Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY.

S DENGAN HIV/AIDS
DI RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS

OLEH

DIAN RIZKIAWATI
P201902016
T3NR

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
TAHUN 2020
I. ISTILAH SULIT
1. Bronkovesikular
Bunyi bronkovesikuler bisa dikatakan adalah campuran dari bunyi bronkial dan
bunyi vesikuler. Panjang inspirasi dan ekspirasinya sama panjang. Biasanya dapat
didengar pada sela iga pertama dan kedua di dada depan dan jika mendengar di dada
belakang maka dengar diantara skapula. Bunyi ini beraa di dekat karina dan bronkus
utama.
2. Bronkial
Bunyi bronkial mempunyai ciri-ciri yaitu bunyinya keras dan nadanya tinggi, bila
diibaratkan seperti udara yang mengalir di dalam pipa. Panjang bunyi ekspirasinya
lebih lama dibandingkan inspirasinya dan ada jeda di antara kedua fase itu. Bunyi ini
dapat didengar di daerah manubrium sterni.
3. Hemitoraks
Adalah kondisi yang terjai ketika ada darah pada rongga pleura, yang terletak di
antara dinding dada dan paru.
4. Infiltrat
Adalah kabut keputihan tipis yang nampak di foto rontgen dada. Infiltrat adalah
gambaran akibat adanya dahak (mucus) di paru-paru.
5. BTA +
Artinya dari hasil pemeriksaan miskrokopis ditemukan bakteri tahan asam pada
sampel dahak orang yang diduga TBC. Semakin banyak jumlah BTA yang
ditemukan (+1/+2/+3), semakin besar kemungkinan untuk individu tersebut
menularkan bakteri TBC kepada orang lain.
6. Candidas Oral
Merupaka suatau infeksi opurtunistik pada mukosa oral yang disebabkan oleh jamur
dari jenis Candida albicans.
7. Aminofusin
Larutan nutrisi parenteral total untuk memenuhi kebutuhan protein, elektrolit, energi,
vitamin dan air.
8. Kotrimoksazole
Adalah kombinasi antibiotik yang terdiri dari trimethoprim dan sulfamethoxazole.
Obat ini digunakan untuk menangani infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Selain itu,
kotrimoksazole juga dapat digunakan untuk menangani dan mencegah pneumocystis
carinii pneumonia (PCP) pada pasien dengan daya tahan tubuh turun, seperti
penderita HIV.AIDS.
9. Nystatin drops
Adalah obat anti jamur yang digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada mulut.
Obat ini menghambat pertumbuhan jamur dengan cara mempengaruhi permeabilitas
dinding sel jamur sehingga jamur dapat mati.
10. Flucunazole
Adalah obat yang digunakan untuk mengobati candidiasis. Bagian tubuh yang bisa
terinfeksi oleh jamur ini meliputi vagina, mulut, tenggorokan, kerongkongan, rongga
perut, paru, saluran kemih dan aliran darah.
11. Fusidic
Adalah sejenis aantibiotik bakteriostatik yang bisa digunakna secara topikal dalam
bentuk sediaan krim, salep, gel, dan tetes mata, serta bisa juga diberikan secara
sistemik dalam bentuk tablet atau suntikan.
II. LAPORAN TEORI HIV/AIDS
A. Konsep Medis
1. Definisi
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit
yang disebabkan oleh HIV, ditandai dengan adalnya kegagalan progresif system
imun (Irianto, 2014). Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh
menyebabkan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sangat rentan terserang
berbagai penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak terlalu berbahaya
lama kelamaan akan menyababkan pasien sakit parah bahkan meninggal (Rendi &
Margareth, 2012) (Dikutip dari Oktaviana, 2018)
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit
kekurangan sistem imun yang disebabkan oleh retrovirus HIV tipe 1 atau HIV tipe 2
(Copstead dan Banasik, 2012). Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara
progresif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV biasanya berakibat
pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif, menyebabkan
terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa)
(Bararah dan Jauhar. 2013). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi
oleh HIV (Sylvia & Lorraine, 2012) (Dikutip dari Robertus, 2018)
2. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV
dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus. Retrovirus ditularkan oleh darah
melalui kontak intim dan mempunyai afinitas yang kuat terhadap limfosit T
(Desmawati, 2013). Virus HIV menyerang sel CD4 menjadikannya
tempatberkembang biak virus HIV baru dan menyebabkan kerusakan pada sel darah
putihsehingga tidak dapat digunakan lagi. Ketika seseorang terkena HIV, virus ini
tidaklangsung menyebabkan penyakit AIDS tapi memerlukan waktu yang cukup
lama (Rimbi, 2014) (Dikutip dari Oktaviana, 2018)
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui
enam cara penularan, yaitu : (Dikutip dari Robertus, 2018)
a. Hubungan seksual dengan penderita HIV AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menu;arkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air
mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis,
dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masauk
kedalam aliran darah. Selama berhubungan bisa terjadi lesi mikropada
dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk asuk
kedalam aliran darah pasangan seksual (Dikutip dari Robertus, 2018).
b. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (inutero). Berdasarkan
CDC Amerika, prevelensi dari ibu ke bayi 0,01% sampai dengan 7%. Bila ibu
baru terinfeksi HIV belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi 20%
sampai 30%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan
mencapai 50% (Dikutip dari Robertus, 2018).
Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal
atatu kontak kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal
saat melahirkan. Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI
dari Ibu yang positif sekitar 10% (Dikutip dari Robertus, 2018).
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah
dan menyebar keseluruh tubuh (Dikutip dari Robertus, 2018).
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak streril
Alat pemeriksaan kandungan sperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lainnya
yang menyentuh dara, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan
langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa
menularkan HIV (Dikutip dari Robertus, 2018).
e. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan oleh parah pengguna narkoba (Injekting Drug
User - IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik para
pengguna IDU secara bersam- sama menggunakan tempat penyampur,
pengaduk dan gelsa pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi menularkan HIV.
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan,
hidup serumah dengan pederita HIV/AIDS, gigtan nyamuk, dan hubunga
sosial yang lainnya (Dikutip dari Robertus, 2018).
3. Patofisiologi
Menurut Robbins, Dkk (2011) (Dikutip dari Robertus, 2018) perjalanan
HIV paling baik dipahami dengan menggunakan kaidah saling mempengaruhi
antara HIV dan sistem imun. Ada tiga tahap yang dikenali yang mencerminkan
dinamika interaksi antara virus dan penjamu. (1) fase akut pada tahap awal; (2)
fase kronis pada tahap menengah; dan (3) fase kritis pada tahap akhir.
Fase akut menggambarkan respon awal seseorang deawas yang
imunokompeten terhadap infeksi HIV. Secara klinis, hal yanmg khas merupakan
penyakit yang sembuh sendiri yang terjadi pada 50% hingga 70% dari orang
dewasa selama 3-6 minggu setelah infeksi; fase ini ditandai dengan gejalah
nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, nilagioa, demam, ruam, dan kadang-kadang
meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan prooduksi virus dalam jumlah
besar, viremia dan persemaian yang luas pada jaringan limfoid perifer, yang
secara khas disertai dengtan berkurangnya sel T CD4+ kembali mendekati
jumlah normal.
Namun segera setelah hali itu terjadi, akan muncul respon imun yang spesifik
terhadap virus, yang dibuktikan melalui serokonversi (biasanya dalam rentang
waktu 3 hingg 17 minggu setelah pejanan) dan munculnya sel T sitoksik CD8+
yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia meredah, sel T CD4+ kembali
mendekati jumlah normal. Namun berkurangnya virus dalam plasma bukan
merupakan penanda berakhirnya replikasi virus, yang akan terus berkanjut didalam
magkrofak dan sel T CD4+ jaringan.
Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukan tahap penahanan relatif
virus. Pada fase ini, sebagaian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi
virus berlanjut hingga beberapa tahun. Pada pasien tidak menunjukan gejala ataupn
limfadenopati persisten, dsan banyak penderita yang mengalami infeksi
oportunistik ”ringan” seperti sariawan (candida) atau herpes zoster selama fase
ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut.
Pergantian virus yang meluas akandisertai dengan kehilangan sel CD4+
yang berlanjut. Namun, karena kemampuan regenerasi imun besar, sel CD4+
akan tergantikan dengan jumlah yang besar. Oleh karena itu penuruna sel
CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah melewati
periode yang panjang dan beragam, pertahanan mulai berkkurang, jumlah CD4+
mulai menurun, dan jumlah CD4+ hidup yang terinfeksi oleh HIV semakin
meningkat. Linfadenopati persisten yang disertai dengan kemunculan gejala
konstitusional yang bermakna (demam, ruam, mudah lelah) mencerminkan
onset adanya deokompesasi sistem imun, peningkatan replikasi virus, dan onset
fase “kritis”.
Tahap akhir, fase kritis , ditandai dengan kehancuran pertahanna penjamu
yang sangat merugikan viremia yang nyata, srerta penyakit kinis. Para pasien
khasnya akan mengalami demam lebih dari satu bulan, mudah lelah, penurunan
berat badan, dan diare. Jumlah sel CD4+ menurun dibawah 500 sel/µL. Setelah
adanya interval yang berubah-ubah, para pasien mengalami infeksi oportunistik
yang serius, neoplasma sekunder, dan atau manifestasi neurologis (disebut
kondisi yang menentukan AIDS), dan pasien yang bersangkutan dikatakan telah
menderita AIDS yang sesungguhnya. Bahkan jikakondisi lazim yang
menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yanng digunakan saat ini
menentukan bahwa seseorang teerinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+ kurang
atau sma dengan 200/µL sebagai pengidap AIDS.
4. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
Menurut Burnner dan Suddarth (2013) (Dikutip dari Fauziah, 2017)
Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat
mengenai setiap sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan
penyakit AIDS terjadi akibat infeksi, malignasi dan atau efek langsung HIV
pada jaringan tubuh, pembahasan berikutini dibatasi pada manifestasi klinis dan
akibat infeksi HIV berat yang paling sering ditemukan.
a. Respiratori
Pneumonia Pneumocytis carini. Gejala nafas yang pendek, sesak nafas
(dispnea), batuk-batuk, nyeri dada dan demam akan menyertai berbagai
infeksi oportunistik seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium avium
intracellulare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan Legionella. Walaupun
begitu, infeksi yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah
Pneumonia Pneumocytis Carinii (PCP) yang merupakan penyakit oportunistik
pertama yang dideskripsikan berkaitan dengan AIDS.
Gambaran klinik PCP pada pasien AIDS umumnya tidak begitu akut bila
dibandingkan dengan pasien gangguan kekebalan karena keadaan lain.
Periode waktu antara awitan gejala dan penegakan diagnosis yang benar
bisa beberapa minggu hingga beberapa bulan. Penderita AIDS pada
mulanya hanya memperlihatkan tanda-tanda dan gejala yang tidak khas
seperti demam, menggigil, batuk non produktif, nafas pendek, dispnea dan
kadang-kadang nyeri dada. Konsentrasi oksigen dalam darah arterial pada pasien
yang bernafas dengan udara ruangan dapat mengalami penurunan yang
ringan; keadaan ini menunjukkan keadaan hipoksemia minimal. Bila tidak diatasi,
PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan paru yang signifikan dan pada
akhirnya, kegagalan pernafasan.
Penyakit kompleks Kompleks Mycobacterium avium (MAC; Mycobacterium
avium Complex) yaitu suatu kelompok baksil tahan asam, biasanya
menyebabkan infeksi pernafasan kendati juga sering dijumpai dalam traktus
gastrointerstinal, nodus limfatik dan sumsum tulang. Sebagian pasien AIDS
sudah menderita penyakit yang menyebar luas ketika diagnosis ditegakkan
dan biasanya dengan keadaan umum yang buruk.
Berbeda dengan infeksi oportunistik lainnya, penyakit tuberkulosis (TB)
cenderung terjadi secara dini dalam perjalanan infeksi HIV dan biasanya
mendahului diagnosa AIDS. Dalam stadium infeksi HIV yang lanjut,
penyakit TB disertai dengan penyebaran ke tempat-tempat ekstrapulmoner seperti
sistem saraf pusat, tulang, perikardium, lambung, peritoneum dan skrotum.
b. Gastrointerstinal
Manifestasi gastrointerstinal penyakit AIDS mencangkup hilagnya selera
makan, mual, vomitus, kondisiasis oral, serta esofagus, dan diare kronis.
Bagi pasien AIDS, diare dapat membawa akibat yang serius sehubungan
dengan terjadinya penurunan berat badan yang nyata (lebih dari 10% berat
badan), gangguan keseimbnagan cairan dan elektrolit, ekskoriasis kulit
perianal, kelemahan dan ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan yang
biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Kanker
Sarkoma Kaposi yaitu kelainan malignasi yang berkaitan dengan HIV yang
paling sering ditemukan merupakan penyakit yang melibatkan lapisan
endotel pembuluh darah dan limfe.Kaposi yang berhubungan dengan AIDS
memperlihatkan penyakit yang lebih agresif dan beragam yang berkisar
mulai dari lesi kutaneus setempat hingga kelainan yang menyebar dan
mengenai lebih dari satu sistem organ. Lesi Kutaneus yang dapat timbul
pada setiap bagian tubuh biasanya bewarna merah mudah kecoklatan hingga
ungu gelap. Lesi dapat datar atau menonjol dan dikelilingi oleh ekimosis
(bercak-bercak perdarahan) serta edema. Lokasi dan ukuran beberapa lesi
dapat menimbulkan statis aliran vena, limfadema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi
akan merusak integritas kulit dan meninggalkan ketidaknyamanan pasien serta
kerentanannya terhadap infeksi.
Limfoma Sel-B merupakan malignansi paling sering kedua yang terjadi
diantara pasien-pasien AIDS. Limfoma yang berhubungan dengan AIDS
cenderung berkembang diluar kelenjer limfe; limfoma ini paling sering
dijumpai pada otak, sumsum tulang dan traktus gastrointerstinal.
d. Neurologik
Ensefalopati HIV disebut juga sebagai kompleks demensia AIDS. Hiv
ditemukan dengan jumlah yang besar dalam otak maupun cairan
serebrospinal pasien-pasien ADC (AIDS dementia complex). Sel-sel otak yang
terinfeksi HIV didominasi olehsel-sel CD4 + yang berasal dari
monosit/magrofag. Infeksi HIV diyakini akan memicu toksin atau limfokin yang
mengakibatkan disfungsi seluler atau yang mengganggu atau yang
mengganggu fungsi neurotransmiter ketimbang menyebabkan kerusakan
seluler. Keadaan ini berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan
progresif pada fungsi kognitif, prilaku dan motorik. Tanda tanda dan
gejalanya yang samar-samar serta sulit dibedakan dan kelelahan, depresi
atau efek terapi yang merugikan terhadap infeksi dan malignansi.
Manifestasi dini mencangkup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan
berkonsentrasi, konfusi progresif, pelambatan psikomotorik, apatis dan
ataksia. Stadium lanjutmencangkup ganggua kognitif global kelambatan
dalam respon verbal, gagguan afektif seperti pandangan yang
kosong,hiperrefleksi paraparesis spastik, psikologis, halusiansi, tremor,
inkontenensia, serangan kejang, mutisme dan kematian.
Infeksi jamur Criptococcus neoformans merupakan infeksi opotunistik paling
sering keempat yang terdapat di antara pasien-pasien AIDS dan penyebab
infeksi paling sering ketiga yang menyebabkan kelainan neurologik.
Meningitis kriptokokus ditandai dengan gejala seperti demam/panas, sakit
kepala, keadaan tidak enak badan (melaise), kaku kuduk, mual, vormitus,
perubahan status mental, dan kejang-kenjang.
Leukoensefalopati Multifokal Progresif (PML) merupakan kelainan sistem saraf
pusat dengan demielinisasi yang disebabkan oleh virus J.C. Manifestasi
klinis dapat dimulai dengan konfusi mental dan mengalami perkembangan
cepat yang akhirnya mencakup gejala kebutaan, afasia, paresis, (paraliasis
ringan) serta kematian.
Kelemahan neurologik lainnya berupa neuropati perifer yang berhubungan
dengan HIV diperkirakan merupakan kelainan demielinisasi dengan disertai
rasa nyeri serta patirasa pada ekstremitas, kelemahan, penurunan rekfleks
tendon yang dalam, hipotensi ortostatik dan impontensi.
e. Struktur integrumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunistik serta
malignansi yang mendampinginya, Infeksi oportunistik seperti harpes zoster
dan harpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri yang
merusak integritas kulit. Moloskum kontagiosum merupakan infeksi virus
yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. Dermatitis
seboreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang
mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folokulasi menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering
dan mengelupas atau dengan dermatitis atropik seperti ekzema atau psoriasis.
Hingga 60% enderita yang diobati dengan trimetroprimsulfametoksazol
(TMP/SMZ) untuk mengatasi pneumonia pneumocytis carinii akan mengalami
ruam yang berkaitan dengan obat dan berua preuritus yang disertai
pembentukan papula serta makula bewarna merah muda. Terlepas dari
penyebab ruam ini pasien akan mengalami ganggua rasa nyaman dan
menghadapi peningkatan resiko untuk menderita infeksi tambahan, akibat
rusaknya keutuhan kulit.
5. Penatalaksanaan
Menurut Brunner dan Suddarth (2013) (Dikutip dari Robrtus, 2018) upaya
penanganan medis meliputi beberapa cara pendekatan yang mencakup
penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta malignasi, penghentian
replikasivirus HIV lewat preparat antivirus, dan penguatan serta
pemulihansistem imun melaluui penggunaan preparat immunomodulator.
Perawatan suportif merupakan tindakan yang penting karena efek infeksi HIV
dan penyakit AIDS yang sangat menurunkan keadaan umum pasien; efek tersebut
mencakup malnutrisi, kerusakan kulit, kelemahan danimobilisasi dan perubahan
status mental. Penatalaksanaan HIV AIDS sebagai berikut :
a. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan infeksi HIV
Infeksi umum trimetroprime-sulfametosoksazol, yangdisebut pula TMP-SMZ
(bactrim, septra), merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi berbagai
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Pemberian secara IV kepada
psien-pasien dengan gastrointestinal yang normal tidak memberikan
keuntungan apapun. Penderita AIDS yang diobati dengan TMP-SMZ dapat
mengalami efek yang merugikan dengan insiden tinggi yang tidak lazim
terjadi, seperti demam, ruam, leukopenia, trombositopenia dengan gangguan
fungsi renal.
Pentamidin, suatu obat anti protozoa , digunakan sebagai preparat alternatif
untuk melawan PCP. Jika terjadi efek yang merugikan atau jika pasien tidak
memperlihatkan perbaikan klinis ketika diobati dengan TMP-SMZ, petugas
kesehatan dapat meromendasikan pentamidin. Meningitis, terapi untuk
meningitis kriptokokus adalah amfoteisin B IV dengan atau tanpa flusitosin
atau flukonazol (diflukcan). Keadaan pasien harus dipantau untuk mendeteksi
efek yang potensial merugikan dan seirus dari amfoterisin B yang mencakup
reaksi anafiklasik, gangguan renal serta hepar,gangguan kesiembangan eletrolit,
anemia, panas danb menggigil.
Retinitis sitomegalovirus, retinitis yang disebabkan oleh sitomegalovirus
(CMV; cyto megalovirus) merupak penyebab utama kebutaan pada penderita
penyakit AIDS. Froskarmet (foscavir), yaitu preparat lain yang digunakan
mengobati retinitis CMV, disuntikan secara IV setiap 8 jam sekali selam
2 hingga 3 minggu. Reaksi merugikan yang lazim pada pemberiam foskarnet
adalah nefrotoksisitas yang mencakup gagal ginjal akut dan gangguan
keseimbangan elektrolit yangmencakup hipokalasemia, hiperfosvatemia, serta
hipomagnesemia.
Semua keadaan ini dapat memabawa kematian. Efek merugikan lainnya
yang lazim dijumpai adalah serangan kejang-kejang gangguan
gastrointerstinal, anemia, flebitis, pada tempat infus dan nyeri punggung bawah.
b. Penatalaksanaan diare kronik
Terapi dengan okterotid asetat (sandostain), yaitu suatu analog sisntesis
somatostatin, ternyata efektif untuk mengattasi diare yang berat dan kronik.
Konsentraasi reseptor somaytosin yang tinggi ditemukan dalam traktus
gastrointestinal maupun jaringan lainnya. Somatosytain akan mengahambat
banayk fungsi fisiologis yang mencakup motalisis gastrointerstinal dan sekresi –
interstinal air serta elekltrolit.
c. Penalaksanaan sindrom pelisutan
Penatalaksanaan sindrom pelisutan mencakup penanganan penyebab yang
mendasari infeksi oportunistik sistematis maupun gastrointerstinal. Mallnutirisi
sendriri akan memperbersar resiko infeksi dan dapat pula meningkatkan insiden
infeksi oportunistik. Terapi nutrisi dapat dilakukan mulai dari diet oral dan
pemberian makan lewat sonde (terapi nutriasi enternal) hingga dukungan
nutrisi parenteral jika diperlukan.
d. Penanganan keganasan
Penalaksanaan sarkoma kaposi biasanya sulit karena beragamnya gejala dan
sistem organ yang terkena. Tujuan terapinya adalah untuk mengurangi gejala
dengan memperkecil ukuran lesi pada kulit, mengurangi gangguan rasa
nyaman yang berkaitan dengan edma serta ulserasi, dan mengendalikan
gejala yang berhubungan dengan lesi mukosa serta organ viseral. Hingga saat ini,
kemoterapi yang paling efektif tampaknya berupa ABV (adriamisin, bleomisin,
dan vinkristin).
e. Terapi antiretrovirus Saat ini terdapat empat preparat yang sudah disetujui oleh
FDA untuk pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah;
zidovudin,dideoksinosin, dideoksisitidin dan stavudin. Semua obat ini
menghambat kerja enzim reserve trancriptase virus dan mencegah virus
reproduksi HIV dengan cara meniru salah satu substansi molekuler yang
dugunakan virus tersebut untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus
baru. Dengan mengubah komponen struktural rantaii DNA, produksi virus yang
baru akan dihambat.
f. Inhibitor protase
Inhibitor protase merupakan obat yang menghanbat kerja enzim protase, yaitu
enzim yang digunakan untuk replikasi virus HIV dan produksi virion yang
menular. Inhibisi protase HIV-1 akan menghasilkan partikel virus noninfeksius
dengan penurunan aktivitas enzim reserve transcriptase.
g. Perawatan Pendukung
Pasien yang menjadi lemah dan memiliki keadaan umum yang menurun
sebagai akibat dari sakit kronik yang berkaitan dengan HIV memerlukan
banyak macam perawatan suportif. Dukungan nutrisi mungkin merupakan
tindakan sederhana seperti membantu pasien dalam mendapatkan atau
mempersiapkan makanan.
Untuk pasien dengan gangguan nutrisi yang lanjut karena penurunn asupan
makanan, sindrom perlisutan, atau malabsorbsi saluran cerna yang berkaitan
dengan diare, mungkin diperlukan dalam pemberian makan lewat pembuluh
darah seperti nutrisi parenteral total. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit yang terjadi akibat mual, vomitus dan diare kerap kali memrlukan
terapi pengganti yang berupa infus cairan serta elektrolit. Lesi pada kulityang
berkaitan dengan sarkoma caposi, ekskoriasi kulit periana dan imobilisasi
ditangani dengan perawatan kulit yang seksama dan rajin; Perawatan ini
mencakup tindakan mengembalikan tubuh pasien secara teratur, membersihkan
dan mengoleskan salab obat serta menutup lesi dengan kasah steril.
h. Terapi nutrisi
Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien
HIV AIDS untuk mempertahankan kekuatan,nebingkatkan fungsi sistim
imun, meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi dan
menjaga orang yang hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan
produktif. Defisiensi vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang dengan HIV,
dan defisiensi sudah terjadi sejak stadium dini walaupun pada ODHA
mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, defisiensi terjadi karena HIV
menyebabka hilangnya nafsu makan dan gangguan absorbsi zat gisi. Untuk
mengatasi masalh nutrisi pada pasien HIV AIDS, mereka harus diberi
makanan tinggi kalori, tinggi protein, kaya vitamin dan mineral serta cukup
air.
i. Manfaat konseling dan VCT pada pasien HIV
Menurut Nursalam (2011) kionseling HIV/AIDS merupakan dialog antara
seseorang (klien) dengan pelayanan kesehatan (konselor )yang bersifat
rahasia, sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau
mengadaptasi diri denga stres dan sanggup membuat keputusan bertindak
berkaitan dengan HIV/AIDS. Konseling HIV berbeda dengan konseling
lainnya, walaupun keterampilan dasar yang dibutuhkan adalah sama.
Konseling HIV menjadi hal yang unik karena :
1) Membutuhkan pengetahuan yang luas tentang infeksi menular seksual (IMS)
dan HIV/ AIDS
2) Membutuhkan menganai praktik seks yang bersifat pribadi
3) Membutuhkan pembahasan tentang kematian atau proses kematian
4) Membutuhkan kepekaan konselor dalam menghadapi perbedaan pendapat
dan nilai yang mungkin sangat bertentangan dengan nilai yang dianut oleh
konselor itu sendiri
5) Membutuhkan keterampilan pada saat memberikan hasil HIV positif
6) Membutuhkan keterampilan dalam menghadapi kebutuhan pasangan
maupun anggota keluarga klien
Menurut nursalam (2011) (Dikutip dari Robertus, 2018) tujuan konseling HIV
yaitu :
1) Mencegah penularan HIV dengan cara mengubah perilaku. Untuk
merubah perilaku ODHA (orang dengan HIV/AIDS) tidak hanya
membutuhkan informaasi belaka, tetapi jauh lebih pentung adalah pemberian
dukungan yang dapat menumbuhkan motivasi mereka, misalnya dala m
perilaku seks aman, tidak berganti-ganti jarum suntik, dan lain-lain.
2) Meningkatkan kualitas hidup ODHA dalam segala aspek baik medis,
psikologis, sosial, dan ekonomi. Dalam hal ini konseling bertujuan
memberikan dukungan kepada ODHA agar mampu hidup secara positif.
Voluntary conseling tetsting atau VCT adalah suatu pembinaan dua arah
atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dengan kliennya
bertujuan mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral,
informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga, dan
lingkungannya (Nursalam, 2011) (Dikutip dari Robertus, 2018).
Tujuan VCT yaitu sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS, upaya untuk
mengurangi kegelisahan, meningkatkan presepsi/ pengetahuan mereka
tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang terinfeksi HIV, dan upaya
pengembanganperubahan perilaku, sehingga secara dini mengarahkan menuju
ke program pelayanan dan dukunga termasuk akses terapi antiretroviral,
serta membantu mengurangi stikma dalam masyarakat (Nursalam, 2011)
(Dikutip dari Robertus, 2018).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
b. Keluhan utama.
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluahn utama sesak nafas. Keluahn utama lainnya dirtemui pada pasien
penyakit HIV AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan),
diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat
badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan
tenggorokan disebabkan oleh jamur candida albikans,pembekakan kelenjar
getah bening diseluruhtubuh, munculnya herpes zooster berulang dan bercak-
bercak gatal diesluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatan sekarang.
Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV AIDS
adalah: pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagipasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyreri dada, dan demam, pasien
akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat
penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks
dengan penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi
HIV. Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga,
adanya keluarga bekerja ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja
seks komersial).
f. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :
1) Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat.
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan
pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan
kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau
perawat.
2) Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami
penurunan berat badan yang cukup drastis dalam jangka waktu singkat
(terkadang lebih dari 10% BB).
3) Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah
4) Pola istrihat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperti demam daan keringat pada malam
hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan
depresi terhadap penyakit.
5) Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami perubahan.
Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal
ini disebabkan mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun
lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi
tubuh yang lemah.
6) Pola prespsi dan kosep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan mara, cemas, depresi
dan stres.
7) Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya
ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan
kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
8) Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang
dapat mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien merasa malu atau
harga diri rendah.
9) Pola penanggulangan stres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah
dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawtan,
perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
marah, kecemasan, mudah tersinggungdan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif
dan adaptif.
10) Pola reproduksi skesual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karena
penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan berubah,
karena mereka menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan
perbuatan mereka. Adanya status perubahan kesehatan dan penurunan
fungsi tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien dalam kehidupan
mereka dan agama merupakan hal penting dalam hidup pasien.
g. Pemeriksaan fisik
1) Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah
2) Kesdaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.
3) Vital sign : TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang
ditemukan frekuensi nadi meningkat, pernapasan : biasanya ditemukn
frekuensi pernapasan meningkat, suhu; suhu biasanya ditemukan
meningkat krena demam, BB ; biasanya mengalami penurunan(bahkan
hingga 10% BB), TB; Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan
tetap).
4) Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
5) Mata : biasnay konjungtifa anemis , sce;era tidak ikterik, pupil
isokor,refleks pupil terganggu
6) Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung
7) Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
criptococus neofarmns) Gigi dan mulutr : biasany ditemukan ulserasi dan
adanya bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukan kandidiasis
8) Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan
9) Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai
dengan TB napas pendek (cusmaul)
10) Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif
11) Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda
lesi (lesi sarkoma kaposi)
12) Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun, akral
dingin
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita HIV AIDS
yaitu:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungn dengan penyakit paru
obstruksi kronis;
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis, ansietas,
nyeri, keletihan;
c. Diare berhubungan dengan infeksi;
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif;
ketidak seimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare;
e. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis , ketidakmampuam menelan;
f. Nyeri kronis berhubngan dengan agen cedera biologis;
g. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis;
h. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme;
i. Kerusakan integritas kulitberhubungan dengan perubahan status cairan,
perubahan pigmentasi perubahan turgor kulit
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawtan arau intervensi yang ditemukan pada pasien dengan HIV AIDS sebagai berikut :
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas
nafas diharapkan status pernafasan tidak terganggu Posisikan pasien untuk meminimalkan
dengan Ventilasi;
Kriteria hasil : Motivasi pasien untuk bernafaas pelan, pelan
Deviasi ringan dari kisaran normal frekuensi berputar dan batuk;
pernafasan; Deviasi ringan dari kisaran normal Auskultasi bunyi nafas, cata area yang
auskultasi nafas; Deviasi ringan dari kisaran ventilasinya menurun tidak dan adanya suara
normal kepatenan jalan nafas; Tidak ada nafas tambahan
retraksi dinding dada Fisioterapi Dada
Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada
kepada pasien;
Monitor status respirasi dan kardiologi
(misalnya denyut, irama, suara kedalaman
nafas);
Monitor jumlah dan karakteristik sputum;
Ajarkan pasien melakukan relaksasi napas
dalam
2 Ketidakefektifan Pola Nafas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Jalan Nafas:
diharapkan status pernafasan tidak terganggu Posisikanpasien untuk memaksimalkan
dengan kriteria hasil : ventilasi;
Frekuensi pernafasan tidak ada deviasi dari Lakukan fisioterapi dada, sebagai mana
kisaran normal; Irama pernafasan tidak ada mestinya;
deviasi dari kisaran normal; Tidak ada retraksi Buang secret dengan memotivasi klien untuk
dinding dada; Tidak ada suara nafas batuk efektif atau menyedot lendir;
tambahan; Tidak ada pernafasan cuping hidung Auskultasi suara napas, catat area yang
ventilasinya menurun atau ada dan tidaknya
suara napas tambahan
3 Diare Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manejemen Saluran Cerna :
diharapkan pola eliminasi usus tidak terganggu Monitor buang air besar termasuk frekuensi
dengan kriteria hasil : konsistensi, bentuk, volume dan warna; monitor
Pola eliminasi tidak terganggu; suara bising bising usus
usus tidak terganggu; diare tidak ada. Manajeman Diare :
Identifikasi faktor yang bisa menyebabkan diare
(misalnya medikaasi, bakteri );
Amati turgor kulit secara berkala;
Monitor kulit perinium terhadap adanya iritasi
dan ulserasi;
Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan
gejal diare menetap.
4 Keurangan Volume Cairan Setelah dilakukan tindakan Keperawatan Manajemen Cairan:
diharapkan keseimbangan cairan tidak Jaga intake dan output pasien;
terganggu dengan kriteria hasil: Monitor status hidrasi (misalnya membran
Tekanan darah tidak terganggu; keseimbangan mukosa lembab, denyut nadi adekuat);
intake dan output dalam 24 jam tidak terganggu; Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan
turgor kulit tidak terganggu retensi cairan (misalnya peningkatan berat
jenis, peningkatan BUN, penurunan hematokrit,
dan peningkatan kadar osmolitas);
Monitor tanda-tanda vital;
Berikan diuretik yang diresepkan.
Monitor Cairan :
Tentukan jumlah dan jenis asupan cairan serta
kebiasaan eliminasi;
Tentuka faktor-faktor yang menyebabkan
ketidak seimbangan cairan;
Periksa turgor kulit;
Monitor tekanan darah, denyut jantung, dan
stautus pernafasan;
Monitor membran mukosa, turgor kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria et al. 2017. Nursing Interventions Classification (NIC). Elsevier : Oxford
Fauziah. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan HIV AIDS Di Irna Non Bedah
Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang. https://pustaka-poltekes-pdg.ac.id
Moorhead, Sue et al. 2017. Nursing OutComes Classification (NOC). Elsevier : Oxford
Oktaviana. 2018. BAB II Tinjauan Pustaka HIV/AIDS. https://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id
Robertus. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Ny. R . Dengan HIV AIDS Di Ruangan Cempaka
RSUD. Prof.Dr.W.Z Johannes Kupang. https://repository.poltekeskupang.ac.id
III. ASKEP BERDASARKAN KASUS
Seorang wanita 21 tahun, dirawat RSU Bahteramas dengan keluhan batuk sejak
satu tahun terakhir, kadang disertai batuk darah, suara serak, nyeri menelan, kadang sesak
nafas disertai demam terutama sore. Penderita memiliki riwayat diare yang hilang timbul
sejak 4 bulan, pada mulut luka yang hilang timbul sejak enam bulan lalu.
Penderita telah didiagnosa HIV dan TB paru 10 bulan lalu, namun berhenti minum
obat anti tuberkulosa sejak 8 bulan lalu. Berat badan pernah turun dari 55 kg menjadi
33 kg dalam waktu 4 bulan, namun saat ini berat badan telah meningkat menjadi 46 kg.
Penderita memiliki riwayat hubungan seksual diluar nikah, menikah dua kali, dan
saat ini memiliki suami yang menderita HIV. Keadmaan umum lemah dan berat badan 46
kg. Pada pemeriksaan tanda vital tanggal 21 April 2020 didapatkan kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 20 kali per

menit, suhu tubuh aksila 38,2 0C. Pada pemeriksaan fisik kepala/leher didapatkan
konjunktiva anemis, ulcus pada lidah 2 x 1 cm, multiple. Pada pemeriksaan torak
tanggal 21 April 2011 didapatkan suara nafas bronko vesikular dan bronkial pada
kedua hemi torak. Didapatkan ulkus labia majora. Hasil pemeriksaan Radiologi torak pada
waktu masuk didapatkan infiltrat pada kedua lapangan paru, terutama apek,
dengan kecurigaan suatu proses spesifik lesi sedang. Hasil laboratorium tanggal 21 April
2020 didapatkan Hb 7,8 gr/dl, Leukosit 11.000, Trombosit 735, gula darah sewaktu
120, hapusan sputum BTA +.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, penderita ini didiagnosa sebagai penderita
HIV/AIDS dengan TB paru dan Candidiasis oral. Penderita dirawat di ruang isolasi.
Dilakukan pemasangan nasogastric tube untuk bantuan nutrisi, diberi O2 3 – 4 l/menit,
infus RL /D5 / Aminofusin tiap 8 jam, tablet multivitamin C dan B complex 3x1
tablet, Parasetamol 3x500 mg, tranfusi PRC 2 kolf, Kotrimoksazole 1x960 mg, Nystatin
drops oral 4x2 ml, Fluconazole oral 1x100 mg, Fusidic cream pada labia mayora / 8
jam, Rifamfisin 450 mg, INH 300 mg, Ethambutol 1000 mg
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. S DENGAN HIV/AIDS
DI RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS

Tanggal/Jam masuk RS : 21 April 2020 / 08.00 WITA


Tanggal/Jam Pengkajian : 21 April 2020 / 16.00 WITA
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Pasien
1) Nama : Ny.S
2) Jenis Kelamin : Perempuan
3) Umur : 21 tahun
4) Status Perkawinan : Menikah
5) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6) Agama : Islam
7) Pendidikan terakhir : SMA
8) Alamat : Desa Suka Mandiri
b. Identitas Penanggung Jawab
1) Nama : Tn. T
2) Pendidikan : S1
3) Pekerjaan : Guru
4) Alamat : Desa Suka Mandiri
5) Hubungan dengan Klien : Suami
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan batuk darah disertai sesak
3. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan Utama : Batuk
b. Keluhan yang Menyertai :
Suami klien mengatakan bahwa Klien batuk sejak satu tahun terakhir, kadang
disertai batuk darah, suara serak, nyeri menelan, kadang sesak nafas disertai
demam terutama sore. Klien mengatakan memiliki riwayat diare yang hilang
timbul sejak 4 bulan, Klien juga mengatakan mulut luka yang hilang timbul
sejak enam bulan lalu.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien mengatakan telah didiagnosa HIV dan TB paru 10 bulan lalu, namun berhenti
minum obat anti tuberkulosa sejak 8 bulan lalu. Klien mengatakan memiliki riwayat
hubungan seksual diluar nikah, menikah dua kali, dan saat ini memiliki suami
yang menderita HIV.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan suaminya menderita HIV
Genogram 3 generasi

29 21
0

13 5

Keterangan :
= Laki-laki/Perempuan
= Laki-laki/Perempuan Meninggal
= Hubungan Perkawinan
= Garis keturunan
= Klien
= Tinggal Serumah
6. Riwayat Psikologis
Klien mampu untuk mengontrol emosi. Pola koping Klien baik.
7. Riwayat Sosial
a. Hubungan klien dengan orang-orang di lingkungan tempat tinggalnya harmonis.
b. Hubungan klien dengan anggota keluarga harmonis ditandai dengan banyaknya
keluarga yang datang menjenguk Klien.
8. Riwayat Spiritual
Klien mengatakan sebelum sakit klien selalu sholat 5 waktu, tetapi saat sakit klien
tidak menjalankan ibadah. Klien menyakini bahwa dengan berdoa dia bisa sembuh
dan sehat kembali.
9. Pola Aktivitas Sehari-hari
Tabel 2
Pola aktivitas sehari-hari

No Pola Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Nutrisi
a. Menu makan Nasi + ikan + sayur Bubur + ikan + sayur
b. Frekuensi 3 kali sehari 3 kali sehari
c. Porsi 1 porsi habis 1 porsi habis
d. Makanan yang disukai Ikan Ikan
e. Makanan yang tidak Tidak ada Tidak ada
disukai
f. Makanan pantangan / Tidak ada Tidak ada
pembatasan pola makan
g. Alergi makanan Tidak ada Tidak ada
h. Perasaan mual/muntah Tidak ada Tidak ada
i. Kesulitan mengunyah Tidak ada Tidak ada
atau menelan
Keluhan Tidak ada masalah Tidak ada masalah

2. Cairan
a. Jenis Air putih + teh Terpasang infuse
Rl/D5/Aminofusin/8 jam
b. Frekuensi minum/24 +7 gelas/hari +7 gelas/hari
jam
c. Jumlah kebutuhan +1500 cc +1500 cc
cairan/24 jam
Keluhan Tidak ada masalah Tidak ada masalah

3. Pola Eliminasi
a. BAB
1) Kebiasaan BAB Teratur
2) Frekuensi 1 kali sehari Klien belum
3) Konsistensi Padat BAB
4) Warna Kuning
5) Bau Khas feses
Keluhan Tidak ada Tidak ada
b. BAK
1) Frekuensi 4-6 kali/hari 4-6 kali/hari
2) Warna Kuning Kuning
3) Bau Amoniak Amoniak
4) Jumlah ± 1.000-1.250 ± 1.000-1.250
5) Alat bantu Tidak ada Tidak ada
Keluhan Tidak ada Tidak ada
4. Pola tidur dan istirahat
a. Jam tidur malam 22.00-05.00 wita Belum dilakukan
b. Jam tidur siang 13.00-15.00 wita 13.00-15.00
c. Jam mudah tidur 22.00 wita Tidak ada
d. Jam sulit tidur Tidak ada Tidak ada
e. Kebiasaan sebelum Berdoa Berdoa
tidur
Keluhan Tidak ada Tidak ada

5. Personal Hyigine
a. Mandi
1) Frekuensi 2 kali sehari Belum
2) Pemenuhan Mandiri dilakukan
b. Cuci rambut
1) Frekuensi 2 kali sehari Tidak
2) Pemenuhan Mandiri dilakukan
c. Gosok gigi
1) Frekuensi 2 kali sehari Belum
2) Pemenuhan Mandiri dilakukan
d. Gunting kuku
1) Frekuensi 1 kali seminggu Tidak dilakukan (kuku
2) Pemenuhan Mandiri pendek dan bersih).
Keluhan Tidak ada Tidak ada

6. Pola aktivitas dan latihan


a. Kegiatan dalam sehari- Olahraga, kuliah Berbaring
hari
b. Kesulitan dalam Tidak ada Ada
pergerakan
c. Penggunaan alat bantu Tidak ada Tidak ada
d. Mandi Mandiri Dengan bantuan
e. Berpakaian Mandiri Dengan bantuan
f. Berhias Mandiri Dengan bantuan
g. Toileting Mandiri Dengan bantuan
h. Makan/minum Mandiri Dengan bantuan
i. Tingkat ketergantungan Mandiri Dengan bantuan
Keluhan Tidak ada 1. Pemenuhan (Activity
Daily Living) ADL
dibantu oleh keluarga

7. Gaya Hidup Klien tidak Selama dirawat di Rumah


mengkonsumsi minuman Sakit klien minum obat
berakohol, merokok, dan berdasarkan resep dokter.
tidak mengkonsumsi
obat tanpa resep dokter.

10. Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum
1) Klien nampak lemah
2) Tingkat kesadaran : compos mentis.
3) GCS 15 (E4M6V5).
4) BB : 46 kg TB : 150 cm
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah : 90/50 mmHg
2) Nadi : 80 x /menit
3) Pernapasan : 20 x /menit
4) Suhu : 38,2℃
c. Pemeriksaan Sistem Tubuh
1) Sistem Pernapasan
Inspeksi :iBentuk dada normal chest, hidung simetris, irama pernapasan
teratur, jenis pernapasan perut, tidak menggunakan otot bantu
pernapasan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan maupun benjolan pada dada dan hidung.
Perkusi : Perkusi dada resonan.
Auskultasi : Suara napas bronkovesikular dan trakial pada kedua
hemotoraks
2) Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Tidak ada sianosis, edema, distensi vena jugularis, pelebaran
vena pada dada, dan juga clubbing fingers.
Palpasi :iIrama denyut nadi teratur, Capillary Refill Time < 2 detik,
Heart Rate 80 kali/menit.
Auskultasi :iIrama jantung teratur, bunyi jantung S1 dan S2, tidak ada
bunyi jantung tambahan, Tekanan Darah 90/50 mmHg.
3) Sistem Pencernaan
a) Mulut
Inspeksi : Ulcus pada lidah 2 x 1 cm, multiple
Palpasi : Tidak terdapat benjolan dan nyeri tekan
b) Abdomen
Inspeksi :iBentuk abdomen normal tidak ada jejas
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi: Terdengar bunyi timpani, bising usus positif 6 kali/menit
(normal 5-12 kali/menit).
c) Anus
Tidak dilakukan pemeriksaan, karena klien tidak bersedia.
4) Sistem Perkemihan
Inspeksi : Nampak ulkus labia mayora
Palpasi : Tidak dilakukan.
5) Sistem Indra
a) Penglihatan (Mata)
Inspeksi :iKonjungtiva anemis, sklera putih, tidak menggunakan alat
bantu penglihatan.
Palpasi :iTidak ada nyeri tekan pada area sekitar mata.
Fungsi penglihatan baik.
b) Penciuman (Hidung)
Inspeksi : Hidung simetris.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada area hidung.
Fungsi penciuman baik.
c) Pendengaran (Telinga)
Inspeksi :iDaun telinga simetris dan bersih, serta tidak terdapat serumen.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada area telinga, tidak terdapat
benjolan.
Fungsi pendengaran baik.
6) Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi : Tidak ada pembengkakan, tidak ada fraktur, terpasang
infus pada lengan kanan. Ada kesulitan dalam
pergerakkan kedua ekstremitas bawah dan atas klien.
Palpasi : Tidak ada nyeri, struktur tulang normal, tidak ada massa,
tidak ada kontraktur.

3 3
3 3
Keterangan :
0 : Kontraksi otot tidak terdeteksi.
1 : Kejapan yang hampir tidak terdeteksi atau bekas
kontraksi dengan observasi atau palpasi.
2 :IPergerakan aktif bagian tubuh dengan mengeliminasi
gravitasi.
3 :.Pergerakan aktif hanya melawan gravitasi dan tidak
melawan tahanan.
4 :.Pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit
tahanan.
5 :,Pergerakan aktif melawan tahanan penuh tanpa
adanya kelelahan otot (kekuatan otot normal)
7) Sistem Persarafan
Inspeksi : Tingkat kesadaran compos mentis, GCS 15 (E4 V5 M6). Klien
dapat berespon dengan tepat terhadap stimulus yang diberikan
melalui suara dan visual.

8) Sistem Integumen
Inspeksi :iWarna kulit sawo matang, kulit kepala tampak bersih,
distribusi rambut merata dan tidak ada hiperpigmentasi kulit.
Palpasi : Turgor kulit baik, suhu kulit hangat.
9) Sistem Endokrin
Inspeksi : Tidak ada benjolan pada kelenjar tiroid.
Palpasi :iTidak ada nyeri tekan pada kelenjar tiroid.
11 Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 21 April 2020

Tabel 3
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Unit Normal Limits

Leukosit 11 10^3 4µl 4,0 12,0


Hemoglobin 7,8 g/dl 11,0 17,0
Trombosit 735 10^3 4µl 150 400
GDS 120 Mg/dL 70 130

b. Pemeriksaan Radiologi
Tanggal 21 April 2020
Pemeriksaan Toraks, hasil : Didapatkan infiltrat pada kedua lapang paru,
terutama apek, dengan kecurigaan suatu proses spesifik lesi sedang.

12 Program Terapi
a. IFVD Rl/DL/Aminofisusin
b. Vit. C& B complex 3x1 tablet
c. Paracetamol 3x500 mg
d. Transfusi PRC 2 kolf
e. Kotrimoksazol 1x960 mg
f. Nystatin drops oral 4x2 ml,
g. Fluconazole oral 1x100 mg
h. Fusidic cream pada labia mayora / 8 jam,
i. Rifamfisin 450 mg, INH 300 mg,
j. Ethambutol 1000 mg
k. O2 3 – 4 l/menit\
B. Diagnosa Keperawatan
1. Klasifikai Data
Tabel 4
Klasifikasi Data

Data Subjektif Data objektif


a. Suami Klien mengatakan Klien a. Klien nampak lemah
batuk sejak 1 tahun terakhir b. Auskultasi suara nafas bronkovesikular
b. Suami Klien mengatakan kadang dan trakial pada kedua hemotoraks.
batuk disertai darah, suara serak, c. Nampak ulkus pada lidah 2x1 cm
nyeri menelan dan terkadang multiple
sesak. d. Nampak ulkus labia mayora
c. Klien mengatakan merasa demam e. Konjungtiva anemis, HB 7,8;
terutama pada waktu sore Tromboait 735;
d. Klien mengatakan memiliki f. Hasil rontgen toraks: Infiltrat pada
riwayat diare yang hilang timbul kedua lapang paru
sejak 4 bulan. g. O2 3 – 4 l/menit
e. Klien mengatakan mulutnya luka h. TTV : TD 90/50 mmHg, 80 x/m,
yang hilang timbul sejak 6 bulan 20x/m, 38,2°C
yang lalu.
f. Klien mengatakan telah
didiagnosis HIV dan TB Paru 10
bulan lalu namun berhenti minum
obat anti TBC sejak 8 bulan lalu.

2. Analisa Data
Tabel 5
Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1. DS : Penyakit paru obstruksi Ketidakefektifan
a. Suami Klien mengatakan Klien kronis Bersihan Jalan
batuk sejak 1 tahun terakhir Nafas
b. Suami Klien mengatakan kadang
batuk disertai darah, suara serak,
nyeri menelan dan terkadang
sesak.
c. Klien mengatakan telah
didiagnosis HIV dan TB Paru 10
bulan lalu namun berhenti minum
obat anti TBC sejak 8 bulan lalu.
DO :
a. Auskultasi suara nafas
bronkovesikular dan trakial pada
kedua hemotoraks.
b. Hasil rontgen toraks: Infiltrat pada
kedua lapang paru
c. O2 3 – 4 l/menit
d. TTV : TD 90/50 mmHg, 80 x/m,
20x/m, 38,2°C
2. DS:
a. Klien mengatakan merasa demam
terutama pada waktu sore
DO: Peningkatan Laju
Hipertermi
a. Suhu 38,2°C Metabolisme
b. Trombosit 735
c. Konjungtiva anemis
d. HB 7,8
3 DS :
a. Klien mengatakan memiliki
riwayat diare yang hilang timbul
Proses Infeksi Diare
sejak 4 bulan.
DO :
a. Klien nampak lemah
4 DS :
a. Klien mengatakan mulutnya luka
yang hilang timbul sejak 6 bulan
yang lalu.
Kerusakan
DO : Defisit Imunologis
Integritas Kulit
a. Nampak ulkus pada lidah 2x1 cm
multiple
b. Nampak ulkus labia mayora

3. Perumusan Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penyakit paru obstruksi
kronis, ditandai dengan :
DS :
1) Suami Klien mengatakan Klien batuk sejak 1 tahun terakhir
2) Suami Klien mengatakan kadang batuk disertai darah, suara serak, nyeri
menelan dan terkadang sesak.
3) Klien mengatakan telah didiagnosis HIV dan TB Paru 10 bulan lalu namun
berhenti minum obat anti TBC sejak 8 bulan lalu.
DO :
1) Auskultasi suara nafas bronkovesikular dan trakial pada kedua hemotoraks.
2) Hasil rontgen toraks: Infiltrat pada kedua lapang paru
3) O2 3 – 4 l/menit
4) TTV : TD 90/50 mmHg, 80 x/m, 20x/m, 38,2°C
b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, ditandai dengan :
DS:
1) Klien mengatakan merasa demam terutama pada waktu sore
DO:
1) Suhu 38,2°C
2) Trombosit 735
3) Konjungtiva anemis
4) HB 7,8
c. Diare berhubungan dengan proses infeksi, ditandai dengan :
DS :
1) Klien mengatakan memiliki riwayat diare yang hilang timbul sejak 4 bulan.
DO :
1) Klien nampak lemah
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan defisit imunologis, ditandai
dengan :
DS :
1) Klien mengatakan mulutnya luka yang hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu.
DO :
1) Nampak ulkus pada lidah 2x1 cm multiple
2) Nampak ulkus labia mayora
C. Intervensi Keperawatan
Tabel 6
Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status Menajemen jalan nafas
jalan nafas berhubungan pernafasan tidak terganggu dengan kriteria hasil : a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
dengan penyakit paru a. Deviasi ringan dari kisaran normal frekuensi ventilasi
obstruksi kronis pernafasan b. Buang secret dengan memotivasi pasien untuk
b. Deviasi ringan dari kisaran normal Irama melakukan batuk atau menyedot lendir
pernafasan c. Motifasi pasien untuk bernafas pelan, dalam,
c. Deviasi ringan dari kisaran normal suara auskultasi berputar dan batuk
nafas d. Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan
d. Deviasi ringan dari kisaran normal kepatenan jalan batuk efektif
nafas e. Auskultasi suara nafas, catat area yang
e. Deviasi ringan dari kisaran normal saturasi oksigen ventilasinya menurun atautidak dan adanya
b. 6) Tidak ada retraksi dinding dada suara nafas tambahan
b. Monitor status pernafasan dan oksigenisasi
sebagaimana mestinya

Fisioterapi dada
a. Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada
kepada pasien
b. Monitor status respirasi dan kardioloogi
(misalnya, denyut dan suara irama nadi, suara
dan kedalaman nafas
c. Monitor jumlah dan karakteristik sputum
b. Instruksikan pasien untuk mengeluarkan nafas
dengan teknik nafas dalam

Terapi Oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi trakea
dengan tepat
b. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui
sistem hemodifier
c. Monitor aliran oksigen
d. Monitor efektifitas terapi oksigen
e. Pastikan penggantian masker oksigen/ kanul
nasal setiap kali pernagkat diganti

Monitor Pernafasan
a. Monitor pola nafas (misalnya, bradipneu)
b. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
c. Auskultasi suara nafas
d. Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas
dengan auskultasi suara nafas ronci di paru
e. Auskultasi suara nafas setelah tindakan, untuk
dicatat
b. Monitor kemampuan batuk efektif pasien
2 Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Perawatan Demam
dengan peningkatan laju diharapkan suhu tubuh dalam batas normal (36,5°C a. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya.
metabolisme -37,5°C) dengan kriteria hasil : b. Monitor warna kulit dan suhu.
NOC Label : Termoregulasi c. Beri obat atau cairan (misalnya antipiretik).
a. Tidak ada peningkatan suhu kulit. d. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian
b. Tidak ada hipertermia. ringan, tergantung pada fase demam (yaitu
c. Status hidrasi adekuat. memberikan selimut hangat untuk fase dingin;
d. Melaporkan kenyamanan termal menyediakan pakaian atau linen tempat tidur
NOC Label : Tanda-tanda vital ringan untuk demam dan fase
a. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5°C bergejolak/flusuh).
-37,5°C). e. Dorong konsumsi cairan.
b. Denyut nadi dalam rentang normal (60-100 f. Tingkatkan sirkulasi udara.
kali/menit). g. Pantau komplikas-komplikasi yang
c. Pernafasan dalam rentang normal (16-20 berhubungan dengan demam serta tanda dan
kali/menit). gejala kondisi penyebab demam (misalnya
d. Tekanan darah dalam rentang normal (sistolik : kejang, penuruna tingkat kesadaran, status
100-140 mmHg, diastolik : >85 mmHg) elektrolit abnormal, ketidakseimbangan asam-
basa, aritmia jantung, dan perubahan
abnormalitas sel).
Pengaturan Suhu
a. Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala
hipertermi.
b. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
c. Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan
pasien.
d. Berikan pengobatan antipiretik, sesuai
kebutuhan.
3 Diare berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Menajemen Saluran Cerna
proses infeksi eliminasi usus tidak terganggu dengan kriteria hasil : a. Monitor buang air besar termasuk frekuensi,
a. Pola eliminasi tidak terganggu konsistensi, bentuk, volume dan warna, dengan
b. Suara bising usus tidak terganggu cara yang tepat
c. Diare tidak ada b. Monitor bising usus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak
terjadi keparahan infeksi dengan kriteria hasil : Menajemen Diare
a. Malaise tidak ada a. Tentukan riwayat diare
b. Nyeri tidak ada b. Ambil tinja untuk pemeriksaan kultur dan
c. Depresi jumlah sel darh putih sensitifitas bila diare berlanjut
c. Instruksikan pasien atau anggota keluarga utuk
mencatat warna, volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja
d. Identivikasi faktor yang bisa menyebabkan
diare (misalnya medikasi, bakteri, dan
pemberian makan lewat selang)
e. Amati turgor kulit secara berkala
f. Monitor kulit perineum terhadap adanya iritasi
dan ulserasi
g. Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan
gejala diare menetap
Pemasangan Infus
a. Verivikasi instruksi untuk terapi IV
b. Beritau pasien mengenai prosedur
c. Pertahankan teknik aseptik secara seksama
d. Pilih vena yang sesuai dengan penusukan vena,
pertimbangkan prevelansi pasien, pengalaman
masa lalu dengan infus, dan tangan non
dominan
e. Berikan label pada pembalut IV dengan tanggal,
ukuran, dan inisiasi sesuai protokol lembaga

Terapi Intravena (IV)


a. Verivikasi perintah untuk terapi intravena
b. Instruksikan pasien tentang prosedur
c. Periksa tipe cairan, jumlah, kadaluarsa,
karakterisktik dari cairan dan tingkat merusak
pada kontainer
d. Laukuan (prinsip) lima benar sebelum memulai
infus atau pemberian pengobatan (misalnya,
benar obat, dosis, pasien, cara, dan frekuensi)
e. Monitor kecepatan IV, seblum memberikan
pengobatan IV
f. Monitor tanda vital
g. Dokumentasikan terapi yang diberikan, sesuai
protokol dan institusi
4 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Pemberian obat kulit:
berhubungan dengan defisit integritas jaringan kulit dan membran mukosa dapat a. Ikuti prinsip 5 benar pemberian
imunologis ditingkatkan : b. Catat riwayat medis pasien dan riwayat alergi
a. Suhu kulit tidak terganggu c. Tentukan pengetahuan pasien mengenai
b. Tekstur kulit tidak terganggu medikasi dan pemahaman pasien mengenai
c. Integritas kulit tidak terganggu metode pemberian obat
d. Pigmentasi abnormal ringan
e. Lesi mukosa ringan Pengecekan kulit :
f. Kanker kulit tidak ada a. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi,
tekstur, edema, dan ulserasi pada ekstremitas
b. Monitor warna dan suhu kulit
c. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap area
perubahan warna, memar, dan pecah
b. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Tabel 7
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
NO Tgl/ Jam Tindakan Keperawatan Paraf Tgl/ Jam Evaluasi / Catatan Perkembangan Paraf
1 21/04/2020 1 Monitor status pernapasan dan 21/04/2020 S a.
Selasa oksigenasi Selasa
19.25 Hasil : 20.35 O a. TD : 130/70 mmhg, s : 39 °C,
a. TD : 130/70 mmhg, s : 39 °C, N : N : 82 x/ menit, RR : 25 x/
82 x/ menit, RR : 25 x/ menit, menit,
b. Suara nafas bronkovesikuler dan b. Suara nafas bronkovesikuler
trakial dan trakial
c. Terpasang oksigen 3-4 l/menit c. Terpasang oksigen 3-4 l/menit
19.35 2 Posisikan pasien untuk memaksimalkan d. Klien masih batuk
ventilasi
Hasil : A Masalah belum teratasi
‘ Posisi semifowler
3 Kolaborasi pemberian oksigen P Lanjutkan intervensi
19.45 Hasil :
Nampak terpasang oksigen
2 21/04/2020 1 Memantau suhu dan tanda-tanda vital 21/04/2020 S
Selasa lainnya. Selasa
19.50 Hasil : 20.40
TD : 90/50 mmhg, s : 38,2 °C, N : 80 x/ O a. TD : 90/50 mmhg, s : 38,2 °C,
menit, RR : 20 x/ menit, N : 80 x/ menit, RR : 20 x/
19.55 2 Menutup pasien dengan selimut atau menit,
pakaian ringan
Hasil : A Masalah belum teratasi
Suami klien memberikan selimut pada
20.00 Klien P Lanjutkan intervensi
3 Memberi obat atau cairan (misalnya
20.05 antipiretik).
Hasil :
Kolaborasi pemberian Paracetamol
20.10
3 21/04/2020 1 Menentukan riwayat diare 21/04/2020 S Klien mengatakan memiliki riwayat
Selasa Hasil : Selasa diare yang hilang timbul sejak 4
20.10 Klien mengatakan memiliki riwayat 20.45 bulan.
diare yang hilang timbul sejak 4 bulan.
20.15 2 Mengamati turgor kulit secara berkala O Turgor kulit elastis
Hasil :
Turgor kulit elastis A Masalah belum teratasi
20.20 3 Berkolaborasi pemberian infus
Hasil : P Lanjutkan intervensi
Infus RL/D5/Aminofusin

4 21/04/2020 1 Memonitor warna dan suhu kulit 21/04/2020 S 1. Keluarga klien mengatakan
Selasa Hasil : Selasa paham dengan penjelasan yang
20.25 a. Kulit nampak kemerahan, suhu kulit 20.55 diberikan oleh perawat
teraba hangat O 1. Kulit nampak kemerahan, suhu

Anda mungkin juga menyukai