Anda di halaman 1dari 23

Makalah Pendidikan Kesehatan

Makalah Pendidikan Kesehatan kami bagi menjadi tiga postingan, pada postingan kali ini akan
membahas tentang Pengertian pendidikan kesehatan.

Pengertian pendidikan kesehatan adalah prosses membuat oRang mampu meningkatkan kontrol


& memperbaiki kesehatan individu. Kesempatan yg direncanakan untuk individu, kelompok atau
masyarakat agar belajar tentang kesehatan & melakukan perubahan-peubahan secara suka rela
dalam tingkah laku individu (Entjang, 1991)
Wood dikutip dari Effendi (1997), memberikan pengertian pendidikan kesehatan merupakan
sejumlah pengalaman yg pengaruh menguntungkan secara kebiasaan, sikap & pengetahuan yg
ada hubungannya dengan kesehatan perseorangan, mayarakat & bangsa. Kesemuannya ini,
dipersiapkan dalam rangka mempermudah diterimannya secara suka rela perilaku yg akan
meningkatkan & memelihara kesehatan.
Menurut Ottawwa Charter (1986) yg dikutip dari Notoatmodjo S, memberikan pengertian
pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
memelihara & meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yg
sempurna, baik fisik, mental & social, maka masyarakat harus mampu mengenal & mewujudkan
aspirasinya, kebutuhannya, dam mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan
fisik, sosial, budaya, & sebagainya).
Menurut Steward dikutip dari Effendi (1997), unsur program kesehatan & kedokteran yg
didalamnya terkandung rencana untk merubah perilaku perseorangan & masyarakat dengan
tujuan untuk membantu tercapainya program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit &
peningkatan kesehatan.
Dapat dirumuskan bahwa pengertian pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi,
& atau mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, agar melaksanakan
perilaku hidup sehat. Se&gkan secara operasional, pendidikan kesehatan merupakan suatu
kegiatan untuk memberikan & atau meningkatkan pengetahuan, sikap, & praktek masyarakat
dalam memelihara & meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003).
Makalah Tujuan Pendidikan Kesehatan

Sebelum membaca Tujuan Pendidikan Kesehatan ada baiknya anda terlebih dahulu


membaca Pengertian pendidikan kesehatan.

apa saja , seberapa penting Tujuan Pendidikan Kesehatan bagi masyarakat indonesia..??
Tujuan Pendidikan kesehatan merupakan domain yg akan dituju dr pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan memiliki beberapa tujuan antara lain.

1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina


dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta peran aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yg optimal.
2. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga dan masyarakat yg sesuai dengan
konsep hidup sehat baik fisik, mental dan social sehingga dapat menurunkan angka kesakitan
dan kematian.
3. Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku
perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan (Effendy, 1997).

Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar orang mampu menerapkan masalah dan
kebutuhan mereka sendiri, mampu memahami apa yg dapat mereka lakukan terhadap
masalahnya, dengan sumber daya yg ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar, dan
mampu memutuskan kegiatan yg tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat dan
kesejahteraan masyarakat (Mubarak, 2009).
Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dan WHO, tujuan pendidikan kesehatan
adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan; baik secara fisik, mental dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi maupun
social, pendidikan kesehatan disemua program kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular,
sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya
(Mubarak, 2009).
Jadi tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman
pentingnya kesehatan untuk tercapainya perilaku kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan fisik, mental dan sosial, sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial.
Pentingnya Pendidikan Karakter Pada Anak Sejak Usia Dini

Makalah Pendidikan Karakter- Dalam makalah ini akan dijelaskan apa saja dan seberapa
penting peran guru dalam pendidikan karakter juga bentuk-bentuk Pembelajaran Terpadu Yang
Berkarakter. langsung saja simak selengkapanya.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salah satu misi mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan telah termuat dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara yaitu mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis
dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas,
sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia Terlihat dengan jelas
GBHN mengamanatkan arah kebijakan di bidang pendidikan yaitu: meningkatkan kemampuan
akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan
sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan
pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga
kependidikan; memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai
pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan
masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
Sementara itu, UU 20 2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berangkat dari hal tersebut diatas, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana,
kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi
pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan yuridis yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru
disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali
juga pada anak-anak usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya
tersebut mulai dirintis melalui pendidikan karakter bangsa. Dalam pemberian pendidikan
karakter bangsa di sekolah, para pakar berbeda pendapat. Setidaknya ada tiga pendapat yang
berkembang. Pertama, bahwa pendidikan karakter bangsa diberikan berdiri sendiri sebagai suatu
mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan karakter bangsa diberikan secara terintegrasi dalam
mata pelajaran PKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga,
pendidikan karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah :

1. Mengetahui pengertian pendidikan karakter


2. Mengetahui bentuk-bentuk Pembelajaran Terpadu Yang Berkarakter
3. Mengetahui seberapa penting pendidikan karakter pada usia dini
4. Mengetahui peran guru dalam pendidikan karakter

1.3 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah makalah ini adalah :

1. Apa pengertian dari pendidikan karakter ?


2. Apa saja bentuk-bentuk pembelajaran terpadu yang berkarakter ?
3. seberapa penting pendidikan karakter pada usia dini ?
4. Apa saja peran guru dalam pendidikan karakter ?

1.4 RUANG LINGKUP


Ruang lingkup dalam makalah ini adalah mengurai bentuk-bentuk pembelajaran terpadu yang
berkarakter serta mengkritisi seberapa penting adanya pendidikan karakter pada anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga
membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu
pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai
(enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi
dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling
mendasar, yaitu: (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia
termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang
tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembang-kan
serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) psikomotorik yang tercermin pada
kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian,
budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah
berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh
(UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors),
motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan
dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan
perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya
sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri,
yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan
sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu,
pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona,
tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter
yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas
emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong
masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam
tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama,
karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga,
kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-
menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh,
kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter
toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik
menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the
good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good
harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai
kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan.
Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta
dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu
berubah menjadi kebiasaan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru,
yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta
didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau
menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria
manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu
masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi
oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam
konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi
muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral
universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden
rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai
karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah:
cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan
santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang
menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta
persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya,
rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani,
tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di
sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi
nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif)
sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan
karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial
yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian
massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala
tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan
formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan
peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan
kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan
pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan
pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan
pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral
yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif,
pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan
penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam
diri peserta didik.
Ki Hadjar Dewantara dari Taman Siswa di Yogyakarta bulan Oktober 1949 pernah berkata
bahwa “Hidup haruslah diarahkan pada kemajuan, keberadaban, budaya, dan persatuan”.
Sedangkan menurut Prof. Wuryadi, manusia pada dasarnya baik secara individu dan kelompok,
memiliki apa yang jadi penentu watak dan karakternya yaitu dasar dan ajar. Dasar dapat dilihat
sebagai apa yang disebut modal biologis (genetik) atau hasil pengalaman yang sudah dimiliki
(teori konstruktivisme), sedangkan ajar adalah kondisi yang sifatnya diperoleh dari rangkaian
pendidikan atau perubahan yang direncanakan atau diprogram.
2.2 BENTUK-BENTUK PEMBELAJARAN TERPADU YANG BERKARAKTER
Menurut Cohen dalam Degeng (1989), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu
yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu
kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran
terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai
materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak
ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk
mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu,
pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih
terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya
(center core/center of interst).
Lebih lanjut, model-model pembelajaran inovatif dan terpadu yang mungkin dapat diadaptasi,
seperti yang ditulis oleh Trianto, 2009, dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik adalah sebagai berikut :
1. Fragmentasi
Dalam model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dikembangkan merupakan suatu
kawasan dari suatu mata pelajaran
2. Koneksi
Dalam model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi mata
pelajaran dihubungkan secara tegas
3. Sarang
Dalam model ini, guru mentargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan keterampilan
khusus) dari setiap mata pelajaran.
4. Rangkaian/Urutan
Dalam model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan yang lain.
Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan konsep-konsep yang
berbeda.
5. Patungan
Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang
konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
6. Jala-jala
Dalam model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum. Dengan
menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat.
7. Untaian Simpul
Dalam model ini, pendekatan metakurikuler menjalin keterampilan berpikir, sosial, intelegensi,
teknik, dan keterampilan belajar melalui variasi disiplin.
8. Integrasi
Dalam model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling
mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru dalam model integrasi riil.
9. Peleburan
Dalam model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya, para
pebelajar menjaring semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya.
10. Jaringan
Dalam model ini, pebelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan
membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang
berkaitan dengan lapangan.
2.3 PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER PADA USIA DINI
Pendidikan karakter pada anak usia dini , dewasa ini sangat di perlukan di karenakan saat ini
Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak bangsa. Karakter di sini
adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi
berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang , bepikir,
bersikap dan bertindak. Kebajikan tersebut berupa Sejumlah nilai moral, dan norma, seperti
jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat pada orang lain, disiplin, mandiri, kerja keras,
kreatif.
Berbagai permasalahan yang melanda bangsa belakangan ini ditengarai karena jauhnya kita dari
karakter. Jati diri bangsa seolah tercabut dari akar yang sesungguhnya. Sehingga pendidikan
karakter menjadi topik yang hangat di bicarakan belakangan ini. Menurut Prof Suyanto Ph.D
karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup
dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertang-
gungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas
tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan
potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU
Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia
yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi
bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta
agama.
Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena pendidikan
karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan
perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Nilai-nilai positif dan yang
seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh,
amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berani memikul
resiko, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertaqwa, berinisiatif,
berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat
konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat,
demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria, komitmen, kooperatif,
kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai
ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain,
menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri, produktif,
rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa
percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap mental, sikap
adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah,
tangguh, tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya.
Sejatinya pendidikan karakter ini memang sangat penting dimulai sejak dini. Sebab falsafah
menanam sekarang menuai hari esok adalah sebuah proses yang harus dilakukan dalam rangka
membentuk karakter anak bangsa. Pada usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli
psikologi sebagai usia emas (golden age) terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam
mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50 persen variabilitas
kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia empat tahun. Peningkatan 30 persen
berikutnya terjadi pada usia delapan tahun, dan 20 persen sisanya pada pertengahan atau akhir
dasawarsa kedua.
Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan
lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Setelah keluarga, di dunia pendidikan
karakter ini sudah harus menjadi ajaran wajib sejak sekolah dasar.
Anak-anak adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa di kemudian hari. Karakter
anak-anak yang terbentuk sejak sekarang akan sangat menentukan karakter bangsa di kemudian
hari. Karakter anak-anak akan terbentuk dengan baik, jika dalam proses tumbuh kembang
mereka mendapatkan cukup ruang untuk mengekspresikan diri secara leluasa.
2.4 PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang kemudian diimplementasikan menjadi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), merupakan kurikulum yang dirancang untuk memberikan
peluang seluas-luasnya bagi sekolah dan tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik
pendidikan dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik
melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri
(ekstrakurikuler). Pengembangan potensi peserta didik tersebut dimaksudkan untuk
memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan atau life skill terutama kemampuan personal
(personal skill) yang dimilikinya. Termasuk dalam hal ini adalah pengembangan potensi peserta
didik yang berhubungan dengan karakter dirinya.
Dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis
sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau menjadi idola bagi peserta
didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku
seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru
menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam
menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu
merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus
dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.
Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk
memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta
didik di sekolah, sebagai berikut :
1. Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak seharusnya menempatkan diri
sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan
sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran,
sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
2. Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk perduli,
mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada materi-materi
pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap
guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam proses pembelajaran.
3. Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan
akhlak mulia. Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih
mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan
akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif
dan psikomotorik.
4. Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter
peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia
(peserta didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru
perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang
mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
5. Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan
pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua
peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan
pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.
6. Menjadi figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi
pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantung kepada
penerimaan pribadi peserta didik tersevut terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang
sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa yang
disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan
bagi seorang guru, baik secara langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter
dalam diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak
hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga pada prosesnya
Dalam uraian di atas menggambarkan peranan guru dalam pengembangan pendidikan karakter di
sekolah yang berkedudukan sebagai katalisator atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator,
dan evaluator. Dalam berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang guru merupakan
faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang efektif, karena
kedudukannya sebagai figur atau idola yang ditiru oleh peserta didik. Peran sebagai inspirator
berarti seorang guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk maju
mengembangkan potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru
harus mampu membangkitkan spirit, etos kerja dan potensi yang luar biasa pada diri peserta
didik. Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk mendorong
peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan
menjunjung tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap guru
dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran
yang dipakai dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui
tingkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya.
Dengan demikian berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks sistem
pendidikan di sekolah untuk mengembangkan pendidikan karakter peserta didik, guru harus
diposisikan atau memposisikan diri pada hakekat yang sebenarnya, yaitu sebagai pengajar dan
pendidik, yang berarti disamping mentransfer ilmu pengetahuan, juga mendidik dan
mengembangkan kepribadian peserta didik melalui intraksi yang dilakukannya di kelas dan luar
kelas.
Guru hendaknya diberikan hak penuh (hak mutlak) dalam melakukan penilaian (evaluasi) proses
pembelajaran, karena dalam masalah kepribadian atau karakter peserta didik, guru merupakan
pihak yang paling mengetahui tentang kondisi dan perkembangannya.
Guru hendaknya mengembangkan sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada aspek
afektif, dengan menggunakan alat dan bentuk penilaian essay dan wawancara langsung dengan
peserta didik. Aalat dan bentuk penilaian seperti itu, lebih dapat mengukur karakteristik setiap
peserta didik, serta mampu mengukur sikap kejujuran, kemandirian, kemampuan berkomunikasi,
struktur logika, dan lain sebagainya yang merupakan bagian dari proses pembentukan karakter
positif. Ini akan terlaksana dengan lebih baik lagi apabila didukung oleh pemerintah selaku
penentu kebijakan
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Pengertian pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate
use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan
aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja
seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu
perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
2. Bentuk-Bentuk pembelajaran inovatif dan terpadu yang mungkin dapat diadaptasi, seperti
yang ditulis oleh Trianto, 2009, dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik adalah sebagai berikut :

1. - Fragmentasi
2. - Koneksi
3. - Sarang
4. - Rangkaian/Urutan
5. - Patungan
6. - Jala-jala
7. - Untaian Simpul
8. - Integrasi
9. - Peleburan
10. - Jaringan

3. Pendidikan karakter pada anak usia dini di nilai sangat penting karena anak-anak adalah
generasi yang akan menentukan nasib bangsa di kemudian hari. Karakter anak-anak yang
terbentuk sejak sekarang akan sangat menentukan karakter bangsa di kemudian hari. Pada usia
kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age) terbukti
sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 50 persen variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika
anak berusia empat tahun. Peningkatan 30 persen berikutnya terjadi pada usia delapan tahun, dan
20 persen sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Pada usia inilah proses
pendidikan karakter di mulai proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai,
sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Nilai-nilai positif
dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal
saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berani
memikul resiko, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertaqwa, berinisiatif,
berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat
konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat,
demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria, komitmen, kooperatif,
kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai
ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain,
menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri, produktif,
rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa
percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap mental, sikap
adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah,
tangguh, tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya.
4. Peran guru dalam pendidikan karakter untuk peserta didik di sekolah ialah , guru memiliki
posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau menjadi
idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap
dan perilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan
kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar
dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas
manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang
harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.
3.2 SARAN
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna , oleh karena itu Prnulis
sangat mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca dan dosen
pembimbing , agar dalam pembuatan makalah ke depannya dapat lebih baik.
judul asli “Pentingnya Pendidikan Karakter pada anak sejak usia dini , dan Peran Guru dalam
pendidikan karakter”

Contoh Karya Tulis Ilmiah Tentang Pendidikan|100

Contoh Karya Tulis Ilmiah ini sangat bagus dan menurut saya Karya Tulis Ilmiah ini akan
membantu anda dalam tugas anda langsung saja simak selengkapanya.Karya Tulis Ilmiah
Tentang Pendidikan
Menumbukan Minat Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Seni rupa

A.Pendahuluan
Menurut The Liang Gie (1994:28), Minat merupakan salah satu faktor pokok untuk meraih
sukses dalam studi. Penelitian- penelitian di Amerika Serikat mengenai salah satu sebab utama
dari kegagalan studi para mahasiswa menunjukkan bahwa sebabnya ialah kekurangan minat.
Secara lebih terinci arti penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan studi ialah minat
melahirkan perhatian yang serta merta, minat memudahkan terciptanya konsentrasi, minat
mencegah gangguan perhatian dari luar, minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam
ingatan, dan minat memperkecil kebosanan studi dalam dirinya.
Suatu kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan minat akan menghasilkan prestasi yang
kurang menyenangkan. Dapat dikatakan bahwa dengan terpenuhinya minat seseorang akan
mendapatkan kesenangan dan kepuasan batin yang dapat menimbulkan motivasi. S.C. Utami
Munandar (1985:11) menyatakan bahwa minat dapat juga menjadi kekuatan motivasi. Prestasi
seseorang selalu dipengaruhi macam dan intensitas minatnya. Minat menimbulkan kepuasan.
Seorang anak cenderung untuk mengulang-ulang tindakan-tindakan yang didasari oleh minat dan
minat ini dapat bertahan selama hidupnya.
Dengan demikian, minat belajar merupakan faktor yang sangat penting dalam keberhasilan
belajar siswa. Disamping itu minat belajar juga dapat mendukung dan mempengaruhi proses
belajar mengajar di sekolah. Namun dalam prakteknya tidak sedikit guru Seni Budaya
(Kesenian) menemukan kendala di dalam kelas, karena kurangnya minat siswa dalam
pembelajaran Seni Budaya khususnya seni rupa. Jika hal ini terjadi, maka proses belajar
mengajar pun akan mengalami hambatan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan pengalaman penulis, pada saat pembelajaran berlangsung siswa kurang bergairah
dalam mengikuti pelajaran. Hanya sebagian kecil saja siswa yang bisa memahami dan
mengerjakan tugas dengan semangat. Sebagian besar siswa mengerjakan tugas yang diberikan
dengan perasaan terpaksa atau takut. Hal ini menyebabkan tugas yang diberikan hasilnya kurang
memuaskan sehingga terkesan asal jadi. Jika mereka ditanya, alasannya mereka tidak
mempunyai bakat di bidang seni atau tidak punya bakat menggambar. Dengan kondisi seperti
ini, guru perlu mencari upaya bagaimana menumbuhkan minat belajar siswa terutama dalam
pembelajaran Seni Rupa.
B.Konsep Minat Belajar
Pengertian minat
Minat sering dihubungkan dengan keinginan atau ketertarikan terhadap sesuatu yang datang dari
dalam diri seseorang tanpa ada paksaan dari luar. The Liang Gie (1994:28) mengungkapkan
bahwa minat berarti sibuk, tertarik, atau terlibat sepenuhnya dengan suatu kegiatan karena
menyadari pentingnya kegiatan itu. Menurut Slameto (dalam Djaali 2006:121) minat adalah rasa
lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
Sedangkan menurut Crow and Crow (dalam Djaali 2006:121) mengatakan bahwa minat
berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan
dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa minat merupakan
rasa suka atau tertarik terhadap suatu hal atau aktivitas seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan sesuatu kegiatan. Minat dapat juga dikatakan sebagai suatu keinginan atau kemauan
yang merupakan dorongan seseorang untuk melakukan suatu hal atau aktivitas tanpa adanya
paksaan dari luar dirinya. Minat bisa juga diartikan sebagai kecenderungan jiwa yang relative
menetap
kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang. Jadi minat dapat
diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa seseorang lebih menyukai suatu hal
dari pada hal lainnya melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Minat tidak dibawa sejak lahir
seperti bakat,melainkan diperoleh kemudian.
Pengertian Belajar
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang belajar, pada umumnya mereka
memberikan penekanan pada unsur perubahan dan pengalaman. Menurut Witherington (dalam
Sukmadinata 2007:155) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian,
yang dimanifestasikan sebagai pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap,
kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Crow and Crow (dalam Sukmadinata 2007:155)
mengemukakan bahwa belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap
baru. Sedangkan menurut Hilgar (1962:252) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses di
mana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap sesuatu situasi.
Berdasarkan penekanan unsur pengalaman tentang definisi belajar dikemukakan para ahli, antara
lain menurut Di Vesta and Thompson (1970:112) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan
tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Gage and Berliner (1970:256)
mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang muncul karena
pengalaman. Sedangkan menurut Hilgard (1983:630), mengemukakan bahwa belajar dapat
dirumuskan sebagai perubahan perilaku yang brelatif permanen yang terjadi karena pengalaman.
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan mengenai pengertian minat dan pengertian
belajar, dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah aspek psikologi seseorang yang
menampakkan diri dalam beberapa gejala,seperti : gairah, keinginan, perasaan suka untuk
melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari
pengetahuan dan pengalaman. Dengan kata lain, minat belajar itu adalah perhatian, rasa suka,
ketertarikan seseorang (siswa) terhadap aktivitas belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan,
partisipasi, dan keaktifan dalam belajar serta menyadari pentingnya kegiatan itu. Selanjutnya
terjadi perubahan dalam diri siswa yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan,
kecakapan, dan pengalaman belajar. Minat siswa untuk belajar mempunyai pengaruh yang besar
terhadap keberhasilan belajar, karena minat siswa merupakan faktor utama yang menentukan
derajat keaktifan siswa, bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa,
maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya. Oleh
karena itu, untuk mengatasi siswa yang kurang berminat dalam belajar, guru hendaknya berusaha
bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa itu selalu butuh dan ingin terus belajar.
Minat belajar sangat mendukung dan mempengaruhi pelaksanan proses belajar mengajar di
sekolah yang akhirnya bermuara pada pencapaian tujuan pembelajaran.
C.Faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar
Minat belajar peserta didik sangat menentukan keberhasilannya dalam proses belajar. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut bersumber pada dirinya dan luar
dirinya atau lingkungannya antara lain sebagai berikut :
1. Faktor dalam diri siswa, yang terdiri dari :
a. Aspek jasmaniah, mencakup kondisi fisik atau kesehatan jasmani dari individu siswa. Kondisi
fisik yang prima sangat mendukung keberhasilan belajar dan dapat mempengaruhi minat belajar.
Namun jika terjadi gangguan kesehatan pada fisik terutama indera penglihatan dan pendengaran,
otomatis dapat menyebabkan berkurangnya minat belajar pada dirinya.
b. Aspek Psikologis (kejiwaan), menurut Sardiman (1994:44) faktor psikologis meliputi
perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, berfikir, bakat,dan motif. Pada pembahasan
berikut tidak semua faktor psikologis yang dibahas, tetapi hanya sebagian saja yang sangat
berhubungan dengan minat belajar.
Perhatian merupakan pemusatan energi psikologi yang tertuju kepada suatu objek pelajaran atau
kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Tanpa adanya perhatian dalam aktivitas belajar akan
berdampak terhadap kurangnya penguasaan materi pelajaran, sehingga hasil yang dicapai dalam
belajar kurang memuaskan. Kurangnya perhatian terhadap materi yang dipelajari juga
mengakibatkan kurangnya minat belajar pada diri siswa.
Ingatan, secara teoritis akan berfugsi untuk mencamkan atau menerima kesan-kesan dari luar,
menyimpan kesan, dan memproduksi kesan. Oleh karena itu ingatan merupakan kecakapan
untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan di dalam belajar. Siswa yang
mempunyai daya ingat yang kurang sangat berpengaruh terhadap minatnya untuk belajar.
Bakat adalah kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih
agar dapat terwujud. Hal ini dekat dengan persoalan intelegensi yang merupakan struktur mental
yang melahirkan kemampuan untuk memahami sesuatu. Bakat yang dimiliki seseorang akan
menunjang keberhasilannya dalam belajar. Jika seseorang tidak mempunyai bakat, akan
berpengaruh terhadap minatnya dalam belajar. Pada pembelajaran seni rupa, banyak ditemukan
anak yang kurang berminat untuk belajar karena tidak berbakat. Oleh karena itu bakat
berpengaruh terhadap minat belajar.
2.Faktor dari luar siswa, meliputi :
a. Keluarga, meliputi hubungan antar keluarga, suasana lingkungan rumah, dan keadaan ekonomi
keluarga.
b. Sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, sarana dan prasarana belajar, sumber-sumber
belajar, media pembelajaran, hubungan siswa dengan temannya, guru-gurunya dan staf
sekolahserta berbagai kegiatan kokurikuler.
c. Lingkungan masyarakat, meliputi hubungan dengan teman bergaul, kegiatan dalam
masyarakat, dan lingkungan tempat tinggal.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa faktor-faktor dari diri siswa dan dar luar siswa saling
berkaitan dalam menumbuhkan minat belajar. Jika faktor-faktor tersebut tidak mendukung
mengakibatkan kurang atau hilangnya minat belajar siswa. Kurang atau hilangnya minat belajar
siswa disebabkan oleh banyak hal yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi pencapaian
hasil belajar. Menurut JT. Loekmono (1985:97), faktor-faktor yang menyebabkan kurang atau
hilangnya minat belajar sisbwa adalah sebagai berikut :

1. Kelainan jasmaniah pada mata, telinga, kelenjar-kelenjar, yang sangat mempersukar


anak di dalam mengikuti pelajaran atau menjalankan tugas di kelas.
2. Pelajaran di kelas kurang merangsang anak. Tingkat kemampuan anak jauh di atas
yang diminta di dalam mengikuti pelajaran di kelas, akibatnya anak merasa bosan.
3. Ada masalah atau kesukaran kejiwaan yang menyebabkan dia mundur atau lari dari
kenyataan. Dalam hal ini anak akan menunjukkan gejala yang sama dimana-mana, yaitu tidak
menunjukkan minat atau memberi perhatian kepada segala sesuatu di luar kelas.
4. Perhatian utama dari anak dicurahkan kepada kegiatan-kegiatan di luar kelas, seperti :
olah raga, kegiatan di dalam kelas, bekerja yang membutuhkan keterampilan mekanis, atau
melakukan kegiatan yang dapat menghasilkan uang.
5. Sikapnya yang seakan-akan tidak mempunyai perhatian atau minat ini sebenarnya
hanya suatu sikap pura-pura. Keadaan yang sebenarnya ialah bahwa ia ingin memberi kesan
demikian, supaya orang dapat menerima kenyataan bahwa ia tidak berkompetisi/atau tidak
mampu berkompetisi dengan orang lain, yang dipandangnya jauh lebih mampu dari ia sendiri.
6. Ada konflik pribadi dengan guru, atau dengan orang tua. Dengan menunjukkan sikap
ini sebenarnya ia hendak menunjukkan sikap melawan mereka; jadi sikap ini merupakan satu
jenis senjata untuk melawan.

D.Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan minat belajar


Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan
minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah
ada. Menurut Tanner and Tanner (1975) menyarankan agar para pengajar berusaha membentuk
minat-minat baru pada siswa. Hal ini bisa dicapai melalui jalan memberi informasi pada siswa
tentang bahan yang akan dismpaikan dengan menghubungkan bahan pelajaran yang lalu,
kemudian diuraikan kegunaannya di masa yang akan datang. Roijakters (1980) berpendapat
bahwa hal ini biasa dicapai dengan cara menghubungkan bahan pelajaran dengan berita-berita
yang sensasional, yang sudah diketahui siswa.
Harry Kitson (dalam The Liang gie 1995:130) mengemukakan bahwa ada dua kaidah tentang
minat (the laws of interest), yang berbunyi :

1. Untuk menumbuhkan minat terhadap suatu mata pelajaran, usahakan memperoleh


keterangan tentang hal itu
2. Untuk menumbuhkan minat terhadap suatu mata pelajaran, lakukan kegiatan yang
menyangkut hal itu.

Minat belajar akan tumbuh apabila kita berusaha mencari berbagai keterangan selengkap
mungkin mengenai mata pelajaran itu, umpamanya arti penting atau pesonanya dan segi-segi
lainnya yang mungkin menarik. Keterangan itu dapat diperoleh dari buku pegangan. ensiklopedi,
guru dan siswa senior yang tertarik atau berminat pada mata pelajaran itu. Disamping itu perlu
dilakukan kegiatan yang berhubungan dengan mata pelajaran itu, misalanya pada mata pelajaran
seni rupa usahakan mengikuti apa yang harus dilakukan apakah dengan menggambar atau
melukis. Dengan langkah-langkah itu minat siswa terhadap mata pelajaran itu akan tumbuh.
JT. Loekmono (1985:98), mengemukakan bahwa cara-cara untuk menumbuhkan minat belajar
pada diri siswa adalah sebagai berikut :
1. Periksalah kondisi jasmani anak, untuk mengetahui apakah segi ini yang menjadi
sebab.
2. Gunakan metode yang bervariasi dan media pembelajaran yang menarik sehingga
dapat merangsang anak untuk belajar
3. Menolong anak memperoleh kondisi kesehatan mental yang lebih baik.
4. Cek pada orang atau guru-guru lain , apakah sikap dan tingkah laku tersebut hanya
terdapat pada pelajaran saudara atau juga ditunjukkan di kelas lain ketika diajar oleh guru-
guru lain.
5. Mungkin lingkungan rumah anak kurang mementingkan sekolah dan belajar. Dalam
hal ini orang-orang di rumah perlu diyakinkan akan pentingnya belajar bagi anak.
6. Cobalah menemukan sesuatu hal yang dapat menarik perhatian anak, atau tergerak
minatnya. Apabila minatnya tergerak, maka minat tersebut dapat dialihkan kepada kegiatan-
kegiatan lain di sekolah.

Pendapat lain yang berkaitan dengan upaya menumbuhkan atau meningkatkan minat belajar,
dikemukakan oleh Crow and Crow (dalam The Liang Gie 1995:132) yang menyatakan bahwa
untuk mendukung tumbuhnya minat belajar yang besar, perlu dibangun oleh motif-motif tertentu
dalam batin seseorang siswa. Ada lima motif penting yang dapat mendorong siswa untuk
melakukan studi sebaik-baiknya, yaitu :

1. Suatu hasrat keras untuk mendapatkan angka-angka yang lebih baik dalam sekolah.
2. Suatu dorongan batin untuk memuaskan rasa ingin tahu dalam satu atau lain bidang
studi.
3. Hasrat untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi.
4. Hasrat untuk menerima pujian dari orang tua, guru, atau teman.
5. Cita-cita untuk sukses di masa depan dalam suatu bidang khusus.

Disamping itu penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar juga dapat
menumbuhkan minat belajar siswa. Hal ini sebagai mana yang dikatakan oleh Hamalik (dalam
Arsyad Azhar 2007:15) yang mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam
proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan
motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis
terhadap siswa.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat dipahami bahwa banyak sekali faktor
yang dapat menumbuhkan atau membangkitkan minat belajar bagi siswa. Tinggal bagaimana
upaya yang harus kita lakukan sebagai seorang guru dalam memecahkan masalah ini, sehingga
siswa terbantu untuk menemukan minatnya dalam mengikuti pembelajaran. Siswa yang memiliki
karakter yang berbeda-beda memerlukan penanganan yang berbeda pula, termasuk dalam hal
menumbuhkan minat belajarnya. Dengan adanya upaya dari guru dan pihak lain dalam
menumbuhkan minat belajar bagi siswa, diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
akhirnya tertuju pada keberhasilan belajar siswa.
E.Penutup
Minat belajar merupakan salah satu komponen yang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar.
Untuk menumbuhkan minat belajar pada diri siswa, terlebih dahulu kita harus memperhatikan
apa yang menjadi latar belakang yang menyebabkan berkurang atau bahkan hilangnya minat
belajar. Setelah itu baru kita mengambil langkah-langkah apa yang harus kita lakukan untuk
menumbuhkan minat belajar pada diri siswa. Dengan demikian upaya untuk menumbuhkan
minat belajar sesuai dengan sasarannya.
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat kita tarik beberapa kesimpulan yang
berkaitan dengan upaya menumbuhkan minat belajar pada peserta didik. Pertama, pahami dan
kenali terlebih dahulu kondisi fisik dan psikologis siswa. Kedua, gunakan teknik dan metode
yang bervariasi dalam penyajian materi pembelajaran. Ketiga, penggunaan media pembelajaran
hendaknya dapat merangsang siswa untuk tertarik ikuti serta dalam pembelajaran. Keempat,
pahami kondisi lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah sehingga kita dapat mencari jalan
keluar dalam menumbuhkan minat belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai