Anda di halaman 1dari 3

SI ABSEN TIGA

Tau William deandels ??

Iya , jenderal belanda yang membuat orang pribumi untuk kerja rodi membangun jalan dari
anyer sampai penarukan .

Nah sekarang aku tau bagaimana sengsaranya kerja rodi . inilah contoh nyatanya . sekarang
tepatnya pukul 12.00 WIB , ditengah panas teriknya sang surya yang membuat kulit yang
gosong makin tak terlihat. si William deandels versi wanita sedang memberikan kelas kami
mata kuliah keperawatan anak .

Jujur saja awalnya aku berfikir mata kuliah ini tak akan semenjengkelkan mata kuliah
anatomi fisiologi milik dosen sebelah , tapi ternyata benar , jangan suka menebak sesuatu
yang belum pernah dicoba , dan lihatlah sekarang ,, kami membahas anak-anak dengan
suasana yang mencekam bak menonton film horror paling seram sedunia.

Aku hanya mampu membayangkan mau jadi apa anak yang mau kita rawat nanti kalau kami
belajarnya pun sesadis ini . aku hanya mampu menggeleng singkat , sambil terus focus ke
depan . bisa bahaya jika sampai aku lengah barang sedikit .

Waktu mencekam telah terlewat. Semua yang awalnya selalu menunjukkan urat kini telah
kembali tenang. Atau mungkin untuk beberapa orang saja , karena buktinya untuk anak-anak
yang mendapat masalah baru dari si William deandels akan sedikit menghabiskan waktu adu
urat dengan beliau untuk beberapa jam kedepan, tepatnya di ruangan beliau.

“hah .. dasar “ gumamku samar, yang kemudian disahuti oleh salah satu temanku

“gila yah , aku kira kita bakalan seneng-seneng karena ini menyangkut anak-anak . tapi
kenapa jadi kek uji nyali dirumah kosong gini sih kita ?” ujarnya sambil sesekali mengusap
lengan kanannya , merasa kebas karena mendapat cubitan maut dari beliau.

Aku hanya menggeleng singkat , dan reflek tanganku meraih lengan kiriku yang juga ikut
kebas karena hadiah beliau.

“ehh.. minta perhatiannya bentar dong. Ada beberapa pengumuman nih “ ucap seorang anak
cewek yang kutahu adalah salah satu ketua angkatan kami .
aku melirik kedepan dengan ekspresi biasa sementara anak-anak lain ada yang langsung
menyimak dan ada yang masih berbicara lantang , sontak saja hal itu membuat orang yang
kutahu bernama A itu menghampiri mereka dan mengintruksikan untuk diam.

Ketika semua mulai tenang dia akan mulai bicara. Dan semua tetap sama. Pembicaraan itu
lagi. Membuatku menatap jengah kedepan.

Yah, pembicaraan tentang lab dan hal-hal yang membuatku jengah.aku memutar bola
mataku tanpa sadar.

Menggumamkan mantra dalam kepala yang selalu kuulang.

“udah jalanin aja “ ucap malaikat dalam otakku. Aku mengulang seperti mantra harry potter.
Membayangkan perdebatan antara malaikat dan iblis didalam otakku seperti film spongebob
yang kutonton tadi pagi. Aku menggeleng . saking sibuknya memikirkan tentang mailkat atau
pun itu yang mencoba menyemangati diriku sendiri, hingga kau tak dapat menangkap apa
yang ia ucapkan tadi.

“hah menyebalkan” lagi-lagi ucapan itulah yang kuulangi diotaku.

Ketika semua sudah kembali pada bangku masing-masing , aku terdiam cukup lama dan
melihat – menyimak seksama apa yang teman-temanku ucapkan . hingga mendapat satu
kesimpulan.

“ah , mereka sedang mengghibah rupanya “

Aku kembali menyandarkan punggungku , memasang headset ku dan memutar lagu andalan
ku. Aku memandang sekilas si A yang kini tengah sibuk dengan sebuah kertas. Dia Nampak
sedang berkerut.

Hal itu mengingatkan ku pada awal pertama aku bertemu anak itu . hari itu awal masuk kelas
dan kami hanya berkenalan . dan hal pertama yang kulihat adalah ,

‘ dia anak yang manis.’

Tapi melihatnya sekarang . kurasa manis saja tidak cukup. Aku tersenyum miring dan
menggeleng pelan. Merasa aneh dengan pemikiranku sendiri.

Sebenarnya jauh lebih pada merasa janggal dengan passion orang yang memang ingin berada
disini. Bukan malah sepertiku yang merasa terdampar dan memaksakan diri.

Aku rasa aku terlalu lama mengamati anak itu hingga suara tangis salah seorang dari kami
datang .

“si nenek lampir menyuruhku bikin makalah, mana banyak lagi” ucapnya sambil
sesenggukan menahan tangis..

“hah..” desahku lelah . lagi-lagi si William versi muda itu benar-benar menghancurkan hariku
.
Aku segera menelungkupkan kepala disela tanganku dan memilih tidur.

Anda mungkin juga menyukai