Anda di halaman 1dari 5

     CORPORATE Social Responsibility (CSR) adalah kewajiban perusahaan yang harus ditunaikan dalam

berperanserta membangun ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan


lingkungan. Inilah salah satu isi UU No. 40 Tahun 2007. Jadi tidak perlu masyarakat tidak perlu
mimintanya karena memang sudah menjadi haknya. Namun demikian, tetap saja masyarakat
mengkritisi pelaksanaanya agar komitmen perusahaan ini benar-benar diwujudkan, bukan sekedar
pencitraan.

     Dasar Hukum CSR


     CSR dikenal juga dengan sebutan TJSL (Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan) itu sudah diatur
sedemikian rupa dapal UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), UU No. 25 Th 2007
tentang Penanaman Modal, UU No. 32 th 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, UU No.22 Th 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, PP 47 tahun 2012 tentang Tanggung jawab
sosial dan lingkungan bagi Perseroan terbatas dan Permenneg BUMN No.PER-05/MBU/2007 tentang
Program kemitraan BUMN dan usaha kecil dan bina lingkungan.

     CSR itu kewajiban perusahaan


     Dalam UU No. 40 Tahun 2007 ditegaskan bahwa Tangungjawab sosial dan Lingkungan (TJSL) adalah
komitmen perseroan urntuk berperanserta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,
komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya.

Ketentuan pokoknya menyebutkan bahwa TJSL ini wajib untuk perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam; TSL ini merupakan kewajiban
perseroan yang dianggarakan & diperhitungkan sbg biaya perseroan yang pelaksanannyna dilakuan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; dan Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban
TJSL akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang yang
berlaku.

Dalam operasionalnya, TJSL dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan perseroan
setelah mendapatkan persetujuan dewan komisaris atau rapat umum pemegang saham (RUPS) sesuai
AD perseroan. Rencana kerja tahunan perseroan tsb memuat rencana kegiatan dan anggaran untuk
pelaksanaan TJSL ; Pelaksanaan TJSL dimuat dalam laporan tahuanan perseroan dan
dipertanggungjawabkan kepada RUPS.

     PMDN dan PMA juga wajib


     Bahwa setiap penanam modal baik PMDN maupun PMA berkewajiban untuk melaksanakan TJSL
(CSR). Tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap
menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya
masyarakat setempat; serta Setiap penanam modal bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian
lingkungan hidup.

 
     Perlindungan Lingkungan Hidup
UU No 32 th 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengeaskan bahwa Setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban : memberikan informasi yang terkait
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka dan tepat
waktu; menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan mentaati ketentuan tentang mutu
lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

     Program Kemitraan & Bina Lingkungan


     Permenneg BUMN No.PER-05/MBU/2007 mengatur bahwa persero dan perum wajib melaksanakan
program kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan program bina lingkungan. Agar daya jangkaunya
lebih banyak kiranya dapat difikirkan program pemberdayaan koperasi dibarengi akses pemasaran
yang baik, serta melibatkan mitra untuk pengembangan ketrampilan rakyat sekitar bersama BLKI-BLKI
terdekat.
 

     Wajib mengembangkan masyarakat sekitar


     Dalam UU No.22 Th 201 ttg Minyak dan Gas Bumi ditetapkan bahwa badan usaha atau bentuk
usaha tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi (kegiatan usaha hulu maupun
usaha hilir) ikut bertanggungjawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.
Selain itu, perusahaan wajib menyiapkan pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak
masyarakat adat.

     Sanksi atas pelanggaran


      Jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya akan dikenakan sanksi administratif berupa :
peringatan lisan; pemnatasan kegiatan usaha; pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas
penanaman modal; atau pencabutan kegiatan usaha adn/atau fasilitas penanaman modal.

     Anggaran 2% dari Laba perusahaan


     Aturan mengenai jumlah anggaran CSR ada di dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. 4 tahun
2007, yakni 2% laba perusahaan harus disisihkan untuk PKBL (Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan). Tampaknya, ketentuan 2% laba ini juga menjadi batasan umum di tataran praktis bagi
perusahaan yang mengimplementasikan program CSR, walaupun diperbolehkan juga perusahaan
menganggarkan lebih banyak lagi.
     Inilah yang menyebabkan beragamnya jumlah anggaran CSR masing-masing perusahaan.
Perusahaan besar dengan laba besar, tentu memiliki porsi dana CSR yang lebih besar pula. Walau
demikian, tidak berarti perusahaan kecil maupun menengah akan kehilangan peluang, peran ataupun
kreativitasnya dalam mengemas program CSR. Karena di atas segalanya, perusahaan perlu CSR sebagai
investasi jangkang panjang mengenai reputasi/citra/image. Kami yakin demi reputasi inilah
perusahaan akan mempertaruhkan segalanya dan berusaha sekuat tenaga untuk komit/memenuhi
kewajibannya.
     Bidang garapan CSR
     Dari berbagai sumber diketahui bahwa program-program CSR yang dialukan perusahaan itu
beragam, ada yang mengembangkannya di bidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan
budaya dengan anggaran yang berbeda-beda.

Menurut hemat kami, perlu mapping bidang garapan ini agar tidak tumpang tindih dengan program-
program pemerintah maupun instansi sektoral terkait. Harus ada koordinasi yang efektif sehingga
hasilnya lebih bermanfaat dan tidak ada yang mubazir nantinya. Pembangunan fisik infrastruktur
mestinya tidak dilakukan oleh perusahaan, mengingat jumlah anggaran yang dibutuhkan biasanya
sangat besar, terlebih cakupannya sangat luas. Porsi terbesar sebaiknya diarahkan untuk program
pemberdayaan masyarakat utamanya ketrampilan agar mudah mendapatkan akses pekerjaan maupun
peluang usaha. Untuk ikut mengurangi kemiskinan maupun pengangguran dapat menggandeng BLKI-
BLKI di kota/kabupaten setempat sebagai mitra pelaksana program CSR. Programnya dapt berupa BLK
Masuk Desa, BLK Keliling, dll. Mengingat pentingnya SDM sebagai subyek pembangunan maka
program CSR bidang ini perlu diperkuat untuk dijadikan investasi strategis bagi bangsa dan negara
Indonesia.

     Pelaksanaannya pun harus terbuka, dan melibatkan elemen-elemen masyarakat yang memiliki
kemampuan dan profesional bukan mengandalkan koneksi pribadi dan kolusi. Tender terbuka perlu
dibudayakan dibarengi komitmen kuat pelaksana dari perusahaan.

     Pentingnya pengawasan
Pengawasan harus dilakukan oleh pihak-0pihak terkait, terutama oleh instansi yang memberikan
persetujuan mengenai program CSR dan anggarannya.

Rakyat juga diminta peransertanya untuk ikut mengawasi pelaksanaanya agar benar-benar tidak
dinodasesatkan dan bermanfaat bagi rakyat, bukan pencitraan perusahaan. Pengawasan dilakukan
secara terus-menerus dan berkala, termasuk sidak-sidak maupun audit menyeluruh oleh
lembaga/instansi yang independen & terpercaya.

     Dengan demikian maka program CSR yang merupakan kewajiban perusahaan benar-benar dapat
bermanfaat bagi masyarakat sekitar, sehingga mereka tidak menjadi penonton seperti yang terjadi di
kebanyakan tempat, karena mereka tidak mempunyai akses dan koneksi-koneksi pribadi. Untuk info
lanjut dapat menghubungi email : for4ask@gmail.com atau pun harysmwt@gmail.com.
Pertanyaan :
Dasar Hukum Kewajiban Perusahaan Menjaga Lingkungan
Apakah ada perundang-undangan yang melarang untuk perusahaan industri yang berdiri di tengah
lingkungan dan sangat mengganggu pada lingkungan sekitarnya?  
Jawaban :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
 
Kami berasumsi bahwa perusahaan industri yang Anda tanyakan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan di bidang usaha industri sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian  (“UU Perindustrian”).
 
Perusahaan industri mempunyai kewajiban dalam upaya pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup sebagaimana telah diatur dalam Pasal 21 UU
Perindustrianyang berbunyi:
 
(1) Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber
daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan
hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya
(2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan
mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran
terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.
(3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi
jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
 
Menurut Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU Perindustrian, perusahaan industri yang didirikan pada suatu
tempat, wajib memperhatikan keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam yang dipergunakan
dalam proses industrinya serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup akibat usaha dan proses industri yang dilakukan. Dampak negatif dapat berupa
gangguan, kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat di sekelilingnya
yang ditimbulkan karena pencemaran tanah, air, dan udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan
industri. Dalam hal ini, Pemerintah perlu mengadakan pengaturan dan pembinaan untuk
menanggulanginya.
 
Oleh karena itu, kami berasumsi bahwa maksud dari “mengganggu lingkungan sekitar” pada
pertanyaan Anda adalah gangguan yang berupa kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan
hidup sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 UU Perindustrian.
 
Perbuatan yang bertentangan dengan Pasal 21 ayat (1) UU Perindustrian, jika dilakukan dengan
sengaja, dapat dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda sebanyak-
banyaknya Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah) (Pasal 27 ayat (1) UU Perindustrian). Sedangkan jika
dilakukan tidak dengan sengaja atau karena kelalaian, maka dapat dipidana kurungan selama-lamanya
1 (satu) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) (Pasal 27 ayat (2)
UU Perindustrian).
 
Selain pengaturan pada UU Perindustrian, menurut Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UUPPLH”):
 
“Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar
hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan
kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau
melakukan tindakan tertentu.”
 
Sebagaimana pernah dijelaskan oleh Rifanni Sari dalam artikel yang berjudul Tanggung Jawab
Kerusakan dan Bencana, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (perusahaan/badan
hukum) yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dianggap sebagaiperbuatan
melawan hukum. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tersebut memiliki tanggung jawab
untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan, sejauh terbukti telah melakukan perbuatan pencemaran
dan/atau perusakan. Pembuktian tersebut baik itu nyata adanya hubungan kausal antara kesalahan
dengan kerugian (liability based on faults) maupun tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan (liability
without faults/strict liability) (Pasal 88 UUPPLH).
 
Bagi pihak yang merasa dirugikan terhadap pencemaran akibat usaha industri, dapat mengadukanatau
menyampaikan informasi secara lisan maupun tulisan kepada instansi yang bertanggung jawab,
mengenai dugaan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dari usaha dan/atau
kegiatan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan/atau pasca pelaksanaan sebagaimana yang telah
diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan
Lingklungan Hidup.
 
Dengan demikian, dari penjelasan kami di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
setiappendirian perusahaan industri perlu mempertimbangkan berbagai aspek, yakni pencegahan
timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang
dilakukannya.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
1.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Perindustrian
2.    Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
3.    Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2010 Tata Cara Pengaduan dan
Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.

Anda mungkin juga menyukai