Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pendidikan Budaya Anti Korupsi
Disusun Oleh :
Asep Ridwan Farid
Dendi Ahmad Fauzi
Desi Novi Hasanah
Fauzi Syahrir Rasyid
Fitria Kurniawati
Nabila Sabiq Firdaus
Nurul Khoerunisa
Selly Ayu Dwi Septiani
POLTEKKES KEMENKES
TASIKMALAYA
2018/2019
PENGERTIAN KEBIJAKAN
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini
dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu.
Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau
melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak
penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh
hasil yang diinginkan.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan
keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti
prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan
juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif
untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.
Prinsip kebijakan adalah prinsip antikorupsi yang keempat yang dimaksudkan agar
mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang kebijakan antikorupsi. Kebijakan
berperan untuk mengatur tata interaksi dalam ranah sosial agar tidak terjadi penyimpangan
yang dapat merugikan negara dan masyarakat.
Kebijakan antikorupsi tidak selalu identik dengan undang-undang antikorupsi, akan
tetapi bisa juga berupa undang-undang kebebasan untuk mengakses informasi, desentralisasi,
anti-monopoli, maupun undang-undang lainnya yang memudahkan masyarakat untuk
mengetahui dan mengendalikan kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh pejabat
negara.
a. Isi kebijakan
Isi atau konten merupakan komponen penting dari sebuah kebijakan. Kebijakan
antikorupsi akan menjadi efektif apabila mengandung unsurunsur yang terkait dengan
permasalahan korupsi sebagai fokus dari kegiatan tersebut.
b. Pembuat kebijakan
Pembuat kebijakan adalah hal yang terkait erat dengan kebijakan antikorupsi. Isi
kebijakan setidaknya merupakan cermin kualitas dan integritas pembuatnya dan pembuat
kebijakan juga akan menentukan kualitas dari isi kebijakan tersebut.
c. Penegakan kebijakan
Kebijakan yang telah dirumuskan akan berfungsi apabila didukung oleh aktor
penegak kebijakan, yaitu Kepolisian, Pengadilan, Pengacara, dan Lembaga Permasyarakatan.
Kebijakan hanya akan menjadi instrumen kekuasaan apabila penegak kebijakan tidak
memiliki komitmen untuk meletakan kebijakan tersebut sebagai aturan yang mengikat bagi
semua, di mana hal tersebut justru akan menimbulkan kesenjangan, ketidakadilan, dan
bentuk penyimpangan lainnya.
d. Kultur kebijakan
Keberadaan suatu kebijakan memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai, pemahaman,
sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum undang-undang antikorupsi.
Selanjutnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi akan ditentukan
oleh kultur kebijakan.
Sebagai contoh pada penerimaan mahasiswa baru di Poltekkes, kebijakan atau aturan
penerimaan mahasiswa baru dimana isi kebijakan tergambar dalam aturan-aturan seleksi
penerimaan mahasiswa baru dilaksanakan sesuai dengan buku pedoman, di mana pembuat
kebijakan penerimaan mahasiswa baru adalah Badan PPSDM Kesehatan, apabila
penyelenggaraan tidak sesuai aturan yang ditetapkan akan menjadi temuan Inspektorat
Jenderal Kemenkes.
Seluruh perangkat pelaksana sipenmaru di Direktorat menjalankan sesuai dengan
aturan-aturan yang sudah ditentukan. Keempat aspek tersebut akan menentukan efektivitas
pelaksanaan dan fungsi kebijakan, serta berpengaruh terhadap efektivitas pemberantasan
korupsi melalui kebijakan yang ada.
Setiap karyawan, dosen, dan mahasiswa poltekkes Taikmalaya yang secara sengaja
melawan hukum, peraturan dan kebijakan institusi dengan melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau kelompok yang dapat merugikan keuangan institusi dengan
cara sebagai berikut: