Anda di halaman 1dari 29

MATA KULIAH

DASAR KESEHATAN REPRODUKSI

MATERI PEMBAHASAN

KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER

Dosen Pengajar

Ibu Fifit Eka Furi A., S.KM., M.Kes

Oleh,

Eko Puspitasari

NIM.191102011

FAKULTAS KESEHATAN

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah


melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Syukur
Alhamdulillah saya dapat mengerjakan tugas makalah dari materi prodi
Kesehatan Masyarakat ( KESEHATAN REPRODUKSI DALAM
PERSPEKTIF GENDER ).

Dalam mengerjakan makalah ini saya banyak memperoleh bantuan


dari senior dan teman teman. Oleh karena itu saya ingin mengucapkan
terimakasih kepada para Senior dan Teman-teman yang terlibat dalam
pengerjaan makalah ini hingga selesai.

Saya mohon maaf apabila dalam penulisa makalah ini terdapat


banyak kesalahan didalamnya. Karena saya menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan makalah saya selanjutnya. Kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami umumnya dan khususnya kepada pembaca.

Surabaya, Maret 2020

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak reproduksi adalah hak setiap orang, baik laki-laki maupun
perempuan untukmemutuskan mengenai jumlah anak, jarak antara
anak-anak, serta menentukan waktu dan tempat kelahiran anak. Hak
reproduksi ini berdasarkan pada pengakuan akan HAM yang diakui di
dunia internasional.
Hak reproduksi perempuan merupakan hak yang timbul karena
memiliki fungsi reproduksi yang diberikan Tuhan, sehingga hak itu
harus dijamin. Perempuandijaga dari penyakit menular seksual dengan
memberikan pengetahuan kesehatan dan pengobatan yang cukup.
Perempuan harus dilindungi dari kemungkinan terjadinya kehamilan
yang tidak diinginkan agar tidak menimbulkan pengguguran yang
membahayakan jiwa dan kesehatan reproduksinya.
Kematian ibu masih merupakan masalah dinegara berkembang
termasuk indonesia. Penyebab buruknya kesehatan reproduksinya di
Idonesia antara lain sosioekonomi dan pendidikan yang rendah,
budaya yang tidak mendukung, khususnya yang berkaitan dengan
ketidaksetaraan gender. Misalnya hubungan peran sosial laki-laki dan
peran sosial perempuan dari salah suatu masyarakat memengaruhi
usia perkawinan dan pengendalian kelahiran yang pada gilirannya
memengaruhi kesehatan reproduksi perempuan. Keberhasilan dapat
dicapai secara maksimal bila semua faktor penyebab diperbaiki , tetapi
hal ini tidak mungkin dilaksanakan jika faktor budaya yang berbasis
gender sulit diubah.
Gender adalah peran dan kedudukan seseorang yang di
konstruksikan oleh budaya karena seseorang lahir sebagai perempuan
atau sebagai laki-laki. Sudah menjadi pemahaman bahwa laki-laki itu
akan menjadi kepala keluarga, pencari nafkah, menjadi orang yang

3
menentukan bagi perempuan, akan menjadi ibu rumah tangga,
sebagai istri, sebagai orang yang dlindungi, orang yang lemah,
irasional, dan emosional.
Meskipun di hampir setiap budaya, ibu adalah sebuah peran yang
sangat dihormati. Perhatian akan kesehatan perempuan kurang. Masih
ada kebiasaan tradisional yang merugikan kesehatan perempuan
secara umum, maupun kesehatan reproduksinya. Ketidaksetaraan
dalam aspek pendidikan, pekerjaan, pengambilan kepusan, dan
sumber daya merupakan pelanggaran pasal 48, 49, ayat 1 (1 dab 2)
UU No.39/1999 tentang hak Asasi Manusia.
Pada masa sekarang ini tanggung jawab kesehatan reproduksi
wanita bukan saja berada pada isteri, namun melibatkan peran suami.
Banyak kendala yang dihadapi baik faktor sosial maupun budaya,
terutama yang berkaitan dengan kehidupan jender. Prespektif baru
dalam kesehatan reproduksi adalah keikutsertaan pria atau suami
dalam kesehatan reproduksi wanita. Selain itu sejalan dengan
perubahan sosial budaya membawa perubahan orientasi peran suami
dan istri. Olek karena masalah kesehatan reprokdusi perempuan
sudah merupakan tanggung jawab bersama anta suami dan istri maka
sangat diperlukan pemahaman dan pengaruh yang seimbang antara
suami dan istri untuk dapat membantu secara optimal melalui
komunikasi dan layanan suami istri.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Apa pengertian kesehatan reproduksi?

1.2.2 Apa pengetisn gender?


1.2.3 Apa pebedaan gender dan seks?
1.2.4 Bagaimana isu gender dalam kesehatan reproduksi?
1.2.5 Bagaiman penanganan isu gender dalam kesehatan reproduksi?

4
1.3 Tujuan

1.3.1 menjelaskan pengertian kesehatan reproduksi

1.3.2 menjelaskan pengertian gender

1.3.3 menjelaskan pebedaan gender dan seks

1.3.4 menjelaskan isu-isu gender dalam kesehatan reproduksi

1.3.5 menjelaskan cara isu gender dalam kesehatan reproduksi

5
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Definisi Kesehatan Reproduksi

Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat fisik, mental


dan sosial budaya yang utuh ( bukan hanya bebas dari penyakit atau
cacat saja ) dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem fungsi
dan proses reproduksi ( ICPD1994 ).

Kesehatan reproduksi juga dapat diartikan sebagian suatu keadaan


kesejahteraan fisik mental dan sosial yang utuh, bukan bebas dari
penyakit atau kecacatan. Dalam segala aspek yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, fungsi serata prosesnya. (WHO,1992 )/ UU 36/2009
Pasal 71 ayat 2.

Sedangkan menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana


Nasional ( BKKBN, 1996 ) yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi
adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara
utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta
proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan
kecacatan serta dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada
Tuhan yang Maha esa, spiritual memiliki hubungan yang serasi selaras
seimbang antara anggota keluarga, masyarakat dan lingkungan.
( Pinem.S.2009 ).

2.2 Definisi Gender

Istilah gender diambil dari kata dalam bahasa Arab “ Jinsiyyun “


yang kemudian diadopsi dalam bahsa Perancis dan Inggris menjadi
“gender”(Faqih, 1999).Gender diartikan sebagai perbedaan peran dan
tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang ditentukan secara sosial.
Gender berhubungan dengan bagaiman persepsi dan pemikiran serta

6
tindakan yang diharapkan sebagai perempuan dan laki-laki yang dibentuk
masyarakat, bukan karena perbedaan biologis. Peran gender dibentuk
secara sosial, institusi sosial memainkan peranan penting dalam
pembentukan peran gender dan hubungan.

Menurut WHO (1998), gender merupakan peran sosial dimana


peran laki-laki dan perempuan ditentukan perbedaan fungsi, perbedaan
tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial
yang dapat berubah atau diubah sesuai perubahan zaman peran dan
kedudukan seseorang yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Dan
budayanya karena seseorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan.

2.3 Peran Gender

Peran gender adalah peran sosial yang tidak ditentukan olaeh


perbedaan kelamin seperti halnya peran kodrati. Oleh karena itu,
pembagian kelamin seperti halnya peran kodrati. Oleh karena itu,
pembagian peranan antara pria dengan wanita dapat berbeda di antara
satu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya sesuai dengan
lingkungan. Peran gender juga dapat berubah dari masa ke masa, karena
pengaruh kemajuan : pendidikan, Teknologi, ekonomi dan lain-lain. Hal itu
berarti, peran jender dapat ditukarkan antara pria dengan wanita ( Agung
Aryani, 2002 dan Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana,2003 ).

Beberapa status dan peran yang dicap cocok atau pantas oleh
masyarakat untuk pria dan wanita sebagai berikut :

Perempuan:

1. Ibu rumah tangga


2. Bukan pewaris
3. Tenaga kerja domestik ( urusan rumah tangga )
4. Pramugari

7
Pria:

1. Kepala keluarga/rumah tangga


2. Pewaris
3. Tenaga kerja publik ( pencari nafkah )
4. Pilot
5. Pencangkul lahan

Dalam kenyataannya, ada pria yang mengambil pekerjaan urusan


rumah tangga,dan ada pula wanita sebagai pencari nafkah utama
dalam rumah tangga mereka. Sebagai pilot, pecangkullahan dan
lain-lain. Dengan kata-kata lain, peran gender tidak statis, tetapi
dinamis (dapat berubah atau diubah, sesuai dengan perkembangan
situasi dan kondisi).

Berkaitan dengan gender, dikenal ada tiga jenias peran


gender sebagai berikut:

1. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang,


menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa,
baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan. Peran ini
sering pula disebut dengan peran di sektor publik.
2. Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang
untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber
daya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga, seperti
mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat
rumah tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain.
Peran reproduktif ini disebut juga peran di sektor domestik.
3. Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang
untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan,
seperti gotong royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan
yang menyangkut kepentingan bersama. ( Kantor Menteri
Negara Peranan Wanita, 1998 dan Tim Pusat Studi Wanita
Universitas Udayana, 2003 ).

8
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran
kodrati bersifat statis, sedangkan peran gender bersifat dinamis.
Hal ini dapat dicontohkan sebagai berikut.
Peran Kodrati
Wanita:
1. Menstruasi
2. Mengandung
3. Melahirkan
4. Menyusui dengan air susu ibu
5. Menopause

Pria:

1. Mencari nafkah
2. Memasak
3. Mengasuh anak
4. Mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga
5. Tolong-menolong antar tetangga dan gotong-royong dalam
menyelesaikan pekerjaan milik bersama.
6. Dan lain-lain

2.4 Definisi seksualitas.

 Seksualitas jenis kelamin adalah karakteristik biologis anatomis


(khususnya sistem reproduksi dan hormonal ) diikuti dengan
karakteristik fisiologis tubuh yang menentukan sesorang adalah
laki-laki ata perempuan ( Depkes RI, 2002:2 )
 Seksualitas / jenis kelamin ( seks ) adalah perbedahan fisik
biologis yang mudah dilihat melalui cirik fisik primer dan secara
sekunder yang ada pada kaum laki – laki dan perempuan
( Badan Pemberdayaan Masyarakat, 2003 )
 Seksualitas / Jenis kelamin adalah pembagian jenis kelamin
yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin
tertentu ( Handayani, 2002 : 4 )

9
 Seks adalah karalteristik genetik / fisiologis atau bologis
seseorang yang menunjukan apakah dia seorang perempuan
atau laki – laki ( WHO , 1998 )

2.5 Perbedaan Gender dan seksualitas

10
Menurut Badan pemberdayaan Masyarakat, Perbedaan antara
Gender dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Gender


Tidak dapat berubah contohnya alat Dapat berubah contohnya peran dalam
kelamin
Berlaku laki – laki dan
dimana saja,perempuan
contohnya di kegiatan
Tergantungsehari budaya– setempat,
hari seperti banyak
contohnya
rumah, dikantor dan dimanapun perempuan menjadi juru masak jika
pembatasan kesempatan di bidang pekerjaan dirumah,
berada, sesorang laki – laki / tetapi jika diperempuan
terhadap restoran juru masak lebihbudaya
dikarenakan banyak
perempuan tetap laki – laki dan laki – laki
setempat antara lain diutamakan untuk
Tidak dapat diperlukan, contohnya
perempuan Dapat
menjadidiperlukan
perawat, guru atk , pengasuh anak
jakun pada laki – laki dan payudara
Merupakan
pada kodrat Tuhan, contohnya
perempuan Bukan merupakan budaya setempat,
laki – laki mempunyai ciri – ciri utama contohnya pengaturan jumlah anak dalam
Berlaku sepanjangdengan
yang berbeda masa, contohnya
ciri – ciri Tergantung buadaya dan kebiasaan contohnya
satu keluarga
status sebagai
perempuan lakijakun
yaitu – laki atau di jawa pada jaman penjajahan belanda kaum
perempuan perempuan tidak memperoleh hak pendidikan
Ciptaan Tuhan contohnya perempuan Buatan manusia,
setelah contohnya
indonesia laki – laki
merdeka dan
perempuan
bisa haid, hamil, melahirkan dan permpuan berhak
mempunayai menjadi
kebebasan calon ketua
mengikuti RT,
pendidikan
menyusui sedang laki – laki tidak RW, dan kepala desa bahkan presiden

2.6 Budaya yang Mempengaruhi Gender

a. Sebagian besar masyarakat banyak dianut kepercayaan yang


salah tentang apa arti menjadi sesorang wanita, dengan akibat yang
berbahaya bagi kesehatan wanita.

11
b. Setiap masyarakat mengharapkan wanita dan pria untuk berpikir
berperasaan dan bertindak dengan pola pola tertentu dengan alasan
hanya karena mereka ingin dilahirkan sebagai wanita/pria. Contohnya,
wanita diharapkan untuk menyiapkan masakan, membawa kayu bakar,
merawat anak anak dan suami. Sedangkan pria bertugas memberikan
kesejahteraan bagi keluarga dimasa tua serta melindungi keluarga dari
ancaman.

C. Gender dan kegiatan yang dihubungkan dengan jenis kelamin


tersebut, semuanya adalah hasil rekayasa masyarakat. Beberapa
kegiatan seperti menyiapkan makanan dan merawat anak adalah
dianggap sebagai “kegiatan wanita”.

d. Kegiatan lain tidak sama dari suatu daerah ke daerah lain dari
seluruh dunia, tergantung pada kebiasaan, hukum dan agama yang dianut
oleh masyarakat tersebut.

e. Peran gender bahkan tidak sama didalam suatu masyarakat,


tergantung pada tingkat pendidikan, suku dan umumnya, contohnya :
didalam suatu masyarakat, wanita darini suku tertentu biasanya bekerja
menjadi pembantu rumah tangga, sedang wanita lain mempunyai pilihan
yang lebih luas tentang pekerjaan yang bisa mereka pegang.

f. Peran gender diajarkan secara turun menurun dari orang tua anak
nya. Sejak anak usia muda, orang tua telah memberlakukan anak
perempuan dan laki laki berbeda, meskipun kadang tanpa mereka sadari.

2.7 Diskriminasi Gender

Diskriminasi gender adalah ketidakadilan gender yang merupakan


akibat dari adanya sistem ( struktur ) sosial diman salah satu jenis kelamin
(laki-laki atau perempuan ) menjadi korban. Hal ini terjadi karena adanya
keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradapan
manusia dalam berbagai bentuk dan cara yang menimpa kedua belah
pihak, walaupun dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak dialami oleh
perempuan.

12
2.8 Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender

a. Marginalisasi ( Peminggiran )

Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Misalnya


banyak perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu
bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja ataupun status dari pekerjaan
yang didapatkan. Hal ini terjadi karena sangat sedikit perempuan yang
mendapatkan peluang pendidikan. Peminggiran dapat terjadi di rumah,
tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh negara yang bersumber
keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-
asumsi ilmu pengetahuan ( tehnologi ).

b. Subordinasi ( Penomorduaan ).

Anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng


dan lain sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomer dua setelah
laki-laki.

c. Stereotip ( Citra buruk )

Pandangan buruk terhdap perempuan. Misalnya perempuan yang pulang


larut malam adalah pelacur, jalang dan berbagai sebutan buruk lainnya.

d. Violence ( Kekerasan )

Serangan fisik dan psikis. Perempuan, pihak paling rentan mengalami


kekerasan, dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi
maupun stereotip diatas. Perkosaan ,pelecehan seksual, atau
perampokan contoh kekerasan paling banyak dialami perempuan.

e. Beban kerja berlebihan

Tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus
Misalnya, seorang perempuan selain melayani suami ( seks ), hamil,
melahirkan, menyusui, juga harus menjaga rumah. Disamping itu, kadang

13
ia juga ikut mencari nafkah (di rumah), dimana hal tersebut tidak berarti
menghilangkan tugas dan tanggung jawab diatas.

BAB III

PEMBAHASAN

14
3.1. Isu Gender Dalam Kesehatan Reproduksi

Isu gender adalah suatu kondisi yang menujukkan kesenjangan


laki-laki dan perempun yaitu adanya kesenjangan antara kondisi yang
dicita-citakan ( Normatip ) dengan kondisi sebagaimana adanya (Objektif).

3.1.1 Keluarga Berencana


Keluarga Berencana dalam hal ini adalah penggunaan alat
kontrasepsi. Seperti diketahui selama ini ada anggapan
bahwa KB adalah identik dengan urusan perempuan. Hal ini
juga menunjukkan adanya budaya puasa dalam
pengambilan keputusan untuk ber KB. Dari peserta KB aktif
sebanyak 425.960 peserta, peserta KB wanita sebanyak
402.017 (94,62%), Sedangkan peserta KB pria sebanyak
23,943 (5,62%). Faktor penyebab kesenjangan.
a. Lingkungan sosial budaya yang menganggap bahwa KB
urusan perempuan, bukan urusan suami.
b. Pelaksanaan program KB yang sasarannya cenderung
diarahkan pada kaum perempuan.
c. Terbatasnya tempat pelayanan KB pria.
d. Rendahnya pengetahuan pria tentang KB.
e. Terbatasnya informasi KB bagi pria serta informasi
tentang hak reproduksi bagi pria/suami dan
perempuan/istri.
f. Sangat terbatasnya jenis kontrasepsi pria
g. Kurang berminatnya penyedia pelayanan pada KB pria.

3.1.2 Kesehatan Ibu Dan Bayi Baru Lahir (Safe Motherhood)


Upaya peningkatan derajat kesehatan ibu, bayi (Kesehatan
ibu dan bayi baru lahir) dan anak dipengaruhi oleh
kesadaran dalam perawatan dan pengasuhan anak.

15
Sebagian besar kematian ibu disebabkan oleh faktor
kesehatan, antara lain:
1. Perdarahan saat melahirkan
2. Eklamsia
3. Infeksi
4. Persalinan macet
5. Keguguran

Sedangkan faktor non kesehatan antara lain kurangnya


pengetahuan ibu yang berkaitan dengan kesehatan
termasuk pola makan dan kebersihan diri.

Faktor penyebab kesenjangan antara lain:

a. Budaya dalam sikap dan perilaku keluarga yang


cenderung mengutamakan laki-laki, contohnya dalam
mengkonsumsi makanan sehari-hari yang menempatkan
bapak/atau anak laki-laki pada posisi yang diutamakan
daripada ibu/anak perempuan. Hal ini sangat merugikan
kesehatan perempuan. Terutam bila sedang hamil.
b. Masih kurangnya pengetahuan suami dan anggota
keluarga tentang perencanaan kehamilan.
c. Perempuan kurang memperoleh informasi dan pelayanan
yang memadai karena alasan ekonomi maupun waktu.
d. Ketidak mampuan perempuan dalam mengambil
keputusan yang berkaitan dengan kesehatan dirinya,
misalnya dalam menentukan kapan hamil, dimana akan
melahirkan, dan sebagainya. Hal ini berhubungan
dengan kedudukan keluarga yang lemah dalam
masyarakat.
e. Tuntutan untuk tetap bekerja. Pada daerah tertentu,
seerang ibu hamil tetap di tuntut untuk tetap bekerja
keras seperti pada saat ibu tersebut tidak hamil.

16
f. Sementara itu tahun 2008, kasus gizi buruk mencapai
0,94% dan 2.254 bersetatus kurang gizi. Dari total
tersebut, 56,39% berasal dari keluarga miskin, 29,50%
karena penyakit peserta dan 12,82% karena pola asuh
orang tua yang salah. Oleh karena itu, untuk menekan
tingginya angka kematian ibu hamil dan balita akibat gizi
buruk, diperlukan langkah optimal dari berbagai pihak.
g. Khusus masalah aborsi, walaupun pemerintah telah
melarang tapi pada kenyataannya masih banyak aborsi
yang dilakukan secara ilegal dan secara diam- diam dan
tidak aman misalnya dengan menggunakan jamu-
jamuan, pijat, nanas dan lain lain. Hal ini akan
berpengaruh dan berakibat pada kesehatan ibu.
h. Menurut suvei dari Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2004 tentang aborsi atau pengguguran
kandungan, tingkat aborsi di Indonesia sekitar 2 sampai
2,6 juta kasus pertahun.

3.1.3.Penyakit Menular Seksual

Dari berbagai jenis PMS yang dikenal, dampak yang sangat berat
dirasakan oleh perempuan, yaitu berupa rasa sakit yang hebat pada
kemaluan, panggul dan vagina, sampai pada komplikasi dengan akibat
kemandulan, kehamilan, diluar kandungan serta kangker mulut rahim.

Faktor penyebab kesenjangan gender

a. Pengetahuan suami/istri tentang PMS, HIV/AIDS masih rendah.


b. Rendaahnya kesadaran suami/pria akan perilaku seksual sehat.
c. Adanya kecenderungan kelompok masyarakat/budaya yang
membolehkan suami melakukan apa saja.
d. Suami / pria tidak mau di salahkan, termasuk dalam penularan
PMS, HIV / AIDS karena sikap egois dan dominan prima

17
Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan yang telah
menikah dan ingin punya anak tetapi tidak dapat mewujudkannya
karena ada masalah kesehatan teproduksi, baik pada suami
maupun istri atau keduanya. Inforamasi menunjukan penyebab
infertilitas adalah 40% pria, 40 % wanita dan 20 % kedua belah
pihak.
Dalam kasus infertilitas, istri menjadi pihak pertama yang
disalahkan, ada kecenderungan orang yang diminta oleh keluarga
untuk memeriksakan diri adalah istri.
Faktor kesenjangan Genjer dalam infertilitas :
a. Norma dalam masyarakat bahwa ketidak suburan disebabkan
oleh pihak istri.
b. Superioritas suami ( merasa “ jantan “ ) sehingga dianggap
selalu mampu memberikan keturunan
c. Infertilitas diidentik dengan mandul.
d. Dominasi suami / pria ( budaya kuasa ) dalam pemgambilan
kepusan keluarga, termasuk perintah, memeriksakan diri.
e. Pengetahuan suami tentang infertilitas terbatas
Sering kali pihak suami / pria yang mengalami infertilitas, yang
disebabkan oleh prilaku sendiri antara lain.
a. Merokok
b. Pengunaan Napsa
c. Minum- minuman keras dan beraakohol
d. Adanya peryakit yang disebabkan karena sering melakukan
hubungan sex sebelum menikah.

Hal – hal tersebut tanpa disadari sehingga sering menyebabkan


menurunnya kualitas dan kuantitas seperma.Padahal seorang
laki – laki secara normal akan mengeluarkan sebanyak antara 2
– 6 cc sperma dan setiap cc mengandung 20 juta ekor
spermatosoa.

3.1.4. Kesehatan Reproduksi Remaja

18
Banyak orang dewasa dan tokoh pemuda tidak siap remaja
menghadapi masa pubertas, akibatnya remaja tidak memiliki cukup
pengetahuan dan ketrampilan untuk menghadapi perubahan, gejolak dan
maslah yang sering timbul pada masa remaja. Hal ini dapat menyebabkan
remaja sering terjebak masalah fisik, pesikologis dan emosional yang
kadang kadang sering merugikan serti stress, depresi, KTD , penyakit dan
infeksi yang menular sexsual.

Menurut WHO batasan usia remaja adalah 10 – 19 th . Berdasarkan UN


( PBB ) batsan usia remaja 15 – 24 th. Sedangkan BKKBN mengunakan
batsan usia remaja 10 – 24 th.

Hal hal yang sering dianggap sebagai genjer sebagai berikut :

a. Ketidakadilan dalam membagi tanggung jawab.Pada pergulan yang


terlalu bebas, remaja putri menjadi korban dan menggung segala
akibatnya ( misalnya kehambilan yang tidak dikehendaki dan putus
sekolah ). Ada kecendrungan pula untuk meyalahkan pihak
perempuan, sedangkan remaja putranya seolah olah terbebaskan
dari segala permasalahan, walaupun ikut ambil dalam menciptakan
permaslahan tersebut.
b. Ketidakadilan dalam aspek Hukum. Dalam Tindakan Aborsi ilegal,
yang diancam oleh sangsi dan hukuman adalah perempuan yang
menginginkan tindakan aborsi tersebut, sedangkan laki – laki
menyebabkan kehamilan tidak tersentuh oleh hukum.

Kesehatan reproduksi remaja dianggap sangat penting karena


beberapa hal tersebut :

a. Untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran remaja tentang


kesehatan reproduksi.
b. Mepersiapakan remaja menghadapi dan melewati masa puberitas
yang sering cukup berat.

19
c. Melindungi anak dan remaja dari berbagai resiko kesehatan
reproduksi seprti IMS, HIV AIDS serta kehamilan tidak diinginkan
( KDT )
Sedangkan sumber masalah kesehatan reproduksi pada remaja
adalah :
a. Seks dengan sembarangan orang
b. Seks tanpa alat pengaman ( Kondom )
c. Melakukan hubungan seksual saat perempuan sedang haid.
d. Seks tidak normal, misalkan seks anal ( melalui dubur ).
e. Oral seks dengan penderita gonore, menyebabkan laringitis gonore
( gonore pada kerongkongan ).
f. Seks pada usia terlalu muda, bisa menyebabkan kangker serviks.
g. Prilaku hidup tidak sehat dapat mendatangkan peryakit ( tekanan
darah tinggi, jantung koroner, diabetes melitus ) yang dapat
memicu disfungsi ereksi ( DE ).
h. Kehidupan seks menimbulkan trauma psikologis juga faktor pemicu
DE .
Lembar fakta yang ditertibkan oleh PKBI, united Nations population
fund ( UNFPA ) dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional ( BKKBN ) menyebutkan bahwa setiap tahun terdapat
sekitar 15 juta remaja berusia 15 – 19 tahun melahirkan, setiap
tahun, masih menurut lembar fakta tersebut, sekitar 2,3 juta kasus
aborsi juga terjadi di indonesia dan 30 persennya dilakukan oleh
remaja.

3.1.5. Kesehatan Reproduksi Lansia

Oraganisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) mengolongkan lanjut


usia menjadi empat, yaitu usia petengahan ( middle age ) 45 – 59
tahun, lanjut usia ( elderly ) 60 – 74 tahun, lanjut usia tua ( 0ld ) 75
– 90 tahun.

Dalam memasuki usia tua seorang wanita memasuki masa


klimakterium yaitu merupakan masa peralihan antara masa

20
reproduksi dan masa senium dan bagian dari masa klimakterium
terjadi masa menopause. Menpause adalah salah satu fase dalam
kehidupan normal seorang wanita. Masa menpause ditandai oleh
berhentinya kapasitas reproduksi seorang wanita. Ovarium tidak
berfungsi dan produksi hormon steroid serta peptida berangsur –
angsur hilang. Sementara itu, sejumlah perubahan fisiologipun
terjadi. Hal ini terjadi sebagian lagi disebabkan oleh berhentinya
fungsi ovarium dan sebagian lagi disebabkan oleh proses penuaan.
Banyak wanita mengalami gejala – gejala akibat perubahan
tersebut dan biasanya mengilang perlahan dan tidak menyebabkan
kematian. Namun tak jarang menimbulkan rasa tidak nyaman dan
perlahan menyebabkan gangguan dalam aktifitas sehari – hari .
sedang masa senium adalah masa sesudah masa mepause, ketika
telah tercapai keseimbangan baru dalam kehidupan wanita,
sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun pesikis.

Pada masa sekarang ini tanggung jawab kesehatan


reproduksi wanita bukan saja berada pada istri, namun melibatkan
peran suami. Oleh karena itu masalah kesehatan reproduksi
perempuan sudah merupakan tanggung jawab bersama anatara
suami dan istri maka sangat diperlukan pemahan dan pengaruh
yang seimbang antara suami dan istri untuk dapat membantu
prilaku kesehtan reproduksi secara oktimal melalui komunikasi dan
layanan suami istri, salah satu bentuk gambaran suami dalam
prilaku kesehatan reproduksi perempuan lansia terutama saat
proses memasuki masa menopause dengan berbagai
permasalahan yang timbul baik fisik maupun psikisnya.

Melihat perkembangan jumlah penduduk indonesia pada


tahun 1997 penduduk indonesia berjumlah 201,4 juta dan 100,9
juta diantaranya adalah wanita, termasuk 14, 3 juta orang wanita
berusia 50 tahun keatas telah mencapai 15,5 juta orang, tentunya
perlu mendapatkan perhatian bagaimana kesehatan

21
reproduksinya , oleh karena itu terjadi perubahan secara fisik
maupun psikisnya seperti incontinentia urine, berkurangnya
penglihatan dan pendengaran, patah tulang, depresi, palpitasi, sakit
kepala dan lain sebagainya. Namun masih banyak hal yang
memprihantinkan pada wanita menopause, fakta menunjukan
makin bertambahnya jumlah penduduk, makin maju suatau negara,
makin terisolir penduduk usia tua termasuk menopause, apalagi
harapan hidup wanita relatif lebih tinggi dibanding dengan laki –
laki, selain itu konsep budaya yang berkembang di indonesia
adalah seorang wanita adalah istri yang harus melayani kehidupan
sesual suami, sehingga dalam bagaimanapun serta adannya serta
adanya rasa bahwa layanan suami istri adalah suatu kewajiban
yang harus dilakukan dengan menekan rasa sakit dan tanpa
meperhatikan kesehatan reproduksinya.

Dengan kondisi masyarakat yang berada pada dua


perspektif yaitu pola tradisional yang timbang gender dan
masyarakat yang mengalami perubahan sosial, maka perlu dilihat
tingakt partisipasi suami dalam ikut merawat atau memelihara
kesehatan reproduksi lansia.

3.2. Pentingnya Penaganan Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi

Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki –


lakidan perempuan. Hal itu semakin dirasakan dalam ruang lingkup
kesehatan reproduksi antara lain karena hala- hal tersebut

a. Masalah kesehatan reproduksi dapat terjadi sepanjang siklus hidup


manusia, misalnya maslah inses yang terjadi pada masa anak –
anak di rumah, masalah pergaulan bebas pada masa remaja,
kehamilan remaja, aborsi yang tidak aman, kurang nya iinformasi
tentang kesehatan reproduksi dan masalah kesehatan reproduksi
lainnya. Status sosial perempuan ( termasuk anak perempuan) di
masyarakat merupakan penyebab utama masalah kesehatan

22
reproduksi yang dihadapi perempuan. Akibatnya mereka kehilang
kendali terhadap kesehatan, tubuh dan fertilitasnya.
b. Perempuan lebih rentan dalam mengadapi resiko kesehatan
reproduksi serti kehamilan, melahirkan, aborsi yang tidak aman dan
pemakean alat kontrasepsi. Karena struktur alat reproduksinya
permpuan rentan secara sosial maupun secara biologis terhadap
penularan IMS termasuk STD / HIV / AIDS.
c. Masalah reproduksi tidak terpisahkan dari hubungan laki – laki dan
perempuan. Namun keterlibatan, motivasi serta partisipasi laki –
laki dalam kesehatan reproduksi dewasa ini masih sangat kurang.
d. Laki – laki mempunyai masalah kesehatan reproduksi,
khususnyayang berkaitan dengan IMS, termasuk HIV / AIDS.
Karena itu dalam menyusun strategi untuk memperbaiki kesehatan
reproduksi harus diperhitungkan pula kebutuhan, keperdulian dan
tanggung jawab laki – laki .
e. Perempuan rentan terhadap kekerasan rumah tangga ( kekerasan
domestik ) atau perlakuan kasar, yang pada dasarnya bersumber
pada subordinasi perempuan terhadap laki – laki atau hubungan
gender yang tidak setara.
f. Kesehatan reproduksi lebih banyak dikaitkan “ urusan perempuan
“, seperti bila menyebutkan akseptor KB, aborsi pemeriksaan
kehamilan, kemandulan dan kematian ibu. Urusan tersebut
memang dekat sekali dengan perempuan, baik dalam target
sasaran maupun prilaku. Kesuksesan program KB selama ini
berasal dari partisipasi perempuan yang mencapai 98%. Kematian
karena aborsi meliputi sekitar 15% kematian ibu. Angka kematiaan
ibu mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup SDKI, 2007 ).
Semua urusan dikaitkan dengan perempuan karena taget dan
korbannya adalah perempuan.

Dalam perspektif gender, hal – hal tersebut mencerminkan adanya


hubungan gender yang timpang, perlakuan yang diskriminatif
terhadap perempuan dan banyak intervensi yang bukan gender.

23
3.3. Kebijakan Kesehatan dalam Kesenjangan Gender

Dalam keadaan negara yang mengalami krisis multi dimensi


perempuan yang menanggung beban terberat dalam keluarganya.
Keragaman perempuan berdasarkan kelas, ras, mapun nation, dikaitkan
dalam benang merah isu – isu sentral perempuan seperti pendidikan,
kesehatan reproduksi, kerja domestik, upah rendah, peran ganda,
kekerasan seksual, ideologi gender, terutama padamasyarakat yang telah
mengenal kapitalisme dan komersialisasi.

Kebijakan kesehatan dalam bidang reproduksi yang perlu dilakukan


untuk menangani kesenjangan gender antara lain:

a. Peningkatan kondisi kesehatan perempuan dan peningkatan


kesempatan kerja. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk
meningkatkan usia kawin dan melahirkan, sehingga resiko
kehamilan akan menurun.
b. Pendekatan target pada program KB harus disertai dengan adanya
tenaga dan peralatan medis yang cukup. Hal ini untuk mencegah
terjadinya malpraktek karena keinginan untuk mencapai taget.
c. Peningkatan partisipasi laki – laki dalam menurunkan angka
kelahiran. Tidak hanya perempuan yang dituntut untuk mencegah
kehamilan, tetapi juga laki- laki, karena pada saat ini sudah tersedia
beberapa alat kontrasepsi laki – laki.
d. Penyadaran akan kesetaran dalam menentukan hubungan seksual
dengan laki –laki. Penyadaran bahwa perempuan berhak berhak
menolak berhubungan dengan laki – laki, meskipun laki – laki
tersebut suaminya, bila hal ini membahayakan kesehatan
reproduksinya ( misalnya laki – laki tersebut mengidap HIV /
AIDS ).
e. Penyuluan tentang jenis, guna, dan resiko penggunaan alat
kontrasepsi. Baik alat kontrasepsi modern maupun tradisional perlu
diperkenalkan guna dan resikonya kepada perempuan. Dengan

24
demikian perempuan dapat mententukan alat kontrasepsi mana
yang terbaik untuk dirinya.
f. Penyuluan tentang HIV/ AIDS dan PMS ( penyakit menular
seksual ) kepada perempuan.
g. Pendidikan seks pada remaja perempuan dan laki – laki.

25
BAB V
PENUTUP

.4.1. Kesimpulan

Gender adalah perbedaan peran, funsi, dan tanggung jawab


antara laki – laki dan perempuan yang merupakan hasil kontruksi
sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman.

Peran gender adalah peran sosial yang tidak ditentukan oleh


perbedaan kelamin seperti halnya peran kodrati. Oleh karena itu,
pembagian peranan anatar pria dengan wanita dapat berbeda
diantara satu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya sesuai
dengan lingkungan.

Seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan


secara biologis melekat pada kelamin tertentu. Seks berarti
perbedaan lali – laki dan perempuan sebagai mahluk yang secara
kodrati memiliki fungsi – fungsi oranisme yang berbeda. Dalam arti
perbedaan jenis kelamin seks mengandung pengertian laki – laki
dan perempuan terpisah secara biologis. Sedangkan “gender “
sering diartikan sebagai kelompok laki – laki , perempuan, atau
perbedaan jenis kelamin. Namun sebenarnya konsep gender
adalah sifat yang melekat pada kaum laki – laki dan perempuan
yang dibentuk oleh faktor – faktor sosial maupun budaya, sehingga
lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki –
laki dan perempuan.

Diskriminasi gender adalah ketidakadilan gender yang


merupakan akibat adanya sistem ( struktur ) sosial dimana yang

26
salah satu jenis kelamin ( laki-laki atau perempuan ) menjadi
korban. Bentuk – bnetuk ketidakadilan gender antara lain ;
marginalisasi, subordinasi, steretipe, kekerasan dan beban kerja
berlebihan.

Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukan


kesenjangan laki – laki dan perempuan yaitu adanya kesenjangan
anatara kondisi yang dicita – citakan ( normatif ) dengan kondisi
sebagaimana adanya ( obyektif ).

Isu – isu gender dalam ruang lingkup kesehatan reproduksi


terhadap dalam kasus – kasus di keluarga berencana. Kesehatan
ibu dan anak baru lahir ( sale motherhood ), Penyakit Menular
Seksual. Kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan reproduksi
lansia.

Kesenjangan gender dalam kesehatan reproduksi seringkali


menjadikan perempuan sebagai korban, karena sebagian besar
masalah kesehatan reproduksi selalu berkaitan dengan
perempuan. Sedangkan partisipasi dan motivasi laki – laki saat ini
sangatlah kurang.

4.2. Saran

Untuk mencapai kesetaraan gender dalam kesehataan


reproduksi, masyarakat harus diberikan pemahaman yang benar agar
lebih bisa menerima dan terbuka akan adanya ide, serta memberikan
dukungan yang di butuhkan, terlebih lagi kepada kaum perempuan yang
paling terkena dampak dalam masalah perbedaan gender ini. Papalagi
pasangan suami istri, kerja sama antara kedua pihak harus terjalin dengan
baik. Karena masalah kesehatan reproduksi perempuan sudah
merupakan tanggung jawab bersama anatara suami dan istri maka sangat
diperlukan pemahaman dan pengaruh yang seimbang antara suami dan
istri untuk dapat membantu prilaku kesehatan reproduksi secara oktimal.

27
DAFTAR PUSTAKA

Arisman.2009. Gender, Kekuasaan & Kesehatan Reproduksi.

www.babel.bkkbn.go.id. Diunduh selasa, 28 mei 2013.

BAB III Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi.

www.perpustakaan.depkes.go.id. Diunduh selasa, 28 mei 2013.

Bias Gender dalam Kebijakan Kesehatan Reproduksi di indonesia.

www.duniaesai.com. Diunduh selasa, 28 mei 2013

Hadi, Tono.2007. Hak Reproduksi dan ketidakadilan Gender.

www.mail-archive.com. Diunduh rabu, 3 april 2013

28
29

Anda mungkin juga menyukai