Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
SKRIPSI
LUKMAN HILFI
10100104017
SKRIPSI
LUKMAN HILFI
10100104017
Pembimbing II
Cice Tresnasari, dr
NIP. D05.0415
ii
GAMBARAN APENDISITIS AKUT YANG MENGALAMI
PERFORASI PADA PASIEN PEDIATRIK DI SUB-BAGIAN
BEDAH ANAK RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
PERIODE TAHUN 2005 SAMPAI DENGAN 2007
SKRIPSI
LUKMAN HILFI
10100104017
Pembimbing II
Cice Tresnasari, dr
NIP. D05.0415
iii
Skripsi ini telah dipertahankan oleh penulis di dalam seminar
yang diadakan oleh
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung
pada tanggal 23 September 2008
Yang dihadiri oleh
iv
Motto :
Artinya : “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi
tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya,
niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
(QS. Luqman : 27)
“The G”
(You’ll Never Walk Alone)
untuk:
Ayah ibuku dan “A2/24”
“muga-muga
sing ginanjar kawilujengan, rahayu sapapanjangna,
dipaparin karaharjaan, ditambih kamulyaanana, kajembaran sareng kani’matan
ku Gusti nu Maha Suci dzohir bathin”
v
ABSTRAK
Kesimpulan: Apendisitis akut yang mengalami perforasi lebih sering terjadi pada
kelompok usia sekolah dan laki-laki. Gejala dan tanda yang sering muncul yaitu
nyeri di kuadran kanan bawah dan nyeri tekan di seluruh bagian abdomen. Hitung
leukosit rata-rata pada pasien perforasi apendiks mengalami peningkatan.
Komplikasi paska bedah yang paling sering terjadi adalah abses intraabdomen.
vi
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
Periode Tahun 2005 sampai dengan 2007”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan
viii
2. Tertianto Prabowo, dr., SpRM selaku sekretaris Fakultas Kedokteran
3. Alya Tursina, dr. selaku dosen wali di Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Bandung.
Bandung.
5. Prof. Dr. Cissy Rachiana S. Prawira, dr., Sp.A(K)., MSc selaku Direktur
Utama RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang telah memberikan izin
melakukan penelitian.
6. Ibu Esih, Bapak Mot, Bapak Yayat, Kang Diki, Teh Soleha serta seluruh staf
administrasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yang telah membantu dalam
7. Rizki Diposarosa, dr., SpB, terima kasih telah memberikan izin untuk
8. Budiman, dr. dan Devi, dr. yang selalu memberikan bimbingan, arahan,
skripsi.
ix
10. Bapak Entang Mulyana (Ayahanda) dan Ibu Ani Rochaeni (Ibunda), sembah
sujud ananda untukmu yang telah memberikan dorongan jasmani dan rohani
yang begitu besar, nasihat yang begitu bijak dan do’a yang teu pétot-pétot
kedokteran yang sangat dinantikan. Tiada lain selain terima kasih ananda
ucapkan dengan segenap hati kepada ayahanda dan ibunda tercinta, semoga
Allah SWT selalu memberikan kesehatan serta keselamatan dunia dan akhirat,
juga semoga Allah SWT membalas segala kasih sayang dan pengorbanan
11. Kakak-kakakku (Firman Syah dan Rossi serta Hilman Permana dan Dian)
12. Uu Endang dan Uu Enok, terima kasih atas do’a dan dorongan serta telah
Pangersa.
13. Ance Rohana (nenek) tercinta, terima kasih atas do’a serta dorongan baik
kesehatan.
14. Aa Ete dan Teh Mimah, terima kasih atas do’a dan dorongan serta telah
x
kasih telah membantu meningkatkan kebugaran saat penyusunan skripsi dan
Teh Ilis terima kasih atas pinjaman contoh skripsi sehingga membantu
15. Bapak Tata Kusnadi dan Ibu Tati, peneliti mengucapkan terima kasih dengan
segenap hati atas segala do’a, dorongan dan bantuan yang begitu besarnya
Universitas Islam Bandung dan saat ini telah menyelesaikan skripsi dengan
16. Emma Riana, peneliti haturkan terima kasih dengan tulus hati kepada
De’Emma tersayang atas segala do’a, dorongan, dan rasa sayang yang
Adhi dan Mitha, Derry dan Ratna, Wulan “Aink” serta seluruh prajurit
Defuser FC: Rio Irawan, Andri Saputra, Harry Sandi, Ibnu Maulani, Yan-Yan
Heryano dan Aldifian Anggita terima kasih atas do’a, persahabatan dan
18. Rekan-rekan seperjuangan, Yan-yan, Wulan, Hely, Mitha, dan Fida, yang
xi
memperjuangkan izin penelitian. Semoga kita semua mendapatkan
depan. Amin.
20. Rekan – Rekan BIGREDS Bandung, terima kasih atas do’a, dorongan
Di samping itu kepada segenap pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu
per satu, yang telah membantu penulisan skripsi ini, semoga amal ibadah,
dorongan, serta do’a yang diberikan kepada peneliti dengan tulus dan ikhlas
Wassalam
Peneliti,
Lukman Hilfi
xii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
xiii
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
2.4 Pengertian
xiv
2.11 Komplikasi Apendisitis ………………………………………………. 20
2.12 Penatalaksanaan
xv
3.5.2 Pengumpulan Data ……………………………………………… 32
Peritonitis …………………………………….………... 42
xvi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………………. 61
xvii
DAFTAR TABEL
2005-2007 …………………………………….……………..…. 34
2005-2007 …………..…………………………………………... 35
xviii
Tabel 4.7 Persentase Gejala pada Pasien Pediatrik Perforasi Apendiks
xix
DAFTAR GAMBAR
xx
DAFTAR GRAFIK
2005-2007 ……………..………………………………………... 35
xxi
Grafik 4.9 Persentase Tanda pada Pemeriksaan Fisik Pasien Pediatrik
xxii
DAFTAR BAGAN
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
UNISBA ................................................................................ 61
Peneliti ................................................................................... 66
xxiv
BAB I
PENDAHULUAN
industri lebih tinggi dibandingkan di negara berkembang. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya asupan serat serta tingginya asupan gula dan lemak4, sedangkan di
sampai 20 tahun5 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu 1,4 : 1.4
Rata-rata terdapat 80.000 anak menderita apendisitis, 4 anak dari tiap 1000 anak
kurang dari 14 tahun menderita apendisitis.2 Apendisitis pada anak paling sering
terjadi pada usia 10 – 19 tahun, dengan insidensi secara keseluruhan tiap tahun
rata-rata 20 kasus per 10.000 populasi. Insidensi tertinggi apendisitis pada laki-
laki adalah pada umur 10-14 tahun dengan angka kejadian 27,6 kasus per 10.000
populasi. Sedangkan insidensi tertinggi untuk perempuan yaitu pada usia 15-19
tahun dengan angka kejadian 20,5 kasus per 10.000 populasi.4 Puncak insidensi
apendisitis pada anak terjadi pada usia 10-12 tahun dan insidensi terendah terjadi
pada bayi.3
1
2
tahun untuk pasien rawat inap di Rumah Sakit yaitu sebesar 1,72 %.7
pemeriksaan fisik.4 Namun pada anak diagnosis lebih sulit ditegakkan dari pada
sering mengalami nyeri abdomen yang berasal dari penyebab – penyebab lain dan
mungkin mempunyai tanda dan gejala lain yang tidak spesifik. Faktor- faktor
yaitu 70 -75 %, lebih besar dari pada usia remaja yaitu 30 – 40% 2 dan secara
Perjalanan dari mulai timbulnya gejala menuju perforasi terjadi begitu cepat.
Menurut Smith dan Soybel, 20% kasus perforasi apendiks terjadi 24 jam setelah
apendiks terjadi 11 jam setelah timbulnya gejala. Hal ini menunjukkan bahwa
leukosit antara 10.000 sel/μl sampai dengan 15.000 sel/μl. Peningkatan hitung
3
apendiks.10
jiwa dengan angka kematian paska bedah untuk apendiks perforasi yaitu 5,1 per
1000 kasus. Komplikasi yang sering terjadi setelah dilakukan apendektomi yaitu
apendiks, angka kejadian komplikasi tersebut menjadi lebih besar. Untuk kasus
apendisitis tanpa perforasi, angka kejadian infeksi paska bedah kurang dari 5%.
menjadi 20%.5
yang telah dijelaskan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005
2. Pada kelompok usia yang mana insidensi tertinggi perforasi apendiks pada
pasien pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai
dengan 2007.
perforasi pada pasien pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan
Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan 2007.
6. Jenis komplikasi paska bedah apakah yang timbul pada pasien pediatrik
Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan 2007.
5
1.3.1 Maksud
terhadap rekam medik pasien pediatrik apendisitis akut yang mengalami perforasi
di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2005
1.3.2 Tujuan
Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung selama tahun 2005 sampai
dengan 2007.
pasien pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
pasien pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan
2007.
4. Untuk mengetahui gambaran gejala dan tanda apendisitis akut yang mengalami
perforasi pada pasien pediatrik di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan
Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan 2007.
6. Untuk mengetahui jenis komplikasi paska bedah yang timbul pada pasien
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan 2007.
peritonitis.
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan
2007.
BAB II
berbentuk seperti cacing dengan panjang 6-10 cm. Apendiks muncul dari bagian
pada gambar 2.1. Mesoapendiks berasal dari bagian posterior mesenterium ileum
Mesoapendiks terdiri dari jaringan lemak serta pembuluh apendiks dan sedikit
ileosekal. 12
7
8
McBurney terletak pada sepertiga lateral dan duapertiga medial garis miring
Apendiks disuplai oleh arteri apendikular yang berasal dari arteri ileokolik.
Darah dari sekum dan apendiks dialirkan melalui vena ileokolik menuju vena
mesentrik superior.12
mesenterik superior.12
Persarafan sekum dan apendiks berasal dari saraf simpatik dan parasimpatik
dari pleksus mesenterik superior. Serat saraf simpatik berasal dari bagian
torasikus bawah spinal cord dan serat saraf parasimpatik berasal dari nervus
vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks bersatu dengan saraf simpatetik menuju
eksterna dan serosa. Secara struktural mempunyai kesamaan dengan usus besar.13
Namun, apendiks memiliki kelenjar intestinal yang lebih sedikit dan lebih pendek
Mukosa apendiks terdiri dari epitel pelapis, lamina propria dan muskularis
mukosa. Epitel selapis silindris banyak mengandung sel goblet. Di bagian bawah
9
banyak terdapat jaringan limfoid difus dan sering terlihat sampai ke submukosa.
darah. Muskularis eksterna apendiks terdiri dari lapisan sirkular dalam dan
dan dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di
apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfoid
seluruh tubuh.11
setelah lahir. Jumlah jaringan limfoid meningkat seiring pertambahan usia sampai
pubertas, kemudian akan menetap pada dekade berikutnya dan kemudian akan
mulai menurun. Pada akhirnya, jaringan limfoid akan menghilang setelah usia 60
tahun.8
2.4 Pengertian
vermiformis.1
2.5 Epidemiologi
berserat.11
Di Amerika Serikat, apendisitis paling sering terjadi pada usia antara 10 dan
20 tahun, tetapi setiap orang dalam kehidupannya mempunyai risiko berbeda yaitu
8.6% untuk laki-laki dan 6.7% untuk perempuan,3,4 rata-rata terdapat 11 kasus per
10.000 populasi per tahun dengan perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu
1,4 : 1.4 Insidensi tertinggi apendisitis pada laki-laki yaitu 27,6 kasus per 10.000
populasi pada usia 10-14 tahun. Sedangkan insidensi tertinggi untuk perempuan
yaitu 20,5 kasus per 10.000 populasi pada usia 15-19 tahun.4
tiap 1000 anak kurang dari 14 tahun menderita apendisitis.2 Puncak insidensi
12
apendisitis pada anak terjadi pada usia 10-12 tahun dan insidensi terendah terjadi
pada bayi.3
Diagnosa apendisitis akut pada anak lebih sulit dari pada dewasa karena
abdomen yang berasal dari penyebab – penyebab lain dan juga mungkin
mempunyai tanda dan gejala yang tidak spesifik. Faktor- faktor tersebut
didapatkan diagnosa.9 Risiko perforasi pada anak usia 1 – 4 tahun yaitu 70 -75 %
2
lebih besar dari pada usia remaja yaitu 30 – 40% dan secara keseluruhan,
Apendisitis sering disebabkan oleh sumbatan lumen yang diikuti oleh infasi
seperti measles; cacing seperti pinworms, ascaris dan taenia; dan tumor. Hal ini
Fecalith ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut, 65% kasus pada
apendisitis gangrenosa yang tidak ruptur, dan 90% pada kasus apendisitis
kurangnya asupan serat serta tingginya asupan gula dan lemak sehingga
menyebabkan feses di dalam usus menjadi lebih kecil, lebih lama berada di usus
13
karena bakteri pada infeksi apendiks pada dasarnya sama dengan bakteri yang
2.7 Patomekanisme
Wangesteen menjelaskan bahwa lipatan mukosa dan serat otot yang membentuk
(1) Sumbatan lumen disebabkan oleh fecalith dan pembengkakan jaringan limfoid
yang disebabkan oleh infeksi virus (cacar), cacing (seperti cacing pita,
apendiks.10
(4) Pertumbuhan berlebih dari bakteri di lumen apendiks dan translokasi bakteri
menyebabkan nekrosis.4
apendisitis.2
2.8.1 Gejala
Apendisitis akut sering timbul dengan gejala khas yang didasari oleh radang
apendisitis yang terdiri dari nyeri, mual disertai muntah dan demam. Pada tahap
awal sumbatan apendiks, pasien akan merasakan nyeri kram abdomen yang hilang
Nyeri awal tersebut merupakan tipe nyeri visceral dan biasanya berlangsung
selama 4 sampai 6 jam, tapi pada seseorang yang tahan rasa sakit atau seseorang
yang sedang tidur, rasa nyeri tersebut mugkin tidak akan terasa.15 Keluhan ini
sering disertai dengan mual yang terkadang disertai dengan muntah. Dalam
beberapa jam kemudian nyeri akan berpindah ke bagian bawah perut sebelah
kanan yaitu ke titik McBurney.11 Nyeri di titik McBurney merupakan tipe nyeri
somatik yang akan menetap dan kemudian akan semakin berat. Nyeri akan terasa
Penurunan nafsu makan hampir selalu terdapat pada kasus apendisitis. Oleh
karena itu, jika pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan, diagnosis
namun muntah tidak menjadi gejala utama dan tidak menjadi gejala yang
Sebagian besar pasien mengalami kesulitan buang air besar sebelum terjadi
nyeri abdomen dan banyak yang merasakan bahwa nyeri abdomen tersebut hilang
setelah melakukan buang air besar. Akan tetapi, pada beberapa pasien terjadi
yang signifikan. Pada lebih dari 95% pasien apendisitis akut, penurunan nafsu
makan menjadi gejala yang paling utama, diikuti dengan nyeri abdomen yang
kemudian diikuti atau tidak diikuti oleh muntah. Oleh karena itu, jika muntah
terjadi lebih dulu dari pada nyeri abdomen maka diagnosis apendisitis perlu
dipertimbangkan lagi.8
akan timbul. Pasien akan merasakan nyeri abdomen selama dua hari atau lebih,
akan tetapi durasi gejalanya lebih pendek. Nyeri tersebut biasanya terlokalisasi di
area kuadran kanan bawah jika perforasi telah menembus struktur intraabdomen
termasuk omentum, tapi nyeri tersebut dapat menjadi tumpul jika terjadi
peritonitis generalisata.4 Kemudian nyeri akan menjadi semakin parah, tegang dan
kembung yang meliputi seluruh bagian abdomen. Peristaltik usus akan menurun
buang air besar.11 Pasien dengan perforasi akan mengalami demam yang tinggi
2.8.2 Tanda
pada saat batuk terutama pada anak usia muda. Rasa nyeri yang menunjukan
guarding) akan didapatkan dengan pola volunter saat awal dan kemudian akan
nyeri lepas (Rebound tenderness), nyeri tekan berpindah (rovsing’s sign)4 dan
mengiritasi otot psoas, maka psoas sign positif dan jika peradangan apendiks
mengiritasi otot obturator, maka obturator sign positif yang menunjukan nyeri di
hipogastrik kanan. Pada pemeriksaan rektum didapatkan rasa nyeri di sisi kanan
rektum. Akan tetapi perlu diperhitungkan penyebab lain selain karena apendisitis
Pada pasien perforasi apendiks , pasien bisa terlihat sangat sakit dan kaku,
yang tinggi mencapai 38,9o C atau lebih.4. Jika sepsis terjadi, maka tekanan darah
menimbulkan abses atau phlegmon, maka akan terpalpasi adanya suatu massa di
kuadran kanan bawah. Jika ruptur telah mencapai struktur intraperitoneal maka
tenderness).4
peningkatan hitung leukosit antara 10.000 sel/μl sampai dengan 15.000/μl. Selain
itu, pada pemeriksaan differential count menunjukan shift to the left, dengan
Manifestasi Nilai
Gejala
Perpindahan nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur 1
Temuan laboratorium
Leukositosis 2
Left shift 1
Total poin 10
antara 0,5 – 1 %.2 Morbiditas dan mortalitas pada anak telah mengalami
apendiks terjadi, gejala-gejala lain mulai timbul. Timbul nyeri abdomen yang
terlokalisir di kuadran kanan bawah dan dengan durasi yang pendek selama 2 hari
atau lebih. Pasien dengan perforasi sering terlihat membatasi gerak tubuhnya dan
disertai demam tinggi 38,9o C atau lebih. Gejala lain yang timbul yaitu buruknya
kemampuan untuk makan dan terjadi dehidrasi. Selain itu, perforasi dapat
menyumbat usus halus sehingga menyebabkan muntah dan sulit buang air besar.4
retroperitoneal yang disebabkan oleh perforasi apendiks retrosekal atau dapat juga
terbentuk di hati yang disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui sistem vena
inflamasi membran serosa yang melapisi rongga abdomen dan organ-organ yang
berada di dalamnya. Peritonitis dibagi menjadi peritonitis lokal dan difusa.19 Pada
peritonitis lokal, abses yang terbentuk terlokalisir di area yang kecil karena
adanya omentum dan organ viscera. Sedangkan pada peritonitis difusa, abses
yang akan terasa semakin parah jika peritoneum digerakan, seperti ketika batuk
peritonitis.19,20
2.12 Penatalaksanaan
Bila diagnosa klinis apendisitis telah ditegakkan, tindakan yang paling tepat
dan paling baik adalah apendektomi. Apendektomi dapat dilakukan secara terbuka
dapat dilakukan pencucian dan pengeluaran pus, fibrin ataupun kantung nanah
Gram negatif dan positif serta bakteri anaerob dan juga perlu dilakukan
kematian paska bedah untuk apendisitis tanpa perforasi berkisar 0.8 per 1000 dan
angka kematian paska bedah untuk perforasi apendiks adalah 5.1 per 1000.5
Angka kejadian infeksi luka paska bedah ditentukan oleh kontaminasi luka
kurang dari 5% pada apendisitis sampai 20% pada kasus perforasi dan
Abses intraabdomen atau pelvik dapat terbentuk pada periode paska bedah
2.14 Prognosis
Namun pada kasus perforasi apendiks, angka kematian pada umumnya mencapai
pada anak terjadi pada usia 10-12 tahun dan insidensi terendah terjadi pada bayi.3
Apendisitis akut pada anak lebih sulit di diagnosis2,8 karena anak-anak tidak
berasal dari penyebab – penyebab lain dan juga mungkin mempunyai tanda dan
gejala yang tidak spesifik.9,11,22 Faktor- faktor tersebut menyebabkan lebih dari
Penilaian riwayat klinis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan secara teliti
merupakan suatu tahap yang yang dilakukan saat awal mendiagnosis dan untuk
Pada pasien perforasi apendiks, pasien bisa terlihat sangat sakit, mukanya
dan denyut nadi.4 Perforasi apendiks ditandai demam tinggi, nyeri semakin hebat
meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan
Pasien apendisitis anak biasanya mengalami demam derajat rendah. Namun jika
pasien mengalami demam yang tinggi lebih dari 390 C, berarti telah terjadi
apendiks.10
Tata laksana yang paling tepat dan paling baik dalam menangani pasien
tindakan bedah yaitu infeksi luka paska bedah dan timbulnya abses
intraabdomen.5
Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai
dengan 2007.
26
mengalami perforasi
(Hitung Leukosit)
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Rekam Medik pasien
di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan diagnosis
apendisitis akut/perforasi apendiks periode 2005 sampai dengan 2007. Data yang
digunakan dari status pasien anak tersebut meliputi identitas pasien, anamnesis,
yang digunakan merupakan rekam medik pasien pediatrik apendisitis akut yang
mengalami perforasi di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Penelitian ini dilakukan di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung dan dilaksanakan pada tanggal 1 April sampai dengan 3 September 2008.
27
28
Rekam medis semua pasien pediatrik apendisitis akut yang mengalami perforasi
di Sub-bagian Bedah Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2005 sampai
dengan 2007.
1. Frekuensi.
2. Usia.
3. Jenis kelamin.
A. Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah kejadian dari kasus tertentu dalam periode waktu
variabel penelitian yang telah ditentukan (periode 2005 sampai dengan 2007).
29
B. Usia
Keterangan : Menurut WHO kelompok usia sekolah adalah usia 6 tahun sampai
dengan 14 tahun.
C. Jenis Kelamin.
Jenis kelamin yang diteliti yaitu anak laki-laki dan anak perempuan .
D. Keluhan.
b) Demam.
c) Demam.
d) Kembung.
e) Konstipasi
a. Peningkatan temperatur.
Dikelompokkan menjadi:
b. Distensi abdomen.
kanan bawah.
31
e. Tegang otot (Muscle rigidity) di seluruh bagian abdomen atau kuadran kanan
bawah.
kanan bawah.
Hasil pemeriksaan laboratorium yang diteliti adalah jumlah sel darah putih
(leukosit).
Bandung (UNISBA) dan ke Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung untuk mendapatkan izin pengambilan data rekam medik yang berhubungan
dengan penelitian.
32
berikut:
1) Pengolahan data.
Terdiri dari:
- Usia.
- Jenis kelamin.
b. Data khusus
2) Mengamati dan mencatat hal-hal yang diteliti. Hal-hal tersebut adalah sebagai
berikut:
a) Jumlah penderita
rata-rata).
6 September 2008.
BAB IV
Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan data seluruh kasus apendisitis akut
pada pasien pediatrik sebanyak 87 kasus. Perincian kasus per tahun disajikan dalam
Jenis Kelamin
% %
2005 9 16 2 6 11 13
2006 21 38 14 44 35 40
2007 25 45 16 50 41 47
Jumlah 55 100 32 100 87 100
34
35
n = 87
75 kasus (86.2%). Sedangkan jumlah kasus terendah terdapat pada kelompok usia
apendiks.
dengan 2007 untuk semua kelompok usia adalah 62 kasus (71%) mencakup 3 kasus
apendiks infiltrat dan 59 kasus peritonitis. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada
tabel 4.3.
37
Keterangan: n= 87
Grafik 4.2 Jumlah dan Persentase Kasus Apendisitis Akut/Perforasi Apendiks
n = 87
usia antara laki-laki (63.2%) dan perempuan (36.8%) adalah 1.7 : 1 dan dapat dilihat
Frekuensi tertinggi kelompok usia pasien pediatrik dengan apendisitis akut yang
mengalami perforasi adalah kelompok usia sekolah yaitu sebesar 52 kasus (83.9%)
yang terdiri dari 3 kasus apendiks infiltrat dan 49 kasus peritonitis, dapat dilihat pada
table 4.3. Sedangkan perbandingan jumlah kasus apendisitis akut yang mengalami
perforasi semua kelompok usia antara laki-laki (69.4%) dan perempuan (30.6%)
adalah 2,3 : 1.
n = 62
paling sering dikeluhkan oleh pasien pada saat masuk RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung adalah nyeri di kuadran kanan bawah (69 %) dan nyeri di seluruh bagian
perut (28 %). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.4.
Gejala penyerta yang sering dikeluhkan oleh pasien perforasi apendiks berturut-
turut adalah demam (80.6%) dan adanya riwayat nyeri berpindah dari periumbilikal
ke kuadran kanan bawah (66.1%). Sedangkan gejala yang paling sedikit tercatat
2 pasien peritonitis lokal yang mengeluhkan anoreksia. Untuk mengetahui lebih jelas
gejala-gejala penyerta lainnya kasus perforasi apendiks dapat dilihat pada grafik 4.6,
(23.3%) dan nyeri lepas di kuadran kanan bawah (30.6%), nyeri tekan di seluruh
bagian abdomen (43.5%) dan demam subfebris (56.5%). Untuk lebih jelas dapat
Tabel 4.4 Persentase Gejala Utama Pasien Pediatrik Apendisitis Akut/ Perforasi
Apendiks /Peritonitis pada Saat Masuk RSUP Dr.Hasan sadikin
Bandung.
n = 87
infiltrat terjadi pada kelompok usia sekolah. Gejala yang dikeluhkan oleh semua
33,3% untuk laki-laki dan 66,7% untuk perempuan. Sedangkan tanda-tanda pada
bawah, 67% masing-masing mengalami nyeri lepas di kuadran kanan bawah, adanya
massa intraabdominal serta temperatur yang normal (afebris), dan 33% mengalami
demam subfebris. Persentase tanda pada kelompok usia sekolah dapat dilihat pada
grafik 4.7.
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 2005 sampai dengan 2007 adalah 59
kasus yang terdiri dari 24 kasus peritonitis lokal dan 35 kasus peritonitis difusa.
Gejala yang sering dikeluhkan pasien peritonitis di semua kelompok usia adalah nyeri
di kuadran kanan bawah dan nyeri di seluruh bagian abdomen. Sedangkan tanda pada
pemeriksaan fisik yang sering muncul berturut-turut adalah demam subfebris serta
nyeri tekan di kuadran kanan bawah dan nyeri tekan di seluruh bagian abdomen.
43
Dari 24 kasus peritonitis lokal, nyeri di kuadran kanan bawah menjadi gejala
yang paling utama dikeluhkan yaitu sebesar 96%. Enam puluh enam koma tujuh
persen diantaranya paling banyak dikeluhkan oleh anak laki-laki usia sekolah. Gejala
lain yang banyak dikeluhkan oleh pasien adalah demam (88%) dan konstipasi (25%),
dapat dilihat pada tabel 4.5. Riwayat gejala apendisitis akut yang sering ditemukan
adalah nyeri yang berpindah dari dari periumbilikal ke kuadaran kanan bawah (71%).
Gejala-gejala penyerta lainnya dapat dilihat pada tabel 4.5 dan grafik 4.8.
Tabel 4.5 Persentase Gejala pada Pasien Pediatrik Perforasi Apendiks yang
Mengalami Peritonitis Lokal
n = 24
fisik. Lima puluh empat persen pasien peritonitis lokal mengalami peningkatan suhu
nyeri lepas di kuadran kanan bawah, 50% defans muskular di kuadran kanan bawah
dan 46% nyeri tekan di kuadran kanan bawah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
tabel 4.6.
45
Dari 35 pasien peritonitis difusa, gejala yang paling sering muncul adalah
demam (77%) dan nyeri di seluruh bagian abdomen (66%). Selain itu, 23% pasien
menderita konstipasi. Riwayat gejala apendisitis akut yang paling sering menyertai
adalah nyeri yang berpindah dari periumbilikal ke kuadran kanan bawah (69%).
n = 35
fisik. Tujuh belas persen pasien mengalami peningkatan suhu lebih besar dari 38.30 C
(febris). Pada pemeriksaan di seluruh bagian abdomen didapatkan 77% nyeri tekan,
63% defans muskular, 43% nyeri lepas dan 60% tegang. Untuk lebih jelas dapat
Keterangan: n=35
Grafik 4.11 Persentase Tanda pada Pemeriksaan Fisik Pasien Pediatrik
Perforasi Apendiks yang Mengalami Peritonitis Difusa
49
Leukosit)
jumlah leukosit. Didapatkan 2 pasien anak perempuan dengan jumlah leukosit kurang
dari 10.000 sel/ μl dan 1 pasien anak laki-laki dengan jumlah leukosit 15.200 sel/ μl.
Pada pasien peritonitis lokal, terdapat 37% kasus yang mengalami peningkatan
Pada peritonitis difusa, terdapat 1 pasien laki-laki infant dengan jumlah leukosit
3.100 sel/ μl (nilai rujukan : untuk 1 bulan = 5000 sel/ μl-19.500 sel/ μl, untuk 1-3
tahun = 6000 sel/ μl-17.500 sel/ μl). Jumlah leukosit lebih dari 20.000 sel/ μl pada
laki-laki usia prasekolah dan usia sekolah berkisar 37 %. Sedangkan pada perempuan
kelompok usia yang sama berkisar 11%. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel
4.10.
Laki-laki Perempuan
Kelompok Umur Leukosit
% %
>20.000 0 0 0 0
Infant
<20.000 1 4 0 0
>20.000 2 9 1 8
Usia Prasekolah
<20.000 1 4 1 8
>20.000 11 48 3 25
Usia Sekolah
<20.000 8 35 7 58
Jumlah 23 100 12 100
Keterangan : n = 35.
Keterangan : n: 87; AA: ApendisitisAkut; AI: Apendiks Infiltrat; PLAP: Peritonitis Lokal et causa Apendiks
Perforasi; PDAP: Peritonitis Difusa et causa Apendiks Perforasi.
Dari grafik 4.12 terlihat peningkatan jumlah leukosit pada pasien perforasi,
kecuali jumlah leukosit pada kasus apendiks infiltrat yang lebih rendah dari pada
Berikut ini merupakan komplikasi paska bedah dari 62 pasien apendisitis yang
komplikasi yang paling sering terjadi adalah abses intraabdomen (9.7%) dan infeksi
luka paska bedah (8.1%). Jenis komplikasi lainnya dapat dilihat pada tabel 4.11 dan
grafik 4.13. Komplikasi paska bedah paling banyak terjadi pada kelompok usia
Tabel 4.11 Jenis Komplikasi Paska Bedah pada Pasien Pediatrik Perforasi
Apendiks
n = 62
apendiks yang hilang dan juga terdapat data status rekam medis pasien terkait dengan
4.3 Pembahasan
Hasil penelitian terhadap seluruh kasus apendisitis akut yang terdapat di Sub-
bagian Bedah Anak RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung selama periode 2005-2007
apendiks berjumlah 62 orang (71.2%). Data ini lebih tinggi dari keterangan referensi
53
bahwa perforasi apendiks dapat mencapai 19.2%.4 Perforasi apendiks pada penelitian
terdiri dari apendiks infiltrat berjumlah 3 orang, peritonitis lokal berjumlah 24 orang,
peningkatan pada tiap tahunnya, dengan kasus terbanyak ditemukan pada tahun 2007
yaitu 41 kasus (47%). Apendisitis sering disebabkan oleh sumbatan lumen yang
diikuti oleh infasi bakteri. Sumbatan terutama disebabkan oleh hiperplasia folikel
Bila ditinjau dari kelompok usia pediatrik dan jenis kelamin, maka apendisitis
akut/perforasi apendiks dapat terjadi di setiap kelompok usia dan semua jenis
kelamin. Untuk perforasi apendiks, jumlah paling banyak terjadi pada anak kelompok
usia sekolah (6-14 tahun) dengan jumlah 52 kasus (83.9%), diantaranya laki-laki usia
sekolah dengan jumlah 36 kasus (58.06%) dan perempuan usia sekolah dengan
jumlah 16 kasus (25.8%). Sedangkan jumlah paling rendah terjadi pada infant (0-23
bulan) yang berjumlah 1 orang (1.6%). Data tersebut tidak sesuai dengan keterangan
referensi bahwa perforasi apendiks lebih banyak terjadi pada usia 1-4 tahun.2 Dalam
penelitian ini dari 62 pasien pediatrik perforasi apendiks didapatkan 43 pasien laki-
laki (69.4%) dan 19 pasien perempuan (30.6%). Berdasarkan angka tersebut dapat
Diagnosis apendisitis akut pada anak lebih sulit dari pada dewasa karena anak-
anak tidak dapat menceritakan riwayat penyakitnya, sering mengalami nyeri abdomen
yang berasal dari penyebab – penyebab lain dan juga mungkin mempunyai tanda dan
gejala yang tidak spesifik. Faktor- faktor tersebut menyebabkan lebih dari 50%
utama pasien pediatrik dengan apendisitis akut/perforasi apendiks pada saat masuk ke
pasien (69%) mengeluh nyeri di kuadran kanan bawah dan 24 pasien (28%)
mengeluh nyeri di seluruh bagian abdomen. Nyeri yang terlokalisir di kuadran kanan
bawah dan diikuti oleh nyeri di seluruh bagian abdomen menunjukan kemungkinan
Gejala penyerta yang sering dikeluhkan oleh pasien perforasi apendiks adalah
riwayat nyeri berpindah dari periumbilikal ke kuadran kanan bawah. Sedangkan yang
paling sedikit tercatat adalah anoreksia, hanya 2 pasien peritonitis lokal yang di
dalam status rekam mediknya dijelaskan mengenai anoreksia. Tidak dapat dijelaskan
apakah pasien tidak mengeluhkan anoreksia, pasien tidak komunikatif atau tidak
ditanyakan oleh dokter yang menangani pasien. Pada pasien anak, gejala anoreksia
timbul setelah nyeri di area periumbilikal. Gejala anoreksia pada anak jelas terlihat
sekali, kebanyakan anak tidak tertarik memakan makanan yang digemari oleh anak-
anak seperti es krim sundae.17,18 Anoreksia hampir selalu terdapat pada kasus
55
apendisitis sehingga jika pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan, diagnosa
apendisitis perlu dipertanyakan.8 Oleh karena itu, diperlukan anamnesis yang lengkap
paling sering didapatkan yaitu demam subfebris (56.5%) dan demam febris (11.7%).
Seluruh pasien apendiks infiltrat tidak mengalami demam febris, namun demam
febris dialami oleh pasien peritonitis lokal dan peritonitis difusa dengan persentasi
masing-masing 21% dan 17%. Berdasarkan referensi, pasien dengan perforasi akan
mengalami demam yang tinggi mencapai 38,90 C atau lebih4, akan tetapi tidak
disebutkan angka yang pasti mengenai peningkatan suhu pada pasien perforasi
apendiks. Namun persentase pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua
tekan di kuadran kanan bawah dan 67% menunjukkan nyeri lepas di kuadran kanan
bawah. Pada pasien peritonitis lokal didapatkan 71% nyeri lepas di kuadran kanan
bawah dan 50% defans muskular di kuadran kanan bawah. Sedangkan pada pasien
peritonitis difusa didapatkan 77% nyeri tekan, 63% defans muskular dan 60% tegang
abses yang terbentuk terlokalisir di area yang kecil karena adanya omentum dan
organ viscera. Sedangkan pada peritonitis difusa, abses sudah mencakup ke seluruh
lokasi nyeri.20
jumlah leukosit. Didapatkan 2 pasien anak perempuan dengan jumlah leukosit kurang
dari 10.000 sel/μl dan 1 pasien anak laki-laki dengan jumlah leukosit 15.200 sel/μl.
Pada peritonitis lokal, 60% pasien di kelompok usia sekolah terdapat peningkatan
jumlah leukosit melebihi 20.000 sel/μl. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa
terjadi perforasi apendiks.10 Sedangkan pada peritonitis difusa, Jumlah leukosit lebih
dari 20.000 sel/μl pada laki-laki usia prasekolah dan usia sekolah masing-masing 37
% dan pada perempuan kelompok usia yang sama adalah 11%. Secara umum,
peningkatan.
24.2%, terdiri dari abses intraabdomen (9.7%) dan infeksi luka paska bedah (8.1%).
Di dalam referensi tidak disebutkan angka pasti mengenai abses intraabdomen, lain
hal dengan infeksi luka paska bedah yang mencapai 20% pada kasus perforasi
apendiks. Terjadinya infeksi dan abses disebabkan oleh kontaminasi bakteri di rongga
peritoneum.5
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Frekuensi kasus apendisitis akut yang mengalami perforasi pada pasien pediatrik
dengan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode tahun 2005 sampai dengan
2. Apendisitis akut yang mengalami perforasi lebih sering terjadi pada kelompok
4. Gejala yang sering muncul pada pasien pediatrik dengan apendisitis akut yang
5. Tanda yang sering muncul pada pasien pediatrik dengan apendisitis akut yang
57
58
sebagai berikut:
7. Komplikasi paska bedah yang sering muncul pada pasien pediatrik dengan
5.2 Saran
sebaiknya diwaspadai atau dimonitor secara ketat agar tidak terjadi kesalahan
DAFTAR PUSTAKA
1. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The Biologic Basis For Disease
in Adults and Children. 5th edition. Philadelphia: Elsevier. 2006.
2. Berhman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson’s Text Book Of Pediatric.
17th edition. Philadelphia: Saunders. 2003.
4. Zinner MJ, Ashley SW. Maingot’s Abdominal Operation. 11th edition. New
York: McGraw-Hill. 2007.
7. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Profil kesehatan provinsi Jawa Barat.
2006.
10. Kasper DL [et al]. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th edition.
New York: McGraw-Hill. 2005.
11. Sjamsuhidayat R, Wim DJ. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd edition. Jakarta: EGC.
2004.
60
12. Moore KL, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy. 5th edition. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins. 2006.
14. Junqueira LC, Carneiro J, Kelley RO. Histologi Dasar. Edisi ke-8. Jakarta :
EGC. 1997.
15. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbin’s and Cotran Pathologic Basis Of
Disease. 7th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2005.
16. Bickley LS, Szilagyi PG. Bate’s Guide to Physical Examination and History
Taking. 9th edition. Philadelphia : Lippincott. 2007.
18. Rowe MI, O’Neill JA, Grosfeld JL, Fonkalsrud EW, Coran AG. Essential of
Pediatric Surgery . St.Louis: Mosby-year book. 1995.
21. McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM. Current Medical Diagnosis and
Treatment. 47th edition. San Francisco: McGraw-Hill. 2008.
22. Grrenfield, Lazar J., M.D. Scientific Principles and Practice. 2nd Edition.
Lippincot Raven.
61
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 2: Surat Izin Pengambilan Data Rekam Medik RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung.
63
Jenis
No.
No Nama Kelamin Usia Alamat Diagnosis Tahun
Rekap
L P
36 21641 SR 3 6 th Garut PDAP 2006
37 21825 Pc 3 10 th Cibiru PDAP 2006
38 22651 As 3 11 th Banjaran PDAP 2006
39 22756 Gtr 3 9 th Cihampelas PDAP 2006
40 22790 Ll 3 5 th Purwakarta PDAP 2006
41 23849 Wld 3 14 th Kiara Condong PDAP 2006
42 24446 Si 3 10 th Subang PDAP 2006
43 21478 Idth 3 7 th Purwakarta PDAP 2007
44 21902 Tsth 3 8 th M. Toha PDAP 2007
45 22531 MK 3 10 th Mulyasari PDAP 2007
46 22887 Irm 3 12 th Cibuntu PDAP 2007
47 23645 An 3 9 th Cipeuyeum PDAP 2007
48 364552 SW 3 9 th Margaasih PDAP 2007
49 363967 Md 3 13 th Bandung PDAP 2005
50 26358 Bth 3 5 th Bojongloa PDAP 2007
51 26403 Yd 3 8 th Bandung PDAP 2007
52 26638 SM 3 9 th Darwati PDAP 2007
53 26692 Dp 3 12 th Cicaheum PDAP 2007
54 27120 Fth 3 4 th Sukasari PDAP 2007
55 27652 Nng 3 3 th Bandung PDAP 2007
56 27920 Agt 3 10 th Cipongkor PDAP 2007
57 27943 Ead 3 12 th Ciwidey PDAP 2007
58 475106 HP 3 10 th Batununggal PDAP 2006
59 21113 Ag 3 11 th Cicadas PDAP 2007
60 26909 Skm 3 9 th Margaasih PDAP 2007
61 24642 Al 3 13 th Indramayu PDAP 2007
62 20092 Ap 3 8 th Sukaluyu PDAP 2006
63 25168 And 3 10 th Soreang PDAP 2007
64 23977 Tg 3 12 th Cihampelas PLAP 2005
65 24743 Snr 3 6 th Sindang Mukti PLAP 2005
66 24864 Yyn 3 12 th Dayeuh Kolot PLAP 2005
67 24925 Ed 3 5 th Soreang PLAP 2005
68 25253 Rnd 3 11 th Cibalok PLAP 2005
69 34546 Hsn 3 7 th Cipaera PLAP 2005
70 20309 Ad 3 12 th Bojong Koneng PLAP 2006
65
Jenis
No.
No Nama Kelamin Usia Alamat Diagnosis Tahun
Rekap
L P
71 22961 Snd 3 12 th Cikalong Wetan PLAP 2006
72 25801 Kk 3 10 th Kopo PLAP 2006
73 26143 Rr 3 9 th Baranang siang PLAP 2006
74 26278 Rg 3 6 th Parongpong PLAP 2006
75 20566 Jm 3 12 th Bojong Koneng PLAP 2007
76 20869 Fr 3 12 th Majalengka PLAP 2007
77 21460 Rp 3 13 th Indramayu PLAP 2007
78 22569 Ln 3 5 th Cikole PLAP 2007
79 23081 IkL 3 10 th Cibeunying PLAP 2007
80 23197 Mi 3 12 th Sersan Bajuri PLAP 2007
81 23251 By 3 12 th Rancaekek PLAP 2007
82 25486 Ihw 3 5 th Cibalong Bdg PLAP 2007
83 26076 Zf 3 6 th Soreang PLAP 2007
84 26679 Yld 3 10 th Margaasih PLAP 2007
85 27104 Fnd 3 12 th Ciparay PLAP 2007
86 33737 DAS 3 5 th Margaturip Indah PLAP 2007
87 22096 Br 3 9 th Soreang PLAP 2007
Keterangan :
AA : Apendisitis Akut
I. Identitas
II. Anamnesis
1) Gejala klasik:
Nyeri perut kanan bawah ( + / - )
sejak ………
Didahului nyeri di ulu hati / periumbilikal ( + / - )
sejak ……..
Nyeri diseluruh bagian perut ( + / - )
sejak ………
2) Gejala penyerta:
Nafsu makan menurun ( + / - ) Sulit BAB ( + / - )
sejak ………. Sejak ……….
Demam ( + / - ) Diare ( + / - )
sejak …….. sejak ……….
Mual ( + / - ) Muntah ( + / - )
sejak ……… sejak ………
67
V. Diagnosis kerja
68
3. ……………….. 3. …………
4. …………
4. ………………..
5. …………
5. ………………..
Bandung, ……………..
Dokter
penanggung jawab
Keluar Rumah Sakit :
Jam
NIP.
69
1. Data Pribadi
3. Pendidikan
4. Pengalaman Ekstrakulikuler