2, Juli-Desember 2019
Abstract
Descartes proclaimed that only reason or ratio could be the only reliable basis, and not faith or
revelation as always held by medieval times. Apart from that method of doubt, Descartes traced
his philosophical thinking by doubting everything in an effort to achieve the ultimate certainty
he always missed. Although in the end he realized that there really wasn’t anything right, except
uncertainty itself. The revelation of Descartes’ thinking on the problem of ergo sum is seen as not
inherent in the science of da’wah, which is still limited by the truth of the naqli argument. The
thought of Descartes which is considered relevant to the science of da’wah lies in the theory of
knowledge developed, of course by using the scientific methodology flow. The challenge of proving
the truth of Islamic teachings in the field of da’wah is a necessity.
Abstrak
Descartes memproklamirkan bahwa hanya akal atau rasio sajalah yang dapat menjadi
satu-satunya dasar yang dapat dipercaya, dan bukan iman atau wahyu sebagaimana
yang selalu dipegangi oleh abad pertengahan. Selain itu metode keraguannya, Descartes
menapaki pemikiran filosofisnya dengan menyangsikan segala sesuatu dalam upaya
mencapai suatu kepastian hakiki yang selalu ia rindukan. Meskipun pada akhirnya ia
menyadari bahwa sesungguhnya tidak ada sesuatu yang benar, kecuali ketidakpastian
itu sendiri. Revelansi pemikiran Descartes dalam persoalan cogitu ergo sum dipandang
tidak inheren dengan keilmuan dakwah, yang masih terbatasi dengan kebenaran dalil
naqli. Pemikiran Descartes yang dianggap relevan dengan keilmuan dakwah terletak
pada teori pengetahuan yang dikembangkan, tentunya dengan menggunakan alur
metodologi ilmiah. Tantangan untuk membuktikan kebenaran ajaran Islam dalam
kancah ilmu dakwah merupakan sebuah keniscayaan.
112 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054
Konsep Rasionalisme Rene Descartes dan Relevansinya dalam ...
ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 113
Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma
114 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054
Konsep Rasionalisme Rene Descartes dan Relevansinya dalam ...
ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 115
Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma
116 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054
Konsep Rasionalisme Rene Descartes dan Relevansinya dalam ...
karena dirinya bukanlah pencipta atau masyarakat yang didekati dengan inderawi
penyebab munculnya ide itu. Dengan belum menjadikannya sebagai sebuah
demikian, data yang diungkapkannya pengetahuan yang pasti kebenarannya.
mempunyaieksistensi sendiri yang bukan Elaborasi ini hakekatnya penulis arahkan
atas dasar asumsinya. untuk menyatakan bahwa pemikiran
Kedua, Descartes tidak percaya deduktif sangat berbeda dengan induktif,
penyebab kerasnya baja tersebut adalah dimana perbedaan yang ada tidak hanya
Allah (pencipta), karena itu tidak dari segi proses, namun juga hasilnya.
sesuai dengan kodrat Allah sebagai Persoalannya kemudian adalah bagaimana
pengada sempurna yang tidakmungkin menarik sebuah pertautan antara logika
menjadi sebab penipuan. Oleh sebab itu, deduktif dan induktif?
Descartes meyakinipengalaman yang Kedua logika berfikir ini apabila dilihat
dimilikinya mengenai benda-benda, dari segi filsafat lebih diasumsikan sebagai
merupakanpemaksaan oleh benda- penyelidikan terhadap pengetahuan dan
benda itu sendiri. Maka, hanya sifat-sifat cara memperolehnya. Hal ini dalam kajian
yangdengan jelas dan disting terdapat di filsafat lebih disandarkan pada kajian filsafat
dalam benda-bendalah yangdianggap pasti ilmu yang merupakan bagian dari filsafat itu
sebagai yang real secara objektif. Itulah yang sendiri. Filsafat ilmu didefinisikan sebagai
disebut“keluasan” dan “gerakan”, atau hasil perpaduan antara proses berfikir
dengan kata lain bahwa “esensi daribudi filsafat dan pengetahuan umum (Masykuri,
adalah pikiran dan esensi dari material 1985: 138). Oleh karena itu filsafat ilmu
adalah keluasan” (Gallagher, 38-40). lebih dekat dengan hakekat pengetahuan
dan cara berfikir yang digunakan untuk
mendapatkan hasil pemikiran yang absolut
Relevansi Pemikiran Rene Descartes (Muammar, 2012: 20). Dengan demikian
dengan Ilmu Dakwah logika deduktif dan induktif merupakan
Konsep dan pemikiran Descartes alur pikir atau cara, sehingga perbedaannya
lebih diarahkan pada pentingnya akal terletak pada sisi pencapaian tujuan.
atau rasio dalam mencari kebenaran. Akal Dengan logika pikir ini kemudian akan
dimaksimalkan perannya dengan cara memunculkan hasil yang berbeda antara
deduktif untuk mendapatkan ilmu “baru”. satu dengan lainnya. Logika pikir ini yang
Konsepsi ini dipandang sebagai keilmuan kemudian diyakini sebagai akar masalah
eksakta dan diarahkan pada pemenuhan perbedaan persepsi antar filosuf dan
kebutuhan akan pengetahuan tersebut. ilmuan dalam menghasilkan temuannya.
Dari sisi ini dapat ditarik benang merah Persoalannya kemudian adalah bagaimana
bahwa upaya memaksimalkan akal lebih relevansi pemikiran Descartes dan ilmu
diarahkan pada penemuan teori baru dakwah? Mungkinkah konsepsi pemikiran
yang dapat digenaralisir untuk diterapkan antara keduanya dapat dipertemukan atau
dimana dan kapan saja, tidak terfokus bahkan dipersatukan dalam menggali
pada satu kejadian semata. Fenomena kebenaran hakiki atau absolut?
118 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054
Konsep Rasionalisme Rene Descartes dan Relevansinya dalam ...
ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 119
Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma
demikian dipicu dengan gerakan Arabisasi dari ilmu-ilmu asing (Arif, 2008: 124).
(at-Ta’rib) yang dikonversi pada tubuh Sebagai contoh akibat riil dari
Islam itu sendiri (Majid, 2008: 28). fenomena di atas adalah, keberadaan Islam
Bermula dari gerakan At-Ta’rib inilah yang sangat terbelakang di penghujung
bermula transformasi tradisi secara brutal peradaban dunia. Di antara Negara-negara
pada bangsa-bangsa non Arab, kemudian Muslim dunia, belum satu pun yang dapat
pada titik klimaksnya menjadi sebuah dikategorikan ke dalam Negara industri,
problem yang melilit kaum muslim dalam paling banter disebut sebagai Negara
hal dinamika keilmuan. Determinasi yang sedang membangun (developing
tersebut merembes pada taradisi keilmuan countries)(Raharjo, 2007: 23). Menunjukkan
Islam yang termanifestasikan dalam bentuk bahwa, dalam produktifitas konkret,
pewarisan tradisi kuno (al-mauruts al- keberadaan muslim masih sangat jauh dari
qadim) secara mentah tanpa diikuti oleh perkembangan Barat yang tak terjangkau.
sikap kritis. Realitas keilmuan Islam pun Selanjutnya, kembali pada
bagaikan telur di ujung tanduk atau berada perbincangan mengenai ilmu dakwah,
pada taraf kestatisan (harakat I’tmad)(Arif, kemandegannya sangat tergantung pada
2008: 29). epistemologi yang digunakan dalam
Fenomena tersebut di atas jika diseret memahami wahyu Tuhan. Walaupun di
pada realiitas kekinian maka akan muncul keilmuan Islam, termasuk ilmu dakwah
anomali-anomali pada tradisi keilmuan skema konstruk epistemologi telah
Islam. Dianggap kurang nomal karena, disandarkan pada pendapat al-Jabiri
yang dominan pada tradisi keilmuan (bayani, burhani dan ‘irfani (al-Jabiri, 1989:
keislaman hanya pada satu epistemologi 53). Penjelasan konkret epistemologi ilmu
saja, yaitu yaitu epistemologi bayani. Hal dakwah akan dijabarkan sebagai upaya
ini sebagai akibat Arabisasi tadi yang terlalu melihat relevansinya dengan pemikiran
dipaksakan sebagai bagian dari tubuh Islam Descartes.
itu sendiri. Pertama, Melalui epistemologi
Menurut Hasan Hanafi, keilmuan Islam bayani (explanatory), yang dilihat secara
sebagai warisan intelektual yang sampai terminologis berarti pola pikir yang
kepada umat saat ini dapat diklasifikasikan bersumber pada nash, ijma`, dan ijtihad
menjadi tiga macam, yaitukeilmuan naqli (al-Jabiri, 1993: 383-384). Dalam paradigma
murni, naqli-’aqli dan ‘aqli murni. Namun ini, epistemologi bayani merupakan studi
pada kenyataannya yang merembes dan filosofis terhadap struktur pengetahuan
menjadi kesadaran pada diri umat muslim yang menempatkan teks (wahyu) sebagai
hanya didominasi oleh keilmuan yang naqli suatu kebenaran mutlak. Sedangkan akal
murni saja. Sedangkan yang ‘aqli murni hanya menempati tingkat kedua dan
tersisihkan oleh ilmu-ilmu keagamaan. sifatnya menjelaskan teks yang dimaksud.
Gejala ini sangat berkaiatan dengan Tradisi bayani muncul tidak terlepas
bergesernya kecenderungan umat dari ilmu dari tradisi teks yang berkembang dalam
filsafat, bahkan diangapnya sebagai bagian ajaran Islam, dan setidaknya ada 50 ayat Al
120 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054
Konsep Rasionalisme Rene Descartes dan Relevansinya dalam ...
Qur’an yang mengungkap kata bayani ini dengan metode deduktif, yakni dengan
(Mahmasam, 1961: 165-169). cara mengaitkan proposisi satu dengan
Penjelasan ini memberikan makna proposisi lainnya yang bersifat aksiomatik
bahwa ilmu dakwah sangat berbeda atau setiap aktifitas intelektual untuk
dengan kegiatan dakwah. Operasional menetapkan kebenaran suatu proposisi (al-
dakwah Islam bersumber pada teks atau Jabiri, 1993: 383-385). Melalui epistemologi
nash al Quran sebagai sumber utamanya. Burhani membangun pengetahuan
Sedangkan struktur keilmuan dakwah dan visinya atas dasar potensi bawaan
juga bersumber dari al Quran, namun manusia, yakni kemampuan melakukan
pengembangannya lebih ditekankan pada proses penginderaan, eksperimentasi, atau
pemikiran rasionalitas, dimana upaya konseptualisasi.
singkronisasi menjadi sebuah kebutuhan Metode ini pertama kali dikembangkan
atau prasyarat dalam metode ilmiah di Yunani melalui proses panjang dan
dengan berbagai treatment di dalamnya. puncaknya pada masa Aristoteles. Metode
Dengan demikian, maka epistemologi ini, biasa disebut Aristoteles dengan
bayani merupakan bentuk dari sumber sebutan analisis, yaitu menguraikan ilmu
pengetahuan ilmu dakwah itu sendiri. atas dasar prinsip-prinsipnya. Nampaknya,
Kedua, Melalui epistemologi ‘irfani, epistemologi burhani inilah yang lebih
yang secara etimologis, berarti al-ma`rifah, kental dengan sumber dakwah Islam
al-’ilm, al-hikmah (al-Jabiri, 1993: 251). setelah epistemologi bayani (teks/nash).
Epistemo¬logi irfani secara eksistensial Ketiga bentuk epistemologi “versi
berpangkal pada zauq, qalb, atau intuisi Islam” tersebut di atas, merupakan
yang merupakan perluasan dari pandangan bagian dari terapan ilmu dakwah di
illuminasi, dan yang berakar pada tengah kancah keilmuan. Karakteristik ini
tradisi Hermes. Aturan normatif dalam pada awal pemunculan sampai dengan
‘irfan praktis seperti dalam rumusan¬- perkembangannya melalui mekanisme
rumusan tentang perjalanan spiritual secara runtut sejak periode klasik sampai
melalui beberapa tahapan. Pada dataran dengan modern tergambar secara jelas
ini, dalam hubungannya dengan dakwah dalam berbagai tipologi masyarakat Islam,
Islam tidak begitu banyak berpengaruh baik itu bangunan keilmuan maupun
terhadap sumber pengetahuannya, aplikasinya. Lantas bagaimana relevansinya
mengingat dakwah pada dasar¬nya lebih dengan pemikiran rasionalitas Descartes?
kepada persoalan perubahan sosial dan Adakah titik temu diantara keduanya?
transformasi nilai-nilai Islam yang konkret Ataukah justru terjadi perbedaan?.
dan rasional. Sebelum penulis menjawab persoalan
Ketiga, Melalui epistemologi burhani, di atas,kiranya perlu untuk dikemukakan
yang lazim diartikan sebagai argumentasi bahwa mengakarnya dogma di kalangan
yang jelas. Sedangkan menurut istilah¬nya umat muslim yang menyatakan bahwa
(logika) berarti aktifitas intelektual al-Quran merupakan otoritas kebenaran
untuk menetap¬kan kebenaran proposisi yang tidak bisa tersentuh (untauchable). Hal
ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 121
Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma
dengan mengeksplorasi akal sebagai ajaran Islam dalam kancah ilmu dakwah
subyek dinilai sesuatu yang luar biasa. merupakan sebuah keniscayaan.Wallahu al-
Namun, karena penulis merupakan seorang a’lam.
muslim yang terbatasi dengan dalil naqli
hendaknya para pengikut Descartes tetap
mempertimbangkan adanya Tuhan yang DAFTAR PUSTAKA
menguasai jagad raya ini. Dari konsepsi
ini akan memunculkan kebenaran, dimana al-Jabiri, Muhammad Abed. (1989). Takwin
kebenaran pasti datangnya dari Tuhan dan al-aql al-Arabi. Beirut: Markaz Dirasah
al-Wihdah al-Arabiyah.
kebenaran eksperimental adalah wujud
maksimalisasi peran akal sebagai anugerah -----------’Abid. (1993).Bunyah al’Aql al-
terindah dari Tuhan. ’Arabiy, (Beirut: al-Markaz al-Tsaqafl
al-’Arably.
Terkait dengan terobosan Descartes
melalui tesis andalannya cogitoergo sum Arif, Mahmud. (2008).Pendidikan Islam
telah melahirkan suatu revolusipemikiran Transfomatif. Yogyakarta: LKiS
Pelangi Aksara.
yang sangat luas dalam kancah filsafat.
Dengan tegas Descartes memproklamirkan Bagus,Lorens. (2000).Kamus Filsafat. Jakarta:
bahwa hanya akal atau rasio sajalah PTGramedia Pustaka Utama.
yang dapat menjadi satu-satunya dasar Bawenga. (1983).Sebuah Studi Filsafat.
yang dapat dipercaya, dan bukan iman Jakarta: Pradnya Paramita.
atau wahyu sebagaimana yang selalu Descartes,Rene. (1993). Discourse on Method
dipegangi oleh abad pertengahan.Selain and Meditations on First Philosophy,
itu metode keraguannya, Descartes terj., Donald A. Cress Indianapolis/
menapaki pemikiran filosofisnya dengan Cambridge: Hacket Publishing
menyangsikan segala sesuatu dalam upaya Company.
mencapai suatu kepastian hakiki yang selalu Ediyono,Suryo. (2014).Filsafat Ilmu.
ia rindukan. Meskipun pada akhirnya ia Yogyakarta: Penerbit Kaliwangi.
menyadari bahwa sesungguhnya tidak ada
Gallagher,Kenneth T. (1994).Epistemologi.
sesuatu yang benar, kecuali ketidakpastian
Yogyakarta: Kanisius.
itu sendiri.
Hakim, Abdul. Atang dan Beni Ahmad
Adapun revelansi pemikiran
Saebani. (2008).Filsafat Umum; Dari
Descartes dalam persoalan cogitu ergo sum Metologi sampai Teofilosofi. Bandung:
dipandang tidak inheren dengan keilmuan CV Pustaka Setia.
dakwah, yang masih terbatasi dengan
Hunnex,Milton D. (2004).Peta Filsafat;
kebenaran dalil naqli. Pemikiran Descartes
Pendekatan Kronologis dan Tematis.
yang dianggap relevan dengan keilmuan
Jakarta: Teraju.
dakwah terletak pada teori pengetahuan
yang dikembangkan, tentunya dengan Keraf, A. Sonny. (2001).Ilmu Pengetahuan;
Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta:
menggunakan alur metodologi ilmiah.
Kanisius.
Tantangan untuk membuktikan kebenaran
ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 123
Agus Riyadi, Helena Vidya Sukma
124 Jurnal An-Nida, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2019 ISSN : 2085-3521, E-ISSN : 2548-9054