Anda di halaman 1dari 9

Tanggung Jawab Profesi Notaris dalam

Menjalankan dan Menegakkan Hukum Di


Indonesia

I. Pendahuluan

Dalam menjalankan suatu tugas, baik yang merupakan tugas jabatan atau tugas profesi, tiap
pelaksanaanya dibutuhkan tanggung jawab (accountability) dari masing-masing individu
yang menjalankanya. Tanggung jawab itu sendiri timbul karena beberapa hal antara lain : a.
karena tanggung jawab mendapat suatu kepercayaan untuk melaksanakan suatu tugas atau
fungsi; b. karena tanggung jawab mendapat suatu kepercayaan; c. karena tanggung jawab
mendapat amanah untuk menduduki suatu jabatan atau kedudukan. Profesi adalah pekerjaan
tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab
dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan dan profesi itu sendiri dapat dibedakan
menjadi (1). Profesi biasa; (2). Profesi luhur (officium nobile) yang menuntut moralitas
tinggi. Setiap profesi, khususnya profesi yang berkaitan dengan hukum, memiliki etika
profesi, yang kaidah-kaidah pokoknya antara lain : a. Profesi harus dipandang sebagai
pelayanan dan oleh karena itu sifat "tanpa pamrih" menjadi ciri khas dalam mengembangkan
profesi; b. Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pencari keadilan
mengacu pada nilai-nilai yang luhur; c. Mengembangkan profesi harus selalu berorientasi
pada masyarakat secara keseluruhan; d. Persaingan dalam pelayanan berlangsung secara
sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengembangan profesi. Profesi
hukum dituntut untuk memiliki rasa kepekaan atas nilai keadilan dan kebenaran serta
mewujudkan kepastian hukum bagi pencapaian dan pemeliharaan ketertiban masyarakat.
Selain itu, profesi hukum berkewajiban selalu mengusahakan dengan penuh kesadaran yang
bermoral untuk mengetahui segala aturan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. Secara
ilmiah bagi tegaknya hukum dan keadilan dan terutama diperuntukan bagi mereka yang
membutuhkanya. Hukum dan moral sama-sama berkaitan dengan tingkah laku manusia.
Keduanya sama-sama mengatur tingkah laku agar selalu baik dan tidak terjerumus pada yang
tidak baik. Notaris merupakan salah satu profesi yang mempunyai karateristik tersendiri
dibandingkan profesi lain seperti : Advokat, jaksa, arbirter dan hakim. Dimana tugas notaris
adalah membantu orang-orang yang mempunyai masalah hukum. Untuk itu, agar dapat
menjalankan profesi tersebut atau membantu orang-orang yang mempunyai permasalahan
hukum, maka seseorang yang menjalankan profesi tersebut membutuhkan keahlian khusus
sebagai salah satu prasyarat untuk menjadi profesional dalam profesi tersebut. Dalam pasal 1
Peraturan jabatan Notaris dikemukakan bahwa Notaris adalah pejabat umum satu-satunya
yang berwenang untuk membuat akte otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan
dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akte otentik, menjamin kepastian tanggalnya,
menyimpan aktenya dan memberikan grosse, salinan, dan kutipanya, semuanya sepanjang
akte itu oleh suatu peraturan tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau
orang lain. Dalam menjalankan profesinya Notaris mendapat ijin praktek dari Menteri
Kehakiman, dan dalam hal ini pekerjaan adalah membuat akta otentik. Sehubungan dengan
hal tersebut diatas, maka tidak beralasan jika Notaris dalam melaksanakan tugasnya
mempunyai kode etik profesi. Karena Notaris merupakan profesi yang terhormat (officium
nobile) yang memerlukan integritas serta kualifikasi tersendiri, oleh karena itu untuk menjadi
seorang menurut pasal 13 peraturan jabatan notaries harus memenuhi kriteria-kriteria
dibawah ini : a. Berkewarganegaraan Indonesia; b. Telah mencapai Umur 25 tahun; c.
Membuktikan kelakuan baik sekurang-kurangnya dalam 4 tahun terahir, yang dinyatakan
dengan suatu keterangan yang diberikan oleh kepala pemerintahan setempat, yang selama itu
mempunyai tempat tinggal yang tetap; d. Telah lulus dengan baik dari ujian-ujian yang
disebut dibawah ini atau telah lulus dalam ujian kandidat notaries pada Fakultas Hukum,
dalam hal ini : - mereka yang memiliki tingkatan Doktor dalam Ilmu Hukum; - mereka yang
memiliki tingkatan Doktor dalam ilmu hukum atau telah mencapai tingkat sarjana hukum; -
mereka yang telah lulus ujian bagian pertama untuk dapat diangkat menjadi notaris, dengan
pengertian bahwa mereka masih harus mengikuti ujian tambahan dari bagian itu. Oleh
karenanya seorang notaris dalam bertingkah laku menjalankan profesinya, tidak sekedar
dibatasi oleh norma-norma hukum atau norma-norma kesusilaan yang berlaku secara umum,
tetapi juga harus patuh terhadap ketentuan-ketentuan etika profesi, yang diatur dalam kode
etik profesi. Mengingat masalah kode etik notaris ini sangat penting di dalam pembangunan
hukum nasional terutama dari segi materi hukum, maka dalam hal ini kode etik notaris harus
dibuat sebaik mungkin agar dapat membatasi para notaris dalam bertingkah laku atau
melakukan suatu perbuatan dalam lalu lintas hukum agar sesuai dengan apa yang digariskan
oleh kode etik profesi serta dewan kehormatan kode etik harus menetapkan sanksi terhadap
anggota yang melanggar kode etik karena menurut prof. soebekti.SH. fungsi dan tujuan kode
etik dalam suatu kalangan profesi adalah : 1. menjunjung tinggi martabat profesi; 2. Menjaga
atau memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materil para anggotanya.

II. Tanggung Jawab Profesi

a. Tanggung jawab seorang profesional terhadap profesinya.

Dalam melakukan tugas profesionalnya seorang notaris harus mempunyai integritas moral,
dalam arti segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas-tugas
profesionalnya. Sesuatu yang bertentangan dengan yang baik harus dihindarkan walaupun
dengan melakukanya, ia akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi. Perimbangan moral
dalam melaksanakan tugas profesi tersebut, harus diselaraskan dengan nilai-nilai dalam
masyarakat, niali-nilai sopan santun, dan agama yang berlaku. Tidak penting bahwa seorang
hanya memiliki kemampuan profesional yang tinggi, tetapi ia baru mempunyai arti apabila
disamping mempunyai kemampuan profesional adalah seorang yang bermoral. Pendidikan
ketrampilan teknis dibidang hukum yang mengabaikan segi tanggung jawab seseorang
terhadap orang yang dipercayakan kepadanya dan profesinya pada umumnya serta nilai-nilai
dan etika yang harus menjadi pedoman dalam menjalankan profesinya hanya akan
menghasilkan tukang-tukang yang terampil belaka di bidang hukum dan profesinya. Keadaan
demikian tidak saja menjadikan pendidikan ini tidak lengkap karena calon anggota profesi itu
tidak tahu bagaimana ia harus menggunakan ketrampilan teknis yang diperolehnya itu bahkan
tidak berlebihan kiranya apabila dikatakan bahwa pendidikan ketrampilan teknis disertai
dengan pendidikan mengenai tanggung jawab dan etika serat keprofesionalitasan adalah
bahaya. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap profesi menempatkan ahli yang
bersangkutan dalam suatu keadaan yang istimewa, baik karena kekuasaan yang luar biasa
yang dipercayakan kepadanya, maupun karena nasib seseorang yang berkepentingan
dipercayakan kepadanya. Kiranya jelas bahwa dengan adanya amanat maka akan membuat
seseorang yang menjalani suatu profesi harus bisa bertanggung jawab secara profesional, dan
tanggung jawab yang berat tersebut diletakan dibahu anggota profesi hukum yang
bersangkutan. Ia tidak saja menyangkut amanat kepercayaan yang menyangkut kepentingan
pribadi. Bila dilihat dalam rangka menegakan hukum sebagai suatu urusan yang menyangkut
kepentingan umum, maka tanggung jawab secara profesional itu pada hakekatnya juga
merupakan amanat kepercayaan yang menyangkut kepentingan umum. Jadi seorang yang
bekerja pada suatu profesi harus bisa bertanggung jawab secara profesional terhadap
profesinya. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa tanggung jawab dan etika profesi serta
integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan yang penting yang harus dimiliki oleh
setiap notaris? Karena pada hakekatnya tanggung jawab dan etika profesi mempunyai
hubungan yang erat dengan integritas dan moral. Tanpa adanya integritas dan moral yang
baik, tidak mungkin diharapkan dari seorang notaris adanya tanggung jawab dan etika
profesi yang tinggi. Oleh karena tanggung jawab dan etika profesi pada giliranya harus
dilandasi oleh integritas dan moral yang baik, sebagaimana ketrampilan teoritis dan teknis
dibidang profesi notaris harus didukung oleh tanggung jawab dan etika profesi. Hanya
notaris yang mempunyai persyaratan demikian yang dapat diharapkan dapat melakuka
tugasnya dengan baik dengan tuntutan hukum dan kepentinmgan masyarakat. (hasil
wawancara dengan Muthia Indarwati SH ). Tidak dapat disangkal bahwa jabatan atau profesi
tertentu mempunyai kedudukan atau tugas khusus karena fungsinya itu yang memerlukan
persyaratan-persyaratan yang lebih berat dari pada yang berlaku umum demi pelaksanaan
yang baik dari pada tugas atau fungsinya dan perlindungan yang bersangkutan yang bersifat
profesional. Seorang notaris dapat bertanggung jawab secara profesional terhadap profesinya
jika dapat menerapkan aturan etika, moral dan agama. Sebagai normatif etik, seorang notaris
bisa bertanggung jawab secara profesional terhadap profesinya. Seorang notaris yang
bertanggung jawab secara profesional terhadap profesinya maka ia mencintai profesinya
sebagai tugas mulia akan menjunjung tinggi etika profesi, bahwa lewat profesi hukum ia mau
mengabdi kepada sesama sebagai idealismenya. Ia dihormati dan dipercayai oleh pencari
keadilan bukan semata-mata karena bobot dan kualitas penguasaan hukum yang dimilikinya
atau kehandalan kemampuan intelektual dan ilmu hukumnya, melainkan karena ia juga
memiliki integritas diri sebagai pengawal konstitusi, hak asasi manusia, kebenaran dan
keadilan sebagai komitmen moral profesinya. Dalam hal ini ia harus membina relasi atas
dasar saling menghargai dan saling percaya. Dalam menjalankan profesinya ia
mempertimbangkan kewajibanya kepada hati nuraninya sendiri, kepada klien, kepada
sumpah profesi, dan rekan seprofesi. Dengan begitu, akan terbentuk suatu kesadaran hukum
yang berkeadilan pada diri profesional hukum. Orang yang menyandang suatu profesi
tertentu disebut seorang yang profesional. Meskipun syarat untuk menentukan siapa yang
memenuhi syarat sebagai seorang yang profesional amat beragam, paling tidak ada lima ciri
yang kerap dikemukakan Daryl Koehn yaitu : 1. orang yang mendapat izin dari Negara untuk
melakukan suatu tindakan tertentu; 2. menjadi organisasi pelaku-pelaku yang sama-sama
mempunyai hak suara yang menyebar luaskan standart dan/ atau cita-cita perilaku dan yang
saling mendisiplinkan karena melanggar standart itu; 3. memiliki pengetahuan atau
kecakapan yang hanya diketahui dan dipahami oleh orang-orang tertentu saja serta tidak
dimiliki oleh anggota-anggota masyarakat lain; 4. memiliki otonomi dalam melaksanakan
pekerjaanya, dan pekerjaan itu tidak amat dimengerti oleh masyarakat yang lebih luas; 5.
secara publik di muka umum mengucapkan janji (sumpah) untuk memberi bantuan kepada
mereka yang membutuhkan bantuan.

b. Tanggung jawab seorang profesional terhadap pihak ke tiga

Pada dasarnya tugas seorang notaris adalah membuat akta otentik dimana akta tersebut dapat
menjadi suatu bukti yang sah bila terjadi sengketa. Dan dilarang mengirimkan akte kepada
klien-klien untuk ditanda tangani. Sebelum melakukan pekerjaan yang diminta oleh klien
maka seorang notaris memberikan penyuluhan kepada klien, sejauh mungkin sehingga klien
tersebut dapat menangkap/memahami penyuluhan tersebut, walaupun dengan diberikan
penyuluhan urung membuat akte atau urung menjadi klien dari notaris yang bersangkutan.
Dan dalam hal ini memberi syarat juga kepada klien agar tidak terjerumus dalam kesalahan.
Khusunya pengembangan profesi, notaris harus selalu berpegang teguh pada usaha untuk
merealisasikan keterlibatan dan kepastian hukum yang berkeadilan serta berlaku jujur tidak
saja kepada pihak kedua dan pihak ketiga, tetapi juga pada dirinya sendiri. Sekalipun
sebenarnya keahlian seorang tenaga profesional notaris dapat dimanfaatkan sebagai upaya
untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas profesionalnya ia tidak boleh
semata-mata didorong oleh pertimbangan uang. Andaikan seorang mengharapkan bantuanya
dan orang tersebut tidak dapat membayar karena tidak mampu, demi profesionalnya ia harus
memberikan jasa semaksimal mungkin dengan Cuma-Cuma. Ia tidak boleh bersikap
diskriminatif, membedakan antara orang yang mampu dan orang tidak mampu. notaris secara
profesional harus bersedia memberikan bantuan hukum (membuat akte otentik)kepada pihak
ketiga atau klien tanpa membeda-bedakan agama, kepercayaan, suku, keturunan, kedudukan
sosial, atau keyakinan politiknya tidak semata-mata untuk mencari imbalan materil, tetapi
terutama untuk turut menegakan hukum, keadilan, dan kebenaran dengan cara yang jujur dan
bertanggung jawab. Tanggung jawab profesional seorang notaris pada pihak ke tiga tidak
hanya tersebut diatas tetapi, apabila seorang notaris memperoleh seorang klien untuk
membuat suatu akte maka harus didahului dengan penyuluhan agar si klien mengetahuai apa
yang harus diperbuatnya, walaupun ahirnya klien tersebut urung membuat akat otentik. Bila
seorang notaries tidak di ijinkan berbohong, tetapi kebohongan ini masing sering diucapkan
karena mau menjaring orang tersebut menjadi kliennya, sehubungan dengan fee yang akan
diperolehnya. Dalam membuat sebuah akta, kemampuan klien juga harus diperhatikan, dalam
hal klien sudah tersudut karena keadaan atau waktu, notaris tidak boleh memaksakan
kepentinganya untuk memperoleh fee yang tidak sebanding dengan kemampuan klien, sebab
pemaksaan yang demikian bertentangan dengan officium nobile yang disandang notaris.
Perlakuan adil tanpa diskriminasi dalam menjalankan sebuah profesi perlu dilakukan oleh
seorang notaris karena hal tersebut merupakan tututan keprofesionalitasan bagi profesi yang
disandang, dalam hal ini seorang notaris tidak boleh membedakan antara kasus atau masalah
yang dihadapi antara si kaya dan si miskin, sebab hal inilah yang masih sering menjadi
permasalahan seorang notaris, tetapi secara manusiawi memang ini sulit untuk dilakukan,
pembedaan layanan tersebut pasti ada tapi sebagai sebuah profesi yang profesional maka
seorang notaris tidak boleh membedakan antara si kaya dan si miskin atau karena fee besar
atau kecil dan secara tidak langsung hal tersebut harus dilakukan, dan hal inilah yang
membedakan antara profesi notaris dengan profesi lain. Merahasiakan apa yang
diberitahukan klien terhadap notaris adalah menyangkut kepercayaan yang harus dipelihara
oleh setiap notaris, sebab bila tidak maka tidak akan ada officium nobile yang betul-betul
membela hak asasi manusia dari kesewenang-wenangan pejabat negara atau orang lain.
Dalam hal lain notaris juga tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya
pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat
menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan. Notaris
dalam melakukan tugas jabatanya memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang
memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya, serta memberikan penyuluhan hukum untuk
mencapai kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat agar masyarakat menyadari dan
menghayati hak dan kewajibanya sebagai warga Negara dan anggota masyarakat. Dan bila
dengan masyarakat yang kurang mampu maka notaris memberikan jasa dengan Cuma-Cuma.
Jika kaum profesional berjanji dengan sukarela melakukan praktek menurut cara yang
dibangun oleh sesama profesional untuk membangun kepercayaan pada klien, maka para
profesional secara resmi terikat oleh norma yang tersirat didalamnya agar pantas
mendapatkan kepercayaan. Persepsi apa yang dilakukan oleh profesional mesti mengacu pada
norma yang diketahui umum mengenai apa yang harus mereka lakukan, kita mengharapkan
bahwa keprofesionalitasan tersebut terpenuhi. Dan untuk itu, kita harus merinci syarat-syarat
yang harus dipenuhi yaitu : 1. Agar dapat dipercaya kaum profesional harus membuat
kepentingan klien menjadi kepentingan mereka. Tuntutan ini keluar dari hakekat
kepercayaan, kepercayaan adalah harapan orang yang percaya bahwa orang yang dipercaya
akan bertindak demi kebaikan orang yang memberi kepercayaan; 2. kesediaan bertindak juga
perlu untuk mendapat kepercayaan, bukti yang paling baik yang profesional lakukan demi
kebaikan klien adalah tindakan demi kebaikan klien; 3. kesediaan itu harus terbuka dan
kontinu, kesediaan ini harus dipertahankan karena klien berkehendak baik profesional akan
terus berlangsung, bukan hanya berlaku pada waktu yang terbatas, tetapi selama dibutuhkan;
4. kaum profesional harus kompoten; 5. profesional juga harus juga dapat menuntut dari klien
tingkat pertanggung jawaban dan disiplin diri; 6. profesional yang dapat dipercaya harus
memiliki kebebasan untuk memperhatikan masing-masing kebaikan klien dengan kebijakan,
meninjau kesanggupan, serta pelayanan yang baik terhadap klien; 7. profesional harus
mempunyai tanggung jawab yang penuh kesadaran. Secara tidak langsung sebagai sebuah
profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile) dan sebagai sebuah profesi yang
membutuhkan keprofesionalitasan, maka tanggung jawab seorang profesional terhadap klien
sangat berat tetapi secara tidak langsung hal tersebut mau tidak mau harus dijalankan sesuai
dengan standart kode etik notaris yang berlaku. Dimana ia harus memegang teguh etika
profesi, memegang teguh etika profesi sangat erat hubunganya dengan pelaksanaan tugas
profesi dengan baik, karena didalam kode etik profesi itulah ditentukan segala prilaku yang
dimiliki oleh seorang notaris. Notaris yang melakukan profesinya dibidang hukum dengan
sebaik-baiknya haruslah juga berbahasa Indonesia yang sempurna, sesuai dengan
perkembangan bahasa Indonesia dan nasional.

c. Tanggung jawab seorang profesional terhadap masyarakat.

Kaum profesional melaksanakan otoritas jika tindakan mereka mengembangkan kebaikan


khusus manusia yang sungguh-sungguh di inginkan oleh orang, yang dihadapanya dan demi
kepentingannya, seorang profesional yang bertanggung jawab terhadap masyarakat yang
telah mengucapkan sumpah (janji) untuk melayani dan mengusahakan kebaikan khusus itu,
agar kaum profesional mendapat otoritasnya moralnya, mereka harus dapat dipercaya dengan
janji dihadapan publik sebagai landasan. Untuk itu, kita harus merinci syarat-syarat seorang
profesional dalam melaksanakan tanggung jawabnya terhadap masyarakat yaitu : 1.
mengutamakan pengabdian kepada masyarakat dari pada kepentingan pribadi atau golongan;
dalam hal ini kepentingan masyarakat diatas segala-galanya; 2. bersikap adil serta menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban; 3. rela berkorban demi kepentingan masyarakat; 4.
bebas dari rasa takut dalam membela kepentingan klienya; 5. bersikap sopan dan bertingkah
laku saling hormat-menghormati sesama warga masyarakat dalam pergaulan sehari-hari; 6.
dalam sikap dan tindak tanduknya menunjukan rasa hormat kepada masyarakat, pejabat-
pejabat yang berwenang, baik yang memegang kekuasaan umum maupun kekuasaan
kehakiman. Profesional harus mempunyai rasa tanggung jawab yang penuh kesadaran,
meskipun kebanyakan masyarakat tidak dapat bekerja sama dengan profesional untuk
menangani kebutuhan mereka, kita tidak boleh lupa bahwa tidak semua masyarakat dapat
melakukanya. Kejujuran, tanggung jawab dan dapat dipercaya harus bisa dilaksanakan, dan
hal tersebut dapat dilaksanakan dengan cara : 1. bersikap jujur terhadap orang lain dan atau
anggota masyarakat pencari keadilan yang memerlukan bantuan hukum; 2. tidak memberi
janji atau menjanjikan kepada anggota masyarakat yang meminta bantuan pembelaan
terhadap hal-hal yang menurut keyakinan tidak mungkin dilaksanakan menurut hukum; 3.
penuh rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugas profesinya, baik terhadap pemerintah
maupun anggota masyarakat; 4. memegang teguh rahasia profesi, menghormati martabat
Negara, pemerintah, serta menghormati wibawa peradilan; 5. bersikap jujur terhadap klien
dan masyarakat. Tanggung jawab seorang profesional notaris terhadap masyarakat juga harus
menghormati hak-hak orang lain dan tidak melakukan perbuatan yang merugikan
kepentingan umum, tidak membeda-bedakan suku, agama, ras, keturunan, kedudukan dan
golongan dalam pengabdian profesi. Serta bertaqwa kepada tuhan Yang maha esa dan setia
pada pancasila.

III. Tanggung Jawab Profesi Terkait Dengan Pengawasan Dalam pelaksanaan Tugas
Sebagai Seorang Profesional.

Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akte otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan
umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akte otentik,.
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965 maupun PJN tugas pengawasan dan
pembinaan merupakan tugas non judisiel dari pengadilan, maka harus dilakukan bersama-
sama oleh Mahkamah Agung dan Departemen Kehakiman, sedangkan aparat pelaksanaanya
adalah Pengadilan Negeri. Pengawasan bertujuan agar notaris dalam menjalankan profesinya
selalu menjunjung tinggi kode etik profesi notaris dan peraturan perundang-undangan,
Dengan adanya pengawasan serta kode etik profesi maka seorang notaris tidak di izinkan
berbuat sewenang-wenang dan sekendak hatinya.

1. Mekanisme Pengawasan Yang Bersifat Internal Dalam Lingkup profesi Notaris


Menurut pasal 2 Surat Keputusan Bersama (SKB) Mahkamah Agung dan Menteri
Kehakiman tahun 1987, pelaksanaan pengawasan sehari-hari atas para notaris dan akte-
aktenya dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat dan selanjutnya secara hierarkis
dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman.
Sebagaimana telah kita ketahui, terhadap notaris diadakan pengawasan yang dilakukan oleh
yang berwajib, tetapi untuk tujuan yang lebih luas, yakni agar para notaris sebanyak mungkin
memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang didalam
menjalankan tugas jabatanya, demi untuk pengamanan dari kepentingan masyarakat yang
dilayani. Yang menjadi dasar pengawasan internal notaris adalah, mengingat bahwa notaris
menjalankan suatu fungsi sosial yang sangat penting, yang meliputi bidang yang sangat luas
dari apa yang diuraikan dalam pasal 1 PJN. Banyak pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh
notaris yang merupakan tugas jabatan notaris, akan tetapi dikehendaki daripadanya oleh
masyarakat umum. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan merupakan tugas jabatan notaris adalah
lebih banyak dan lebih luas dari pada tugas jabatan notaris berdasarkan undang-undang.
Dengan demikian seorang notaris harus berkelakuan baik yang tidak tercela, tidak
mengabaikan keluhuran martabat atau melakukan kesalahan-kesalahan lain, baik diluar
maupun didalam tugas menjalankan jabatan notaris. Hal ini juga sudah disadari oleh para
notaris sendiri, karena hasil pekerjaanya yang berupa akte-akte maupun pemeliharaan
protokol-protokol sangat penting dalam penerapan hukum pembuktian, yaitu sebagai alat
bukti otentik yang dapat menyangkut kepentingan bagi para pencari keadilan baik didalam
maupun diluar negeri, maka pelaksanaan tugas notaris harus didukung oleh suatu itikad moral
yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian perlu adanya suatu pengawasan dan
pembinaan yang terus menerus terhadap para notaris didalam menjalankan dan melaksanakan
tugas /jabatan. Adalah sangat beralasan, bahwa pemerintah sendiri yang melakukan suatu
penilaian maupun pengawasan terhadap para notaris mengingat betapa beratnya tugas notaris
didalam membantu menciptakan tegaknya hukum ditengah-tengah masyarakat. mekanisme
pengawasan notaris adalah, Menurut Surat Edaran mahkamah Agung tentang tata cara
pengawasan notaris, Pelaksanaan pengawasan /pembinaan tersebut dilakukan oleh pengadilan
negeri. Menurut ketentuan dalam Undang-undang Nomor. 13 tahun1965 Maupun PJN tugas
pengawasan dan pembinaan merupakan tugas non judisiel dari pengadilan, maka harus
dilakukan secara bersama-sama oleh Mahkamah agung dan Departemen Kehakiman,
sedangkan aparat pelaksaannya adalah pengadilan Negeri. Dimana tujuan dari pengawasan
yang dilakukan oleh yang berwajib dalam hal ini badan-badan peradilan terhadap notaris,
agar para notaris sebanyak mungkin memenuhi persyaratan demi untuk pengamanan dari
kepentingan masyarakat. Karena dalam hal ini notaris diangkat oleh penguasa, bukan untuk
kepentingan diri notaris, akan tetapi demi untuk kepentingan masyarakat yang dilayani.
Untuk itu oleh undang-undang diberikan kepadanya kepercayaan yang begitu besar dan
secara umum dapat dikatakan bahwa setiap pemberian kepercayaan kepada seseorang
meletakan tanggung jawab diatas bahunya, baik itu berdasarkan hukum maupun berdasarkan
moral. Demikianpula setiap profesi baik suatu profesi yang disertai pemberian kekuasaan-
kekuasaan istimewa kepadanya maupun suatu profesi yang kepadanya diberikan
kepercayaan, yang semuanya itu menyangkut diri atau kepentingan perorangan ataupun
masyarakat umum, kepadanya diletakan tanggug jawab yang berat, baik berdasarkan hukum
maupun berdasarkan moral dan etika. Kiranya dapat dipahami notaris dalam menjalankan
jabatanya sekalipun ia telah memiliki kemampuan hukum yang cukup, akan tatapi tidak
dilandasi tanggung jawab dan tanpa adanya penghayatan terhadap keluhuran dan martabat
jabatanya sebagaimana yang dituntut oleh hukum dan kepentingan masyarakat. Dalam
pengawasan internal Menurut pasal 2 Surat Keputusan Bersama (SKB) Mahkamah Agung
dan Menteri Kehakiman tahun 1987, pelaksanaan pengawasan sehari-hari atas para notaris
dan akte-aktenya dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat dan selanjutnya secara
hierarkis dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung dan Menteri
Kehakiman. Didalamnya tidak terdapat mekanisme Quasi yudisial (pengadilan profesi yang
dijalankan oleh suatu majelis atau institusi), tetapi menurut pasal 50 PJN jo pasal 4 SKB
Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman, pengadilan negeri dapat mengenakan hukuman
apabila notaris a. mengabaikan keluhuran martabat atau tugas jabatanya; b. melakukan
pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku; c. melakukan perbuatan tercela yang
bertentangan dengan kesusilaan baik didalam maupun diluar jabatan sebagai notaris.

2. Mekanisme Pengawasan Yang Bersifat Eksternal Dalam Lingkup profesi Notaris


menurutKeputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia RI Nomor : M-OL.H.T.03.01
tahun 2003 Tentang Kenotarisan menyatakan bahwa pengawasan adalah kegiatan
administratif yang bersifat preventif dan represif oleh menteri yang bertujuan untuk menjaga
agar para notaris dalam menjalankan jabatanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Yang menjadi dasar pengawasan eksternal terhadap notaris adalah karena notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainya, dalam
hal ini satu-satunya jabatan yang diberi kewenangan untuk membuat akat otentik sehingga
dalam menjalankan tugasnya perlu diadakan sebuah pengawasan. Yang menjadi pertanyaan
adalah apa yang menjadi tujuan pengawasan terhadap notaris? Tujuan pengawasan
terhadap notaris adalah agar para notaris sebanyak mungkin memenuhi persyaratan-
persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang, demi untuk pengamanan dari kepentingan
masyarakat umum yang dilayani (hasil wawancara dengan Adinda Saraswati .SH.)
Mekanisme pengawasan ekternal dijalankan dalam hal ini Menurut Undang-undang nomor
30 Tahun 2004, maka pengawasan notaris dilakukan oleh menteri. Dan dalam pelaksanaan
pengawasan, menteri membentuk majelis pengawas. Majelis pengawas tersebut berjumlah 9
(sembilan) orang yang terdiri atas unsur ; a. pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang; b. oganisasi
notaris sebanyak 3 (tiga) orang; c. ahli/akademisi sebanyak 3 (tiga) orang. Dan pengawasan
sebagaimana dimaksud diatas meliputi prilaku notaris dan pelaksanaan jabatan notaris.
Didalam mekanisme pengawasan eksternal terdapat mekanisme Quasi judisial (pengadilan
profesi yang dijalankan oleh suatu majelis atau institusi) dalam rangka menegakan disiplin
profesi. Dan dalam pasal 67 ayat 2 terdapat majelis pengawasan yang terdiri dari : 1. majelis
pengawasan daerah; 2. majelis pengawasan wilayah; 3. majelis pengawasan pusat. Ad.1.
Majelis pengawasan daerah dalam hal ini berwenang yaitu : a. menyelenggarakan sidang
untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik notaris atau pelanggaran pelaksanaan
jabatan notaris; b. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran
kode etik notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang; c. melakukan
pemeriksaan terhadap protocol notaris secara berkala yaitu 1 kali dalam 1 tahun atau setiap
waktu yang dianggap perlu; d. memberikan izin cuti untuk jangka waktu sampai 6 bulan; e.
menetapkan notaris pengganti dengan memperhatikan usul calon notaris yang bersangkutan;
Sedangkan kewajibanya adalah : membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikan
kepada majelis pengawas wilayah setempat, dengan tembusan kepada notaris yang
bersangkutan, organisasi notaris, dan majelis pengawas pusat. Dan dalam hal ini kewajibanya
juga yaitu memeriksa laporan masyarakat terhadap notaris dan menyampaikan hasil
pemeriksaan tersebut kepada majelis pengawas wilayah dan dalam waktu 30 hari, dengan
tebusan kepada pihak yang melaporkan, notaries yang bersangkutan, majelis pengawas pusat,
dan organisasi notaris, serta menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan
penolakan cuti. Ad.2. Sedangkan kewenangan majelis pengawasan wilayah adalah : a.
menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan
masyarakat yang disampaikan melalui majelis pengawasan daerah; b. memanggil notaris
terlapor yang dilakukan pemeriksaan atas laporan; c. memberikan sanksi berupa teguran lisan
atau tertulis; d. mengusulkan pemberian sanksi terhadap notaris kepada majelis pengawas
pusat; e. membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi; f. serta notaries
berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan siding majelis pengawas wilayah. Sedangkan
kewajibanya adalah menyampaikan keputusan dalam hal suatu pengambilan keputusan
kepada notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada majelis pengawas pusat dan
organisasi notares, serta mengajukan pengajuan banding dari notaris kepada majelis
pengawas pusat terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti. Ad.3. majelis pengawasan
pusat mempunyai kewenangan : a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan
mengambil keputusan dalam tingkat banding dalam penjatuhan sanksi dan penolakan cuti; b.
memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan ; c. menjatuhkan sanksi
pemberhentian sementara; dan d. mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian
dengan tidak hormat kepada menteri. Sedangkan kewajiban pengawas pusat adalah
menyampaikan keputusan kepada menteri dan notaris yang bersangkutan dengan tembusan
kepada majelis pengawas wilayah dan majelis pengawas daerah yang bersangkutan serta
organisasi notaris. Adakah hubungan antara pengawasan profesi hukum yang satu dengan
yang lain? Ada, dalam hal ini profesi hukum merupakan officium nobile yaitu sutu profesi
yang terhormat, mungkin secara tidak langsung pengawasanya berada dibawah satu institusi
yaitu menteri kehakiman dan mahkamah agung. Berdasrkan hal-hal yang dikemukakan
diatas, maka sebagaimana yang telah dikatakan tadi, adalah sangat beralasan adanya
pengaturan secara hukum mengenai pengawasan terhadap para notaris, guna menjamin
pengamanan dari kepentingan umum terhadap para notaris yang menjalankan jabatanya
secara tidak bertanggung jawab dan tidak mengindahkan nilai-nilai dan ukuran etika serta
melalaikan keluhuran martabat dan tugas jabatannya. Walaupun demikian sekalipun ada
pengaturan secara hukum tentang pengawasan terhadap para notaries, masih menjadi
pertanyaa, apakah cara demikian itu dapat mencapai sasaranya , dalam arti menjamin
kepentingan dari orang atau masyarakat yang dilayaninya? Pertanyaan ini bukan tidak
beralasan, oleh karena berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada dapat dikatakan dan
harus diakui bahwa pengaturan tersebut secara hukum jauh dari pada memadai dan tidak
mencapai sasaranya, terutama disebabkan tidak adanya pengawasan secara langsung dan
efektif dan lagi pula karena sifat hukum sebagaimana kaedah sosial yang jangkaunya
terbatas pada tindakan dan perbuatan-perbuatan yang nyata. Lagi pula disamping itu harus
diingat, bahwa untuk menentukan pakah sesuatu tindakan merupakan pengabaian keluhuran
martabat atau tugas jabatan notaris atau bertentangan dengan ketertiban umum ataupun
kesusilaan, tidaklah semudah seperti yang diperkirakan. (hasil wawancara dengan
Haryanti .SH.)

DAFTAR PUSTAKA

Andasasmita, Komar., Notaris III., Bandung : Swara Grafika, 1993. Andasasmita, Komar.,
Notaris I Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi Notaris/Notariat, Jakarta : Ikatan Notaris
Indonesia, 1991. Indonesia., undang-undang tentang Jabatan Notaris., Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004. Indonesia, peraturan jabatan Notaris., peraturan Nomor 13 tahun
1987 tentang jabatan Notaris. Indonesia, Keputusan Bersama Ketua Mahkamah agung dan
Menteri Kehakiman RI, No: KMA/005/SKB/VII/1987 dan No : M.03-PR.08.05 Tahun 1987.,
tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan, dan Pembelaan Diri Penasehat Hukum.
Indonesia, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965, Tentang pengawasan Jabatan Notaris.
Kohar, A., Notaris dalam Praktek Hukum., Bandung : Alumni, 1998. Kohar, A., Notaris
Berkomunikasi, Bandung : Alumni, 1984. Kie, Tan Thong., Studi Notariat serba-serbi
Praktek Notaris, Jakarta : PT. Icthiar Baru Van, 1994. Ramelan, soetono., Peranan Notaris
dalam Pembangunan Hukum., Hukum dan Pembangunan, agustus 1989. Soesanto, R., Tugas
Kewajiban dan Hak-hak Notaris Wakil Notaris (sementara)., Jakarta : Pradnya Paramita,
1978. Tobing, GHS Lumbun., Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : Erlangga, 1996.

Anda mungkin juga menyukai