Anda di halaman 1dari 95

PERINGATAN !!!

Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan


referensi

2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila


Anda mengutip dari Dokumen ini

3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan


pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah

4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah

Selamat membaca !!!

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

UPT PERPUSTAKAAN UNISBA


GAMBARAN APENDISITIS AKUT YANG MENGALAMI
PERFORASI PADA PASIEN PEDIATRIK DI SUB-BAGIAN
BEDAH ANAK RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
PERIODE TAHUN 2005 SAMPAI DENGAN 2007

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas akhir


Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung

LUKMAN HILFI
10100104017

SUB-BAGIAN BEDAH ANAK


RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
2008
GAMBARAN APENDISITIS AKUT YANG MENGALAMI
PERFORASI PADA PASIEN PEDIATRIK DI SUB-BAGIAN
BEDAH ANAK RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
PERIODE TAHUN 2005 SAMPAI DENGAN 2007

SKRIPSI

LUKMAN HILFI
10100104017

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang telah dibuat


oleh yang disebutkan di atas telah diperiksa dan direvisi,
secara lengkap dan memuaskan, sehingga dapat diajukan
untuk seminar akhir

Bandung, 23 September 2008


Pembimbing I

Dikki Drajat Kusmayadi, dr., SpB., SpBA


NIP. 140245470

Pembimbing II

Cice Tresnasari, dr
NIP. D05.0415

ii
GAMBARAN APENDISITIS AKUT YANG MENGALAMI
PERFORASI PADA PASIEN PEDIATRIK DI SUB-BAGIAN
BEDAH ANAK RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
PERIODE TAHUN 2005 SAMPAI DENGAN 2007

SKRIPSI

LUKMAN HILFI
10100104017

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang telah dibuat


oleh yang disebutkan di atas telah diperiksa dan direvisi,
secara lengkap dan memuaskan.

Bandung, 27 September 2008


Pembimbing I

Dikki Drajat Kusmayadi, dr., SpB., SpBA


NIP. 140245470

Pembimbing II

Cice Tresnasari, dr
NIP. D05.0415

iii
Skripsi ini telah dipertahankan oleh penulis di dalam seminar
yang diadakan oleh
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung
pada tanggal 23 September 2008
Yang dihadiri oleh

Ketua : Kusman Widjaja, dr


Pembimbing I : Dikki Drajat Kusmayadi, dr., SpB., SpBA
Pembimbing II : Cice Tresnasari, dr
Penguji I : Kusman Widjaja, dr
Penguji II : Lelani Reniarti, dr., Sp.A(K)., MKes
Penguji III : Mia Kusmiati, dr.,Mpd.Ked

iv
Motto :

Artinya : “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi
tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya,
niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
(QS. Luqman : 27)

“The G”
(You’ll Never Walk Alone)
untuk:
Ayah ibuku dan “A2/24”

“muga-muga
sing ginanjar kawilujengan, rahayu sapapanjangna,
dipaparin karaharjaan, ditambih kamulyaanana, kajembaran sareng kani’matan
ku Gusti nu Maha Suci dzohir bathin”

v
ABSTRAK

Pendahuluan: Apendisitis pada anak lebih sulit didiagnosis sehingga sering


mengalami perforasi sebelum diagnosis ditegakkan. Peningkatan jumlah leukosit
melebihi 20.000 sel/μl menandakan terjadi perforasi. Tindakan yang tepat dalam
mencegah komplikasi adalah bedah. Penelitian terhadap data rekam medik pasien
pediatrik perforasi apendiks ini bertujuan memberi gambaran pasien apendisitis
akut yang mengalami perforasi pada pasien pediatrik. Pengetahuan ini diharapkan
dapat menjadi acuan dalam meningkatkan penanganan dan kewaspadaan dokter
terhadap pasien apendisitis akut agar tidak terjadi perforasi dan peritonitis.
Metoda: Studi deskripsi retrospektif dilakukan untuk meneliti pasien pediatrik
apendisitis akut yang mengalami perforasi yang tercatat di Sub-bagian Bedah
Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005-2007. Data sekunder
yang diolah kemudian disusun dalam bentuk tabel dan diuraikan secara deskriptif.
Hasil: Didapatkan 87 kasus apendisitis akut yang terdiri dari 62 kasus perforasi.
Perforasi apendiks pada laki-laki mencapai 69.4%. Keluhan utama yang paling
banyak yaitu nyeri di kuadran kanan bawah (69%). Tanda yang paling banyak
yaitu nyeri tekan di seluruh bagian abdomen (43.5%). Hitung leukosit rata-rata
untuk peritonitis lokal dan difusa adalah 18.604 sel/μl dan 20.028 sel/μl.
Komplikasi paska bedah yang sering terjadi adalah abses intraabdomen (9.7%)
dan infeksi luka paska bedah (8.1%).

Kesimpulan: Apendisitis akut yang mengalami perforasi lebih sering terjadi pada
kelompok usia sekolah dan laki-laki. Gejala dan tanda yang sering muncul yaitu
nyeri di kuadran kanan bawah dan nyeri tekan di seluruh bagian abdomen. Hitung
leukosit rata-rata pada pasien perforasi apendiks mengalami peningkatan.
Komplikasi paska bedah yang paling sering terjadi adalah abses intraabdomen.

Kata kunci: apendisitis akut, perforasi apendiks, pediatrik.

vi
ABSTRACT

Introduction: Appendicitis in child is most difficult to diagnosis and can causing


perforation before diagnosis has made. Increased of leucosit count higher than
20.000 sel/μl was showed perforation. The better way to prevent complication is
the surgery. The Study of appendix perforation patient medical record is order to
giving description of perforation appendicitis patients in pediatrics. Knowledge
about this is also hoped to be as a view in order to increasing of physician care
and alertness for the acute appendicitis patient to prevent perforation and
peritonitis.
Method: Retrospektif description study was performed to research perforation
appendicitis in pediatric patient which were recorded at Depatment of Pediatric
Surgery of Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung during 2005-2007. The
Secondary datas were arraged in table which were explained descriptively.
Result: Were found 87 cases of acute appendicitis which consist of 62 cases of
perforation. Persentation of perforation appendicitis in boys is achieve 69.4%.
The chief complaint which most frequent is right lower quadrant tenderness
(69%). The most common sign is whole abdominal tenderness (43.5%). The
means of leukosit count in peritonitis local and difuse are 18.604 sel/μl dan
20.028 sel/μl. Post operative complication which frequent are intraabdominal
abses (9.7%) and wound infection post operative (8.1%).
Conclusion: Perforation appendicitis was mostly found in school age and boys.
The most common sign and symptom are right lower quadrant tenderness and
whole abdominal tenderness. The means of leukosit count in perforation
appendicitis patients was increased. The most common post operative
complication is intraabdominal abses.

Keywords: acute appendicitis, appendix perforation, pediatric.

vii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh

Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas

limpahan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul “Gambaran Apendisitis Akut yang Mengalami Perforasi pada Pasien

Pediatrik di Sub-Bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Periode Tahun 2005 sampai dengan 2007”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

salah satu tugas mata kuliah Community Researce Programme (CRP) IV di

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menyadari adanya bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan

terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat

Dikki Drajat Kusmayadi, dr., SpB., SpBA selaku pembimbing I dan

Cice Tresnasari, dr selaku pembimbing II yang telah senantiasa meluangkan

waktu untuk memberikan pengetahuan, arahan dan bimbingan kepada peneliti

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini juga, sudah sepantasnya peneliti mengucapkan terima

kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Herri S. Sastramihardja, dr, SpFK-K selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Islam Bandung.

viii
2. Tertianto Prabowo, dr., SpRM selaku sekretaris Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Bandung.

3. Alya Tursina, dr. selaku dosen wali di Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Bandung.

4. Fajar, dr. selaku koordinator CRP IV Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Bandung.

5. Prof. Dr. Cissy Rachiana S. Prawira, dr., Sp.A(K)., MSc selaku Direktur

Utama RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang telah memberikan izin

melakukan penelitian.

6. Ibu Esih, Bapak Mot, Bapak Yayat, Kang Diki, Teh Soleha serta seluruh staf

administrasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang telah membantu dalam

melancarkan proses perizinan penelitian dan pengambilan data rekam medik.

7. Rizki Diposarosa, dr., SpB, terima kasih telah memberikan izin untuk

meminjam data status rekam medik pasien yang sedang digunakan.

8. Budiman, dr. dan Devi, dr. yang selalu memberikan bimbingan, arahan,

inspirasi dan ketenangan disetiap perkuliahan, ujian dan penyusunan skripsi.

9. Syaikh K.H. A. Shohibulwafa Tadjul ‘Arifin r.a sebagai Guru Mursyid

Thariqat Qodiriah Naqsyahbandiyah dan pendiri Pondok Pesantren Suryalaya

serta K.H. A. Muhaeminul Aziz sebagai wakil Talqin Thariqat Qodiriah

Naqsyahbandiyah yang telah memberikan “Kunci Pembuka Hati“ yaitu

anugrah Dzikir sehingga selalu memberikan ketenangan dalam menyusun

skripsi.

ix
10. Bapak Entang Mulyana (Ayahanda) dan Ibu Ani Rochaeni (Ibunda), sembah

sujud ananda untukmu yang telah memberikan dorongan jasmani dan rohani

yang begitu besar, nasihat yang begitu bijak dan do’a yang teu pétot-pétot

sehingga ananda dapat menyelesaikan skripsi ini dan pendidikan sarjana

kedokteran yang sangat dinantikan. Tiada lain selain terima kasih ananda

ucapkan dengan segenap hati kepada ayahanda dan ibunda tercinta, semoga

Allah SWT selalu memberikan kesehatan serta keselamatan dunia dan akhirat,

juga semoga Allah SWT membalas segala kasih sayang dan pengorbanan

selama ini. Amin.

11. Kakak-kakakku (Firman Syah dan Rossi serta Hilman Permana dan Dian)

serta keponakanku (Bilqis dan Rafa), terima kasih telah senantiasa

memberikan dorongan dan semangat, do’a, perhatian dan kebahagiaan kepada

peneliti, semoga kita sekeluarga tetap dalam lindungan-Nya.

12. Uu Endang dan Uu Enok, terima kasih atas do’a dan dorongan serta telah

membantu mempermudah dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini baik

secara dzohir maupun bathin, semoga Allah SWT selalu memberikan

kesehatan dan rahmat-Nya, serta selalu mendapatkan berkah dari Guru

Pangersa.

13. Ance Rohana (nenek) tercinta, terima kasih atas do’a serta dorongan baik

materil maupun immateril dan semoga Allah SWT selalu memberikan

kesehatan.

14. Aa Ete dan Teh Mimah, terima kasih atas do’a dan dorongan serta telah

membantu dalam menganalisis data-data yang digunakan. Aa Uyus terima

x
kasih telah membantu meningkatkan kebugaran saat penyusunan skripsi dan

Teh Ilis terima kasih atas pinjaman contoh skripsi sehingga membantu

mempermudah dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini.

15. Bapak Tata Kusnadi dan Ibu Tati, peneliti mengucapkan terima kasih dengan

segenap hati atas segala do’a, dorongan dan bantuan yang begitu besarnya

sehingga peneliti dapat menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Bandung dan saat ini telah menyelesaikan skripsi dengan

tepat waktu. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal,

kesehatan dan keselamatan, serta semoga segala kebaikan selalu diberikan

kepada Bapak Tata sekeluarga. Amin.

16. Emma Riana, peneliti haturkan terima kasih dengan tulus hati kepada

De’Emma tersayang atas segala do’a, dorongan, dan rasa sayang yang

De’Emma berikan selama ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan

kebaikan dan kesehatan untuk De’Emma. Amin.

17. Sahabat – sahabatku seperjuangan angkatan 2004 Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Bandung, Dhani “Oedem”, Gun-gun “3G”, Andri “Badak”,

Adhi dan Mitha, Derry dan Ratna, Wulan “Aink” serta seluruh prajurit

Defuser FC: Rio Irawan, Andri Saputra, Harry Sandi, Ibnu Maulani, Yan-Yan

Heryano dan Aldifian Anggita terima kasih atas do’a, persahabatan dan

solidaritas yang diberikan.

18. Rekan-rekan seperjuangan, Yan-yan, Wulan, Hely, Mitha, dan Fida, yang

melakukan penelitian di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. Hasan Sadikin

Bandung, terima kasih atas solidaritas dan kebersamaannya dalam

xi
memperjuangkan izin penelitian. Semoga kita semua mendapatkan

kemudahan dan kelancaran dalam menempuh jenjang pendidikan di masa

depan. Amin.

19. Teman-teman angkatan 2004 Fakultas Kedokteran Umum Universitas Islam

Bandung, terima kasih atas kebersamaannya selama ini. Semoga Tali

Silaturahmi kita semua tetap terjalin dengan baik. Amin.

20. Rekan – Rekan BIGREDS Bandung, terima kasih atas do’a, dorongan

semangat dan kebersamaanya. Semoga Liverpool F.C tetap menjadi yang

terbaik. Amin. You’ll Never Walk Alone.

Di samping itu kepada segenap pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu

per satu, yang telah membantu penulisan skripsi ini, semoga amal ibadah,

dorongan, serta do’a yang diberikan kepada peneliti dengan tulus dan ikhlas

mendapat Rachmat dan Karunia-Nya. Amin.

Wassalam

Bandung, 27 September 2008

Peneliti,

Lukman Hilfi

xii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN I .......................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN II ......................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN III ....................................................................... iv

MOTTO ..................................................................................................... ... v

ABSTRAK ...................................................................................................... vi

ABSTRACT .................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xviii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xx

DAFTAR GRAFIK .......................................................................................... xxi

DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xxiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang . ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 4

xiii
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud ............................................................................................. 5

1.3.2 Tujuan............................ ................................................................... 5

1.3.2.1 Tujuan Umum..................................................................... .. 5

1.3.2.2 Tujuan Khusus …………………………………………….. 5

1.4 Kegunaan Penelitian................................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN

2.1 Anatomi Apendiks ………………………………………………….….. 7

2.2 Histologi Apendiks ……………………………………………………. 8

2.3 Fisiologi Apendiks .................................................................................. 10

2.4 Pengertian

2.4.1 Apendisitis Akut ….......................................................................... 11

2.4.2 Perforasi Apendiks ........................................................................ 11

2.5 Epidemiologi ………………………………………………………….. 11

2.6 Etiologi Apendisitis Akut …………………………………………….. 12

2.7 Patomekanisme ……………………………………………………….. 13

2.8 Manifestasi Klinis …………………………………………………… 14

2.8.1 Gejala …………………………………………………………… 14

2.8.2 Tanda ………………………………………………..………….. 16

2.9 Pemeriksaan Laboratorium ………..………………….……………….. 19

2.10 Skor Diagnostik …………………..………………………………….. 19

xiv
2.11 Komplikasi Apendisitis ………………………………………………. 20

2.12 Penatalaksanaan

2.12.1 Penatalaksanaan Apendisitis Akut …………………………….. 22

2.12.2 Penatalaksanaan Perforasi Apendiks ……………….…………. 22

2.13 Komplikasi Paska Bedah ……………………………………………… 23

2.13.1 Infeksi Luka (Wound Infection) ……………………………….. 23

2.13.2 Abses Intraabdomen …………………………………………… 23

2.14 Prognosis ……………………………………………………………... 23

2.15 Kerangka Pemikiran ………………………………………………….. 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Subjek dan Metoda Penelitian

3.1.1 Subjek Penelitian ........................................................................ 27

3.1.2 Metoda Penelitian ......................................................................... 27

3.2 Lokasi dan waktu Penelitian ................................................................... 27

3.3 Sampel Penelitian …………………........................................................ 28

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian ……………………………………………… 28

3.4.2 Definisi Operasional ……………………………………………. 28

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Profosal Penelitian ……………………………………..……….. 31

xv
3.5.2 Pengumpulan Data ……………………………………………… 32

3.5.3 Penulisan Skripsi ………………………………………………... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Jumlah Kasus Selama Kurun Waktu 2005-2007 ………………... 34

4.1.2 Jumlah Kasus Berdasarkan Kelompok Usia …………………….. 36

4.1.3 Gambaran Gejala dan Tanda ……………………………..……… 39

4.1.3.1 Gambaran Gejala dan Tanda pada Pasien

Apendiks Infiltrat …………………………….………... 41

4.1.3.2 Gambaran Gejala dan Tanda pada Pasien

Peritonitis …………………………………….………... 42

4.1.3.2.1 Peritonitis Lokal …………………………....... 43

4.1.3.2.2 Peritonitis Difosa …………….……………… 46

4.1.4 Hasil Temuan dan Persentase Pemeriksaan Laboratorium

(Hitung Leukosit) ……………………………………………… 49

4.1.5 Jenis dan Persentase Komplikasi Paska Bedah …………………. 51

4.2 Keterbatasan Penelitian ………………………………………………… 52

4.3 Pembahasan …………………………………………………………….. 52

xvi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………... 57

5.2 Saran ……………………………………………………………………. 58

DAFTAR PUSTAKA …............................................................................... 59

LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………………. 61

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………... 69

xvii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skala Alvarado untuk Diagnosa Apendisitis …………………… 20

Tabel 4.1 Jumlah Kasus Apendisitis Akut/Perforasi Apendiks Pasien

Pediatrik Berdasarkan Jenis Kelamin di Sub-bagian Bedah

Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode

2005-2007 …………………………………….……………..…. 34

Tabel 4.2 Jumlah Kasus Apendisitis Akut/Perforasi Apendiks

Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin di Sub-bagian

Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode

2005-2007 …………..…………………………………………... 35

Tabel 4.3 Jumlah Kasus Apendisitis Akut/Perforasi Apendiks

di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin …………......... 36

Tabel 4.4 Persentase Gejala Utama Pasien Pediatrik Apendisitis Akut/

Perforasi Apendiks /Peritonitis pada Saat Masuk

RSUP Dr.Hasan sadikin Bandung ……………………,……..… 40

Tabel 4.5 Persentase Gejala pada Pasien Pediatrik Perforasi

Apendiks yang Mengalami Peritonitis Lokal …………….…..… 43

Tabel 4.6 Persentase Tanda pada Pemeriksaan Fisik Pasien Pediatrik

Perforasi Apendiks yang mengalami Peritonitis Lokal ………… 45

xviii
Tabel 4.7 Persentase Gejala pada Pasien Pediatrik Perforasi Apendiks

yang Mengalami Peritonitis Difusa ……………………….……. 46

Tabel 4.8 Persentase Tanda pada Pemeriksaan Fisik Pasien Pediatrik

Perforasi Apendiks yang Mengalami Peritonitis Difusa ……..... 48

Tabel 4.9 Hitung Leukosit pada pasien Pediatrik Perforasi Apendiks

yang Mengalami Peritonitis Lokal ………………………….… 49

Tabel 4.10 Hitung Leukosit pada Pasien Pediatrik Perforasi Apendiks

yang Mengalami Peritonitis Difusa …………………….……. 50

Tabel 4.11 Jenis Komplikasi Paska Bedah pada Pasien Pediatrik

Perforasi Apendiks ………………………………..……..…… 51

xix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pembuluh Darah di Area Ileosekal dan Apendiks …………… 7

Gambar 2.2 Potongan Melintang Apendiks ……………………………… 9

Gambar 2.3 Lokasi titik McBurney ……………………………………….. 17

Gambar 2.4 Obturator Sign ……………………………………………….. 18

Gambar 2.5 Psoas Sign .…………………………………………………… 18

xx
DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Jumlah Kasus Apendisitis Akut/Perforasi Apendiks Pasien

Pediatrik Berdasarkan Jenis Kelamin di Sub-bagian Bedah

Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode

2005-2007 ……………..………………………………………... 35

Grafik 4.2 Jumlah dan Persentase Kasus Apendisitis Akut/

Perforasi Apendiks …………………………………………….. 37

Grafik 4.3 Perbandingan Jenis Kelamin Pasien Apendisitis Akut/

Perforasi Apendiks ……………………………………………... 37

Grafik 4.4 Perbandingan Jenis Kelamin Pasien Apendisitis Akut

yang Mengalami Perforasi ………………………………........... 38

Grafik 4.5 Perbandingan Keluhan Utama Pasien Pediatrik

Apendisitis Akut/ Perforasi Apendiks pada Saat Masuk

RSUP Dr.Hasan sadikin Bandung ……………………………. 40

Grafik 4.6 Persentase Gejala pada Pasien Pediatrik dengan

Apendiks Infiltrat ……………………………………………... 41

Grafik 4.7 Persentase Tanda pada Pasien Pediatrik dengan

Apendiks Infiltrat ……………………………………………… 42

Grafik 4.8 Persentase Gejala pada Pasien Pediatrik Perforasi

Apendiks yang Mengalami Peritonitis Lokal …………………. 44

xxi
Grafik 4.9 Persentase Tanda pada Pemeriksaan Fisik Pasien Pediatrik

Perforasi Apendiks yang Mengalami

Peritonitis Lokal …………………………………………......... 45

Grafik 4.10 Persentase Gejala pada Pasien Pediatrik Perforasi

Apendiks yang Mengalami Peritonitis Difusa ………………... 47

Grafik 4.11 Persentase Tanda pada Pemeriksaan Fisik Pasien Pediatrik

Perforasi Apendiks yang Mengalami

Peritonitis Difusa ……………………………………………... 48

Grafik 4.12 Median dan Mean Hitung Leukosit pada

Apendisitis Akut/ Perforasi Apendiks ………………………... 50

Grafik 4.13 Persentase Komplikasi Paska Bedah pada Pasien

Pediatrik yang Mengalami Perforasi ……………………......... 52

xxii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran …………………………………………… 26

xxiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Permohonan Penelitian dari Fakultas Kedokteran

UNISBA ................................................................................ 61

Lampiran 2: Surat Izin Pengambilan Data Rekam Medik RSUP

Dr. Hasan Sadikin Bandung ……………………………….. 62

Lampiran 3: Identitas Pasien yang Diteliti .................................................... 63

Lampiran 4: Contoh Formulir Isian Pasien yang Diusulkan

Peneliti ................................................................................... 66

xxiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis yaitu inflamasi yang terjadi pada apendiks vermiformis1 dan

merupakan kondisi kegawatdaruratan abdomen yang paling sering dijumpai, baik

pada anak-anak maupun pada orang dewasa.2,3 Insidensi apendisitis di negara

industri lebih tinggi dibandingkan di negara berkembang. Hal ini disebabkan oleh

kurangnya asupan serat serta tingginya asupan gula dan lemak4, sedangkan di

negara berkembang konsumsi seratnya masih cukup tinggi.2

Di Amerika Serikat, apendisitis paling sering terjadi pada usia diantara 10

sampai 20 tahun5 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu 1,4 : 1.4

Rata-rata terdapat 80.000 anak menderita apendisitis, 4 anak dari tiap 1000 anak

kurang dari 14 tahun menderita apendisitis.2 Apendisitis pada anak paling sering

terjadi pada usia 10 – 19 tahun, dengan insidensi secara keseluruhan tiap tahun

rata-rata 20 kasus per 10.000 populasi. Insidensi tertinggi apendisitis pada laki-

laki adalah pada umur 10-14 tahun dengan angka kejadian 27,6 kasus per 10.000

populasi. Sedangkan insidensi tertinggi untuk perempuan yaitu pada usia 15-19

tahun dengan angka kejadian 20,5 kasus per 10.000 populasi.4 Puncak insidensi

apendisitis pada anak terjadi pada usia 10-12 tahun dan insidensi terendah terjadi

pada bayi.3

1
2

Insidensi apendisitis akut di Indonesia diperkirakan berkisar 24,9 kasus per

10.000 populasi.6 Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat tahun

2006, menyebutkan bahwa pola penyakit apendisitis pada kelompok usia 5 – 44

tahun untuk pasien rawat inap di Rumah Sakit yaitu sebesar 1,72 %.7

Diagnosis apendisitis diawali dengan melakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik.4 Namun pada anak diagnosis lebih sulit ditegakkan dari pada

orang dewasa,8 karena anak-anak tidak dapat menceritakan riwayat penyakitnya,

sering mengalami nyeri abdomen yang berasal dari penyebab – penyebab lain dan

mungkin mempunyai tanda dan gejala lain yang tidak spesifik. Faktor- faktor

tersebut menyebabkan lebih dari 50% anak mengalami perforasi apendiks

sebelum diagnosis ditegakkan.9 Risiko perforasi pada anak-anak usia 1 – 4 tahun

yaitu 70 -75 %, lebih besar dari pada usia remaja yaitu 30 – 40% 2 dan secara

keseluruhan, perforasi apendiks terjadi pada 19,2% kasus apendisitis akut.4

Perjalanan dari mulai timbulnya gejala menuju perforasi terjadi begitu cepat.

Menurut Smith dan Soybel, 20% kasus perforasi apendiks terjadi 24 jam setelah

timbulnya gejala, bahkan salah seorang pasiennya menunjukkan perforasi

apendiks terjadi 11 jam setelah timbulnya gejala. Hal ini menunjukkan bahwa

timbulnya perforasi sangat cepat sehingga perlu mendapatkan perhatian yang

lebih dari para dokter.4

Untuk menunjang diagnosis, dilakukan pemeriksaan hitung leukosit.

Sembilan puluh persen pasien apendisitis akut menunjukkan peningkatan hitung

leukosit antara 10.000 sel/μl sampai dengan 15.000 sel/μl. Peningkatan hitung
3

leukosit melebihi 20.000 sel/μl menandakan kemungkinan telah terjadi perforasi

apendiks.10

Setelah diagnosis apendisitis ditegakkan, tindakan bedah yang paling tepat

dan paling baik adalah apendektomi.3,11 Terjadinya perforasi apendiks dapat

meningkatkan risiko terjadinya komplikasi paska apendektomi, meskipun secara

umum apendektomi merupakan tindakan bedah yang relatif tidak membahayakan

jiwa dengan angka kematian paska bedah untuk apendiks perforasi yaitu 5,1 per

1000 kasus. Komplikasi yang sering terjadi setelah dilakukan apendektomi yaitu

infeksi paska bedah dan abses intraabdomen. Dengan terjadinya perforasi

apendiks, angka kejadian komplikasi tersebut menjadi lebih besar. Untuk kasus

apendisitis tanpa perforasi, angka kejadian infeksi paska bedah kurang dari 5%.

Sementara dengan terjadinya perforasi, angka kejadiannya dapat meningkat

menjadi 20%.5

Berdasarkan kesulitan dalam mendiagnosis apendisitis pada pasien pediatrik

yang telah dijelaskan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

gambaran apendisitis akut yang mengalami perforasi pada pasien pediatrik

di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005

sampai dengan 2007.


4

1.2 Rumusan Masalah.

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berapa frekuensi apendisitis akut yang mengalami perforasi pada pasien

pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

periode tahun 2005 sampai dengan 2007.

2. Pada kelompok usia yang mana insidensi tertinggi perforasi apendiks pada

pasien pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

periode tahun 2005 sampai dengan 2007.

3. Berapa perbandingan jumlah anak laki-laki dengan anak perempuan pasien

apendisitis akut yang mengalami perforasi pada pasien pediatrik di Sub-bagian

Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai

dengan 2007.

4. Bagaimana gambaran gejala dan tanda apendisitis akut yang mengalami

perforasi pada pasien pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan

Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan 2007.

5. Bagaimana gambaran pemeriksaan laboratorium apendisitis akut yang

mengalami perforasi pada pasien pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP

Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan 2007.

6. Jenis komplikasi paska bedah apakah yang timbul pada pasien pediatrik

apendisitis akut yang mengalami perforasi di Sub-bagian Bedah Anak RSUP

Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan 2007.
5

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian.

1.3.1 Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan observasi retrospektif

terhadap rekam medik pasien pediatrik apendisitis akut yang mengalami perforasi

di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2005

sampai dengan 2007.

1.3.2 Tujuan

1.3.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

apendisitis akut pada pasien pediatrik yang mengalami perforasi di Sub-bagian

Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung selama tahun 2005 sampai

dengan 2007.

1.3.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui frekuensi apendisitis akut yang mengalami perforasi pada

pasien pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

periode tahun 2005 sampai dengan 2007.

2. Untuk mengetahui pada usia berapa insidensi tertinggi perforasi apendiks

pasien pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

periode tahun 2005 sampai dengan 2007.


6

3. Untuk mengetahui perbandingan jumlah pasien anak laki-laki dengan anak

perempuan apendisitis akut yang mengalami perforasi di Sub-bagian Bedah

Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan

2007.

4. Untuk mengetahui gambaran gejala dan tanda apendisitis akut yang mengalami

perforasi pada pasien pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan

Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan 2007.

5. Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan laboratorium apendisitis akut yang

mengalami perforasi pada pasien pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP

Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan 2007.

6. Untuk mengetahui jenis komplikasi paska bedah yang timbul pada pasien

pediatrik apendisitis akut yang mengalami perforasi di Sub-bagian Bedah Anak

RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan 2007.

1.4 Kegunaan Penelitian.

1. Mengetahui informasi mengenai gambaran apendisitis akut pada pasien

pediatrik yang mengalami perforasi.

2. Meningkatkan penanganan dan kewaspadaan para dokter terhadap pasien

apendisitis akut agar tidak berkembang menjadi perforasi apendiks dan

peritonitis.

3. Melengkapi data kejadian perforasi apendiks di Sub-bagian Bedah Anak

RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan

2007.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Anatomi Apendiks

Apendiks vermiformis merupakan divertikulasi usus berujung buntu yang

berbentuk seperti cacing dengan panjang 6-10 cm. Apendiks muncul dari bagian

posteromedial sekum, berada inferior dari persambungan ileosekal. Apendiks

memiliki segitiga mesenterium yang pendek yaitu mesoapendiks, dapat dilihat

pada gambar 2.1. Mesoapendiks berasal dari bagian posterior mesenterium ileum

terminalis. Mesoapendiks melekat pada sekum dan apendiks bagian proximal.

Mesoapendiks terdiri dari jaringan lemak serta pembuluh apendiks dan sedikit

nodus limpatikus kecil. Lubang apendiks berada 2,5 cm di bawah katup

ileosekal. 12

Gambar 2.1 Pembuluh darah di area ileosekal dan apendiks.12

7
8

Bagian dasar apendiks berada di bagian dalam titik McBurney. Titik

McBurney terletak pada sepertiga lateral dan duapertiga medial garis miring

antara Spina Iliaca Anterior Superior ( SIAS ) dengan umbilikalis.12

Apendiks disuplai oleh arteri apendikular yang berasal dari arteri ileokolik.

Darah dari sekum dan apendiks dialirkan melalui vena ileokolik menuju vena

mesentrik superior.12

Pembuluh limfatik dari sekum dan apendiks dialirkan melalui nodus

limfatikus di mesoapendiks dan nodus limfatikus di ileokolik yang terdapat di

sepanjang arteri ileokolik. Pembuluh limfatik eferen melewati nodus limfatikus

mesenterik superior.12

Persarafan sekum dan apendiks berasal dari saraf simpatik dan parasimpatik

dari pleksus mesenterik superior. Serat saraf simpatik berasal dari bagian

torasikus bawah spinal cord dan serat saraf parasimpatik berasal dari nervus

vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks bersatu dengan saraf simpatetik menuju

spinal cord segmen T10.12

2.2 Histologi Apendiks

Lapisan dinding apendiks terdiri dari mukosa, submukosa, muskularis

eksterna dan serosa. Secara struktural mempunyai kesamaan dengan usus besar.13

Namun, apendiks memiliki kelenjar intestinal yang lebih sedikit dan lebih pendek

dan tidak mempunyai tenia koli.14

Mukosa apendiks terdiri dari epitel pelapis, lamina propria dan muskularis

mukosa. Epitel selapis silindris banyak mengandung sel goblet. Di bagian bawah
9

epitel terdapat lamina propia. Lamina propia mengandung kelenjar intestinal

(kripti lieberkuhn) yang kurang berkembang, pendek dan letaknya berjauhan,

banyak terdapat jaringan limfoid difus dan sering terlihat sampai ke submukosa.

Muskularis mukosa juga banyak mengandung jaringan limfoid.13

Submukosa apendiks banyak mengandung jaringan limfoid dan pembuluh

darah. Muskularis eksterna apendiks terdiri dari lapisan sirkular dalam dan

longitudinal luar, diantaranya terdapat ganglia parasimpatis pleksus mienterikus

auerbach. Dinding apendiks bagian terluar dilapisi oleh serosa.13

Gambar 2.2 Potongan Melintang Apendiks.13


10

2.3 Fisiologi Apendiks

Selama bertahun-tahun, apendiks dikenal sebagai organ sisa yang tidak

mempunyai fungsi. Namun sekarang telah diketahui bahwa apendiks merupakan

organ immunologik yang secara aktif berpartisipasi dalam menyekresikan

immunoglobulin, terutama immunoglobulin A (Ig A).8 Ig A merupakan

immunoglobulin sekretoar yang sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi

dan dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di

sepanjang saluran cerna termasuk apendiks. Namun demikian, pengangkatan

apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfoid

di apendiks sangat sedikit dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di

seluruh tubuh.11

Jaringan limfoid pertama kali muncul di apendiks pada usia 2 minggu

setelah lahir. Jumlah jaringan limfoid meningkat seiring pertambahan usia sampai

pubertas, kemudian akan menetap pada dekade berikutnya dan kemudian akan

mulai menurun. Pada akhirnya, jaringan limfoid akan menghilang setelah usia 60

tahun.8

Apendiks menghasilkan mukus 1-2 ml/hari. Dalam keadaan normal, mukus

disekresikan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan

aliran mukus di muara apendiks berperan pada patogenesis apendisitis.11 Tekanan

normal lumen apendiks mencapai 60 cmH2O. 10


11

2.4 Pengertian

2.4.1 Apendisitis Akut

Apendisitis akut merupakan inflamasi akut yang terjadi pada apendiks

vermiformis.1

2.4.2 Perforasi Apendiks

Perforasi apendiks yaitu keadaan apendiks yang ruptur.9

2.5 Epidemiologi

Insidensi apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang. Namun, dalam 3 sampai 4 dasawarsa terakhir kejadiannya menurun

secara bermakna. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya konsumsi makanan

berserat.11

Di Amerika Serikat, apendisitis paling sering terjadi pada usia antara 10 dan

20 tahun, tetapi setiap orang dalam kehidupannya mempunyai risiko berbeda yaitu

8.6% untuk laki-laki dan 6.7% untuk perempuan,3,4 rata-rata terdapat 11 kasus per

10.000 populasi per tahun dengan perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu

1,4 : 1.4 Insidensi tertinggi apendisitis pada laki-laki yaitu 27,6 kasus per 10.000

populasi pada usia 10-14 tahun. Sedangkan insidensi tertinggi untuk perempuan

yaitu 20,5 kasus per 10.000 populasi pada usia 15-19 tahun.4

Di Amerika Serikat rata-rata 80.000 anak menderita apendisitis, 4 anak dari

tiap 1000 anak kurang dari 14 tahun menderita apendisitis.2 Puncak insidensi
12

apendisitis pada anak terjadi pada usia 10-12 tahun dan insidensi terendah terjadi

pada bayi.3

Diagnosa apendisitis akut pada anak lebih sulit dari pada dewasa karena

anak-anak tidak dapat menceritakan riwayat penyakitnya, sering mengalami nyeri

abdomen yang berasal dari penyebab – penyebab lain dan juga mungkin

mempunyai tanda dan gejala yang tidak spesifik. Faktor- faktor tersebut

menyebabkan lebih dari 50% anak-anak mengalami perforasi apendiks sebelum

didapatkan diagnosa.9 Risiko perforasi pada anak usia 1 – 4 tahun yaitu 70 -75 %
2
lebih besar dari pada usia remaja yaitu 30 – 40% dan secara keseluruhan,

perforasi apendiks terjadi pada 19,2% kasus apendisitis akut.4

2.6 Etiologi Apendisitis Akut

Apendisitis sering disebabkan oleh sumbatan lumen yang diikuti oleh infasi

bakteri. Sumbatan terutama disebabkan oleh hiperplasia folikel limfoid

submukosa, fecalith, dan bakteri.3,15

Pembesaran folikel-folikel limfoid disebabkan oleh adanya infeksi virus

seperti measles; cacing seperti pinworms, ascaris dan taenia; dan tumor. Hal ini

dapat menyebabkan penyumbatan lumen apendiks12 terutama pada anak-anak.3

Fecalith ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut, 65% kasus pada

apendisitis gangrenosa yang tidak ruptur, dan 90% pada kasus apendisitis

gangrenosa yang disertai ruptur.8 Terbentuknya fecalith disebabkan oleh

kurangnya asupan serat serta tingginya asupan gula dan lemak sehingga

menyebabkan feses di dalam usus menjadi lebih kecil, lebih lama berada di usus
13

dan dapat meningkatkan tekanan intra luminal4 yang menyebabkan timbulnya

sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan bakteri kolon11

karena bakteri pada infeksi apendiks pada dasarnya sama dengan bakteri yang

terdapat pada infeksi kolon.8

Apendisitis merupakan infeksi polimikrobial. Bakteri anaerob, fakultatif dan

Mycobacteria mungkin terdapat pada apendisitis akut. Bakteri-bakteri tersebut

diantaranya Escherichia coli, Streptococcus anginosus, Bacteroides fragilis,

Peptostreptcoccus species dan Clostridium species.8

2.7 Patomekanisme

Inflamasi apendiks disebabkan oleh adanya sumbatan, biasanya dalam

bentuk fecalith. Penyebab lain yang jarang mengakibatkan sumbatan adalah

dikarenakan batu empedu, tumor, dan kumpulan cacing.15

Wangesteen secara ekxtensif mempelajari struktur dan fungsi apendiks serta

mempelajari proses terjadinya obstruksi di apendiks. Secara anatomi,

Wangesteen menjelaskan bahwa lipatan mukosa dan serat otot yang membentuk

bagian seperti katup di lubang apendiks menyebabkan apendiks cenderung untuk

mengalami obstruksi. Rangkaian peristiwa terjadinya apendisitis menurut

Wangesteen adalah sebagai berikut:

(1) Sumbatan lumen disebabkan oleh fecalith dan pembengkakan jaringan limfoid

di mukosa dan submukosa di dasar apendiks.4 Fecalith disebabkan oleh

pengumpulan dan pengerasan massa feses dan hiperplasia jaringan limfoid


14

yang disebabkan oleh infeksi virus (cacar), cacing (seperti cacing pita,

Ascaris, dan Taenia), dan tumor (carcinoid dan carcinoma).10

(2) Tekanan intraluminal meningkat disebabkan oleh sekresi mukus mukosa

apendiks yang tertahan oleh sumbatan.4 Sekresi mukus menyebabkan distensi

apendiks.10

(3) Peningkatan tekanan di dinding apendiks meningkatkan tekanan kapiler dan

menyebabkan iskemi mukosa.4

(4) Pertumbuhan berlebih dari bakteri di lumen apendiks dan translokasi bakteri

menembus dinding apendiks menyebabkan terjadi inflamasi, edema, dan

menyebabkan nekrosis.4

Bakteri berkembang di dalam lumen dan menembus dinding karena

kerusakan arteri yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraluminal.

Akhirnya, gangrenosa dan perforasi dapat terjadi. Kerusakan vaskular secara

progresif dapat menyebabkan perforasi disertai dengan masuknya abses secara

bebas ke rongga peritoneum.10

2.8 Manifestasi klinis

Gejala dan tanda klinis apendisitis akut tergantung fase patologis

apendisitis.2

2.8.1 Gejala

Apendisitis akut sering timbul dengan gejala khas yang didasari oleh radang

mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak

disertai dengan rangsang peritoneum lokal.11 Terdapat “ Triad Classic “ gejala


15

apendisitis yang terdiri dari nyeri, mual disertai muntah dan demam. Pada tahap

awal sumbatan apendiks, pasien akan merasakan nyeri kram abdomen yang hilang

timbul4 di area periumbilical 2,4


atau area epigastrik1 dan area nyeri yang sulit

untuk ditentukan atau tumpul.4

Nyeri awal tersebut merupakan tipe nyeri visceral dan biasanya berlangsung

selama 4 sampai 6 jam, tapi pada seseorang yang tahan rasa sakit atau seseorang

yang sedang tidur, rasa nyeri tersebut mugkin tidak akan terasa.15 Keluhan ini

sering disertai dengan mual yang terkadang disertai dengan muntah. Dalam

beberapa jam kemudian nyeri akan berpindah ke bagian bawah perut sebelah

kanan yaitu ke titik McBurney.11 Nyeri di titik McBurney merupakan tipe nyeri

somatik yang akan menetap dan kemudian akan semakin berat. Nyeri akan terasa

lebih parah jika pasien bergerak atau batuk.15

Penurunan nafsu makan hampir selalu terdapat pada kasus apendisitis. Oleh

karena itu, jika pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan, diagnosis

apendisitis perlu dipertanyakan. Muntah terjadi pada 75% kasus apendisitis,

namun muntah tidak menjadi gejala utama dan tidak menjadi gejala yang

berkepanjangan serta sebagian besar pasien apendisitis mengalami muntah hanya

sekali atau dua kali.8

Sebagian besar pasien mengalami kesulitan buang air besar sebelum terjadi

nyeri abdomen dan banyak yang merasakan bahwa nyeri abdomen tersebut hilang

setelah melakukan buang air besar. Akan tetapi, pada beberapa pasien terjadi

diare, terutama pada pasien anak. 8


16

Rangkaian gejala-gejala yang timbul mempunyai nilai diagnosa banding

yang signifikan. Pada lebih dari 95% pasien apendisitis akut, penurunan nafsu

makan menjadi gejala yang paling utama, diikuti dengan nyeri abdomen yang

kemudian diikuti atau tidak diikuti oleh muntah. Oleh karena itu, jika muntah

terjadi lebih dulu dari pada nyeri abdomen maka diagnosis apendisitis perlu

dipertimbangkan lagi.8

Jika apendisitis akut berkembang menjadi perforasi apendiks, gejalan lain

akan timbul. Pasien akan merasakan nyeri abdomen selama dua hari atau lebih,

akan tetapi durasi gejalanya lebih pendek. Nyeri tersebut biasanya terlokalisasi di

area kuadran kanan bawah jika perforasi telah menembus struktur intraabdomen

termasuk omentum, tapi nyeri tersebut dapat menjadi tumpul jika terjadi

peritonitis generalisata.4 Kemudian nyeri akan menjadi semakin parah, tegang dan

kembung yang meliputi seluruh bagian abdomen. Peristaltik usus akan menurun

bahkan menghilang karena terjadi paralisis ileus sehingga menyebabkan kesulitan

buang air besar.11 Pasien dengan perforasi akan mengalami demam yang tinggi

mencapai 38,9o C atau lebih.4

2.8.2 Tanda

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan rasa nyeri abdomen yang meningkat

pada saat batuk terutama pada anak usia muda. Rasa nyeri yang menunjukan

apendisitis terjadi di kuadran kanan bawah yang berdekatan dengan titik


4
McBurney dan area pinggang kanan (Flank region). Defans muskular (Muscle
17

guarding) akan didapatkan dengan pola volunter saat awal dan kemudian akan

menjadi tegang (muscle rigidity) yang involunter.16

Gambar 2.3 Lokasi Titik McBurney.17

Peradangan yang menjalar ke area peritoneal parietal akan menyebabkan

nyeri lepas (Rebound tenderness), nyeri tekan berpindah (rovsing’s sign)4 dan

nyeri lepas berpindah (reffered rebound tenderness). Jika peradangan apendiks

mengiritasi otot psoas, maka psoas sign positif dan jika peradangan apendiks

mengiritasi otot obturator, maka obturator sign positif yang menunjukan nyeri di

hipogastrik kanan. Pada pemeriksaan rektum didapatkan rasa nyeri di sisi kanan

rektum. Akan tetapi perlu diperhitungkan penyebab lain selain karena apendisitis

misalnya karena peradangan adneksa dan atau peradangan vesikula seminalis.18

Pada pasien perforasi apendiks , pasien bisa terlihat sangat sakit dan kaku,

muka kemerah-merahan dan terdapat peningkatan denyut nadi dan temperatur

yang tinggi mencapai 38,9o C atau lebih.4. Jika sepsis terjadi, maka tekanan darah

bisa turun. Jika perforasi telah mencapai struktur sekelilingnya untuk


18

menimbulkan abses atau phlegmon, maka akan terpalpasi adanya suatu massa di

kuadran kanan bawah. Jika ruptur telah mencapai struktur intraperitoneal maka

akan menyebabkan peritonitis generalisata yang dalam pemeriksaan fisik dapat

ditandai dengan nyeri lepas di seluruh bagian abdomen (diffuse rebound

tenderness).4

Gambar 2.4 Obturator sign.9

Gambar 2.5 Psoas Sign.9


19

2.9 Pemeriksaan Laboratorium

Untuk menunjang diagnosa, dilakukan pemeriksaan hitung leukosit dan

urinalisis. Sembilan puluh persen pasien apendisitis akut menunjukkan

peningkatan hitung leukosit antara 10.000 sel/μl sampai dengan 15.000/μl. Selain

itu, pada pemeriksaan differential count menunjukan shift to the left, dengan

bertambahnya jumlah polimorfonuklear leukosit dan bentuk batang.18 Peningkatan

hitung leukosit melebihi 20.000 sel/μl menandakan kemungkinan telah terjadi

perforasi apendiks.10 Urinalisis sangat penting untuk mengetahui abnormal urin

yang mungkin terlihat pada pasien apendisitis jika peradangan apendiks

mengiritasi kandung kemih atau ureter.18

2.10 Skor Diagnostik

Skor diagnostik merupakan sistem skoring yang dikembangkan untuk

meningkatkan keakuratan dalam mendiagnosa apendisitis akut. Skor diagnostik

yang digunakan yaitu skala Alvarado.4 Tabel 2.1 memperlihatkan daftar

8 indikator spesifik. Pasien dengan skor 9 – 10 menunjukkan kemungkinan besar

apendisitis dan harus segera dilakukan tindakan bedah.8


20

Tabel 2.1 Skala Alvarado untuk Diagnosa Apendisitis8

Manifestasi Nilai

Gejala

Perpindahan nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda

Nyeri kuadran kanan bawah 2

Nyeri lepas 1

Peningkatan temperatur 1

Temuan laboratorium

Leukositosis 2

Left shift 1

Total poin 10

2.11 Komplikasi apendisitis

Komplikasi terjadi pada 25-30% anak yang menderita apendisitis, terutama

perforasi. Metode efektif untuk menurunkan komplikasi yaitu dengan

menurunkan insidensi perforasi. Mortalitas untuk apendisitis rendah berkisar

antara 0,5 – 1 %.2 Morbiditas dan mortalitas pada anak telah mengalami

penurunan sejak 2 dekade terakhir ini walaupun fakta memperlihatkan bahwa

insidensi perforasi apendiks tetap tinggi. 18


21

Keterlambatan dalam mendiagnosa menyebabkan proses inflamasi semakin

berkembang menjadi nekrosis dan akhirnya mengalami perforasi. Ketika perforasi

apendiks terjadi, gejala-gejala lain mulai timbul. Timbul nyeri abdomen yang

terlokalisir di kuadran kanan bawah dan dengan durasi yang pendek selama 2 hari

atau lebih. Pasien dengan perforasi sering terlihat membatasi gerak tubuhnya dan

disertai demam tinggi 38,9o C atau lebih. Gejala lain yang timbul yaitu buruknya

kemampuan untuk makan dan terjadi dehidrasi. Selain itu, perforasi dapat

menyumbat usus halus sehingga menyebabkan muntah dan sulit buang air besar.4

Gejala-gejala yang timbul dapat disebabkan karena reaksi peradangan

apendiks itu sendiri maupun adanya perforasi yang menyebabkan abses

terlokalisir di intraperitoneal sehingga terjadi fistulisasi dikulit menyebabkan

terbentuknya fistula enterokutaneus. Selain itu, abses juga dapat terbentuk di

retroperitoneal yang disebabkan oleh perforasi apendiks retrosekal atau dapat juga

terbentuk di hati yang disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui sistem vena

porta menyebabkan pylephlebitis (thrombosis vena porta karena sepsis).

Pylephlebitis menimbulkan gejala demam tinggi dan kuning.4

Perforasi apendiks dapat menyebabkan material infeksi masuk ke dalam area

peritoneum yang steril sehingga menyebabkan peritonitis. Peritonitis merupakan

inflamasi membran serosa yang melapisi rongga abdomen dan organ-organ yang

berada di dalamnya. Peritonitis dibagi menjadi peritonitis lokal dan difusa.19 Pada

peritonitis lokal, abses yang terbentuk terlokalisir di area yang kecil karena

adanya omentum dan organ viscera. Sedangkan pada peritonitis difusa, abses

sudah mencakup ke seluruh bagian abdomen.15


22

Manifestasi utama peritonitis adalah nyeri abdomen akut, nyeri tekan

abdomen (abdominal tenderness), dan defans muskular (abdominal guarding),

yang akan terasa semakin parah jika peritoneum digerakan, seperti ketika batuk

atau menggerakan panggul. Lokalisasi manifestasi ini tergantung pada jenis

peritonitis.19,20

2.12 Penatalaksanaan

2.12.1 Penatalaksanaan Apendisitis Akut

Bila diagnosa klinis apendisitis telah ditegakkan, tindakan yang paling tepat

dan paling baik adalah apendektomi. Apendektomi dapat dilakukan secara terbuka

ataupun dengan laparoskopi. Pada apendektomi terbuka, insisi McBurney paling

banyak dipilih oleh ahli bedah.11

2.12.2 Penatalaksanaan Perforasi Apendiks

Pada pasien dengan perforasi apendiks, perlu dilakukan laparotomi sehingga

dapat dilakukan pencucian dan pengeluaran pus, fibrin ataupun kantung nanah

dari rongga peritoneum. Namun sebelum dilakukan tindakan bedah, perlu

dilakukan perbaikan keadaan umum, rehidrasi, pemberian antibiotik untuk bakteri

Gram negatif dan positif serta bakteri anaerob dan juga perlu dilakukan

pemasangan selang nasogastrik.11


23

2.13 Komplikasi paska bedah

Apendektomi merupakan prosedur bedah yang cukup aman dengan angka

kematian paska bedah untuk apendisitis tanpa perforasi berkisar 0.8 per 1000 dan

angka kematian paska bedah untuk perforasi apendiks adalah 5.1 per 1000.5

2.13.1 Infeksi luka (wound infection)

Angka kejadian infeksi luka paska bedah ditentukan oleh kontaminasi luka

pada saat tindakan bedah. Angka kejadian infeksi bermacam-macam mulai

kurang dari 5% pada apendisitis sampai 20% pada kasus perforasi dan

gangrenosa. Penggunaan antibiotik selama tindakan bedah menunjukkan

penurunan angka kejadian infeksi luka paska bedah.5

2.13.2 Abses Intraabdomen

Abses intraabdomen atau pelvik dapat terbentuk pada periode paska bedah

setelah terjadi kontaminasi di rongga peritoneal. Pasien biasanya merasakan

swinging pyrexia. Diagnosis dapat diperkuat dengan Ultrasonografi (USG) atau

computed tomografi scanning.5

2.14 Prognosis

Angka kematian apendisitis tanpa komplikasi biasanya sangat rendah.

Namun pada kasus perforasi apendiks, angka kematian pada umumnya mencapai

0,2% dan pada usia lanjut angka kematiannya mencapai 15%.21


24

2.15 Kerangka Pemikiran

Apendisitis akut merupakan kondisi kegawatdaruratan yang paling sering

membutuhkan tindakan bedah abdomen pada anak.2 Puncak insidensi apendisitis

pada anak terjadi pada usia 10-12 tahun dan insidensi terendah terjadi pada bayi.3

Apendisitis akut pada anak lebih sulit di diagnosis2,8 karena anak-anak tidak

dapat menceritakan riwayat penyakitnya, sering mengalami nyeri abdomen yang

berasal dari penyebab – penyebab lain dan juga mungkin mempunyai tanda dan

gejala yang tidak spesifik.9,11,22 Faktor- faktor tersebut menyebabkan lebih dari

50% anak mengalami perforasi apendiks sebelum ditegakan diagnosis.9

Penilaian riwayat klinis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan secara teliti

merupakan suatu tahap yang yang dilakukan saat awal mendiagnosis dan untuk

mendapatkan diagnosis yang akurat.18 Diagnosis apendisitis dapat ditegakan

dengan menggunakan skala Alvarado dengan mengumpulkan skor manifestasi

klinis sebagai indikator yang lebih spesifik.10

Pada pasien perforasi apendiks, pasien bisa terlihat sangat sakit, mukanya

kemerah-merahan, membran mukosa kering dan terdapat peningkatan temperatur

dan denyut nadi.4 Perforasi apendiks ditandai demam tinggi, nyeri semakin hebat

meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan

defans muskular di seluruh perut serta terdapat penurunan peristaltik usus.11

Pasien apendisitis anak biasanya mengalami demam derajat rendah. Namun jika

pasien mengalami demam yang tinggi lebih dari 390 C, berarti telah terjadi

perforasi apendiks.17,18 Pada pemeriksaan laboratorium, peningkatan hitung


25

leukosit lebih dari 20.000 sel/μl menandakan kemungkinan terjadi perforasi

apendiks.10

Tata laksana yang paling tepat dan paling baik dalam menangani pasien

apendisitis adalah tindakan bedah.4 Komplikasi sering terjadi setelah dilakukan

tindakan bedah yaitu infeksi luka paska bedah dan timbulnya abses

intraabdomen.5

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis menggambarkan pasien

apendisitis akut yang mengalami perforasi pada pasien pediatrik di Sub-bagian

Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai

dengan 2007.
26

Pasien pediatrik apendisitis akut

Tidak dapat menceritakan Tanda dan gejala

riwayat penyakitnya yang tidak spesifik

Sulit didiagnosis / terlambat masuk rumah sakit

mengalami perforasi

Data sekunder : Data rekam medik periode 2005-2007

di Sub-Bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Gambaran apendisitis akut yang mengalami perforasi pada pasien pediatrik

Frekuensi Gejala Tanda

Usia Jenis kelamin

Pemeriksaan laboratorium Komplikasi paska bedah

(Hitung Leukosit)

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Subjek dan Metode Penelitian.

3.1.1 Subjek Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Rekam Medik pasien

di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan diagnosis

apendisitis akut/perforasi apendiks periode 2005 sampai dengan 2007. Data yang

digunakan dari status pasien anak tersebut meliputi identitas pasien, anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan komplikasi paska bedah.

3.1.2 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Deskripsi Retrospektif. Data

yang digunakan merupakan rekam medik pasien pediatrik apendisitis akut yang

mengalami perforasi di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

periode tahun 2005 sampai dengan 2007.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin

Bandung dan dilaksanakan pada tanggal 1 April sampai dengan 3 September 2008.

27
28

3.3 Sampel Penelitian

Rekam medis semua pasien pediatrik apendisitis akut yang mengalami perforasi

di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2005 sampai

dengan 2007.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Frekuensi.

2. Usia.

3. Jenis kelamin.

4. Gejala utama dan penyerta.

5. Kelainan pada pemeriksaan fisik.

6. Hasil pemeriksaan laboratorium.

7. Komplikasi paska bedah.

3.4.2 Definisi Operasional

A. Frekuensi

Frekuensi adalah jumlah kejadian dari kasus tertentu dalam periode waktu

tertentu. Pada penelitian ini, dilakukan penghitungan frekuensi sesuai dengan

variabel penelitian yang telah ditentukan (periode 2005 sampai dengan 2007).
29

B. Usia

Usia yang diteliti, dikelompokkan sesuai dengan pengelompokkan usia

pediatrik menurut WHO menjadi:

1. Infant : usia 1 bulan sampai dengan 23 bulan.

2. Usia prasekolah : usia 2 tahun sampai dengan 5 tahun.

3. Usia Sekolah: usia 6 tahun sampai dengan 14 tahun.

Keterangan : Menurut WHO kelompok usia sekolah adalah usia 6 tahun sampai

dengan 12 tahun, namun kelompok usia sekolah yang digunakan

di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah usia 6 tahun sampai

dengan 14 tahun.

C. Jenis Kelamin.

Jenis kelamin yang diteliti yaitu anak laki-laki dan anak perempuan .

D. Keluhan.

Keluhan yang diteliti yaitu

1. Riwayat gejala apendisitis akut, terdiri dari:

a) Nyeri yang berpindah dari periumbilikal ke kuadran kanan bawah.

b) Demam.

c) Mual dan muntah.

d) Nafsu makan menurun (anoreksia).


30

e) Gangguan buang air besar yaitu diare atau konstipasi.

2. Gejala perforasi apendiks, terdiri dari:

a) Nyeri di kuadran kanan bawah.

b) Nyeri diseluruh bagian abdomen.

c) Demam.

d) Kembung.

e) Konstipasi

E. Kelainan pada Pemeriksaan Fisik.

Kelainan pada pemeriksaan fisik yang diteliti yaitu

a. Peningkatan temperatur.

Dikelompokkan menjadi:

1. Normal : 36.50 C – 37.20 C

2. Subfebris : 37.30 C – 38.30 C

3. Febris : > 38.30 C

b. Distensi abdomen.

c. Nyeri tekan di seluruh bagian abdomen atau kuadran kanan bawah.

d. Defans muskular (Muscle guarding) di seluruh bagian abdomen atau kuadran

kanan bawah.
31

e. Tegang otot (Muscle rigidity) di seluruh bagian abdomen atau kuadran kanan

bawah.

f. Nyeri lepas (rebound tenderness) di seluruh bagian abdomen atau kuadran

kanan bawah.

g. Massa intraabdomen di kuadran kanan bawah.

F. Hasil Pemeriksaan Laboratorium.

Hasil pemeriksaan laboratorium yang diteliti adalah jumlah sel darah putih

(leukosit).

G. Komplikasi Paska Bedah.

Dilakukan penelitian terhadap jenis komplikasi yang timbul paska bedah.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Proposal Penelitian

Proposal penelitian diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Bandung (UNISBA) dan ke Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. Hasan Sadikin

Bandung untuk mendapatkan izin pengambilan data rekam medik yang berhubungan

dengan penelitian.
32

3.5.2 Pengumpulan Data

Pencatatan data rekam medik untuk penelitian dilaksanakan pada tanggal

26 Agustus sampai dengan 3 September 2008 di Instalasi Rekam Medik RSUP

Dr. Hasan Sadikin Bandung.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengumpulkan data adalah sebagai

berikut:

1) Pengolahan data.

Terdiri dari:

a. Data umum (identitas)

- Nama lengkap pasien.

- Nomor rekam medik pasien.

- Usia.

- Jenis kelamin.

b. Data khusus

- Anamnesis: mencakup gejala utama dan penyerta.

- Pemeriksaan fisik: mencakup tanda perforasi apendiks.

- Pemeriksaan laboratorium (hitung leukosit).

- Komplikasi paska bedah.


33

2) Mengamati dan mencatat hal-hal yang diteliti. Hal-hal tersebut adalah sebagai

berikut:

a) Jumlah penderita

b) Distribusi berdasarkan usia dan jenis kelamin :

1. Gejala dan tanda.

2. Temuan pemeriksaan laboratorium : hitung leukosit (jumlah dan

rata-rata).

3. Jenis komplikasi paska bedah.

3) Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara komputerisasi dengan

menggunakan metoda deskriptif.

3.5.3 Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini dilaksanakan pada tanggal 1 April sampai dengan

6 September 2008.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Jumlah Kasus Selama Kurun Waktu 2005 - 2007

Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan data seluruh kasus apendisitis akut

pada pasien pediatrik sebanyak 87 kasus. Perincian kasus per tahun disajikan dalam

bentuk tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Jumlah kasus Apendisitis Akut/Perforasi Apendiks Pasien Pediatrik


Berdasarkan Jenis Kelamin di Sub-bagian Bedah Anak RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode 2005 – 2007

Jenis Kelamin

Tahun Laki-laki Perempuan  %

 %  %
2005 9 16 2 6 11 13
2006 21 38 14 44 35 40
2007 25 45 16 50 41 47
Jumlah 55 100 32 100 87 100

Dari 87 kasus apendisitis akut, terdapat 62 kasus apendiks perforasi dan 59

kasus diantaranya telah berkembang menjadi peritonitis.

34
35

n = 87

Grafik 4.1 Jumlah Kasus Apendisitis Akut/Perforasi Apendiks Pasien Pediatrik


Berdasarkan Jenis Kelamin di Sub-bagian Bedah Anak RSUP
Dr.Hasan Sadikin Bandung Periode 2005-2007

Tabel 4.2 Jumlah kasus Apendisitis Akut/ Perforasi Apendiks Berdasarkan


Kelompok Usia dan Jenis Kelamin di Sub-bagian Bedah Anak RSUP
Dr.Hasan Sadikin Bandung Periode 2005-2007

2005 2006 2007


Kelompok Usia Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan  %
 %  %  %  %  %  %
Infant 0 0 0 0 1 5 0 0 0 0 0 0 1 1.1
Usia Prasekolah 1 11 0 0 2 10 1 7 4 16 3 19 11 13
Usia Sekolah 8 89 2 100 18 86 13 93 21 84 13 81 75 86
Jumlah 9 100 2 100 21 100 14 100 25 100 16 100 87 100
36

4.1.2 Jumlah Kasus Berdasarkan Kelompok Usia

Berdasarkan tabel 4.3, kelompok usia yang mempunyai persentase tertinggi

kasus apendisitis akut/perforasi apendiks adalah kelompok usia sekolah yaitu

75 kasus (86.2%). Sedangkan jumlah kasus terendah terdapat pada kelompok usia

infant dengan jumlah 1 kasus (1.1%).

Tabel 4.3 Jumlah Kasus Apendisitis Akut /Perforasi Apendiks di Sub-bagian


Bedah Anak RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung Berdasarkan
Kelompok Usia dan Jenis Kelamin

Apendisitis Akut Apendiks Infiltrat Peritonitis *


Kelompok Usia Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan  %
 %  %  %  %  %  %
Infant 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.381 0 0 1 1.1
Usia Prasekolah 1 9.091 1 7.692 0 0 0 0 6 14.29 3 17.6 11 12.644
Usia Sekolah 11 91.67 12 92.31 1 100 2 100 35 83.33 14 82.4 75 86.207
Jumlah 12 100 13 100 1 100 2 100 42 100 17 100 87 100
Keterangan : Peritonitis * ; terdiri dari peritonitis difusa dan peritonitis lokal yang disebabkan perforasi

apendiks.

Frekuensi apendisitis akut yang mengalami perforasi periode 2005 sampai

dengan 2007 untuk semua kelompok usia adalah 62 kasus (71%) mencakup 3 kasus

apendiks infiltrat dan 59 kasus peritonitis. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada

tabel 4.3.
37

Keterangan: n= 87
Grafik 4.2 Jumlah dan Persentase Kasus Apendisitis Akut/Perforasi Apendiks

n = 87

Grafik 4.3 Perbandingan Jenis Kelamin Pasien Apendisitis Akut/


Perforasi Apendiks
38

Perbandingan jumlah kasus apendisitis akut/perforasi apendiks semua kelompok

usia antara laki-laki (63.2%) dan perempuan (36.8%) adalah 1.7 : 1 dan dapat dilihat

pada grafik 4.3.

Frekuensi tertinggi kelompok usia pasien pediatrik dengan apendisitis akut yang

mengalami perforasi adalah kelompok usia sekolah yaitu sebesar 52 kasus (83.9%)

yang terdiri dari 3 kasus apendiks infiltrat dan 49 kasus peritonitis, dapat dilihat pada

table 4.3. Sedangkan perbandingan jumlah kasus apendisitis akut yang mengalami

perforasi semua kelompok usia antara laki-laki (69.4%) dan perempuan (30.6%)

adalah 2,3 : 1.

n = 62

Grafik 4.4 Perbandingan Jenis Kelamin Pasien Apendisitis Akut


yang Mengalami Perforasi
39

4.1.3 Gambaran Gejala dan Tanda

Dari 87 kasus apendisitis akut/perforasi apendiks, didapatkan gejala utama yang

paling sering dikeluhkan oleh pasien pada saat masuk RSUP Dr. Hasan Sadikin

Bandung adalah nyeri di kuadran kanan bawah (69 %) dan nyeri di seluruh bagian

perut (28 %). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.4.

Gejala penyerta yang sering dikeluhkan oleh pasien perforasi apendiks berturut-

turut adalah demam (80.6%) dan adanya riwayat nyeri berpindah dari periumbilikal

ke kuadran kanan bawah (66.1%). Sedangkan gejala yang paling sedikit tercatat

adalah anoreksia, dari 87 kasus apendisitis akut/perforasi apendiks hanya didapatkan

2 pasien peritonitis lokal yang mengeluhkan anoreksia. Untuk mengetahui lebih jelas

gejala-gejala penyerta lainnya kasus perforasi apendiks dapat dilihat pada grafik 4.6,

tabel 4.7 dan tabel 4.9.

Tanda-tanda perforasi apendiks pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan

(23.3%) dan nyeri lepas di kuadran kanan bawah (30.6%), nyeri tekan di seluruh

bagian abdomen (43.5%) dan demam subfebris (56.5%). Untuk lebih jelas dapat

dilihat pada grafik 4.7, tabel 4.8 dan tabel 4.10.


40

Tabel 4.4 Persentase Gejala Utama Pasien Pediatrik Apendisitis Akut/ Perforasi
Apendiks /Peritonitis pada Saat Masuk RSUP Dr.Hasan sadikin
Bandung.

Apendisitis Akut Apendiks Infiltrat Peritonitis*


Keluhan Utama  %
 %  %  %
Demam 0 0 0 0 1 2 1 1
Konstipasi 0 0 0 0 1 2 1 1
Nyeri KKB 24 96 3 100 33 56 60 69
Nyeri Abdomen 1 4 0 0 23 39 24 28
Kembung 0 0 0 0 1 2 1 1
Jumlah 25 100 3 100 59 100 87 100
Keterangan : Peritonitis * ; terdiri dari peritonitis difusa dan peritonitis lokal yang disebabkan perforasi
apendiks.
KKB : Kuadran Kanan Bawah.

n = 87

Keterangan; KKB : Kuadran Kanan Bawah.


Grafik 4.5 Perbandingan Keluhan Utama Pasien Pediatrik Apendisitis Akut/
Perforasi Apendiks pada Saat Masuk RSUP Dr.Hasan sadikin
Bandung
41

4.1.3.1 Gambaran Gejala dan Tanda pada Pasien Apendiks Infiltrat

Dari penelitian, didapatkan 3 kasus apendiks infiltrat. Semua kasus apendiks

infiltrat terjadi pada kelompok usia sekolah. Gejala yang dikeluhkan oleh semua

pasien adalah nyeri di kuadran kanan bawah dengan persentase masing-masing

33,3% untuk laki-laki dan 66,7% untuk perempuan. Sedangkan tanda-tanda pada

pemeriksaan fisik menunjukkan 100% mengalami nyeri tekan di kuadran kanan

bawah, 67% masing-masing mengalami nyeri lepas di kuadran kanan bawah, adanya

massa intraabdominal serta temperatur yang normal (afebris), dan 33% mengalami

demam subfebris. Persentase tanda pada kelompok usia sekolah dapat dilihat pada

grafik 4.7.

Keterangan; n=3; KKB : Kuadran Kanan Bawah


Grafik 4.6 Persentase Gejala pada Pasien Pediatrik dengan Apendiks Infiltrat
42

Keterangan; n=3; KKB : Kuadran Kanan Bawah


Grafik 4.7 Persentase Tanda pada Pasien Pediatrik dengan Apendiks Infiltrat

4.1.3.2 Gambaran Gejala dan Tanda pada Pasien Peritonitis

Jumlah pasien peritonitis yang disebabkan perforasi apendiks yang dirawat di

RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2005 sampai dengan 2007 adalah 59

kasus yang terdiri dari 24 kasus peritonitis lokal dan 35 kasus peritonitis difusa.

Gejala yang sering dikeluhkan pasien peritonitis di semua kelompok usia adalah nyeri

di kuadran kanan bawah dan nyeri di seluruh bagian abdomen. Sedangkan tanda pada

pemeriksaan fisik yang sering muncul berturut-turut adalah demam subfebris serta

nyeri tekan di kuadran kanan bawah dan nyeri tekan di seluruh bagian abdomen.
43

4.1.3.2.1 Peritonitis Lokal

Dari 24 kasus peritonitis lokal, nyeri di kuadran kanan bawah menjadi gejala

yang paling utama dikeluhkan yaitu sebesar 96%. Enam puluh enam koma tujuh

persen diantaranya paling banyak dikeluhkan oleh anak laki-laki usia sekolah. Gejala

lain yang banyak dikeluhkan oleh pasien adalah demam (88%) dan konstipasi (25%),

dapat dilihat pada tabel 4.5. Riwayat gejala apendisitis akut yang sering ditemukan

adalah nyeri yang berpindah dari dari periumbilikal ke kuadaran kanan bawah (71%).

Gejala-gejala penyerta lainnya dapat dilihat pada tabel 4.5 dan grafik 4.8.

Tabel 4.5 Persentase Gejala pada Pasien Pediatrik Perforasi Apendiks yang
Mengalami Peritonitis Lokal

Infant Usia Prasekolah Usia Sekolah


Keluhan ™ %
™ % ™ % ™ %
Nyeri KKB 0 0 3 19 20 24 23 96
Nyeri Abdomen 0 0 0 0 5 6 5 21
Demam 0 0 4 25 17 20 21 88
Kembung 0 0 0 0 3 4 3 13
Konstipasi 0 0 0 0 6 7 6 25
Riwayat Gejala AA :
Mual 0 0 0 0 1 1 1 4
Muntah 0 0 4 25 13 15 17 71
Anoreksia 0 0 0 0 2 2 2 8
Diare 0 0 1 6 3 4 4 17
Nyeri berpindah 0 0 4 25 13 15 17 71
Nyeri Abd. Bawah 0 0 0 0 1 1 1 4
Jumlah 0 0 16 100 84 100 99
Keterangan : n = 24; AA= Apendisitis Akut; KKB = Kuadran Kanan Bawah
44

n = 24

Keterangan : KKB = Kuadran Kanan Bawah

Grafik 4.8 Persentase Gejala pada Pasien Pediatrik Perforasi Apendiks


yang Mengalami Peritonitis Lokal

Berikut ini adalah persentase tanda-tanda peritonitis lokal pada pemeriksaan

fisik. Lima puluh empat persen pasien peritonitis lokal mengalami peningkatan suhu

antara 37.30 C – 38.30 C (subfebris). Sedangkan 21% pasien mengalami peningkatan

suhu lebih besar dari 38.30 C (febris).

Pada pemeriksaan abdomen, yang paling sering didapatkan didapatkan 71%

nyeri lepas di kuadran kanan bawah, 50% defans muskular di kuadran kanan bawah

dan 46% nyeri tekan di kuadran kanan bawah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada

tabel 4.6.
45

Tabel 4.6 Persentase Tanda pada Pemeriksaan Fisik Pasien Pediatrik


Perforasi Apendiks yang mengalami Peritonitis Lokal

Tanda pada Pemeriksaan Infant Usia Prasekolah Usia Sekolah


™ %
fisik ™ % ™ % ™ %
Suhu Subfebris 0 0 4 44 9 16 13 54.17
Suhu Febris 0 0 0 0 5 9 5 20.83
Nyeri Tekan KKB 0 0 1 11 10 17 11 45.83
Defans Muskular KKB 0 0 1 11 11 19 12 50
Tegang 0 0 1 11 8 14 9 37.5
Nyeri Lepas KKB 0 0 2 22 15 26 17 70.83
Jumlah 0 0 9 100 58 100 67
Keterangan: n=24; KKB: Kuadran Kanan Bawah.

Keterangan; n=24; KKB : Kuadran Kanan Bawah

Grafik 4.9 Persentase Tanda pada Pemeriksaan Fisik Pasien Pediatrik


Perforasi Apendiks yang Mengalami Peritonitis Lokal
46

4.1.3.2.2 Peritonitis Difusa

Dari 35 pasien peritonitis difusa, gejala yang paling sering muncul adalah

demam (77%) dan nyeri di seluruh bagian abdomen (66%). Selain itu, 23% pasien

menderita konstipasi. Riwayat gejala apendisitis akut yang paling sering menyertai

adalah nyeri yang berpindah dari periumbilikal ke kuadran kanan bawah (69%).

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Persentase Gejala pada Pasien Pediatrik Perforasi Apendiks


yang Mengalami Peritonitis Difusa
Infant Usia Prasekolah Usia Sekolah
Keluhan ™ %
™ % ™ % ™ %
Nyeri Abdomen 1 50 4 18 18 17 23 66
Demam 0 0 3 14 24 22 27 77
Kembung 0 0 3 14 9 8 12 34
Konstipasi 0 0 1 5 7 7 8 23
Riwayat Gejala AA:
Nyeri berpindah 1 50 5 23 18 17 24 69
Mual 0 0 0 0 5 5 5 14
Muntah 0 0 4 18 19 18 23 66
Anoreksia 0 0 0 0 0 0 0 0
Diare 0 0 2 9 7 7 9 26
Jumlah 2 100 22 100 107 100
Keterangan : n = 35 ; AA: Apendisitis Akut
47

n = 35

Grafik 4.10 Persentase Gejala pada Pasien Pediatrik Perforasi Apendiks


yang Mengalami Peritonitis Difusa

Berikut ini adalah persentase tanda-tanda peritonitis difusa pada pemeriksaan

fisik. Tujuh belas persen pasien mengalami peningkatan suhu lebih besar dari 38.30 C

(febris). Pada pemeriksaan di seluruh bagian abdomen didapatkan 77% nyeri tekan,

63% defans muskular, 43% nyeri lepas dan 60% tegang. Untuk lebih jelas dapat

dilihat pada tabel 4.8.


48

Tabel 4.8 Persentase Tanda pada Pemeriksaan Fisik Pasien Pediatrik


Perforasi Apendiks yang Mengalami Peritonitis Difusa
Infant Usia Prasekolah Usia Sekolah
Tanda pada Pemeriksaan fisik  %
™ % ™ % ™ %
Suhu Subfebris 0 0 4 15 17 18 21 60
Suhu Febris 0 0 0 0 6 6 6 17
Distensi Abdomen 0 0 1 4 8 9 9 26
Nyeri Tekan Abdomen 1 50 4 15 22 24 27 77
Defans Muskular Abdomen 1 50 13 50 8 9 22 63
Tegang 0 0 3 12 18 19 21 60
Nyeri Lepas Abdomen 0 0 1 4 14 15 15 43
Jumlah 2 100 26 100 93 100 121
Keterangan : n = 35.

Keterangan: n=35
Grafik 4.11 Persentase Tanda pada Pemeriksaan Fisik Pasien Pediatrik
Perforasi Apendiks yang Mengalami Peritonitis Difusa
49

4.1.4 Hasil Temuan dan Persentase Pemeriksaan Laboratorium (Hitung

Leukosit)

Dari 3 pasien apendiks infiltrat yang didapat tidak menunjukan peningkatan

jumlah leukosit. Didapatkan 2 pasien anak perempuan dengan jumlah leukosit kurang

dari 10.000 sel/ μl dan 1 pasien anak laki-laki dengan jumlah leukosit 15.200 sel/ μl.

Pada pasien peritonitis lokal, terdapat 37% kasus yang mengalami peningkatan

jumlah leukosit melebihi 20.000 sel/ μl yaitu di kelompok usia sekolah.

Pada peritonitis difusa, terdapat 1 pasien laki-laki infant dengan jumlah leukosit

3.100 sel/ μl (nilai rujukan : untuk 1 bulan = 5000 sel/ μl-19.500 sel/ μl, untuk 1-3

tahun = 6000 sel/ μl-17.500 sel/ μl). Jumlah leukosit lebih dari 20.000 sel/ μl pada

laki-laki usia prasekolah dan usia sekolah berkisar 37 %. Sedangkan pada perempuan

kelompok usia yang sama berkisar 11%. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel

4.10.

Tabel 4.9 Hitung Leukosit pada pasien Pediatrik Perforasi Apendiks


yang Mengalami Peritonitis Lokal
Laki-laki Perempuan
Kelompok Usia Leukosit
™ % ™ %
>20.000 0 0 0 0
Infant
<20.000 0 0 0 0
>20.000 2 11 0 0
Usia Prasekolah
<20.000 1 5 1 20
>20.000 6 32 3 60
Usia Sekolah
<20.000 10 53 1 20
Jumlah 19 100 5 100
Keterangan : n=24
50

Tabel 4.10 Hitung Leukosit pada Pasien Pediatrik Perforasi Apendiks


yang Mengalami Peritonitis Difusa

Laki-laki Perempuan
Kelompok Umur Leukosit
™ % ™ %
>20.000 0 0 0 0
Infant
<20.000 1 4 0 0
>20.000 2 9 1 8
Usia Prasekolah
<20.000 1 4 1 8
>20.000 11 48 3 25
Usia Sekolah
<20.000 8 35 7 58
Jumlah 23 100 12 100
Keterangan : n = 35.

Keterangan : n: 87; AA: ApendisitisAkut; AI: Apendiks Infiltrat; PLAP: Peritonitis Lokal et causa Apendiks
Perforasi; PDAP: Peritonitis Difusa et causa Apendiks Perforasi.

Grafik 4.12 Median dan Mean Hitung Leukosit pada Apendisitis


Akut/Perforasi Apendiks
51

Dari grafik 4.12 terlihat peningkatan jumlah leukosit pada pasien perforasi,

kecuali jumlah leukosit pada kasus apendiks infiltrat yang lebih rendah dari pada

jumlah leukosit pada apendisitis akut.

4.1.5 Jenis dan Persentase Komplikasi Paska Bedah.

Berikut ini merupakan komplikasi paska bedah dari 62 pasien apendisitis yang

mengalami perforasi. Persentase komplikasi yang terjadi sebesar 24.2% dan

komplikasi yang paling sering terjadi adalah abses intraabdomen (9.7%) dan infeksi

luka paska bedah (8.1%). Jenis komplikasi lainnya dapat dilihat pada tabel 4.11 dan

grafik 4.13. Komplikasi paska bedah paling banyak terjadi pada kelompok usia

sekolah yaitu 14 kasus (22.6%).

Tabel 4.11 Jenis Komplikasi Paska Bedah pada Pasien Pediatrik Perforasi
Apendiks

Infant Usia Prasekolah Usia Sekolah


Komplikasi Pasca Bedah ™ %
™ % ™ % ™ %
Infeksi Luka Paska Bedah 0 0 0 0 5 35.7 5 8.1
Abses Intra Abdomen 0 0 0 0 6 42.9 6 9.7
Abses Inguinal 0 0 0 0 1 7.1 1 1.6
Wound Dehiscence 0 0 1 100 1 7.1 2 3.2
Perforasi Ileum/ Sekum 0 0 0 0 1 7.1 1 1.6
Jumlah 0 0 1 100 14 100 15
Keterangan : n=62
52

n = 62

Grafik 4.13 Persentase Komplikasi Paska Bedah pada Pasien Pediatrik


yang Mengalami Perforasi

4.2 Keterbatasan Penelitian

Terdapat status rekam medik pasien pediatrik apendisitis akut/perforasi

apendiks yang hilang dan juga terdapat data status rekam medis pasien terkait dengan

anamnesa dan pemeriksaan fisik yang kurang lengkap sehingga menyebabkan

penelitian ini tidak dapat memberikan informasi secara keseluruhan.

4.3 Pembahasan

Hasil penelitian terhadap seluruh kasus apendisitis akut yang terdapat di Sub-

bagian Bedah Anak RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung selama periode 2005-2007

berjumlah 87 kasus. Kasus apendisitis akut berjumlah 25 orang dan perforasi

apendiks berjumlah 62 orang (71.2%). Data ini lebih tinggi dari keterangan referensi
53

bahwa perforasi apendiks dapat mencapai 19.2%.4 Perforasi apendiks pada penelitian

terdiri dari apendiks infiltrat berjumlah 3 orang, peritonitis lokal berjumlah 24 orang,

dan peritonitis difusa berjumlah 35 orang.

Berdasarkan jumlah kasus selama kurun waktu 2005-2007 dapat dilihat

bahwa kasus apendisitis akut (apendisitis akut/perforasi apendiks) mengalami

peningkatan pada tiap tahunnya, dengan kasus terbanyak ditemukan pada tahun 2007

yaitu 41 kasus (47%). Apendisitis sering disebabkan oleh sumbatan lumen yang

diikuti oleh infasi bakteri. Sumbatan terutama disebabkan oleh hiperplasia folikel

limfoid submukosa, fecalith, dan bakteri.3,15

Bila ditinjau dari kelompok usia pediatrik dan jenis kelamin, maka apendisitis

akut/perforasi apendiks dapat terjadi di setiap kelompok usia dan semua jenis

kelamin. Untuk perforasi apendiks, jumlah paling banyak terjadi pada anak kelompok

usia sekolah (6-14 tahun) dengan jumlah 52 kasus (83.9%), diantaranya laki-laki usia

sekolah dengan jumlah 36 kasus (58.06%) dan perempuan usia sekolah dengan

jumlah 16 kasus (25.8%). Sedangkan jumlah paling rendah terjadi pada infant (0-23

bulan) yang berjumlah 1 orang (1.6%). Data tersebut tidak sesuai dengan keterangan

referensi bahwa perforasi apendiks lebih banyak terjadi pada usia 1-4 tahun.2 Dalam

penelitian ini dari 62 pasien pediatrik perforasi apendiks didapatkan 43 pasien laki-

laki (69.4%) dan 19 pasien perempuan (30.6%). Berdasarkan angka tersebut dapat

dihitung rasio pasien laki-laki terhadap perempuan adalah 2,3 : 1.


54

Diagnosis apendisitis akut pada anak lebih sulit dari pada dewasa karena anak-

anak tidak dapat menceritakan riwayat penyakitnya, sering mengalami nyeri abdomen

yang berasal dari penyebab – penyebab lain dan juga mungkin mempunyai tanda dan

gejala yang tidak spesifik. Faktor- faktor tersebut menyebabkan lebih dari 50%

anak-anak mengalami perforasi apendiks sebelum didapatkan diagnosis.9 Keluhan

utama pasien pediatrik dengan apendisitis akut/perforasi apendiks pada saat masuk ke

RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2005-2007 ditemukan berturut-turut 60

pasien (69%) mengeluh nyeri di kuadran kanan bawah dan 24 pasien (28%)

mengeluh nyeri di seluruh bagian abdomen. Nyeri yang terlokalisir di kuadran kanan

bawah dan diikuti oleh nyeri di seluruh bagian abdomen menunjukan kemungkinan

telah terjadi perforasi.11

Gejala penyerta yang sering dikeluhkan oleh pasien perforasi apendiks adalah

berturut-turut 50 pasien (80.6%) mengeluhkan demam dan 43 pasien (69.4%) adanya

riwayat nyeri berpindah dari periumbilikal ke kuadran kanan bawah. Sedangkan yang

paling sedikit tercatat adalah anoreksia, hanya 2 pasien peritonitis lokal yang di

dalam status rekam mediknya dijelaskan mengenai anoreksia. Tidak dapat dijelaskan

apakah pasien tidak mengeluhkan anoreksia, pasien tidak komunikatif atau tidak

ditanyakan oleh dokter yang menangani pasien. Pada pasien anak, gejala anoreksia

timbul setelah nyeri di area periumbilikal. Gejala anoreksia pada anak jelas terlihat

sekali, kebanyakan anak tidak tertarik memakan makanan yang digemari oleh anak-

anak seperti es krim sundae.17,18 Anoreksia hampir selalu terdapat pada kasus
55

apendisitis sehingga jika pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan, diagnosa

apendisitis perlu dipertanyakan.8 Oleh karena itu, diperlukan anamnesis yang lengkap

agar diagnosis dapat ditegakkan dengan tepat.

Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien perforasi apendiks, tanda yang

paling sering didapatkan yaitu demam subfebris (56.5%) dan demam febris (11.7%).

Seluruh pasien apendiks infiltrat tidak mengalami demam febris, namun demam

febris dialami oleh pasien peritonitis lokal dan peritonitis difusa dengan persentasi

masing-masing 21% dan 17%. Berdasarkan referensi, pasien dengan perforasi akan

mengalami demam yang tinggi mencapai 38,90 C atau lebih4, akan tetapi tidak

disebutkan angka yang pasti mengenai peningkatan suhu pada pasien perforasi

apendiks. Namun persentase pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua

pasien perforasi apendiks mengalami febris.

Pada pemeriksaan abdomen, 100% pasien apendiks infiltrat menunjukan nyeri

tekan di kuadran kanan bawah dan 67% menunjukkan nyeri lepas di kuadran kanan

bawah. Pada pasien peritonitis lokal didapatkan 71% nyeri lepas di kuadran kanan

bawah dan 50% defans muskular di kuadran kanan bawah. Sedangkan pada pasien

peritonitis difusa didapatkan 77% nyeri tekan, 63% defans muskular dan 60% tegang

di seluruh bagian abdomen. Keterlambatan dalam mendiagnosa menyebabkan proses

inflamasi semakin berkembang menjadi nekrosis dan akhirnya mengalami perforasi4.

Perforasi apendiks dapat menyebabkan material infeksi masuk ke dalam area

peritoneum yang steril sehingga menyebabkan peritonitis.19 Pada peritonitis lokal,


56

abses yang terbentuk terlokalisir di area yang kecil karena adanya omentum dan

organ viscera. Sedangkan pada peritonitis difusa, abses sudah mencakup ke seluruh

bagian abdomen.15 Jenis peritonitis tersebut menyebabkan pasien mengalami variasi

lokasi nyeri.20

Dari 3 pasien apendiks infiltrat yang didapat tidak menunjukan peningkatan

jumlah leukosit. Didapatkan 2 pasien anak perempuan dengan jumlah leukosit kurang

dari 10.000 sel/μl dan 1 pasien anak laki-laki dengan jumlah leukosit 15.200 sel/μl.

Pada peritonitis lokal, 60% pasien di kelompok usia sekolah terdapat peningkatan

jumlah leukosit melebihi 20.000 sel/μl. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa

peningkatan jumlah leukosit melebihi 20.000 sel/μl menandakan kemungkinan telah

terjadi perforasi apendiks.10 Sedangkan pada peritonitis difusa, Jumlah leukosit lebih

dari 20.000 sel/μl pada laki-laki usia prasekolah dan usia sekolah masing-masing 37

% dan pada perempuan kelompok usia yang sama adalah 11%. Secara umum,

peningkatan hitung leukosit rata-rata pada pasien perforasi apendiks menunjukan

peningkatan.

Dari 62 kasus perforasi apendiks, persentase komplikasi yang terjadi sebesar

24.2%, terdiri dari abses intraabdomen (9.7%) dan infeksi luka paska bedah (8.1%).

Di dalam referensi tidak disebutkan angka pasti mengenai abses intraabdomen, lain

hal dengan infeksi luka paska bedah yang mencapai 20% pada kasus perforasi

apendiks. Terjadinya infeksi dan abses disebabkan oleh kontaminasi bakteri di rongga

peritoneum.5
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menarik kesimpulan :

1. Frekuensi kasus apendisitis akut yang mengalami perforasi pada pasien pediatrik

dengan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan

2007 adalah 62 kasus (71%).

2. Apendisitis akut yang mengalami perforasi lebih sering terjadi pada kelompok

usia sekolah yaitu 52 kasus (83,9%).

3. Perbandingan jumlah kasus apendisitis akut yang mengalami perforasi semua

kelompok usia antara laki-laki dan perempuan adalah 2,3 : 1.

4. Gejala yang sering muncul pada pasien pediatrik dengan apendisitis akut yang

mengalami perforasi, berturut-turut adalah nyeri di kuadran kanan bawah, demam

subfebris dan nyeri seluruh bagian abdomen.

5. Tanda yang sering muncul pada pasien pediatrik dengan apendisitis akut yang

mengalami perforasi, berturut-turut adalah nyeri tekan di seluruh bagian

abdomen, demam subfebris dan nyeri tekan di kuadran kanan bawah.

57
58

6. Peningkatan hitung leukosit rata-rata pada pasien perforasi apendiks adalah

sebagai berikut:

a. 10.266 sel/ μl untuk apendiks infiltrat.

b. 18.604 sel/ μl untuk peritonitis lokal.

c. 20.028 sel/ μl untuk peritonitis difusa.

7. Komplikasi paska bedah yang sering muncul pada pasien pediatrik dengan

apendisitis akut yang mengalami perforasi apendiks, berturut-turut adalah abses

intraabdomen, infeksi luka paska bedah dan wound dehiscence.

5.2 Saran

1. Anamnesis dokter terhadap pasien sebaiknya dilengkapi dengan gejala dan

tanda-tanda yang spesifik untuk pasien apendisitis akut/perforasi apendiks.

2. Penulis mengusulkan bentuk formulir isian status khusus pasien apendisitis

akut/perforasi apendiks untuk melengkapi kekurangan data rekam medis.

3. Setiap gejala ringan yang menuju ke arah apendisitis akut/perforasi apendiks

sebaiknya diwaspadai atau dimonitor secara ketat agar tidak terjadi kesalahan

dan keterlambatan dalam mendiagnosis terutama pada pasien pediatrik.


59

DAFTAR PUSTAKA

1. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The Biologic Basis For Disease
in Adults and Children. 5th edition. Philadelphia: Elsevier. 2006.

2. Berhman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson’s Text Book Of Pediatric.
17th edition. Philadelphia: Saunders. 2003.

3. Mazziotti MV, Minkes RK. Appendicitis: Surgical Perspective. eMedicine.


http://www.emedicine.com/ped/topic2925.htm. 25 Juli 2006. (Diakses pada
tanggal 8 April 2008, 10:03 WIB).

4. Zinner MJ, Ashley SW. Maingot’s Abdominal Operation. 11th edition. New
York: McGraw-Hill. 2007.

5. Humes DJ, Simpson J. Clinical review: Acute Appendicitis.


http://www.bmj.com/cgi/content/full/333/7567/530. 9 September 2006,
333:530-34. BMJ. (Diakses pada tanggal 8 April 2008, 10:20 WIB).

6. WD advertisement. Statistics by Country for Acute Appendicitis.


http://www.wrongdiagnosis.com/a/acute_appendicitis/stats-country.htm.
9 April 2003. (Diakses 5 Juli 2008, 08.20 WIB).

7. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Profil kesehatan provinsi Jawa Barat.
2006.

8. Brunicardi FC [et al]. Schwartz’s Principles of Surgery. 8th edition. New


York: McGraw-Hill. 2005.

9. Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update.


http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html. Journals: American Family
Physician® : Vol. 60/No. 7. 1999.(Diakses pada tanggal 24 Maret 2008,
19:23 WIB).

10. Kasper DL [et al]. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th edition.
New York: McGraw-Hill. 2005.

11. Sjamsuhidayat R, Wim DJ. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd edition. Jakarta: EGC.
2004.
60

12. Moore KL, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy. 5th edition. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins. 2006.

13. Eroschenko VP, Anggraini D, Sikumbang TM. Atlas Histologi di Fiore


dengan Korelasi Fungsional. 9th edition. Jakarta: EGC. 2003.

14. Junqueira LC, Carneiro J, Kelley RO. Histologi Dasar. Edisi ke-8. Jakarta :
EGC. 1997.

15. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbin’s and Cotran Pathologic Basis Of
Disease. 7th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2005.

16. Bickley LS, Szilagyi PG. Bate’s Guide to Physical Examination and History
Taking. 9th edition. Philadelphia : Lippincott. 2007.

17. American Pediatric Surgical Association. Appendicitis.


http://www.eapsa.org/parents/resources/appendicitis.cfm. 2008. Artikel dan
gambar disadur dari O'Neill: Principles of Pediatric Surgery. Elsevier. 2003.
(Diakses pada tanggal 22 April 2008, 20:48 WIB).

18. Rowe MI, O’Neill JA, Grosfeld JL, Fonkalsrud EW, Coran AG. Essential of
Pediatric Surgery . St.Louis: Mosby-year book. 1995.

19. Peralta R, Genuit T, Napolitano L.M, Guzofski S. Peritonitis and Abdominal.


eMedicine. http://www.emedicine.com/med/topic2737.htm. 2006. (Diakses
pada tanggal 5 September 2008, 12.48 WIB).

20. Wikipedia. Peritonitis. http://en.wikipedia.org/wiki/peritonitis. Wikimedia


Foundation, Inc. 2008 (Diakses pada tanggal 5 September 2008, 12.18 WIB).

21. McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM. Current Medical Diagnosis and
Treatment. 47th edition. San Francisco: McGraw-Hill. 2008.

22. Grrenfield, Lazar J., M.D. Scientific Principles and Practice. 2nd Edition.
Lippincot Raven.
61

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Permohonan Penelitian dari Fakultas Kedokteran UNISBA


62

Lampiran 2: Surat Izin Pengambilan Data Rekam Medik RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung.
63

Lampiran 3 : Identitas Pasien yang Diteliti


Jenis
No.
No Nama Kelamin Usia Alamat Diagnosis Tahun
Rekap
L P
1 23636 Ang 3 8 th Kopo AA 2005
2 24017 FA 3 10 th Cibiru Ap.Inf 2005
3 20158 Rhn 3 13 th Lembang AA 2006
4 20280 My 3 9 th Ciparay AA 2006
5 20283 RR 3 11 th Padalarang AA 2006
6 21169 Rzd 3 10 th Garut AA 2006
7 21483 Dn 3 9 th Bale Endah AA 2006
8 21544 Ocv 3 11 th Ciparay AA 2006
9 22707 AG 3 4,5th Garut AA 2006
10 23674 Im 3 7 th Cileunyi AA 2006
11 24916 AG 3 7 th Jl. Diponegoro AA 2006
12 25130 MP 3 10 th Lembang AA 2006
13 26030 An 3 13 th Cipatat AA 2006
14 26301 Ilh 3 9 th Lembang AA 2006
15 20343 Tk 3 12 th Batu Jajar AA 2007
16 20388 Spy 3 11 th Hegar Manah AA 2007
17 20590 Fj 3 8 th Cicendo AA 2007
18 23259 Fz 3 14 th Nagreg AA 2007
19 25350 AFH 3 13 th Ngamprah AA 2007
20 25430 An 3 13 th Cimahi AA 2007
21 25751 Gj 3 13th Pameungpeuk AA 2007
22 27888 Rv 3 5 th Ciparay AA 2007
23 27919 AG 3 9 th Sukabumi AA 2007
24 33269 Ns 3 10 th Geger Kalong AA 2006
25 533185 WR 3 12 th Bbk. Loa AA 2006
26 23254 Ch 3 11 th Cikalong Wetan AA 2006
27 627247 Hnf 3 12 th Lembang AP. Inf. 2007
28 638167 Nn 3 11 th Majalaya AP. Inf. 2007
29 23576 As 3 9 th Lembang PDAP 2005
30 20005 Shd 3 12 th Cijerah PDAP 2006
31 20105 Sn 3 7 th Jl. Kemakmuran PDAP 2006
32 20506 Ra 3 12 th Pastur PDAP 2006
33 20572 Dg 3 12 th Baleendah PDAP 2006
34 21114 Slt 3 5 th Subang PDAP 2006
35 21636 Am 3 6 bl Lembang PDAP 2006
64

Jenis
No.
No Nama Kelamin Usia Alamat Diagnosis Tahun
Rekap
L P
36 21641 SR 3 6 th Garut PDAP 2006
37 21825 Pc 3 10 th Cibiru PDAP 2006
38 22651 As 3 11 th Banjaran PDAP 2006
39 22756 Gtr 3 9 th Cihampelas PDAP 2006
40 22790 Ll 3 5 th Purwakarta PDAP 2006
41 23849 Wld 3 14 th Kiara Condong PDAP 2006
42 24446 Si 3 10 th Subang PDAP 2006
43 21478 Idth 3 7 th Purwakarta PDAP 2007
44 21902 Tsth 3 8 th M. Toha PDAP 2007
45 22531 MK 3 10 th Mulyasari PDAP 2007
46 22887 Irm 3 12 th Cibuntu PDAP 2007
47 23645 An 3 9 th Cipeuyeum PDAP 2007
48 364552 SW 3 9 th Margaasih PDAP 2007
49 363967 Md 3 13 th Bandung PDAP 2005
50 26358 Bth 3 5 th Bojongloa PDAP 2007
51 26403 Yd 3 8 th Bandung PDAP 2007
52 26638 SM 3 9 th Darwati PDAP 2007
53 26692 Dp 3 12 th Cicaheum PDAP 2007
54 27120 Fth 3 4 th Sukasari PDAP 2007
55 27652 Nng 3 3 th Bandung PDAP 2007
56 27920 Agt 3 10 th Cipongkor PDAP 2007
57 27943 Ead 3 12 th Ciwidey PDAP 2007
58 475106 HP 3 10 th Batununggal PDAP 2006
59 21113 Ag 3 11 th Cicadas PDAP 2007
60 26909 Skm 3 9 th Margaasih PDAP 2007
61 24642 Al 3 13 th Indramayu PDAP 2007
62 20092 Ap 3 8 th Sukaluyu PDAP 2006
63 25168 And 3 10 th Soreang PDAP 2007
64 23977 Tg 3 12 th Cihampelas PLAP 2005
65 24743 Snr 3 6 th Sindang Mukti PLAP 2005
66 24864 Yyn 3 12 th Dayeuh Kolot PLAP 2005
67 24925 Ed 3 5 th Soreang PLAP 2005
68 25253 Rnd 3 11 th Cibalok PLAP 2005
69 34546 Hsn 3 7 th Cipaera PLAP 2005
70 20309 Ad 3 12 th Bojong Koneng PLAP 2006
65

Jenis
No.
No Nama Kelamin Usia Alamat Diagnosis Tahun
Rekap
L P
71 22961 Snd 3 12 th Cikalong Wetan PLAP 2006
72 25801 Kk 3 10 th Kopo PLAP 2006
73 26143 Rr 3 9 th Baranang siang PLAP 2006
74 26278 Rg 3 6 th Parongpong PLAP 2006
75 20566 Jm 3 12 th Bojong Koneng PLAP 2007
76 20869 Fr 3 12 th Majalengka PLAP 2007
77 21460 Rp 3 13 th Indramayu PLAP 2007
78 22569 Ln 3 5 th Cikole PLAP 2007
79 23081 IkL 3 10 th Cibeunying PLAP 2007
80 23197 Mi 3 12 th Sersan Bajuri PLAP 2007
81 23251 By 3 12 th Rancaekek PLAP 2007
82 25486 Ihw 3 5 th Cibalong Bdg PLAP 2007
83 26076 Zf 3 6 th Soreang PLAP 2007
84 26679 Yld 3 10 th Margaasih PLAP 2007
85 27104 Fnd 3 12 th Ciparay PLAP 2007
86 33737 DAS 3 5 th Margaturip Indah PLAP 2007
87 22096 Br 3 9 th Soreang PLAP 2007

Keterangan :

AA : Apendisitis Akut

Ap.Inf : Apendiks Infiltrat

PLAP : Peritonitis Lokal et causa Apendiks Perforasi

PDAP : Peritonitis Difusa et causa Apendiks Perforasi


66

Lampiran 4: Contoh Formulir Isian yang Diusulkan Peneliti

FORMULIR ISIAN PASIEN

I. Identitas

Nama : L/P Usia : No. Rekap:

Masuk Rumah Sakit : Jam :

II. Anamnesis

1) Gejala klasik:
Nyeri perut kanan bawah ( + / - )
sejak ………
Didahului nyeri di ulu hati / periumbilikal ( + / - )
sejak ……..
Nyeri diseluruh bagian perut ( + / - )
sejak ………

2) Gejala penyerta:
Nafsu makan menurun ( + / - ) Sulit BAB ( + / - )
sejak ………. Sejak ……….
Demam ( + / - ) Diare ( + / - )
sejak …….. sejak ……….
Mual ( + / - ) Muntah ( + / - )
sejak ……… sejak ………
67

III. Tanda Vital

Tekanan darah ………….. mmHg Suhu ………… 0C

Kecepatan pernafasan ………….. X / menit.

Nadi ………… X / menit.

IV. Pemeriksaan Abdomen

Nyeri tekan: Cembung ( + / - )


- Diseluruh bagian perut ( + / - )
- Kuadran kanan bawah ( + / - ) Rovsing sign ( + / - )
Defans muskular
- Diseluruh bagian abdomen ( + / - ) Psoas sign ( + / - )
- Kuadran kanan bawah ( + / - )
Nyeri lepas Obturator sign ( + / - )
- Diseluruh bagian abdomen ( + / - )
- Kuadran kanan bawah ( + / - ) Massa intraabdomen ( + / - )
Tegang otot ( + / - )

V. Diagnosis kerja
68

VI. Tindakan VII. Medikasi


1. ………………..
1. …………
2. ……………….. 2. …………

3. ……………….. 3. …………
4. …………
4. ………………..
5. …………
5. ………………..

Bandung, ……………..

Dokter
penanggung jawab
Keluar Rumah Sakit :

Jam

NIP.
69

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Data Pribadi

Nama : Lukman Hilfi


NIM : 10100104017
Tempat/Tanggal Lahir : Cianjur/10 Maret 1985
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Komp. Margahayu Raya Barat Blok H2/44
Jl. Soekarno-Hatta Bandung 40286
e-mail : liver_man_pool@yahoo.com

2. Data Orang Tua

Nama Ayah : Entang Mulyana


Nama Ibu : R. Ani Rochaeni
Alamat : Kp. Ciwalen Pasar Jl. Mariwati KM 6 Desa
Kawung Luwuk Kec. Sukaresmi Cipanas- Cianjur
43254
70

3. Pendidikan

1987 – 1991 : Taman Kanak-Kanak Nagrak Sukaresmi


Cipanas - Cianjur.
1991 – 1997 : Sekolah Dasar Negeri I Kawung Luwuk
Sukaresmi Cipanas - Cianjur.
1997 – 2000 : Sekolah Menengah Pertama Negeri I Sukaresmi
Cipanas - Cianjur.
2000 – 2003 : Sekolah Menengah Atas Kartika III-3 kota
Bandung Jawa Barat.
2004 (1 semester) : Mahasiswa Fakultas/Jurusan Teknik Kimia
Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi.
2004- Sekarang : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Bandung.

4. Pengalaman Ekstrakulikuler

1996 – 1997 : Anggota Tae Kwon Do Sekolah Menengah


Pertama Negeri I Pacet Cipanas - Cianjur
1998 – 2000 : Bendahara Pramuka dan OSIS Sekolah Menengah
Pertama Negeri I Sukaresmi Cipanas - Cianjur.
2000 - 2001 : Anggota PMR Sekolah Menengah Atas Kartika
III-3 kota Bandung Jawa Barat.
2000 – 2002 : Sekolah Sepakbola UNI.
2003 – 2004 : - Humas IRMAS (Ikatan Remaja Masjid)
Al-A’La Ciwalen-Sukaresmi Kab.Cianjur.
- Kursus Bahasa Inggris LIA Bandung
2007 – Sekarang : - BIGREDS Bandung (Indonesian’s Official
Liverpool F.C. Supporters Club).
- BIGREDS Futsal Club.

Anda mungkin juga menyukai