Anda di halaman 1dari 15

TUGAS AKHIR PPKN

Nama Kelompok :

Ria Puspitasari Destiara Nur Atika Sari

Indang Sri Wighati Niken Ayu Safitri

Milla Mardhiana Syntyas S Raharjo

KELAS XII IPS 2

SMA N 1 TUNJUNGAN
TAHUN AJARAN 2017/2018
Kata Pengantar

Puji dan sukur kami haturkan kepada tuhan yang maha esa atas waktu dan kesempatan
yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat pada
waktunya.Tidak lupa kami sampaikan terimakasih untuk sebesar besar yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dalam penyususan tugas akhir PPKN pada bab v ini

Kami menyadari dalam penyusunan tugas ini bisa dikatakan masih jauh dari kata sempurna
untuk itu kami menunggu kritik dan saran yang membangun agar kedepannya kami bisa
lebih baik lagi.
Hak Veto Bagi Anggota Dewan Tetap PBB Apakah Masih Relevain?

Seperti kita ketahui semua Persatuan Bangsa-Bangsa atau PBB merupakan Lembaga Internasional
yang mewdahi berbagai organisasi-organisasi di dunia. Seperti UNICEF, WHO, FAO,DLL. Dari
organisasi tersebut bisa kita lihat bahwa tujuan dari Persatuan Bnangsa-Bangsa jelas adalah untuk
kesejahteraan hidup dari seluruh dunia terutama yang menjadi anggota PBB itu sendiri. Persatuan
Bangsa-Bangsa itu sendiri lahir pada 24 Oktober 1945 yang menggantikan lembaga internasional
sebelumnya yaitu Liga Bamgsa-Bangsa.

Konfrensi di San Fransisco merupakan penanda berdirinya Lembaga Internasional ini. Setidaknya ada
50 negara sebagai saksi. PBB didirikan dengan dimotori oleh Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan
Uni Soviet.Persamaan derajat dan kedaulatan semua negara anggota. Persamaan hak dan kewajiban
semuanegara anggota. Penyelesaian sengketa dengan cara damai. Setiap anggota akan memberikan
bantuan kepada PBB sesuai ketentuan Piagam PBB. dan PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam
negeri negara anggota.Itulah 5 azas dari PBB.

Namun ada sedikit hal yang mengganjal dari keberadaan PBB. Hal itu adalah adanya hak veto dalam
diri 5 anggota tetap dewan keamanan PBB. Dimana 5 negara tersebut yaitu Amerika Serikat, Inggris,
Perancis, China, dan Uni Soviet (sekarang Rusia). Hak Veto merupakan hak mutlak dari 5 negara ini
untuk menolak atau menerima apa yang di agendakan oleh forum PBB. Kasarnya apabila dalam
sidang PBB semua negara anggota PBB setuju akan salah satu agenda namun ada satu dari kelima
negara tersebut yang menggunakan hak vetonya, maka batalah semua agenda itu.

Dengan keistimewaan tersebut maka pemegang hak veto bisa menguasai PBB. Contoh yang paling
jelas adalah Amerika Serikat. Negara yang satu ini menjadi negara kedua yang paling banyak
melnggunakan hak vetonya setelah Uni Soviet. Tercatat sudah lebih dari 80 kali dalam rentan tahun
1946 sampai dengan 2002. Namun sungguh disayangkan, negara yang satu ini menggunakan hak
vetonya kurang sesua dengan 5 azas PBB yang tertulis di atas. Amerika Serikat menggunakan hak
vetonya hanya untuk kepentingan negaranya sendiri tanpa memandang kepentingan negara lain.

Contoh yang paling nyata adalah saat terjadinya agresi Israel terhadap Palestina.Saat itu sebagian
besar negara mengecam tindakan Israel tersebut.Namun PBB disini tidak bisa berbuat apa-apa
karena memang sudah dari awal PBB didirikan itu “disetir” oleh 5 negara itu tadi. Maka sekarang
kelihatan kalau hak veto yang dimiliki oleh Amerika Serikat hanya dijadikan alat untuk melegalkan
agresi Israel terhadap Gaza yang masih jadi bagian dari Palestina.Dan juga satistiknya dari 82 hak
veto yang telah digunakan oleh Amerika Serikat, 41 diantaranya mereka gunakan untuk menghalangi
warga masyarakat dunia dalam menghentikan kebrutalan Israel terhadap Palestina.

Sungguh ironis Lembaga Internasional semacam PBB yang ber azaskan Persamaan derajat dan
kedaulatan semua negara anggota. Persamaan hak dan kewajiban semuanegara anggota.
Penyelesaian sengketa dengan cara damai. Setiap anggota akan memberikan bantuan kepada PBB
sesuai ketentuan Piagam PBB. dan PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara
anggota, seperti ini harus tidak berdaya dalam mewujudkan perdamaian hanya karena beberapa
negara adidaya saja.
Maka dari itu sungguh di sayangkan sekalai, dan mungkin hak veto perlu dikaji ulang. Hal ini menjadi
tidak sportif terhadap anggota-anggota PBB yang lainnya yang secara tulus untuk mewujudkan apa
yang ingin dituju oleh PBB.

Mengenai Pemberian Hak Veto Kepada Anggota Tetap Dewan PPB

Dalam Dewan Keamanan PBB, istilah hak veto sangat sering didengar. Hak veto adalah hak untuk
membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang atau resolusi. Dalam
sejarahnya, hak veto dimiliki oleh lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Negara itu ialah
Amerika Serikat, Rusia (dahulu Uni Sovyet), Inggris, Perancis, Republik Rakyat Cina (menggantikan
Republik China). Anggota tetap Dewan Keamanan PBB dipilih berdasarkan hasil Perang Dunia II.
Kelima negara tersebut adalah pemenang dari Perang Dunia II.
Tujuan dari pemberian hak veto pada awalnya ialah untuk melindungi kepentingan para pendiri PBB,
dimana hal tersebut hanya diperuntukkan bagi negara-negara yang memenangkan Perang Dunia II.
Hak veto melekat pada kelima negara tersebut berdasarkan Pasal 27 Piagam PBB.

Selain anggota tetap, Dewan Keamanan PBB juga memiliki anggota tidak tetap yang berjumlah lima
belas negara. Anggota tetap dan tidak tetap berbeda dalam pemilikan hak veto. Anggota tidak tetap
tidak mempunyai hak veto. Masa jabatan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB adalah 2 (dua)
tahun.

Berdasarkan statistik dari tahun 1946-2002, negara yang paling banyak menggunakan hak veto
adalah Uni Sovyet, yaitu sebanyak 122 kali. Kemudian diikuti oleh Amerika Serikat sebanyak 81 kali,
Inggris sebanyak 32 kali dan Prancis menggunakan hak veto sebanyak 18 kali. Sedangkan China baru
menggunakannya sebanyak 5 kali. Dari statistik di atas, terlihat jelas bahwa hak veto didominasi oleh
dua negara yang pernah bersiteru dalam perang dingin, yaitu Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Untuk
Amerika Serikat, 39 veto yang dikeluarkan ialah untuk memberikan dukungan terhadap Israel.
Menurut data, dalam konflik Arab-Israel, dari 175 resolusi Dewan Keamanan PBB tentang Israel, 97
menentang Israel, 74 netral dan 4 mendukung Israel. Tentunya ini tidak termasuk resolusi yang
diveto Amerika Serikat.

Statistik di atas tentunya menunjukkan bagaimana sebenarnya hak veto yang dimiliki oleh kelima
negara tersebut, khususnya oleh Amerika hanya digunakan sebagai alat untuk melanggengkan
sebuah rencana yang tentunya hanya mengacu pada national interest dari negara tersebut. Sebagai
contoh, akibat dari pembelaan yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Israel, banyak kasus
pembangkangan yang dilakukan oleh Israel terutama implementasi resolusi 271, 298, 452, dan 673.

Melihat realitas saat ini, penggunaan hak veto yang dimiliki oleh anggota tetap Dewan Keamanan
PBB sangat jauh atau bertentangan dengan asas keadilan  dan mengingkari realitas sosial. Adakala
keputusan yang ditetapkan dalam forum PBB dibatalkan oleh negara pemilik veto. Sebagai contoh,
tidak hanya sekali, dua kali hak veto digunakan oleh Amerika Serikat  untuk melapangkan jalan bagi
Israel untuk melancarkan perang, selain itu Amerika Serikat juga menggunakan hak vetonya untuk
menghentikan serangan Israel ke Libanon.

Sebenarnya, hak veto tidak menjadi sebuah masalah jika digunakan sebagaimana mestinya. Namun,
jika melihat kondisi saat ini hak veto digunakan untuk menentang prinsip-prinsip keadilan dan
kebenaran atau dengan kata lain merusak citra PBB sebagai penjaga perdamaian dunia. Jika melihat
lebih ke dalam lagi, serangan Israel ke Palestina jelas-jelas sudah melanggar hukum humaniter
internasional yang ditetapkan sendiri oleh PBB, tapi adanya veto justru membiarkan hukum
humaniter dilanggar oleh Israel.

Hingga detik ini, masalah hak veto selalu membayangi legitimasi PBB. Dengan hak veto, maka setiap
anggota dari Dewan Keamanan PBB dapat mempengaruhi terjadinya perubahan substansi secara
besar-besaran dari suatu resolusi. Bahkan, hak veto mampu mengancam terbitnya resolusi yang
mampu mengancam terbitnya resolusi yang dianggap tidak menguntungkan bagi negara pemegang
veto. Inilah sebuah kesalahan fatal dari penyalahgunaan sistem hak veto.

Di lain sisi, para perwakilan negara di PBB kadang mengungkapkan kecenderungan negara pemegang
veto untuk saling mengancam menggunakan vetonya dalam forum tertutup agar kepentingan
mereka masing-masing dapat terpenuhi tanpa sama sekali peduli terhadap negara anggota tidak
tetap. Hal inilah yang terkenal dengan istilah “closet veto”.

Sejak pertengahan tahun ‘90-an telah berulangkali ditegaskan terhadap ketidaksetujuan akan
penggunaaan hak veto, sebab hal itu sama saja memberikan jaminan atas ekslusifitas dan dominasi
peran negara anggota Dewan Keamanan PBB. Walaupun mereka selalu mengatakan bahwa veto
adalah jalan terakhir, tapi pada kenyataannya mereka beberapa kali menggunakan hak veto secara
sembunyi-sembunyi.

Kredibilitas Dewan Keamanan semakin dipertanyakan, khususnya mengenai keabsahan penggunaan


hak veto yang dimiliki oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan. Sinyalemen kuat tersebut
setidaknya datang dari negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab yang selama ini merasa tidak
pernah memperoleh tempat dalam menyampaikan suaranya. Dampak buruk dari peristiwa ini
dipastikan akan membawa angin segar bagi pihak Israel bahwa mereka mempunyai legitimasi
perlindungan atas hukum guna melanjutkan pembantaian warga palestina melalui agresi-agresi
berikutnya.

Dari penjabaran di atas sudah seharusnya kita menyuarakan agar hak veto dikaji ulang. Seperti kita
ketahui, pemberian hak veto bagi Anggota Tetap DK PBB tidak terlepas dari faktor Perang Dunia II
dimana negara-negara pemenang perang memiliki hak veto dan dikuatkan melalui Pasal 27 Piagam
PBB. Artinya, pemberian hak veto sedikit banyak merupakan ambisi negara-negara pemenang
perang untuk tetap memiliki kekuatan mengendalikan jalannya dunia. PBB hanya milik dari lima
negara pemegang hak veto yang saling tumpang tindih dalam memperjuangkan kepentingan
nasional atau national interest dalam menggunakan hak veto. PBB bukan lagi sebuah organisasi
internasional seidela penjabaran dari Piagam PBB. PBB bukan lagi PBB yang sesuai pada hakikatnya,
melainkan sebuah lembaga yang melegitimasi kepentingan nasional lima negara pemegang hak veto.

Berpikir bijak, keputusan PBB menyangkut urusan apapun tetap berada di Majelis Umum (MU)
sebagai representasi seluruh anggota tanpa intervensi negara-negara di DK PBB. Ringkasnya, kita
dituntut untuk menyuarakan penghapusan hak veto itu secara konsisten termasuk mendesak kelima
negara pemilik hak veto agar bersedia melepaskan hak vetonya
Peran Indonesia Dalam Anggota PBB

Beberapa peran indonesia dalam pbb. Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disingkat PBB (United
Nations atau disingkat UN) adalah sebuah organisasi internasional yang anggotanya hampir seluruh
negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan
internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial. 

PBB didirikan di San Francisco pada tanggal 24 Oktober 1945 setelah Konferensi Dumbarton Oaks di
Washington, DC, namun sidang umum pertama yang dihadiri wakil dari 51 negara baru berlangsung
pada 10 Januari 1946 (di Church House, London). 

Keanggotaan PBB terbuka bagi semua negara yang cinta damai, yang menerima kewajiban-
kewajiban yang ditentukan dalam Piagam PBB dan bersedia menaati kewajibankewajibannya.
Anggota-anggota pertama dari PBB adalah mereka yang ikut dalam konferensi di San Francisco.
Penerimaan suatu negara untuk menjadi anggota PBB adalah atas usul Dewan Keamanan yang
kemudian disetujui oleh 2/3 dari jumlah anggota Majelis Umum yang hadir. Indonesia merupakan
negara anggota PBB yang ke-60 dan resmi diterima pada tanggal 28 September 1950.

Peran indonesia dalam organisasi pbb. Sebagaimana anggota PBB lainnya , Indonesia berkewajiban
mematuhi aturan-aturan yang berlaku, misalnya: membayar iuran rutin yang besarnya menurut
keadaan negara masing-masing. Di samping itu Indonesia juga berpartisipasi dalam usaha
perdamaian dunia, seperti berikut: 

Tanggal 2 Januari 1957 - 6 September 1957, Pasukan Garuda I dikirim ke Timur Tengah.

Tanggal 10 September 1960 – Mei 1961, Pasukan Garuda II dikirim ke Kongo (sekarang Zaire)
sebagai pasukan pemisah/penengah perang saudara di Kongo.

Tanggal 3 Desember 1964 – Agustus 1964, Pasukan Garuda III dikirim ke Katanga, salah satu
provinsi di Kongo (Zaire). Tugasnya menjadi penengah perang saudara di Kongo.

Tanggal 23 Januari 1973 – Agustus 1973, Pasukan Garuda IV dikirim ke Vietnam, untuk mengawasi
gencatan senjata dan pertukaran tawanan perang.

Agustus 1973 – April 1974, Pasukan Garuda V dikirim ke Vietnam Selatan dengan tugas seperti yang
dilakukan pasukan Garuda IV.

Desember 1973 – September 1974, Pasukan Garuda VI dikirim ke Timur Tengah untuk mengawasi
gencatan senjata antara Mesir dan Israel.

April 1974, Pasukan Garuda VII kembali dikirim ke Vietnam Selatan dengan tugas yang sama dengan
pasukan Garuda IV.

Pasukan Garuda VIII kembali dikirim ke Timur Tengah. Pasukan ini dikirim secara bergelombang
mulai tahun 1974 sampai tahun 1979.
Pasukan Garuda IX bertugas di wilayah Irak pada tahun 1988 untuk menjaga keamanan dan
mengawasi gencatan senjata perang Iran – Irak.

Kontingen kepolisian RI bertugas di Namibia, Afrika pada tahun 1989 untuk membantu PBB
mengawasi pelaksanaan pemilihan umum.

Pasukan Garuda XI bertugas di Kamboja pada tahun 1991 untuk mengawasi gencatan senjata dan
keamanan serta ketertiban.

Pasukan Garuda XII bertugas di Kamboja pada tahun 1992 untuk menciptakan ketertiban dan
mengawasi pelaksanaan pemilihan umum.
Peran Indonesia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah sebuah organisasi internasional yang anggotanya hampir seluruh
negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hokum internasional, keamanan
internasional, pengembangan ekonomi, perlindungan social, hak asasi, dan pencapaian perdamaian
dunia.

PBB didirikan oleh San Francisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi Dumbarton Oaks di
Washington, DC. Namun siding umum yang pertama dihadiri oleh wakil dari negara baru
berlangsung pada 10 Januari 1946 di Church House, London. Dari 1919 hingga 1946, terdapat sebuah
organisasi yang mirip bernama Liga Bangsa-Bangsa yang bisa dianggap sebagai pendahulu PBB.

Peranan Indonesia dalam PBB

            Republik Indonesia tidak hanya menerima bantuan dari PBB akan tetapi juga berperan aktif
baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap PBB, yakni sebagai berikut.

(a)   Secara tidak langsung, Indonesia ikut menciptakan perdamaian dunia melalui kerja sama dalam
konferensi Asia Afrika, ASEAN, maupun Gerakan Non Blok.

(b)   Secara langsung yakni Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda atau Kontingen Garuda (KONGA)
sebagai sumbangan terhadap PBB untuk menciptakan perdamaian dunia.

Tabel : Pengiriman Pasukan Garuda

Unit
No Pasukan PBB Tempat Bertugas Tahun

Timur Tengan (sekitar 8 Januari


1 KONGA I UNEF
Terusan Suez) 1957

2 KONGA II UNOC Zaire (Kongo Belgia) 1960 - 1961

3 KONGA III UNOC Zaire (Kongo Belgia) 1962 - 1964

4 KONGA IV ICCS Vietnam 1973 - 1975

5 KONGA V ICCS Vietnam 1973

6 KONGA VI ICCS Vietnam 1973

*dst.

(c)   Pada tahun 1985 Indonesia membantu PBB yakni memberikan bantuan pangan ke Ethiopia pada
waktu dilanda bahaya kelaparan. Bentuan tersebut disampaikan pada peringatan Hari Ulang Tahun
FAO ke-40.

(d)   Indonesia pernah dipilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun 1973-
1974.
(e)   Berdasarkan Frago (Fragmentery Order) Nomor 10/10/08 tanggal 30 Oktober 2008,
penambahan Kontingen Indonesia dalam rangka misi perdamaian dunia di Lebanon Selatan.

(f)     Peran serta Indonesia dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.

(g)   Indonesia telah berpartisipasi dalam 4 operasi pemeliharaan perdamaian PBB (UNPKO) sejak


UNEF (Un Emergency Forces) di Sinai tahun 1957.

(h)   Penyumbang pasukan / Polisi / Troops / Police (Contributing Country) dengan jumlah personil
sebanyak 1.618. Saat ini Indonesia terlibat aktif 6 UNPKO yang tersebar di 5 Negara.

(i)     Pengiriman PKD dibawah bendera PBB menunjukkan komitmen kuat bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang cinta damai.

(j)      Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Mesir segera


mengadakan siding menteri luar negeri negara-negara Liga Ararb pada 18 Nove,ber 1946. mereka
menetapkan tentang pengakuan kemerdekaan TI sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh.
Pengakuan tersebut adalah pengakuan De Jure menurut hokum internasional.

(k)   Awal pekan ini Indonesia berhasil terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB
pada pemilihan yang dilakukan Majelis Hukum PBB melalui pemungutan suara dengan perolehan
158 suara dukungan dari keseluruhan 192 negara anggota yang memiliki hak pilih.
Peran PBB dalam Mewujudkan Perdamaian Dunia

Masyarakat internasional tentu mengharapkan keadaan yang senantiasa aman dan damai. Namun,
harapan dari masyarakat internasional ini tentu tidak sejalan dengan berbagai keadaan yang selama
ini berlangsung di dunia ini. Mengingat kondisi di dunia ini penuh dengan konflik, kemanan
internasional kemudian tidak dapat dinikmati oleh keseluruhan dari masyarakat internasional
tersebut. Karena itulah tentu usaha-usaha untuk menjaga keamanan internasional terus dilakukan
oleh berbagai pihak. Salah satu pihak yang juga terus melakukan usaha-usaha perdamaian dan
keamanan internasional adalah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perserikatan Bangsa-Bangsa
atau yang biasa disebut dengan PBB merupakan salah satu Organisasi Internasional yang perannya
sangat terkonsentrasi pada menciptakan perdamaian serta keamanan bagi negara-negara di dunia.
Pada tulisan kali ini, akan dibahas mengenai peran PBB dalam menciptakan keamanan dan
perdamaian internasional khususnya melalui instrument intervensi kemanusiaan yang tentu
mengalami kendala-kendala tertentu dan menimbulkan efek dan resiko tertentu bagi negara-negara
di dunia ini bahkan bagi jangka waktu keamanan yang ditimbulkan dari peranan PBB tersebut.

Dampak hubungan Pada dasarnya meningkatnya peran PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dalam
menyelesaikan masalah internasional adalah paska Perang Dingin dimana pada saat itu PBB
berperan dalam mengkahiri konflik antar negara yang terjadi antara Kamboja, Somalia, Angola, Haiti,
dan lain lain (Sens, 2004:141). Namun tujuan utama dari dibentuknya PBB adalah untuk menjaga
perdamaian antar negara. Sejak saat itu dalam menjaga tugasnya menjaga perdamaian dunia, PBB
mengkonsolidasikan tertib sipil dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi untuk menjaga kondisi
perdamaian dunia yang berkelanjutan. PBB telah membentuk kembali dan meningkatkan jangkauan
perannya yang berada dibawah komandonya, dengan memberikan tekanan pada pencegahan
konflik. Secara terus-menerus, PBB mengadaptasi operasi-operasi pengawasan perdamaian untuk
menjawab tantangan-tantangan baru.

Dalam usahanya ini, PBB juga banyak melibatkan organisasi-organisasi regional dan memperkuat
perdamaian pasca konflik. PBB sendiri memiliki peranan amat kompleks karena memiliki beberapa
fungsi. Pertama, berfungsi sebagai Yudisial, artinya bahwa PBB menjalankan fungsi yudisial melalui
badan prinsipalnya yang terkenal yaitu the international Court of justice  (ICJ). Kedua, berfungsi
sebagai legislatif atau administratif, dikatakan demikian karena PBB menjalankan fungsi legislatif
atau administratif melalui resolusi-resolusi dan keputusan-keputusan yang diambil dalam sidang
majelis umum; demikian pula melalui keputusan dan berbagai peraturan yang dibuat oleh Dewan
Ekonomi Sosial (the economic and social council), melalui beraneka ragam konvensi
(conventions), regulations  dan procedures  yang dihasilkan dalam Internasional Labour
Organization  (ILO) dan lain-lain. Ketiga, berfungsi sebagai eksekutif atau politik, dikatakan demikian
karena melalui badan-badan prinsipalnya (principal organs) seperti misalnya Majelis Umum (General
Assembly) dan Dewan Keamanan (Security Council) dalam arti memelihara perdamaian dan
keamanan internasional (Sens, 2004:143-145).

Dalam menyelesaikan pertikaian, PBB memiliki beberapa upaya dalam mengatasi permasalahan
tersebut. Diperlukan beberapa usaha panjang untuk menyelesaikan konflik agar tercipta suatu
kedamaian. Akan tetapi, perdamaian merupakan sesuatu yang harus dipertahankan dan dijaga
secara berkelanjutan. Oleh karena itu, dibutuhkan proses atau tahapan untuk mencapai tujuan
tersebut sehingga terbentuklah segitiga perdamaian berdasarkan pendekatan perdamaian yang
terdiri dari peace keeping, peace making,  dan peace building  (Galtung dalam Mial, et al., 1998).
Ketiga peranan inilah yang menjadi kontribusi PBB dalam  menyelesaikan konflik internasional serta
penciptaan perdamaian, keamanan, dan stabilitas dunia. Peace making merupakan usaha-usaha
penyelesaian konflik dengan cara yang cenderung diplomatis sebab cara-cara yang digunakan
dalam peacemaking  ini biasanya adalah dengan mediasi dan negosiasi untuk kemudian dapat
mencapai kata damai (Mial, et al., 1998). Artinya dengan peacemaking  ini, konflik sekecil apapun
akan coba dihindari hingga permasalahan atau konflik dapat dibawa dalam kondisi yang benar-benar
damai.

Selanjutnya adalah peace keeping yang merupakan usaha-usaha untuk memfasilitasi negara untuk


bertransisi dari yang sebelumnya merupakan negara konflik menjadi negara yang damai (Mial, et al.,
1998). Dalam PBB, peace keepingmenjadi upaya yang efektif karena memiliki keunikan yang kuat
serta legitimasi dalam menyebarkan armada militer sebagai bentuk menghentikan dan mengurangi
terjadinya konflik terlebih jika memakan banyak korban, selain itu juga mampu memfasilitasi
jalannya proses politik, melindungi penduduk dari segala ancaman dan membantu dalam pelucutan
senjata, mendukung hak asasi manusia hingga membantu dalam memulihkan aturan hukum (United
Nations, 2014).  Peace keeping muncul pada masa Perang Dingin sebagai bentuk peranan PBB yang
berupaya untuk memenuhi tujuan utamanya dalam menjaga keamanan dan perdamaian
internasional, yang tercantum pada Piagam PBB bab I pasal I. Sejatinya, peace keeping sendiri tidak
tercantum dalam Piagam PBB. Peace keeping diadopsi pada masa Perang Dingin sebagai alat utama
untuk mencegah dua superpower pada masa itu dari upaya-upaya lokalisasi politik (Hill dan Malik,
1996). Peace building yang dapat diartikan sebagai kebijakan bantuan eksternal internasional untuk
membangun negara-negara dan mendukung sosial, budaya dan ekonomi negara tersebut, dengan
cara membantu menyembuhkan trauma perang dan mengurangi kemungkinan terjadinya kekerasan
di kemudian hari (UN Peace Agenda dalam Miall, et al., 1998). Peace building adalah proses
fundamental politik yang membutuhkan mediasi dalam  keberlangsungan politik, penguatan
kapasitas nasional di beberapa tingkatan untuk manajemen konflik, dan kepekaan terhadap sejarah,
konteks, dan dinamika ekonomi, dan budaya politik (United Nations, 2014). Kofi Annan (dalam
Miall, et al., 1998),  menyebutkan bahwa terdapat dua tugas utama dari adanya peace building, yaitu
mencegah perang terulang kembali dan membangun perdamaian yang berkelanjutan.

Dalam penyelesaian konflik jangka pendek, PBB mampu mengurangi eskalasi konflik dan mampu
mengurangi adanya konflik melalui adanya intervensi (Diehl, 1996: 684), tetapi kemudian dalam
jangka panjang hal tersebut justru akan menimbulkan resiko yang lebih besar. Kegagalan mediasi
dan kegagalan peacekeeping  itu juga kemudian akan menimbulkan adanya konflik militer dan
kejahatan terhadap hak asasi manusia. Dengan kata lain, kegagalan peacekeeping  akan berdampak
pada adanya perang sipil yang lebih besar dan berkelanjutan. Misalnya saja, misi PBB di Angola pada
tahun 1991-1992 telah berhasil menciptakan adanya pemilu di Angola, namun tenyata pemilu itu
sendiri juga kemudian menimbulkan perang sipil yang tidak terhindarkan (Diehl et al, 1996: 683).
Dapat dipahami bahwa melakukan penyelesaian dan pencegahan konflik dengan kekerasan dan
intervensi justru akan menimbulkan adanya permasalahan baru yang lebih besar. Hal ini bisa
disebabkan karena ketidakmampuan PBB dalam memahami sumber-sumber domestik yang
mengawali terjadinya konflik internasional itu sendiri (Diehl et al, 1996: 685).
Piagam PBB telah menyebutkan bahwa usaha penyelesaian konflik dilakukan melalui usaha-usaha
non-intervensi yang kemudian membuat program pasukan penjaga perdamaian merupakan sesuatu
hal yang dilematis untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan norma non-intervensi berada pada
kedudukan yang sama dengan norma intervensionisme atas dasar hak asasi manusia (Welsh,
2004:179). Berdasarkan asas hak asasi manusia, PBB atau negara dominan yang menguasainya
mampu mengajukan intervensi pada suatu konflik yang kemudian berdampak pada pelanggaran atas
kedaulatan negara serta cenderung hanya untuk memenuhi kepentingan negara-negara maju. Isu
kemanusiaan yang mendasari hampir semua intervensi yang dilakukan dapat mencegah hilangnya
ribuan nyawa atas konflik yang terjadi di beberapa negara namun tidak semua intervensi yang
dilakukan benar-benar atas dasar isu kemanusiaan (Weiss, 2007:37). Selain itu, bentuk intervensi
lain seperti sanksi ekonomi misalnya dapat memperburuk kondisi negara yang bersangkutan seperti
meningkatnya angka kematian anak-anak, gizi buruk, dan meningkatnya korupsi seperti yang terjadi
di Haiti. Namun disisi lain, bentuk intervensi yang dilakukan PBB seperti tuntutan atas kejahatan
internasional dapat mewujudkan keadilan atas kekerasan isu kemanusiaan (Weiss, 2007:45). Selain
hal tersebut, intervensi yang dilakukan PBB dipercaya dapat mengurangi potensi munculnya kembali
konflik jika PBB berfokus pada tujuan jangka panjang karena besarnya potensi legitimasi yang dimiliki
(Diehl, 1996:688).

Kendala dan dilema PBB dalam pencipataan keamanan dan perdamaian internasional  adalah bahwa
birokrasi dan forum dalam PBB seringnya hanya digunakan sebagai tempat untuk saling
menyalahkan, tidak sebagai tempat untuk mencari solusi dari suatu isu atau masalah. PBB seringnya
gagal untuk mengatasi masalah-masalah penting yang memerlukan tindakan kolektif akibat
ketidakmampuan dan keengganan institusional (Thakur, t.t: 2). Defisit legitimasi dan performa akan
semakin berakumulasi dan semakin meningkatkan krisis percaya diri global atas sistem
multilateralisme yang berpusat di PBB. Selain itu, pergeseran nature  dari konflik bersenjata atau
perang dan fakta bahwa masyarakat sipil saat ini lebih banyak ditakuti oleh tindak konflik kekerasan,
penyakit dan kelaparan saat ini dapat menjadi penguji bagi kredibilitas PBB sebagai penyedia
keamanan internasional. 

Berkaitan tugas PBB dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia, permasalahan struktural
masih menjadi kendala. Hal ini utamanya pada Dewan keamanan PBB yang dilihat dari
keanggotaannya bersifat tidak representatif di kedua keanggotaan permanen dan terpilihnya, tidak
berakuntabilitas terhadap Majelis Umum, tidak dapat menjawab pertanyaan dan isu kepada
masyarakat dunia dan sebagainya. Hal ini misalnya dengan dominasi Amerika Serikat dalam Dewan
Keamanan PBB. Dewan Keamanan PBB merupakan organ PBB yang dapat dikatakan menjadi pusat
gravitasi geopolitik PBB sehingga seharusnya kekuatan besar tersebut harus diiringi dengan
pengawasan konstitusional yang independen (Thakur, t.t: 8). Komunitas PBB yang luas harus
mengatur hubungan bilateral dalam badan PBB tersebut tanpa mengorbankan kemandirian dan
integritas PBB hanya untuk memenangkan atau berpihak pada satu atau lebih P5 (Big Five) (Thakur,
t.t: 10).

Dari pejabaran diatas dapat disimpulkan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa atau yang biasa disebut
dengan PBB merupakan salah satu Organisasi Internasional yang perannya sangat terkonsentrasi
pada menciptakan perdamaian serta keamanan bagi negara-negara di dunia. Dalam menyelesaikan
pertikaian, PBB memiliki beberapa upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut. PBB telah
membentuk kembali dan meningkatkan jangkauan perannya yang berada dibawah komandonya,
dengan memberikan tekanan pada pencegahan konflik. Secara terus-menerus, PBB mengadaptasi
operasi-operasi pengawasan perdamaian untuk menjawab tantangan-tantangan baru.
Pengaruh Hubungan Internasional Terhadap Pembangunan Bangsa

hubungan yang terjadi antar banyak bangsa, lebih dari dua bangsa. Dalam keseharian aktivitasnya,
suatu bangsa tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya pengaruh bangsa lain di era globalisasi
sekarang. Banyak pertukaran terjadi antar bangsa sehari-harinya. Contoh : pertukaran pelajar,
kegiatan ekspor dan impor, pertukaran nilai mata uang terhadap kegiatan pembangunan oleh
investasi asing, dll. Mulai dari yang sifatnya kenegaraan maupun sifatnya untuk pribadi. Dengan
hubungan yang baik maka proses untuk terjadinya kegiatan tersebut akan berjalan lancar, tidak ada
hambatan terutama dari aspek legal pemerintah akan hukum internasional. Dan akan terus
berlangsung sehingga dampak positif dari hubungan internasional dapat terasa manfaatnya
terhadap pembangunan bangsa.

internasional bagi pembangunan bangsa tentu saja sangat berpengaruh, mengingat adanya
hubungan timbal balik antara negara-negara yang melakukan hubungan internasional. Karena suatu
negera pasti akan membutuhkan negara alain untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat
dipenuhi sendiri. Maka apabila bubungan internasional berjalan dengan baik maka percepetan
pembungunan diberbagai bidang akan mudah di capai.

Salah satu langkah yang digunakan Indonesia untuk mempercepat pembangunan nasional
adalah dengan meminjam dana dari Bank Dunia. Bank dunia adalah donatur untuk negara
yang mengalami masalah keuangan dan memberikan bantuan keuangan untuk negara
dalam mempercepat pembangunan. Kenapa Bank Dunia memberikan pinjaman ke
Indonesia? Tentu karena Indonesia adalah bagian dari Organisasi tersebut.

Seperti yang kita ketahui bahwa indonesia telah membuka banyak pelabuhan baru, bandara
baru, dan tol laut antar pulau. Hal ini ditujukan untuk mempercepat proses distribusi dan
mempermudah jangkauan, sehingga semua masyarakat bisa merasakan pemerataan
pembangunan nasional. Jika tanpa pemerataan pembangunan, bagaimana kita bisa
menyentuh daerah-daerah terpencil yang masyarakatnya tidak pernah menikmati fasilitas
negara.

Maka dari itu hubungan nasional perlu terus diadakn sebagai upaya pemercepat pembangunan di
berbagai wilayah dan sektor agar bangsa indonesia tidak tertinggal dengan negara-negara yang
lainya

Anda mungkin juga menyukai