun, produksi batu bara China
sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Oleh karena
itu, pangas ekspor China hanya 1 persen dalam ekspor dunia. Sebaliknya dengan
Indonesia yang sebagian besar produksi batu baranya diekspor. Tak ayal, pangsa
ekspor batu bara Indonesia relatif besar, di urutan kedua Setelah Australia. Tapi
ingat, cadangan Australia 6,5 kali lebih besar dari Indonesia dan dengan reserves to
production (R/P) ratio 6,1 kali Indonesia. Karena batu bara merupakan sumber daya
alam tak terbarukan, alangkah elok kalau kita menegakkan keadilan antargenerasi.
Sisihkanlah sebagian, setidaknya, untuk generasi mendatang.

Kegiatan usaha pertambangan batubara juga menjadikan daratan bolong-bolong


karena dikeruk sumber daya alamnya, sementara masyarakat di tempat itu tetap
miskin. Keruwetan dalam pengelolaan sumber daya alam bahan galian dan sumber
energi batubara makin bertambah mengingat sampai kini masih terjadi tumpang-
tindih dalam pengeluaran izin antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam
beberapa kasus, KPK sudah menangkap sejumlah pejabat yang melakukan korupsi
berkaitan dengan perizinan pengusahaan sumber daya alam. Pengeluaran izin usaha
pertambangan batubara sesuai dengan Pasal 39, Pasal 78 dan Pasal 79 Undang
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara secara
nyata merumuskan isi dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) kewenangan menerbitkan
IUP berada di tangan Bupati/ Walikota, Gubernur dan Menteri sesuai
kewenangannya. Peluang terjadinya praktik KKN oleh oknum pejabat pemerintah
dengan pelaku usaha pertambangan, dimulai sejak tahapan kegiatan izin eksplorasi,
adanya peluang untuk manipulasi luas lahan, pada kegiatan eksploitasi seperti
manipulasi surat-surat kepemilikan lahan oleh oknum karyawan perusahaan dengan
aparat pemerintahan daerah setempat. Disamping itu, kewenangan Pemerintah Pusat
dan Daerah dalam memberikan perizinan kegiatan tambang sangat rentan diintervensi
pihak pemilik modal, ketika lembaga-lembaga negara berada dibawah kendali
penguasa ekonomi / para pemodal besar, pengusaha yang hanya mengejar ekonomi
dengan mencari keuntungan semata dari bisnis batubara tanpa peduli dengan
dampaknya terhadap lingkungan dan sosial budaya masyarakat akibat kegiatan
pertambangan batubara. Hal ini disebabkan karena kegiatan pertambangan batubara
yang diberikan izin dengan mudah maka semakin maraknya pula para pemodal besar,
yang belomba-lomba mencari keuntungan sebanyak-banyaknya melalui kegiatan
usaha penambangan batubara. Hal tersebut tidak sesuai dengan pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945 yang ditekankan bahwa pembangunan ekonomi nasional harus
selaras dengan masalah sosial dan lingkungan. Hal ini tertuang dalam pasal 33 ayat
(4) “
dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ek ” H j h
faktor penyebabnya adalah sejak berlakunya Undang Undang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan pokok pertambangan yang terdiri dari bermacam-
macam bentuk izin yaitu kuasa Pertambangan, Kontrak Karya, perjanjian karya
pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), surat izin pertambangan daerah
(SIPD) untuk bahan galian industri, dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) untuk
tambang rakyat, sehingga banyak celah terjadinya praktek Korupsi Kolusi dan
Nepotisme.Akan tetapi setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara(UU Minerba) menggantikan Undang-
undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pertambanan,
juga terjadi adanya penyimpangan dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan(IUP).
Akan tetapi dengan terbitnya Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, apalagi setelah kebijakan otonomi daerah yang
dilaksanakan sejak tahun 1999 dan diundangkannya Undang Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah kemudian diperbaharui dengan Undang-
Undang 8 Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan yang terakhir UU
nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,implikasinya adalah diserahkannya
beberapa urusan pemerintahan yang asalnya merupakan wewenang pemerintah pusat
menjadi kewenangan pemerintah daerah, kecuali urusan pertahanan dan keamanan,
urusan luar negeri, urusan agama, urusan moneter dan peradilan. Dengan demikian,
urusan pertambangan adalah salah satu urusan yang merupakan wewenang atau
urusan rumah tangga Pemerintah Daerah. Salah satu wujud konkretnya, penerbitan
Kuasa Pertambangan (KP) yang semula jadi urusan pemerintah pusat, dilimpahkan
menjadi kewenangan Pemerintah Daerah.Akan tetapi dengan terbitnya Undang-
undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah tersebut telah mengubah
paradigma pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Batubara yang menjadi
desentralisasi ditingkat provinsi, menimbulkan permasalahan karena Undangundang
nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara di buat dengan
acuan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang
memiliki paradigma desentralisasi di tingkat kabupaten/kota bukan di tingkat
provinsi. Dalam prakteknya masih dijumpai penyelenggaraan otonomi daerah yang
tidak sesuai dengan otonomi daerah. Karena daerah berlomba-lomba untuk mencari
penerimaan bagi daerahnya maka banyak perizinan dikeluarkan tanpa mengikuti
kaedah perlindungan lingkungan dan optimalisasi pemanfaatan sumber
daya.Pungutan yang dikenakan kepada pemohon izin sering tidak berdasar. Oknum
juga memanfaatkan surat izin untuk diperjualbelikan. Siapa yang paling dekat dengan
pemberi izin maka dialah yang paling dahulu mendapatkan ijin. Inilah salah satu
faktor terjadinya tumpang tindih wilayah pertambangan.

Kegiatan usaha pertambangan batubara selaluberkaitan dengan lingkungan


habitatnya, seperti tanah, air dan tumbuh-tumbuhan. Karena itu salah satu faktor
mendasar yang tidak dapat dihindari pada saat melakukan eksploitasi tambang
batubara tersebut adalah terjadinya degradasi lingkungan. Pengelolaan sumberdaya
tambang yang tidak berpedoman pada prinsip-prinsip ekologi, dapat menimbulkan
kerusakan lingkungan yang besar. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan
langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati
lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Kegiatan pertambangan batubara harus disertai pengelolaan lingkungan yang baik,
harus bermuara pada terjaminnya pelestarian lingkungan, sebagaimana dimaksud
Pasal 1 butir 2 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
L H :“
lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/ atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
h h ” A angan dalam
penerbitan IUP ditengarai akibat dari ulah oknum yang memikirkan kepentingan
sendiri atau golongan tanpa menyadari resiko yang akan timbul baik berupa
kerusakan lingkungan maupun kerugian bagi masyarakat. Dengan adanya penekanan
pada upaya perlindungan, disamping kata pengelolaan lingkungan hidup, Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2009 memberikan perhatian serius pada kaidah-kaidah
pengaturan yang bertujuan memberikan jaminan bagi terwujudnya pembangunan
berkelanjutan dan memastikan lingkungan hidup dapat terlindungi dari usaha atau
kegiatan yang menimbulkan kerusakan atau pencemaran lingkungan hidup. Akan
tetapi kegiatan usaha pertambangan batubara yang dieksploitasi secara besar-besaran
olehpara pelaku usaha yang hanya untuk tujuan ekonomi semata untuk mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kelestarian hutan,
lingkungan, sosial budaya, maka akan menimbulkan banyak bencana. Hal ini terjadi
tidak terlepas dari adanya pemberian izin oleh pejabat yang berwenang terhadap
pelaku usaha pertambangan batubara, dengan mudahnya sehingga telah menimbulkan
maraknya para mafia izin tambang batubara yang bermain dengan oknum pejabat
yang tidak bertanggung jawab. Dengan diberikannya kewenangan pemberian IUP
kepada pemerintah daerah tanpa disertai kesiapan kerangka acuan tentang strategi
kebijakan pertambangan nasional yang jelas, hal ini dapat menyebabkan makin tidak
terkontrolnya pengelolaan dan eksploitasi pertambangan di daerah-daerah. Terkait
dengan beberapa kekurangan Undang-undang Minerba, maka dipandang mendesak
dilakukan perbaikan Undang-undang ini sehingga ada arah, kebijakan, dan strategi
sektor pertambangan nasional yang jelas dan terukur. Pemanfaatan sumber daya batu
bara adalah sangat penting sebagai alat yang menunjang perekonomian serta
pembangunan berkelanjutan daerah maupun secara skala nasional. Akan tetapi pada
prakteknya masih banyak terjadi konflikkonflik antara investor dan rakyat
menjadikan problem utama yang harus dicari jalan keluar. Berdasarkan hal tersebut
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM memandang
perlu untuk melakukan kegiatan analisis dan evaluasi hukum tentang Pengelolaan
Sumber Daya Alam (SUMBER DAYA ALAM), akan tetapi mengingat Pengelolaan
Sumber Daya Alam ini sangatlah luas, oleh karena itu dalam menganalisis dan
mengevaluasi Pengelolaan Sumber Daya Alam ini akan difokuskan terhadap
Pengelolaan Sumber Daya Alam bahan galian tambang batubara.

Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi permasalahan dalam sistem


hukum, melakukan analisa hukum, serta menghasilkan rekomendasi yang tepat atas
permasalahan tersebut. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi terhadap pembangunan nasional khususnya dalam bidang hukum,
sehingga memberikan arah pembangunan sistem hukum yang selaras dan harmonis
dengan konstitusi dan politik hukum nasional. Secara khusus kegiatan Analisis dan
evaluasi hukum ini selain sebagai bahan dalam penyusunan Perencanaan
Pembangunan Hukum Nasional, juga dapat digunakan untuk Penyusunan Naskah
Akademik RUU, dan Penyusunan Program Legislasi Nasional.

https://www.republika.co.id/berita/nasional/lingkungan-hidup-dan
hutan/16/05/21/o7igvh368-eksploitasi-sumber-daya-alam-berlebihan-hilangkan-
kebudayaan-lokal
https://www.downtoearth-indonesia.org/id/story/eksploitasi-sumber-daya-alam-di-
papua-selama-22-tahun-dengan-pendekatan-dari-atas-ke-bawah

Faisal Basri, Ekploitasi Sumber Daya Alam Berlebihan: Kasus Batu Bara,
https://faisalbasri.com/2019/01/31/eksploitasi-sumber-daya-alam-berlebihan-
kasus-batu-bara/ diakses pada 31 Januari 2019

Analisis dan evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Alam


https://www.bphn.go.id/data/documents/ae_tentang_pengelolaan_sda.pdf

Anda mungkin juga menyukai