IV. MSDS
Terhirup :
2 Natrium Padatan putih Sangat mudah larut Cari udara
hidroksida D 2,1 g/cm³ dalam air segar, beri O2
NaOH T.didih 1663K Basa kuat bila sadar ,dan
Higroskopis nafas buatan
bila tidak sadar
Tertelan :
Beri air putih 2
cup, hindari V.
3 Natrium Bubuk putih Digunakan sebagai muntah
V.
Metoksida inisiator dari suatu
V.
CH3NaO polimerisasi adisi
Higroskopis : V.
anionik dengan
etilena oksida, Hindari kontak V.
membentuk polieter langsung V.
dengan berat dengan udara V.
molekul yang besar bebas V.
7 Aquadest Cairan tb Pelarut universal Tiak ada penanggulangan V.
t.didih 100℃ khusus V.
t.lebur 0℃ V.
Cara
Kerja dan Hasil Pengamatan
Aquadest
Aquadest 9 mL
- Panaskan sebanyak 50% volume
metil ester hingga suhu 60 ℃ -+ metil ester : Larutan menjadi bening
- Tuangkan metil seter ke berwarna kuning
dalamnya
- Aduk perlahan hingga 10 menit
- Pindahkan ke corong pisah -corong pisah : Tidak terbentuk 2 fasa
- Diamkan
- Keluarkan lapisan bawahnya
- Hitung volume yeild
- Hasil
3 Standarisasi NaOH
Asam Oksalat larutan tb
Asam
- Pipet 10 mL
- Masukkan ke Labu erlenmeyer + indikator PP : Larutan tetap tidak berwarna
- + 3 tetes indikator PP
- Titrasi dengan Larutan NaOH dititasi dengan NaOH : Larutan menjadi merah
- Lakukan duplo muda pada volume NaOH. V1=16,9 mL, V2=
- Tentukan konsentrasi NaOH 16,9 mL
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan sintesis metil ester (biodiesel) dari sumber
minyak . Metil ester merupakan ester asam lemak yang dibuat melalui proses esterifikasi dari
asam lemak dengan metanol. Pembuatannya dapat dilakukan melalui 4 cara yaitu pencampuran
dan penggunaan secara langsung, mikroemulsi, pirolisis, dan transesterifikasi. Pada percobaab
ini digunakan transesterifikasi. Prinsip dari transesterifikasi adalah tahap konversi dari
trigliserida menjadi alkil ester melalui reaksi dengan alkohol dan produk samping gliserol. Bahan
baku yang digunakan adalah minyak goreng kunci mas, metanol dan NaOH. NaOH disini
bertindak sebagai katalis pada pembuatan metil ester.
Pada Metode Transesterifikasi digunakan sebuah katalis pula dalam reaksinya . Reaksi akan
berjalan lambat meski konversi yang dihasilkan maksimum tanpa adanya katalis . Katalis yang
biasa digunakan yaitu katalis basa, karena dapat mempercepat reaksi. Reaksi transesterifikasi
sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut :
Proses selanjutnya, dilakukan standariasi NaOH dengan larutan asam oksalat dan
penambahan 3 tetes fenolftalein. Pada saat larutan asam oksalat dititrasi dengan larutan
standar NaOH yang telah dibuat sebelumnya terjadi reaksi sebagai berikut :
C2H2O4 . 2H2O + NaOH . NaCHO4 + CO2 + H2O
Titrasi dihentikan larutan menunjukkan perubahan yaitu berubah warna menjadi pink.
Perubahan warna terjadi menunjukkan bahwa titik ekivalen telah tercapai, setelah melakukan
titrasi dengan NaOH diperoleh V1 = 16,9 ml dan V2 = 16,9 ml. V titrannya besar karena asam
oksalat membutuhkan ion OH- yang lebih banyak untuk mencapai titik ekivalen sehingga volume
titran yang dipergunakan pun lebih banyak.
VII. Kesimpulan
Adapun Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah Sintesis metil ester dapat
dilakukan satu tahap melalui reaksi transesterifikasi menggunakan larutan methanol sebagai
pelarut dan NaOH sebagai katalis basa. Dilakukan satu tahap karena sampel minyak yang digunakan
mengandung asam lemak rendah. Dan Dari hasil standarisasi didapatkan konsentrasi NaOH sebesar
0,05971 N
VIII. Daftar Pustaka
Anonim. 2012. Pembuatan Metil Ester. http://aya-snura.blogspot.co.id/2012/06/pembuatan
metil-ester.html. Diakses pada hari Kamis tanggal 01 Desember 2016 pada pukul 06.00 WIB.
Anonim. 2013. Praktikum Sintesis Metil Ester.
https://www.academia.edu/20413655/Praktikum_Sintesis_Metil_Ester Diakses pada hari
Kamis tanggal 01 Desember 2016 pada pukul 07.00 WIB.
Anonim. 2013. Pembuatan Metil Ester.
http://namikazewand.blogspot.co.id/2013/09/pembuatan-metil-ester_23.html.Diakses
pada hari Kamis tanggal 01 Desember 2016 pada pukul 08.00 WIB.
Fessenden, Ralp J dan Joan S. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.
Hart, Harold, Suminar. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Jakarta : Erlangga.
Hoffman, Robert V. 2004. Organic Chemistry Second Edition. America : John Wiley
and mmmSons.
Prasojo. 2010. Kimia Organik I. Yogyakarta : Gajah Mada Press.
Rasyid, Muhaidah. 2009. Kimia Organik I. Makassar : UNM.
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi proses pembuatan t-butilklorida
2. Mengidentifikasi perbedaan reaksi SN1 dan SN2 dengan melakukan uji alkil halida
Prinsip Dasar
Gugus hidroksil dalam tersier butil adalah gugus yang paling mudah disubstitusi, dalam hal
ini menyebabkan alkohol tersebut dapat bereaksi dengan HCl pekat pada suhu kamar. Reaksi
tersebut adalah reaksi SN1 yang membentuk senyawa antara yaitu ion karbonium yang relatif stabil.
Alkohol sekunder, apalagi yang primer memerlukan kondisi yang sangat kuat untuk
melakukan reaksi substitusi, yang biasanya memerlukan pemanasan campuran alkohol – asam dan
seng klorida anhidrat. Bila alkoholnya berupa alkohol alisiklik dianjurkan menggunakan CaCl 2
anhidrat sebagai pengganti ZnCl2. Reaksi yang menggunakan HCl – ZnCl2 merupakan reaksi
substitusi SN2 terutama untuk alkohol primer.
Untuk mencegah rearrangement , ganti senyawa klorida yang digunakan dengan trionil
klorida atau campuran trionil klorida dengan piridin. Piridin yang digunakan dalam ekimolar. Bila
hanya menggunakan trionil klorida saja, yang terbentuk adalah ester klorosulfit, yanng kemudian
terurai menjadi alkil klorida (S N1).Bila menggunakn piridin, ion klorida akan dilepaskan pada tahap
reaksi pertama SN2.
2 Tabel Bahan
N Nama Bahan Konsentrasi Jumlah
o
1 t-butilalkohol - 25 gr
2 HCl pekat secukupnya
3 NaHCO3 5% 20 mL
4 1-klorobutana - 1 mL
5 Ters-butil klorida - 1 mL
6 2-bromobenzena - 1 mL
7 2-klorobutana - 1 mL
8 NaI 18% secukupnya
9 aseton - secukupnya
10 NaOH 0,5 M 3 tetes
11 Etanaol - 2 mL
12 Metanol - 2 mL
13 Indikator PP - 3 tetes
14 Aquadest - Secukupnya
MSDS
Ters-butilklorida , 2 –klorobutana ,
Bromobenzene , 1- klorobutana
- Masukkan masing-masing 0,1 mL/100 mg
Larutan ke dalam 4 tabung reaksi berbeda
- Beri nama pada keempat tabung reaksi
- + 1 mL NaI 18% dalam aseton
- Tutup tabung reaksi lalu kocok
- Panaskan dalam penangas air sampai 50 ℃
- Amati perubahan dalam 5-6 menit Larutan menjadi keruh, seperti terdapat
dua fasa.
Hasil
Pembahasan
Pada praktikum kali ini , praktikan mereaksikan HCl dengan ters-butilalkohol untuk
membuat ters-butilklorida dengan menggunakan reaksi substitusi nukleofilik. Reaksi yang terjadi
adalah :
Reaksinya berlangsung dalam 2 tahap. Tahap pertama , ion OH - dilepaskan dari senyawa t-
butil alkohol yang kemudian ditarik ion H+ dari senyawa HCl ,Akibatnya terbentuklah ion
karbonium (senyawa antara), H2O dan ion Cl-. Pada tahap Kedua , ion Cl- akan terikat pada ion
karbonium karna ionnya memiliki keelektronegatifan tinggi yang kemudian terikat dengan ion yang
memiliki keeletropositifan tinggi dan membentuk t-butilklorida.
Ketika dilakukan pencampuran HCl dan t-butilalkohol dan kemudian dikocok, terbentuk gas HCl
yang menyebabkan tekanan di dalam corong pemisah bertambah. Oleh karenanya , keran corong
pemisah harus dibuka untuk setiap selang waktu tertentu. Selain itu, suhu larutan dalam corong
pisah juga naik akibat energi solvasi antara HCl dan air yang bersifat eksoterm, dan melepaskan
panas. Panas yang dilepas inilah yang membuat suhu larutan meningkat dan menyebabkan lebih
banyak larutan HCl lepas menjadi fasa gas.
Setelah didiamkan , gas yang keluar menjadi semakin sedikit karena jumlah HCl sudah
berkurang, sehingga jumlah air yang ada sudah cukup untuk menahan HCl dalam bentuk ion H + dan
Cl-. Air bersifat polar, sehingga dapat menahan HCl dalam jumlah tertentu dalam fasa larutan (aq).
Dengan kata lain, HCl berada dalam fasa larutan (aq) dan tidak lagi berubah menjadi fasa gas.
Setelah pengocokan selesai, akan terbentuk dua fasa cairan. Pada lapisan bawah, terdapat HCl yang
sudah melarut pada air. Larutan HCl ini memiliki densitas yang lebih besar dari pada air. Sedangkan
pada lapisan atas, terdapat t-butilklorida dan sisa-sisa HCl yang belum bereaksi dan tidak melarut
pada air.
Kemudian lapisan atas dan lapisan bawah dipisahkan, lapisan bawah dibuang, dan lapisan
atas dibersihkan dengan menggunakan NaHCO 3 5% agar HCl yang masih tersisa tidak akan bereaksi
dengan ion karbonium dan dipisahkan dari larutan t-butilklorida. Mekanisme yaitu NaHCO 3 yang
bersifat basa akan menarik HCl yang merupakan asam kuat untuk membentuk garam NaCl dan
H2CO3. H2CO3 yang terbentuk akan terpisah menjadi H2O dan CO2.
H2O kemudian dipisahkan dengan corong pemisah karena air dan t-butilklorida memiliki
massa jenis yang berbeda . Air yang densitasnya lebih besar akan berada di lapisan bawah
,sedangkan NaCl dapat dikeluarkan dari larutan dengan cara penyaringan dengan menggunakan
kertas saring. NaCl mudah larut dalam air sehingga berada dalam lapisan bawah bersama air.
Sedangkan CO2 akan memisah sendiri karena pada suhu kamar, CO2 berfasa gas. Setelah campuran
dipisahkan, cairan didistilasi pada agar larutan tidak mengandung pengotor-pengotor lain seperti
HCl ataupun air yang belum terpisah pada saat pemisahan dengan corong pisah.
Pada uji alkil halida, percobaan yang dilakukan hanyalah t-butil klorida karena keterbatasan
bahan dari laboratorium Kimia Organik.
Pada pengujian t-butilklorida pada larutan 18% NaI dalam aseton reaksi berjalan lambat.
Setelah dikocok, tidak terjadi endapan. Setelah dimasukkan dalam penangas air, terbentuk dua
lapisan dalam larutan. Larutan yang terbentuk adalah antara t-butil iodida dan NaCl. Hal ini dapat
terjadi karena NaI yang mudah terion karena ukuran I yang besar. I- adalah nukleofil yang baik[1],
sehingga dapat mendesak Cl pada t-butilklorida untuk membentuk NaCl dan I- mensubstitusi Cl-
menjadi alkil halida yang baru, t-butiliodida.
T-butilklorida harus dipanaskan terlebih dahulu untuk membuat ikatan antara Cl dan alkil
melemah. Ikatan antara Cl dan alkil tidak dapat lepas sendiri karena pelarut aseton bersifat non
polar sehingga ikatan antara Cl dan alkil tidak dapat lepas menjadi ion Cl- dan ion karbonium
dengan sendirinya. Reaksi yang terjadi adalah reaksi SN1 karena bentuk molekul t-butilklorida yang
berjejal dan tidak memungkinkan reaksi substitusi SN2.
Kesimpulan
Adapyn kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum inin yaitu T-butilklorida dapat
disintesis dengan reaksi substitusi nukleofilik antara t-butil alkohol dengan asam kuat HCl. Reaksi
SN1 membutuhkan senyawa antara, yang dinamakan ion karbonium ,yang dipengaruhi oleh
pelarut yang digunakan. Pelarut polar akan mendukung reaksi dari SN1, sedangkan pelarut non
polar menyebabkan reaksi berlangsung secara SN2. Jika SN1 tidak dapat berlangsung karena ikatan
antar molekul yang kuat, dapat dilakukan pelemahan ikatan dengan pemanasan.
Daftar pustaka
Frieda Nurlita dan I Wayan Suja. 2004. Buku Ajar Praktikum Kimia Organik. Singaraja : IKIP
Negeri Singaraja
Furniss, Brian S., Antony J. Hannaford, Peter W.G. Smith, Austin R. Tatchell. 1989. Vogel’s
Textbook of Practical Organic Chemistry. New York : The Bath Press
I Wayan Suja dan Frieda Nurlita. 2000. Buku Ajar Kimia Organik 1. Singaraja : STKIP Singaraja
I Wayan Suja dan I Wayan Muderawan. 2003. Buku Ajar Kimia Organik Lanjut (Stereokimia,
Struktur & Reaktivitas, Mekanisme Reaksi). Singaraja : IKIP Negeri Singaraja.
Pine, Stanley H., James B. Hendrickson, Donald J. Cram, dan George S. Hammond. 1988.
Kimia Organik 2 Terbitan Keempat. Diterjemahkan oleh Roehyati Joejodibroto dan
Sasanti W. Purbo-Hadiwidjoyo. Bandung : Penerbit ITB.
Smith, B. Michael dan Jerry March. 2007. March’s Advanced Organic Chemistry: Reactions,
Mechanisms, and Structure 6th Edition. New Jersey: John Wiley and Sons, Inc.