Anda di halaman 1dari 14

Jurnal An-Nida, Vol. 11, No.

2, Juli-Desember 2019

KONSEP RASIONALISME RENE DESCARTES DAN RELEVASINYA


DALAM PENGEMBANGAN ILMU DAKWAH

Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma


Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Walisongo Semarang
Jln. Prof. Dr. Hamka, Ngaliyan, Semarang
agus.riyadi@walisongo.ac.id, helenavidya@gmail.com

Abstract

Descartes proclaimed that only reason or ratio could be the only reliable basis, and not faith or
revelation as always held by medieval times. Apart from that method of doubt, Descartes traced
his philosophical thinking by doubting everything in an effort to achieve the ultimate certainty
he always missed. Although in the end he realized that there really wasn’t anything right, except
uncertainty itself. The revelation of Descartes’ thinking on the problem of ergo sum is seen as not
inherent in the science of da’wah, which is still limited by the truth of the naqli argument. The
thought of Descartes which is considered relevant to the science of da’wah lies in the theory of
knowledge developed, of course by using the scientific methodology flow. The challenge of proving
the truth of Islamic teachings in the field of da’wah is a necessity.

Keywords: Rationalism Development, Da’wah.

Abstrak

Descartes memproklamirkan bahwa hanya akal atau rasio sajalah yang dapat menjadi
satu-satunya dasar yang dapat dipercaya, dan bukan iman atau wahyu sebagaimana
yang selalu dipegangi oleh abad pertengahan. Selain itu metode keraguannya, Descartes
menapaki pemikiran filosofisnya dengan menyangsikan segala sesuatu dalam upaya
mencapai suatu kepastian hakiki yang selalu ia rindukan. Meskipun pada akhirnya ia
menyadari bahwa sesungguhnya tidak ada sesuatu yang benar, kecuali ketidakpastian
itu sendiri. Revelansi pemikiran Descartes dalam persoalan cogitu ergo sum dipandang
tidak inheren dengan keilmuan dakwah, yang masih terbatasi dengan kebenaran dalil
naqli. Pemikiran Descartes yang dianggap relevan dengan keilmuan dakwah terletak
pada teori pengetahuan yang dikembangkan, tentunya dengan menggunakan alur
metodologi ilmiah. Tantangan untuk membuktikan kebenaran ajaran Islam dalam
kancah ilmu dakwah merupakan sebuah keniscayaan.

Kata Kunci: Rasionalisme, Pengembangan, Ilmu Dakwah


Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma

A. PENDAHULUAN yang diyakininya. Justru dengan pro kontra


Manusia merupakan sosok yang akan menambah referensi dan khazanah
menginginkan kesempurnaan dalam keilmuan, sehingga akan memberikan
kehidupannya. Ibnu Khaldun menyatakan makna positif bagi kehidupan manusia
bahwa hal ini adalah sunnatullah. Sebagai Salah seorang yang selalu
ciptaan Allah SWT yang sempurna (QS : Al- menginginkan kebenaran adalah Rene
Tin 4), manusia selalu mencari kebenaran Descartes (1596-1650 M). Dia adalah seorang
untuk menjawab keingintahuannya tokoh Rasionalisme yangsangat menentang
(curiosity). Manusia memaksimalkan akal keras sebuah ide beberapa tokoh yang
yang dimilikinya untuk menemukan menyatakanbahwa pengalaman indrawi
jawaban atas persoalan yang dihadapinya. adalah sumber hakiki pegetahuan manusia.
Dengan indera yang dimilikinya, manusia Beberapa tokoh yang ditentangnya, antara
mencari dan mendapatkan hal baru yang lain;Francis Bacon (1210-1292 M), Thomas
memang ingin diketahuinya tersebut. Hobbes (1588-1679 M). Dalam pemikiran
Langkah mencari kebenaran Descartes, akalmerupakan satu-satunya
ini didapatkan dalam kajian filsafat dasar atau alat memperoleh pengetahuan
sebagai sebuah cara untuk mendapatkan (Bagus, 2000: 929).
kebenaran. Dengan perbedaan pengalaman Pemikiran Descartes ini memberikan
masing-masing orang, seringkali terdapat informasi bahwa keberadaan akal dalam
perbedaan persepsi terkait dengan pencarian kebenaran merupakan hal
kebenaran. Persoalannya adalah apakah penting yang perlu untuk diungkap. Dalam
sesuatu yang selama ini dianggap sebagai bahasa agama, mungkin ini terkait dengan
sebuah kebenaran dapat dipastikan bahwa “kesyukuran” atas nikmat terbesar Allah
hal tersebut mempunyai hakikat kebenaran berupa akal. Selain pemikiran di atas, dirinya
sebenar-benarnya? Mungkinkah sebuah dianggap sebagai bapak filsafatmodern,
kebenaran pribadi akan sama dengan dan pencetus rasionalisme kontinental
pengalaman orang lain? Mengapa klaim (Yusuf, 2002: 16). Ide terkenalnya adalah
kebenaran selalu muncul dalam persepsi cogito ergo sum (aku berfikir, maka aku
masing-masing individu? Dapatkah ada). Melalui ide itupula, dirinya ingin
pengalaman pribadi dianggap sebagai menegaskan bahwa hanya akal atau rasio
kebenaran hakiki? yang dapatmenjadi satu-satunya dasar
Pertanyaan-pertanyaan di atas yang dapat dipercaya, dan bukan imanatau
merupakan hakekat kehidupan manusia wahyu sebagaimana dipegangi oleh filosuf
yang ingin hidup dalam sebuah kata abad pertengahan (Keraf, 2001: 47).
kebenaran. Wal hasil, semua manusia ingin Pertautan Descartes dengan akal
mendapatkan kebenaran dengan usahanya sebagai alat pencari kebenaran, disamping
sendiri-sendiri. Pro dan kontra dalam perseteruan dengan beberapa filosuf pada
mendefinisikan kebenaran sebuah obyek zamannya, menjadikannya sebagai filosuf
seringkali terjadi, sehingga masing-masing terkenal. Dengan kenyataan bahwa ide-
ingin berada dalam koridor kebenaran ide Descartes merupakan sesuatu yang

112 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054
Konsep Rasionalisme Rene Descartes dan Relevansinya dalam ...

menarik dan penting untuk dikaji, maka C. HASIL DAN PEMBAHASAN


makalah ini berusaha mengungkap hal-
Profil Rene Descartes
hal yang terkait dengan sosok filosuf ini.
Sandaran pemikiran Descartes dijadikan Pembahasan tentang Descartes diawali
sebagai starting point untuk kemudian dari tanggal lahir dan tempat kelahiranya.
melihat kontribusi pemikirannya dalam Ia dilahirkan di La Haye Totiraine,sebuah
pengembangan ilmu dakwah. Ilmu dakwah daerah kecil di Perancis bagian tengah
dijadikan sebagai obyek pembanding dalam pada tanggal 31 Maret 1596 dari keluarga
kerangka pemikiran Descartes, sehingga yang mempunyai tanah yang luas (borjuis).
akannampak kontribusi pemikirannya Riwayat kuliahnya di Universitas Jesuites
dalam hal ini. di La Fleche dari tahun 1604-1612 M,
yang tampaknya telah memberikannya
dasar-dasar keilmuan matematikamodern.
B. METODE PENELITIAN Perjalanan kehidupan Descrates tidak cukup
Penelitian ini merupakan penelitian hanya dengan pengetahuan matematika
kepustakaan (library research), artinya yang membuatnya puas, sehingga akhirnya
pengumpulan data yang dilakukan pada tahun 1612, dia pergi ke Paris,
dengan bersumber dari buku-buku dan disebuah daerah terpencil (Fauborg St.
dokumentasi, yaitu metode yang digunakan Germain) untuk belajar Geometri.
untuk mendapat data berupa dokumentasi Hal aneh yang dilakukan oleh
atau barang tertulis, mencari data mengenai Descartes adalah, bahwa dirinya
hal-hal atau variable yang berupa catatan, menginginkan kehidupan sendiri, tanpa
transkip, buku, surat kabar, majalah, agenda hiruk pikuk duniawi. Dalam kehidupan ini
dan sebagainya (Suryabrata, 1998: 149). biasa seperti yang dilakukan oleh pertapa
Adapun analisis data dalam untuk meningkatkan keilmuan yang
penelitian ini adalah menggunakan metode dimilikinya. Ketika koleganya mengetahui
hermeneutik: merupakan langkah untuk keberadaannya, justru dirinya pada tahun
mengetahui makna yang diharapkan, 1617 malah mendaftar sebagai tentara
dengan cara mencari akar maksud secara Bavaria (Russell, 2007: 733). Dari sini
kontekstual. Metode hermeneutik diartikan kemudian sejarah hidupnya dihabiskan di
sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi Swedia sebagai guru yang mengajarkan
tidak tahu menjadi mengerti (Sumaryono, pembelajaran matematika dan geometri
1999: 24). Jadi metode hermenutik yaitu cara serta filsafat. Kegiatan ini dilakukannya
untuk penafsiran pemikiran Rene Descartes, sampai meninggal dunia, pada tanggal 11
untuk menangkap arti dan nuansa yang Februari 1650 di usia 53 tahun, dan dirinya
dimaksud oleh Rene Descartes secara belum sempat menikah. Dari Swedia
khusus, agar peneliti dapat memahami Jenazah Descartes dipindahkan ke Prancis
pemikiran dari Rene Descartes tersebut, pada 1667, dantengkoraknya disimpan
mulai dari latar belakang, karya-karyanya, di Museum d’Historie Naturelle, Paris
dan pemikirannya secara khas. (Zubaedi, 2007: 18).

ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 113
Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma

Kebenaran Menurut Rene Descartes mengendalikan peran akal bagi manusia.


1. Sumber dan Hakikat Pengetahuan Dengan kontrol tersebt paling tidak ada
perbedaan antara dimensi pengetahuan
Menurut Descartes bahwa kebenaran dan keimanan. Dengan kebenaran ide pada
tertinggi berada pada akal budimanusia. akhirnya menjadikan akal yang dalam
Ketika akal menjadi kebenaran tertinggi, bahasa Descartes disebut sebagai Ideas
berarti eksistensi manusia terletak pada Claires el Distinctes (pikiran yang terang
upaya maksimalisasi akalnya. Dengan benderang dan terpilah-pilah) (Hakim,
tingginya akal, maka rasio merupakan 2008: 247).
sumber pengetahuan. Ketika akal mampu
menjadi sebuah pengetahuan, maka Kejelasan akal budi atau rasio ini
disitulah terletak sebuah kebenaran. kemudian berdampak pada minimnya
Imbas dari pengidolaan akal sebagai alat peran indera lain yang dimiliki manusia.
penggalian kebenaran, Descartes tidak Bahkan unsur-unsur dogmatis yang
mempercayai sesuatu yang berasal dari luar seringkali “kontraproduktif” dengan
akal dan rasio. Kebenaran harus dicari dan akal dianggap sebagai sesuatu yang tidak
didasarkan denganmenggunakan kriteria dapat dipertanggungjawabkan. Descartes
“clearly and distinctly”(jelas dan terpilah) menunjukkan pengalaman mimpi yang
(Hunnex, 2004: 36). tampak sangat nyata, bahkan ketika kita
melakukan sesuatu yang tidak dapat
Selain itu, untuk melengkapi peran dilakukan ketika dalam keadaan sadar
akal dalam penggalian kebenaran, dirinya (seperti terbang), hal itu nampak bahwa
mengemukakan tentang adanya tiga ide- dirinya dapat melakukan. Karena itulah,
ide bawaan (innate ideas)manusia antara tidak ada sesuatu apapun yangdapat
lain: meyakinkan kita bahwa dirinya tidak
a. Ide pemikiran: ide yang memungkinkan sedang bermimpi saat ini. Dan jika manusia
diri sendiri sebagai makhlukyang tidak bisa yakin bahwa dirinya tidak sedang
berpikir (pemikiran adalah keberadaan bermimpi, maka pengetahuan tidak dapat
manusia sendiri). diperoleh dari proses ini (Schick, 2013: 490).
b. IdeTuhan sebagai wujud sempurna,
2. Metode Keraguan Rene Descartes
karena manusia mempunyai ideayang
sempurna, maka pasti ada sesuatu Sebagaimana telah di sebutkan di atas,
yang lebih sempurna itu. Wujudyang bahwa tahapan awal dalam penggalian
sempurna itu adalah Tuhan. kebenaran dilakukan Descartes melalui
c. Ide keluasan: yang memungkinkan keraguan yang dimunculkan dalam dirinya.
saya (kita) mengerti materi(benda- Berawal dari keinginan untuk menemukan
benda, objek-objek) sebagai keluasan, metode yangampuh dalam mencari
sebagaimana hal itudapat dipelajari kepastian hakiki danilmu pengetahuan,
secara kuantitatif (seperti ilmu ukur/ Descartes membangun suatu fondasi dasar
matematika) (Yusuf, 2002: 13). dalam pencarian kebenaran tersebutyang
Pembagian ide ini merupakan kontrol biasa disebut sebagai “Metode Keraguan”.
yang diberikan oleh Descartes, dalam Definisi metode keraguan menurut Sakban

114 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054
Konsep Rasionalisme Rene Descartes dan Relevansinya dalam ...

Rosidi (2002: 39); persoalan ini. berikut ungkapan lain


"Metode keraguan dimulai dari Descartes (1993: 63):
meragukan segala sesuatu. Berpikir “Saya kira bahwa segala sesuatu yang
adalah meragukan segala sesuatu. Pada saya lihat adalah palsu. Saya percaya
prinsip-prinsippengetahuan manusia, bahwa tidak adamemori menipu saya
Descartes menegaskan: Pertama, bahwa mewakili pernah ada. Saya tidak memiliki
untuk mencarikebenaran, perlu sekali rasaterserah. Tubuh, bentuk, ekstensi,
dalam perjalanan hidup kita untuk gerakan, dan tempat semuachimera. Apa
meragukan. Sebagai sejauh mungkin, yang kemudian akan menjadi kenyataan
dari semua hal. Kedua , bahwa kami juga ? Mungkin hanya satu fakta bahwatidak
seharusnya mempertimbangkan sebagai ada yang pasti ".
palsu semua yang diragukan."
Keraguan Descartes tampaknya bisa
Definisi ini terlihat betapa keraguan dipahami, mengingat bahwa kehidupan ini
terhadap sesuatu akan memunculkan penuh dengan fatamorgana. Segala sesuatu
ide bagi seseorang dalam pencarian dapat menipu dan membelokkan seseorang
“solusi” terhadapnya. Dengan keraguan dari kebenaran yang sebenarnya. Baginya,
tersebut diharapkan manusia mampu eksistensi Tuhan saja yang dapat menjamin
mendapatkan hal yang diinginkannya. kebenaran tersebut (Yusuf, 2002: 14).
Metode ini sebenarnya merupakan asumsi Pendapat ini merupakan upaya ontologis
yang berawal dari kesalahan manusia yang dilakukan atas kebenaran wahyu.
dalam mendeskripsikan sesuatu. Sebagai Begitu Descartesmembuktikan adanya
contoh argumentasi yang menguatkan eksistensi Tuhan, maka dirinya merasa
hal ini adalah statemen Descartes yang memiliki dasar untuk mengakui bahwa
digambarkan sebagai berikut: adanya tubuh dan indera manusia berbeda
“Wajar bagi setiap orang untuk menerima dengan rasio (Hakim, 2008: 256).
kesimpulan yang keliru sebagai akibat
Perbedaan akal dan tubuh ini
penerimaan panca indra, seseorang dapat
memperhatikan suatu bentuk barang di mengindikasikan masing-masing
kejauhan, tetapi bentuk itu berubah sama mempunyai nilai dan kemanfaatan. Namun
sekali jika ia dilihat dari dekat. Padawaktu tidak dapat disamakan peran diantara
seseorang sedang mendayung perahu, keduanya. Terkait dengan peran akal dalam
ia melihat bahwa dayung yang terletak mencari kebenaran, Descartes menempatkan
di bawahpermukaan air dalam keadaan peran rasio, intuisi dan penalaran deduktif
patah. Peristiwa-peristiwa seperti itu
sebagai upaya penggalian ini (Yusuf, 2002:
selalu dapat terjadi dalamkehidupan
10).Penalaran deduktif adalah proses
lain, maka menarik kesimpulan dari
peristiwa demikian memerlukan sikap penalaran yang bertolak dari generalisasi
yanghati-hati untuk tidak menerima (hal yang umum)lalu dirumuskan pada
pengertian yang keliru” (Bawenga, 1983: kesimpulan yang lebih khusus. Cara kerja
48). ilmu-ilmu apriori (ilmupasti: matematika,
Selain ketidakpercayaan Descartes logika) berdasarkan cara kerja deduktif.
terhadap panca indera, terdapat statemen Pada deduksi, penalaran bertolakdari
lain yang diungkap untuk mengungkap premis yang lebih luas (general) lalu ditarik

ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 115
Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma

kesimpulan yang lebih sempit. 3. Teori Kebenaran Pengetahuan


Descartes untuk melancarkan Pengambilan teori kebenaran
pelaksanaan deduktif, mengajukan akan menggambarkan pemikiran orang
beberapa prinsip metodologis yangdapat yang menganutnya. Gambaran tentang
menjadi landasan dalam berpikir. Beberapa pemikirannya membersitkan “madzhab”
tahapan dalam melakukan pencarian teori tersebut. Teori kebenaran pengetahuan
kebenaran ini adalah; yang dianut oleh Descartesdan para kaum
a. Tidak menerima apapun sebagai hal rasionalis adalah teori konsistensi atau
yang benar, kecuali kalaudiyakini koherensi (the consistence theory of the truth, the
sendiri bahwa itu memang benar, accordance theory of truth). Teori konsistensi
sehingga tidak ada suatu keraguan atau koherensi didefinisikan sebagai suatu
apapun yang mampu merobohkannya. proposisi atau makna pernyataan dari suatu
b. Memilah-milah masalah menjadi bagian- pengetahuan bernilai benar bila proposisi
bagian terkecil untukmempermudah itu mempunyai hubungan dengan ide-
penyelesaian. ide dari proposisi yang terdahulu bernilai
c. Berpikir runtut dengan mulai dari hal benar (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2003:
yang sederhana, sedikit demisedikit 140).
untuk sampai ke hal yang paling rumit. Pernyataan tersebut mengedepankan
d. Perincian yang lengkap dan pemeriksaan pada konsistensi hubungan antara satu
menyeluruh diperlukan,supaya tidak proposisi dengan proposisi lainnya.
ada yang terlupakan (Ediyono, 2014: Kenyataan terdahulu menjadi sebuah
68). ukuran untuk menilai sebuah kebenaran.
Berikut adalah peta gambar metode Sesuatu dikatakan benar adanya, apabila
keraguan Descartes: memang tidak lepas dari kenyataan
pendahulunya. Contoh dari kebenaran
koherensi adalah terkait dengan hari
METODE CARTESIAN
sumpah pemuda. Bangsa Indonesia
PRINSIP PERTAMA
memperingati hari Sumpah Pemuda setiap
(Dengan intuisi, misalnya “saya berpikir,
tanggal 28 Oktober. Untuk membuktikan
maka saya ada”) (Hunnex, 2004: 105).
kebenaran hari tersebut, dapat memang
tidak dapat langsung melalui kenyataan
Skeptisisme Pengetahuan dalam objektifnya, karena kenyataan hal
Metodologis Penting
tersebut telah berlangsung lama.
Berdasar pada kenyataan bahwa
kejadian tersebut terjadi pada tanggal 28
Oktober tahun 1928, maka pembuktian
Pengetahuan Deduksi
dapat dilakukan. Kebutuhan mengungkap
General Pengetahuan
)Opini-opini( Murni kebenaran dapat melalui ungkapan-
)Sains( ungkapan tentang fakta itu, yaitu melalui
sejarah atau dapat diafirmasikan kepada

116 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054
Konsep Rasionalisme Rene Descartes dan Relevansinya dalam ...

orang-orang yang mengalami dan eksis apabila secara subyektif dinyatakan


mengetahui kejadian itu. Dengan demikian, ada. Namun disisi lainnya, pemikiran
kebenaran dari pengetahuan itu dapat diuji ini justru dipandang sebagai kenyataan
melalui kejadian-kejadian sejarah, atau memiskinkankadar kepastian. Sebab subjek
juga pembuktian proposisi itu melalui yang dinyatakan Descartes di dalam cogito
hubungan logis jika pernyataan yang adalah subjek yang benar-benar privat dan
hendak dibuktikan kebenarannya berkaitan terisolasi. Pada tahapini, Descartes meyakini
dengan pernyataan-pernyataan logis atau mengenai eksistensi dirinya sendiri saja,
matematis benar (Tim Dosen Filsafat Ilmu sebagaipengada berpikir, tidak lebih dan
UGM, 2003: 140). tak ada yang lain. Namun di sini, yang
Teori kebenaran yang dianut Descartes muncul adalah persoalan subjektivisme.
ini mengilustrasikan tentang pentingnya Hal ini sangat esensial, karena
afirmasi dan konfirmasi terhadap sebuah membawa akan membawa pada sebuah
fakta. Sesuatu dikatakan benar apabila pertanyaan lanjutan, seperti; jikasemua
memang benar adanya. Sebaliknya, sesuatu dari kesadaran manusia pada awalnya
dikatakan salah apabila tidak dapat mempunyai nilai eksklusif dari suatu
dibuktikan baik secara nyata (riil), maupun keadaan subjektif dari jiwa individual
berdasarkan rumus baku yang telah ada. (peristiwa subjektif murni), bagaimana
Dengan demikian, untuk mengungkap seseorang mengetahui kodrat sesuatu di
kebenaran, dipersyaratkan akan kandungan luar dirinya?. Pertanyaan lain bagaimana
fakta yang memang betul-betul dapat seseorang sampai padakesadaran yang
diterima dan terjadi sebelumnya. berbeda dengan orang lain?.
4. Permasalahan Subjektivisme dan Solusi Descartes dalam menjawab kedua
Descartes pertanyaan di atas, menempuh dua
Subyektifitas pemikiran manusia jalan:kodrat dari pengada sempurna dan
akan dipengaruhi oleh pengalaman yang kodrat dari pengalaman indrawisaya
dimilikinya. Sesuatu akan dinilai sama (Gallagher, 1994: 38). Pertama, Dirinya
antara satu orang dengan lainnya apabila menyatakan bahwa pengalaman indrawi
mereka terlibat dan menyaksikan sebuah dirinya bukanlah ciptaan sadar sendiri.
kejadian atau pembuktian dengan hasil Sebaliknya, data yang muncul di dalam
yang sama pula. Subyektifitas ini yang persepsinya sering dipaksakan padanya,
kemudian justru melahirkan pemikiran- padahal hakikatnya berlawanan dengan
pemikiran dan pengetahuan baru di kancah kehendak dan keinginannya sendiri.
ilmu pengetahuan. Dengan subyektifitas Untuk menguatkan perspektifnya,
akan mengembangkan pemikiran disatu Descartes mencontohkan bahwa dirinya
sisi, namun akan menyempitkan pola pikir tidak akan mungkin menyatakan bahwa
manusia. “bajaitu keras dan tidak enak” sebelum
membuktikan bahwa baja itu secara kodrati
Pemikiran Descartes tentang cogito memang keras. Dirinya menambahkan
ergo sum memberikan suatu kenyataan bahwa asumsinya tersebut dimunculkan
yang kuat, bahwa sesuatu akan dinilai
ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 117
Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma

karena dirinya bukanlah pencipta atau masyarakat yang didekati dengan inderawi
penyebab munculnya ide itu. Dengan belum menjadikannya sebagai sebuah
demikian, data yang diungkapkannya pengetahuan yang pasti kebenarannya.
mempunyaieksistensi sendiri yang bukan Elaborasi ini hakekatnya penulis arahkan
atas dasar asumsinya. untuk menyatakan bahwa pemikiran
Kedua, Descartes tidak percaya deduktif sangat berbeda dengan induktif,
penyebab kerasnya baja tersebut adalah dimana perbedaan yang ada tidak hanya
Allah (pencipta), karena itu tidak dari segi proses, namun juga hasilnya.
sesuai dengan kodrat Allah sebagai Persoalannya kemudian adalah bagaimana
pengada sempurna yang tidakmungkin menarik sebuah pertautan antara logika
menjadi sebab penipuan. Oleh sebab itu, deduktif dan induktif?
Descartes meyakinipengalaman yang Kedua logika berfikir ini apabila dilihat
dimilikinya mengenai benda-benda, dari segi filsafat lebih diasumsikan sebagai
merupakanpemaksaan oleh benda- penyelidikan terhadap pengetahuan dan
benda itu sendiri. Maka, hanya sifat-sifat cara memperolehnya. Hal ini dalam kajian
yangdengan jelas dan disting terdapat di filsafat lebih disandarkan pada kajian filsafat
dalam benda-bendalah yangdianggap pasti ilmu yang merupakan bagian dari filsafat itu
sebagai yang real secara objektif. Itulah yang sendiri. Filsafat ilmu didefinisikan sebagai
disebut“keluasan” dan “gerakan”, atau hasil perpaduan antara proses berfikir
dengan kata lain bahwa “esensi daribudi filsafat dan pengetahuan umum (Masykuri,
adalah pikiran dan esensi dari material 1985: 138). Oleh karena itu filsafat ilmu
adalah keluasan” (Gallagher, 38-40). lebih dekat dengan hakekat pengetahuan
dan cara berfikir yang digunakan untuk
mendapatkan hasil pemikiran yang absolut
Relevansi Pemikiran Rene Descartes (Muammar, 2012: 20). Dengan demikian
dengan Ilmu Dakwah logika deduktif dan induktif merupakan
Konsep dan pemikiran Descartes alur pikir atau cara, sehingga perbedaannya
lebih diarahkan pada pentingnya akal terletak pada sisi pencapaian tujuan.
atau rasio dalam mencari kebenaran. Akal Dengan logika pikir ini kemudian akan
dimaksimalkan perannya dengan cara memunculkan hasil yang berbeda antara
deduktif untuk mendapatkan ilmu “baru”. satu dengan lainnya. Logika pikir ini yang
Konsepsi ini dipandang sebagai keilmuan kemudian diyakini sebagai akar masalah
eksakta dan diarahkan pada pemenuhan perbedaan persepsi antar filosuf dan
kebutuhan akan pengetahuan tersebut. ilmuan dalam menghasilkan temuannya.
Dari sisi ini dapat ditarik benang merah Persoalannya kemudian adalah bagaimana
bahwa upaya memaksimalkan akal lebih relevansi pemikiran Descartes dan ilmu
diarahkan pada penemuan teori baru dakwah? Mungkinkah konsepsi pemikiran
yang dapat digenaralisir untuk diterapkan antara keduanya dapat dipertemukan atau
dimana dan kapan saja, tidak terfokus bahkan dipersatukan dalam menggali
pada satu kejadian semata. Fenomena kebenaran hakiki atau absolut?

118 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054
Konsep Rasionalisme Rene Descartes dan Relevansinya dalam ...

Mengulas paparan di atas, diketahui bahwa keberadaannya dekat dengan


bahwa filsafat rasionalisme Descartes pemikiran Descartes tersebut. Sisi
menekankan bahwa pada hakikatnya rasionalitas ilmu dakwah didekati dengan
sumber pengetahuan sejati adalah akal budi pemikiran Descartes untuk menggali
atau rasio, bukan pengalaman. Pengalaman kebenaran dalam berbagai hal. Sekilas
hanya dapat dipakai untuk menegaskan jelas keduanya mempunyai relevansi yang
pengetahuan yangtelah didapatkan dari sama sebagai sebuah kerangka penggalian
rasio (Petrus, 2004: 205). Bagi Descartes, kebenaran. Namun, capaian dari keduanya
manusia harus menjadi titikberangkat dari mempunyai perbedaan yang mendasar,
pemikiran yang rasional demi mencapai dari sisi kerangka berfikir (deduktif dan
kebenaran yangpasti. Untuk itu, rasio induktif) maupun fokus keilmuan (eksakta
harus berperan semaksimal mungkin dan sosial).
(Rapar, 1996: 112).Dari sisi ini jelas bahwa Berbicara relevansi pemikiran
ide rasionalitas lebih ditekankan pada Descartes dalam Ilmu Dakwah tidak dapat
aspek epistemologi pemikiran filsafat versi dilepaskan dari dinamika sejarah, dimana
Descartes. Lantas bagaimana epistemologi kaum muslim menjadi konsumen produk
yang dikembangkan ilmu dakwah? yang dihasilkan oleh orang di luar muslim
Dakwah merupakan perintah Allah (Barat). Realitas yang ada orang muslim
SWT yang dalam kacamata ini mempunyai masih melakukan adopsi pemikiran Barat
nilai transenden dan tidak dapat didekati dalam berbagai kehidupan keilmuan
dengan rasio semata. Keberadaan perintah maupun budaya, yang pada akhirnya
berdakwah yang termaktub dalam QS. An mengantarkan terminologi hegemoni Barat
Nahl: 125, “Serulah (manusia) kepada jalan terhadap umat Islam sangat kelihatan. Dari
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang sini akhirnya warna keilmuan juga diukur
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang menggunakan standar filosuf-filosuf Barat,
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih yang diyakini mempunyai relevansi dalam
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari pencarian kebenaran.
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui Membongkar sebuah dinamika
orang-orang yang mendapat petunjuk”.Ayat pemikiran, berarti secara tidak sengaja
ini merupakan perintah Tuhan kepada juga tidak akan lepas dari diterminan
umatnya. Dalam kacamata keilmuan, historisnya. Secara garis besar determinan
perintah dakwah tidak dapat dirasionalisasi, yang melingkupi tradisi keilmuan Islam
dikarenakan hal ini merupakan dimensi dapat dipilah menjadi dua bagian besar,
esoterik, bukan eksoterik (Muammar, 2012: yaitu bangsa Arab dan bangsa-bangsa yang
5). hal ini lebih terkait dengan keimanan, ditaklukkan oleh bangsa Arab. Diterminasi
bukan keilmuan. Lantas bagaimana dengan itu mempunyai dampak yang cukup besar
ilmu dakwah? pada perkembangan tradisi yang mengalir
Ilmu dakwah adalah bagian dari di lingkungan umat muslim. Misalnya,
kajian keIslaman yang diarahkan pada beberapa kalangan sulit untuk membedakan
dimensi eksoterik. Dalam scope ini jelas antara Islam dan Arab itu sendiri, hal yang

ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 119
Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma

demikian dipicu dengan gerakan Arabisasi dari ilmu-ilmu asing (Arif, 2008: 124).
(at-Ta’rib) yang dikonversi pada tubuh Sebagai contoh akibat riil dari
Islam itu sendiri (Majid, 2008: 28). fenomena di atas adalah, keberadaan Islam
Bermula dari gerakan At-Ta’rib inilah yang sangat terbelakang di penghujung
bermula transformasi tradisi secara brutal peradaban dunia. Di antara Negara-negara
pada bangsa-bangsa non Arab, kemudian Muslim dunia, belum satu pun yang dapat
pada titik klimaksnya menjadi sebuah dikategorikan ke dalam Negara industri,
problem yang melilit kaum muslim dalam paling banter disebut sebagai Negara
hal dinamika keilmuan. Determinasi yang sedang membangun (developing
tersebut merembes pada taradisi keilmuan countries)(Raharjo, 2007: 23). Menunjukkan
Islam yang termanifestasikan dalam bentuk bahwa, dalam produktifitas konkret,
pewarisan tradisi kuno (al-mauruts al- keberadaan muslim masih sangat jauh dari
qadim) secara mentah tanpa diikuti oleh perkembangan Barat yang tak terjangkau.
sikap kritis. Realitas keilmuan Islam pun Selanjutnya, kembali pada
bagaikan telur di ujung tanduk atau berada perbincangan mengenai ilmu dakwah,
pada taraf kestatisan (harakat I’tmad)(Arif, kemandegannya sangat tergantung pada
2008: 29). epistemologi yang digunakan dalam
Fenomena tersebut di atas jika diseret memahami wahyu Tuhan. Walaupun di
pada realiitas kekinian maka akan muncul keilmuan Islam, termasuk ilmu dakwah
anomali-anomali pada tradisi keilmuan skema konstruk epistemologi telah
Islam. Dianggap kurang nomal karena, disandarkan pada pendapat al-Jabiri
yang dominan pada tradisi keilmuan (bayani, burhani dan ‘irfani (al-Jabiri, 1989:
keislaman hanya pada satu epistemologi 53). Penjelasan konkret epistemologi ilmu
saja, yaitu yaitu epistemologi bayani. Hal dakwah akan dijabarkan sebagai upaya
ini sebagai akibat Arabisasi tadi yang terlalu melihat relevansinya dengan pemikiran
dipaksakan sebagai bagian dari tubuh Islam Descartes.
itu sendiri. Pertama, Melalui epistemologi
Menurut Hasan Hanafi, keilmuan Islam bayani (explanatory), yang dilihat secara
sebagai warisan intelektual yang sampai terminologis berarti pola pikir yang
kepada umat saat ini dapat diklasifikasikan bersumber pada nash, ijma`, dan ijtihad
menjadi tiga macam, yaitukeilmuan naqli (al-Jabiri, 1993: 383-384). Dalam paradigma
murni, naqli-’aqli dan ‘aqli murni. Namun ini, epistemologi bayani merupakan studi
pada kenyataannya yang merembes dan filosofis terhadap struktur pengetahuan
menjadi kesadaran pada diri umat muslim yang menempatkan teks (wahyu) sebagai
hanya didominasi oleh keilmuan yang naqli suatu kebenaran mutlak. Sedangkan akal
murni saja. Sedangkan yang ‘aqli murni hanya menempati tingkat kedua dan
tersisihkan oleh ilmu-ilmu keagamaan. sifatnya menjelaskan teks yang dimaksud.
Gejala ini sangat berkaiatan dengan Tradisi bayani muncul tidak terlepas
bergesernya kecenderungan umat dari ilmu dari tradisi teks yang berkembang dalam
filsafat, bahkan diangapnya sebagai bagian ajaran Islam, dan setidaknya ada 50 ayat Al

120 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054
Konsep Rasionalisme Rene Descartes dan Relevansinya dalam ...

Qur’an yang mengungkap kata bayani ini dengan metode deduktif, yakni dengan
(Mahmasam, 1961: 165-169). cara mengaitkan proposisi satu dengan
Penjelasan ini memberikan makna proposisi lainnya yang bersifat aksiomatik
bahwa ilmu dakwah sangat berbeda atau setiap aktifitas intelektual untuk
dengan kegiatan dakwah. Operasional menetapkan kebenaran suatu proposisi (al-
dakwah Islam bersumber pada teks atau Jabiri, 1993: 383-385). Melalui epistemologi
nash al Quran sebagai sumber utamanya. Burhani membangun pengetahuan
Sedangkan struktur keilmuan dakwah dan visinya atas dasar potensi bawaan
juga bersumber dari al Quran, namun manusia, yakni kemampuan melakukan
pengembangannya lebih ditekankan pada proses penginderaan, eksperimentasi, atau
pemikiran rasionalitas, dimana upaya konseptualisasi.
singkronisasi menjadi sebuah kebutuhan Metode ini pertama kali dikembangkan
atau prasyarat dalam metode ilmiah di Yunani melalui proses panjang dan
dengan berbagai treatment di dalamnya. puncaknya pada masa Aristoteles. Metode
Dengan demikian, maka epistemologi ini, biasa disebut Aristoteles dengan
bayani merupakan bentuk dari sumber sebutan analisis, yaitu menguraikan ilmu
pengetahuan ilmu dakwah itu sendiri. atas dasar prinsip-prinsipnya. Nampaknya,
Kedua, Melalui epistemologi ‘irfani, epistemologi burhani inilah yang lebih
yang secara etimologis, berarti al-ma`rifah, kental dengan sumber dakwah Islam
al-’ilm, al-hikmah (al-Jabiri, 1993: 251). setelah epistemologi bayani (teks/nash).
Epistemo¬logi irfani secara eksistensial Ketiga bentuk epistemologi “versi
berpangkal pada zauq, qalb, atau intuisi Islam” tersebut di atas, merupakan
yang merupakan perluasan dari pandangan bagian dari terapan ilmu dakwah di
illuminasi, dan yang berakar pada tengah kancah keilmuan. Karakteristik ini
tradisi Hermes. Aturan normatif dalam pada awal pemunculan sampai dengan
‘irfan praktis seperti dalam rumusan¬- perkembangannya melalui mekanisme
rumusan tentang perjalanan spiritual secara runtut sejak periode klasik sampai
melalui beberapa tahapan. Pada dataran dengan modern tergambar secara jelas
ini, dalam hubungannya dengan dakwah dalam berbagai tipologi masyarakat Islam,
Islam tidak begitu banyak berpengaruh baik itu bangunan keilmuan maupun
terhadap sumber pengetahuannya, aplikasinya. Lantas bagaimana relevansinya
mengingat dakwah pada dasar¬nya lebih dengan pemikiran rasionalitas Descartes?
kepada persoalan perubahan sosial dan Adakah titik temu diantara keduanya?
transformasi nilai-nilai Islam yang konkret Ataukah justru terjadi perbedaan?.
dan rasional. Sebelum penulis menjawab persoalan
Ketiga, Melalui epistemologi burhani, di atas,kiranya perlu untuk dikemukakan
yang lazim diartikan sebagai argumentasi bahwa mengakarnya dogma di kalangan
yang jelas. Sedangkan menurut istilah¬nya umat muslim yang menyatakan bahwa
(logika) berarti aktifitas intelektual al-Quran merupakan otoritas kebenaran
untuk menetap¬kan kebenaran proposisi yang tidak bisa tersentuh (untauchable). Hal

ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 121
Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma

ini merupakan realitas dari mengakarnya umat Islam untuk mengeksplorasikan


kerangka naqli murni. Umat muslim pemikirannya, selama tidak bertentangan
terasa lupa bahwa al-Quran itu sendiri dengan keberadaan al-Qur’an dan hadits
mempunyai makna yaitu, sebagai teks sebagai sumber ajarannya. Hal ini mungkin
langit (berupa ajaran keagamaan) tapi di yang dipahami para filosuf yang tidak
sisi lain merupakan teks bumi (berupa beragama sebagai sesuatu yang menghalangi
ajaran kemanusiaan) (Misrawi, 2007: 403). berkembangnya pemikiran. Realitas asumsi
Dari kenyataan bahwa umat Islam para filosuf yang memandang bahwa
mempunyai ajaran tertinggi yang digunakan agama akan menghambat kebebasan
untuk mengurai persoalan, disatu sisi berfikir menjadikannya tidak mempercayai
membersitkan makna bahwa dirinya tidak agama, sehingga banyak diantara mereka
pro dengan rasionalisasi Descartes dengan yang tidak beragama (atheis). Fenomena
kebebasan berpikir. Namun dalam konteks inii banyak dijumpai dalam perkembangan
penggunaan akal, justru umat Islam setuju era kekinian.
dengan pentingnya akal dalam mengurai Adapun hubungan teori kebenaran
dan mencari kebenaran sebenar-benarnya. pengetahuan Descartes dengan ilmu dakwah
Cogitu ergo sum sebagai salah satu kerangka jelas inheren dilihat dari metode ilmiah yang
pikir Descartes merupakan klausul yang digunakan. Maksudnya, bahwa teori ini
sepadan untuk dilihat dalam perspektif sejalan dengan cara penggalian kebenaran
ilmu dakwah dan ilmu keislaman lainnya. ilmu dakwah yang dapat dilihat dari sisi
Kenyataan kerangka pikir ini materi, metode maupun obyek kajiannya.
kemudian dapat dilihat mendalam dalam Dalam ilmu dakwah, penggalian kebenaran
kaitannya dengan keilmuan dakwah disandarkan pada teori-teori sosiologis,
yang menggunakan kontrol naqli dan antropologis dan keilmuan lainnya. Ini
relevansinya dengan pemikiran Descartes. merupakan bukti bahwa aplikasi ilmu
Hakekatnya, rasionalisme Descartes dakwah sesuai dengan preposisi yang telah
teraplikasikan secara natural tradisi ada dan prooven (terbukti kebenarannya).
keilmuan Islam, termasuk ilmu dakwah. Seseorang yang mempelajari ilmu dakwah
Pembuktian hal ini adalah dengan akan belajar sejarah dan membuktikan teori-
munculnya tiga komponen epistemologi teori dalam ilmu dakwah yang diproduksi
dalam Islam, khususnya epistemologi ulama atau ilmuan masa sebelumnya.
burhani. Upaya membuktikan sesuatu yang baru
ini merupakan bukti kesamaan perspektif
Pernyataan di atas bukan berarti antara teori kebenaran pengetahuan dan
memposisikan epistemologi keilmuan Islam teori-teori dalam ilmu dakwah.
sama dengan pemikiran Descartes. Namun
untuk menyatakan bahwa rasionalisme
Descartes lebih bebas untuk mengurai D. Simpulan
kebenaran, sementara epistemologi Islam
Sebagai akhir pembahasan dapat
masih terbatasi dengan kerangka pikir
disimpulkan bahwa proses penggalian
naqli. Al-Quran memberikan kebebasan
kebenaran yang dilakukan Descartes
122 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054
Konsep Rasionalisme Rene Descartes dan Relevansinya dalam ...

dengan mengeksplorasi akal sebagai ajaran Islam dalam kancah ilmu dakwah
subyek dinilai sesuatu yang luar biasa. merupakan sebuah keniscayaan.Wallahu al-
Namun, karena penulis merupakan seorang a’lam.
muslim yang terbatasi dengan dalil naqli
hendaknya para pengikut Descartes tetap
mempertimbangkan adanya Tuhan yang DAFTAR PUSTAKA
menguasai jagad raya ini. Dari konsepsi
ini akan memunculkan kebenaran, dimana al-Jabiri, Muhammad Abed. (1989). Takwin
kebenaran pasti datangnya dari Tuhan dan al-aql al-Arabi. Beirut: Markaz Dirasah
al-Wihdah al-Arabiyah.
kebenaran eksperimental adalah wujud
maksimalisasi peran akal sebagai anugerah -----------’Abid. (1993).Bunyah al’Aql al-
terindah dari Tuhan. ’Arabiy, (Beirut: al-Markaz al-Tsaqafl
al-’Arably.
Terkait dengan terobosan Descartes
melalui tesis andalannya cogitoergo sum Arif, Mahmud. (2008).Pendidikan Islam
telah melahirkan suatu revolusipemikiran Transfomatif. Yogyakarta: LKiS
Pelangi Aksara.
yang sangat luas dalam kancah filsafat.
Dengan tegas Descartes memproklamirkan Bagus,Lorens. (2000).Kamus Filsafat. Jakarta:
bahwa hanya akal atau rasio sajalah PTGramedia Pustaka Utama.
yang dapat menjadi satu-satunya dasar Bawenga. (1983).Sebuah Studi Filsafat.
yang dapat dipercaya, dan bukan iman Jakarta: Pradnya Paramita.
atau wahyu sebagaimana yang selalu Descartes,Rene. (1993). Discourse on Method
dipegangi oleh abad pertengahan.Selain and Meditations on First Philosophy,
itu metode keraguannya, Descartes terj., Donald A. Cress Indianapolis/
menapaki pemikiran filosofisnya dengan Cambridge: Hacket Publishing
menyangsikan segala sesuatu dalam upaya Company.
mencapai suatu kepastian hakiki yang selalu Ediyono,Suryo. (2014).Filsafat Ilmu.
ia rindukan. Meskipun pada akhirnya ia Yogyakarta: Penerbit Kaliwangi.
menyadari bahwa sesungguhnya tidak ada
Gallagher,Kenneth T. (1994).Epistemologi.
sesuatu yang benar, kecuali ketidakpastian
Yogyakarta: Kanisius.
itu sendiri.
Hakim, Abdul. Atang dan Beni Ahmad
Adapun revelansi pemikiran
Saebani. (2008).Filsafat Umum; Dari
Descartes dalam persoalan cogitu ergo sum Metologi sampai Teofilosofi. Bandung:
dipandang tidak inheren dengan keilmuan CV Pustaka Setia.
dakwah, yang masih terbatasi dengan
Hunnex,Milton D. (2004).Peta Filsafat;
kebenaran dalil naqli. Pemikiran Descartes
Pendekatan Kronologis dan Tematis.
yang dianggap relevan dengan keilmuan
Jakarta: Teraju.
dakwah terletak pada teori pengetahuan
yang dikembangkan, tentunya dengan Keraf, A. Sonny. (2001).Ilmu Pengetahuan;
Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta:
menggunakan alur metodologi ilmiah.
Kanisius.
Tantangan untuk membuktikan kebenaran

ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 123
Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma

Mahmasam,Subhi. (1961).Falsafatu at- Sumaryono. (1999). Hermeneutik Sebuah


Tasyri’fi al-Islam. Beirut: Dar al-’Ilml Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
al Malayin. Suryabrata, Sumadi. (1998). Metodologi
Majid, Abd. Mun’im. (2008).“Tarikh al- Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo.
Hadharah al-Islamiyah fi al-Ushur Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. (2003).Filsafat
al-Wustha” dalam Pendidikan Islam Ilmu; Sebagai Dasar Pengembangan
Transfomatif. Yogyakarta: LKiS Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta:
Pelangi Aksara. Liberty.
Masykuri, Imam. (1985).Filsafat Ilmu, Yusuf, Akhyar. (2002). Pengertian
Sebuah Dasar Bagi Pemahaman dan Epistemologi, Logika, Metodologi,
Pengembangan Ilmu. Jakarta: Jurnal Ontologi, dan Aksiologi. Jakarta:
Imu Budaya. Program Paska sarjana UI.
Misrawi, Zuhairi. (2007). “Wawasan baru Zubaedi dkk. (2007). Filsafat Barat; Dari
Islam: Kado Peikiran untuk Mas Logika Baru Rene Descartes Hingga
Dawa”. dalam Demi Toleransi Demi Revolusi Sains ala Thomas Kuhn.
Pularisme. Jakarta: Paramadina. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Muammar,M.Arfan, Abdul Wahid Hasan.
(2012).Studi Islam, Perspektif Insider
atau Outsider. Yogyakarta: IRCiSoD.
Petrus, Tjahjadi,Simon. L. (2004). Petualangan
Intelektual; Konfrontasi Para Filsuf dari
Zaman Yunani Hingga Zaman Modern.
Yogyakarta: Kanisius.
Rahardjo, Dawam. (2007). Krisis Pradaban
Islam” dalam, Bayang-bayang
Fanatisisme. Jakarta: Pusat Studi
Islam dan Kenegaraan Universitas
Paramadina.
Rapar,Jan Hendrik. (1996).Pengantar Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius.
Rosidi, Sakban. (2002). The History of Modern
Thought; A Brief but Critical Reminder.
Malang: CISC.
Russell, Bertrand. (2007). Sejarah Filsafat
Barat: Kaitannya dengan Kondisi Sosio-
Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Schick, Theodore, Jr, Lewis Vaughn. (2013).
Doing Philosophy; An Introduction
Through. New York : McGraw-Hill.

124 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054

Anda mungkin juga menyukai