I. Pendahuluan
Dalam menjalankan suatu tugas, baik yang merupakan tugas jabatan atau tugas profesi, tiap
pelaksanaanya dibutuhkan tanggung jawab (accountability) dari masing-masing individu
yang menjalankanya. Tanggung jawab itu sendiri timbul karena beberapa hal antara lain : a.
karena tanggung jawab mendapat suatu kepercayaan untuk melaksanakan suatu tugas atau
fungsi; b. karena tanggung jawab mendapat suatu kepercayaan; c. karena tanggung jawab
mendapat amanah untuk menduduki suatu jabatan atau kedudukan. Profesi adalah pekerjaan
tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab
dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan dan profesi itu sendiri dapat dibedakan
menjadi (1). Profesi biasa; (2). Profesi luhur (officium nobile) yang menuntut moralitas
tinggi. Setiap profesi, khususnya profesi yang berkaitan dengan hukum, memiliki etika
profesi, yang kaidah-kaidah pokoknya antara lain : a. Profesi harus dipandang sebagai
pelayanan dan oleh karena itu sifat "tanpa pamrih" menjadi ciri khas dalam mengembangkan
profesi; b. Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pencari keadilan
mengacu pada nilai-nilai yang luhur; c. Mengembangkan profesi harus selalu berorientasi
pada masyarakat secara keseluruhan; d. Persaingan dalam pelayanan berlangsung secara
sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengembangan profesi. Profesi
hukum dituntut untuk memiliki rasa kepekaan atas nilai keadilan dan kebenaran serta
mewujudkan kepastian hukum bagi pencapaian dan pemeliharaan ketertiban masyarakat.
Selain itu, profesi hukum berkewajiban selalu mengusahakan dengan penuh kesadaran yang
bermoral untuk mengetahui segala aturan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. Secara
ilmiah bagi tegaknya hukum dan keadilan dan terutama diperuntukan bagi mereka yang
membutuhkanya. Hukum dan moral sama-sama berkaitan dengan tingkah laku manusia.
Keduanya sama-sama mengatur tingkah laku agar selalu baik dan tidak terjerumus pada yang
tidak baik. Notaris merupakan salah satu profesi yang mempunyai karateristik tersendiri
dibandingkan profesi lain seperti : Advokat, jaksa, arbirter dan hakim. Dimana tugas notaris
adalah membantu orang-orang yang mempunyai masalah hukum. Untuk itu, agar dapat
menjalankan profesi tersebut atau membantu orang-orang yang mempunyai permasalahan
hukum, maka seseorang yang menjalankan profesi tersebut membutuhkan keahlian khusus
sebagai salah satu prasyarat untuk menjadi profesional dalam profesi tersebut. Dalam pasal 1
Peraturan jabatan Notaris dikemukakan bahwa Notaris adalah pejabat umum satu-satunya
yang berwenang untuk membuat akte otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan
dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akte otentik, menjamin kepastian tanggalnya,
menyimpan aktenya dan memberikan grosse, salinan, dan kutipanya, semuanya sepanjang
akte itu oleh suatu peraturan tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau
orang lain. Dalam menjalankan profesinya Notaris mendapat ijin praktek dari Menteri
Kehakiman, dan dalam hal ini pekerjaan adalah membuat akta otentik. Sehubungan dengan
hal tersebut diatas, maka tidak beralasan jika Notaris dalam melaksanakan tugasnya
mempunyai kode etik profesi. Karena Notaris merupakan profesi yang terhormat (officium
nobile) yang memerlukan integritas serta kualifikasi tersendiri, oleh karena itu untuk menjadi
seorang menurut pasal 13 peraturan jabatan notaries harus memenuhi kriteria-kriteria
dibawah ini : a. Berkewarganegaraan Indonesia; b. Telah mencapai Umur 25 tahun; c.
Membuktikan kelakuan baik sekurang-kurangnya dalam 4 tahun terahir, yang dinyatakan
dengan suatu keterangan yang diberikan oleh kepala pemerintahan setempat, yang selama itu
mempunyai tempat tinggal yang tetap; d. Telah lulus dengan baik dari ujian-ujian yang
disebut dibawah ini atau telah lulus dalam ujian kandidat notaries pada Fakultas Hukum,
dalam hal ini : - mereka yang memiliki tingkatan Doktor dalam Ilmu Hukum; - mereka yang
memiliki tingkatan Doktor dalam ilmu hukum atau telah mencapai tingkat sarjana hukum; -
mereka yang telah lulus ujian bagian pertama untuk dapat diangkat menjadi notaris, dengan
pengertian bahwa mereka masih harus mengikuti ujian tambahan dari bagian itu. Oleh
karenanya seorang notaris dalam bertingkah laku menjalankan profesinya, tidak sekedar
dibatasi oleh norma-norma hukum atau norma-norma kesusilaan yang berlaku secara umum,
tetapi juga harus patuh terhadap ketentuan-ketentuan etika profesi, yang diatur dalam kode
etik profesi. Mengingat masalah kode etik notaris ini sangat penting di dalam pembangunan
hukum nasional terutama dari segi materi hukum, maka dalam hal ini kode etik notaris harus
dibuat sebaik mungkin agar dapat membatasi para notaris dalam bertingkah laku atau
melakukan suatu perbuatan dalam lalu lintas hukum agar sesuai dengan apa yang digariskan
oleh kode etik profesi serta dewan kehormatan kode etik harus menetapkan sanksi terhadap
anggota yang melanggar kode etik karena menurut prof. soebekti.SH. fungsi dan tujuan kode
etik dalam suatu kalangan profesi adalah : 1. menjunjung tinggi martabat profesi; 2. Menjaga
atau memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materil para anggotanya.
Dalam melakukan tugas profesionalnya seorang notaris harus mempunyai integritas moral,
dalam arti segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas-tugas
profesionalnya. Sesuatu yang bertentangan dengan yang baik harus dihindarkan walaupun
dengan melakukanya, ia akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi. Perimbangan moral
dalam melaksanakan tugas profesi tersebut, harus diselaraskan dengan nilai-nilai dalam
masyarakat, niali-nilai sopan santun, dan agama yang berlaku. Tidak penting bahwa seorang
hanya memiliki kemampuan profesional yang tinggi, tetapi ia baru mempunyai arti apabila
disamping mempunyai kemampuan profesional adalah seorang yang bermoral. Pendidikan
ketrampilan teknis dibidang hukum yang mengabaikan segi tanggung jawab seseorang
terhadap orang yang dipercayakan kepadanya dan profesinya pada umumnya serta nilai-nilai
dan etika yang harus menjadi pedoman dalam menjalankan profesinya hanya akan
menghasilkan tukang-tukang yang terampil belaka di bidang hukum dan profesinya. Keadaan
demikian tidak saja menjadikan pendidikan ini tidak lengkap karena calon anggota profesi itu
tidak tahu bagaimana ia harus menggunakan ketrampilan teknis yang diperolehnya itu bahkan
tidak berlebihan kiranya apabila dikatakan bahwa pendidikan ketrampilan teknis disertai
dengan pendidikan mengenai tanggung jawab dan etika serat keprofesionalitasan adalah
bahaya. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap profesi menempatkan ahli yang
bersangkutan dalam suatu keadaan yang istimewa, baik karena kekuasaan yang luar biasa
yang dipercayakan kepadanya, maupun karena nasib seseorang yang berkepentingan
dipercayakan kepadanya. Kiranya jelas bahwa dengan adanya amanat maka akan membuat
seseorang yang menjalani suatu profesi harus bisa bertanggung jawab secara profesional, dan
tanggung jawab yang berat tersebut diletakan dibahu anggota profesi hukum yang
bersangkutan. Ia tidak saja menyangkut amanat kepercayaan yang menyangkut kepentingan
pribadi. Bila dilihat dalam rangka menegakan hukum sebagai suatu urusan yang menyangkut
kepentingan umum, maka tanggung jawab secara profesional itu pada hakekatnya juga
merupakan amanat kepercayaan yang menyangkut kepentingan umum. Jadi seorang yang
bekerja pada suatu profesi harus bisa bertanggung jawab secara profesional terhadap
profesinya. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa tanggung jawab dan etika profesi serta
integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan yang penting yang harus dimiliki oleh
setiap notaris? Karena pada hakekatnya tanggung jawab dan etika profesi mempunyai
hubungan yang erat dengan integritas dan moral. Tanpa adanya integritas dan moral yang
baik, tidak mungkin diharapkan dari seorang notaris adanya tanggung jawab dan etika
profesi yang tinggi. Oleh karena tanggung jawab dan etika profesi pada giliranya harus
dilandasi oleh integritas dan moral yang baik, sebagaimana ketrampilan teoritis dan teknis
dibidang profesi notaris harus didukung oleh tanggung jawab dan etika profesi. Hanya
notaris yang mempunyai persyaratan demikian yang dapat diharapkan dapat melakuka
tugasnya dengan baik dengan tuntutan hukum dan kepentinmgan masyarakat. (hasil
wawancara dengan Muthia Indarwati SH ). Tidak dapat disangkal bahwa jabatan atau profesi
tertentu mempunyai kedudukan atau tugas khusus karena fungsinya itu yang memerlukan
persyaratan-persyaratan yang lebih berat dari pada yang berlaku umum demi pelaksanaan
yang baik dari pada tugas atau fungsinya dan perlindungan yang bersangkutan yang bersifat
profesional. Seorang notaris dapat bertanggung jawab secara profesional terhadap profesinya
jika dapat menerapkan aturan etika, moral dan agama. Sebagai normatif etik, seorang notaris
bisa bertanggung jawab secara profesional terhadap profesinya. Seorang notaris yang
bertanggung jawab secara profesional terhadap profesinya maka ia mencintai profesinya
sebagai tugas mulia akan menjunjung tinggi etika profesi, bahwa lewat profesi hukum ia mau
mengabdi kepada sesama sebagai idealismenya. Ia dihormati dan dipercayai oleh pencari
keadilan bukan semata-mata karena bobot dan kualitas penguasaan hukum yang dimilikinya
atau kehandalan kemampuan intelektual dan ilmu hukumnya, melainkan karena ia juga
memiliki integritas diri sebagai pengawal konstitusi, hak asasi manusia, kebenaran dan
keadilan sebagai komitmen moral profesinya. Dalam hal ini ia harus membina relasi atas
dasar saling menghargai dan saling percaya. Dalam menjalankan profesinya ia
mempertimbangkan kewajibanya kepada hati nuraninya sendiri, kepada klien, kepada
sumpah profesi, dan rekan seprofesi. Dengan begitu, akan terbentuk suatu kesadaran hukum
yang berkeadilan pada diri profesional hukum. Orang yang menyandang suatu profesi
tertentu disebut seorang yang profesional. Meskipun syarat untuk menentukan siapa yang
memenuhi syarat sebagai seorang yang profesional amat beragam, paling tidak ada lima ciri
yang kerap dikemukakan Daryl Koehn yaitu : 1. orang yang mendapat izin dari Negara untuk
melakukan suatu tindakan tertentu; 2. menjadi organisasi pelaku-pelaku yang sama-sama
mempunyai hak suara yang menyebar luaskan standart dan/ atau cita-cita perilaku dan yang
saling mendisiplinkan karena melanggar standart itu; 3. memiliki pengetahuan atau
kecakapan yang hanya diketahui dan dipahami oleh orang-orang tertentu saja serta tidak
dimiliki oleh anggota-anggota masyarakat lain; 4. memiliki otonomi dalam melaksanakan
pekerjaanya, dan pekerjaan itu tidak amat dimengerti oleh masyarakat yang lebih luas; 5.
secara publik di muka umum mengucapkan janji (sumpah) untuk memberi bantuan kepada
mereka yang membutuhkan bantuan.
Pada dasarnya tugas seorang notaris adalah membuat akta otentik dimana akta tersebut dapat
menjadi suatu bukti yang sah bila terjadi sengketa. Dan dilarang mengirimkan akte kepada
klien-klien untuk ditanda tangani. Sebelum melakukan pekerjaan yang diminta oleh klien
maka seorang notaris memberikan penyuluhan kepada klien, sejauh mungkin sehingga klien
tersebut dapat menangkap/memahami penyuluhan tersebut, walaupun dengan diberikan
penyuluhan urung membuat akte atau urung menjadi klien dari notaris yang bersangkutan.
Dan dalam hal ini memberi syarat juga kepada klien agar tidak terjerumus dalam kesalahan.
Khusunya pengembangan profesi, notaris harus selalu berpegang teguh pada usaha untuk
merealisasikan keterlibatan dan kepastian hukum yang berkeadilan serta berlaku jujur tidak
saja kepada pihak kedua dan pihak ketiga, tetapi juga pada dirinya sendiri. Sekalipun
sebenarnya keahlian seorang tenaga profesional notaris dapat dimanfaatkan sebagai upaya
untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas profesionalnya ia tidak boleh
semata-mata didorong oleh pertimbangan uang. Andaikan seorang mengharapkan bantuanya
dan orang tersebut tidak dapat membayar karena tidak mampu, demi profesionalnya ia harus
memberikan jasa semaksimal mungkin dengan Cuma-Cuma. Ia tidak boleh bersikap
diskriminatif, membedakan antara orang yang mampu dan orang tidak mampu. notaris secara
profesional harus bersedia memberikan bantuan hukum (membuat akte otentik)kepada pihak
ketiga atau klien tanpa membeda-bedakan agama, kepercayaan, suku, keturunan, kedudukan
sosial, atau keyakinan politiknya tidak semata-mata untuk mencari imbalan materil, tetapi
terutama untuk turut menegakan hukum, keadilan, dan kebenaran dengan cara yang jujur dan
bertanggung jawab. Tanggung jawab profesional seorang notaris pada pihak ke tiga tidak
hanya tersebut diatas tetapi, apabila seorang notaris memperoleh seorang klien untuk
membuat suatu akte maka harus didahului dengan penyuluhan agar si klien mengetahuai apa
yang harus diperbuatnya, walaupun ahirnya klien tersebut urung membuat akat otentik. Bila
seorang notaries tidak di ijinkan berbohong, tetapi kebohongan ini masing sering diucapkan
karena mau menjaring orang tersebut menjadi kliennya, sehubungan dengan fee yang akan
diperolehnya. Dalam membuat sebuah akta, kemampuan klien juga harus diperhatikan, dalam
hal klien sudah tersudut karena keadaan atau waktu, notaris tidak boleh memaksakan
kepentinganya untuk memperoleh fee yang tidak sebanding dengan kemampuan klien, sebab
pemaksaan yang demikian bertentangan dengan officium nobile yang disandang notaris.
Perlakuan adil tanpa diskriminasi dalam menjalankan sebuah profesi perlu dilakukan oleh
seorang notaris karena hal tersebut merupakan tututan keprofesionalitasan bagi profesi yang
disandang, dalam hal ini seorang notaris tidak boleh membedakan antara kasus atau masalah
yang dihadapi antara si kaya dan si miskin, sebab hal inilah yang masih sering menjadi
permasalahan seorang notaris, tetapi secara manusiawi memang ini sulit untuk dilakukan,
pembedaan layanan tersebut pasti ada tapi sebagai sebuah profesi yang profesional maka
seorang notaris tidak boleh membedakan antara si kaya dan si miskin atau karena fee besar
atau kecil dan secara tidak langsung hal tersebut harus dilakukan, dan hal inilah yang
membedakan antara profesi notaris dengan profesi lain. Merahasiakan apa yang
diberitahukan klien terhadap notaris adalah menyangkut kepercayaan yang harus dipelihara
oleh setiap notaris, sebab bila tidak maka tidak akan ada officium nobile yang betul-betul
membela hak asasi manusia dari kesewenang-wenangan pejabat negara atau orang lain.
Dalam hal lain notaris juga tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya
pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat
menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan. Notaris
dalam melakukan tugas jabatanya memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang
memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya, serta memberikan penyuluhan hukum untuk
mencapai kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat agar masyarakat menyadari dan
menghayati hak dan kewajibanya sebagai warga Negara dan anggota masyarakat. Dan bila
dengan masyarakat yang kurang mampu maka notaris memberikan jasa dengan Cuma-Cuma.
Jika kaum profesional berjanji dengan sukarela melakukan praktek menurut cara yang
dibangun oleh sesama profesional untuk membangun kepercayaan pada klien, maka para
profesional secara resmi terikat oleh norma yang tersirat didalamnya agar pantas
mendapatkan kepercayaan. Persepsi apa yang dilakukan oleh profesional mesti mengacu pada
norma yang diketahui umum mengenai apa yang harus mereka lakukan, kita mengharapkan
bahwa keprofesionalitasan tersebut terpenuhi. Dan untuk itu, kita harus merinci syarat-syarat
yang harus dipenuhi yaitu : 1. Agar dapat dipercaya kaum profesional harus membuat
kepentingan klien menjadi kepentingan mereka. Tuntutan ini keluar dari hakekat
kepercayaan, kepercayaan adalah harapan orang yang percaya bahwa orang yang dipercaya
akan bertindak demi kebaikan orang yang memberi kepercayaan; 2. kesediaan bertindak juga
perlu untuk mendapat kepercayaan, bukti yang paling baik yang profesional lakukan demi
kebaikan klien adalah tindakan demi kebaikan klien; 3. kesediaan itu harus terbuka dan
kontinu, kesediaan ini harus dipertahankan karena klien berkehendak baik profesional akan
terus berlangsung, bukan hanya berlaku pada waktu yang terbatas, tetapi selama dibutuhkan;
4. kaum profesional harus kompoten; 5. profesional juga harus juga dapat menuntut dari klien
tingkat pertanggung jawaban dan disiplin diri; 6. profesional yang dapat dipercaya harus
memiliki kebebasan untuk memperhatikan masing-masing kebaikan klien dengan kebijakan,
meninjau kesanggupan, serta pelayanan yang baik terhadap klien; 7. profesional harus
mempunyai tanggung jawab yang penuh kesadaran. Secara tidak langsung sebagai sebuah
profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile) dan sebagai sebuah profesi yang
membutuhkan keprofesionalitasan, maka tanggung jawab seorang profesional terhadap klien
sangat berat tetapi secara tidak langsung hal tersebut mau tidak mau harus dijalankan sesuai
dengan standart kode etik notaris yang berlaku. Dimana ia harus memegang teguh etika
profesi, memegang teguh etika profesi sangat erat hubunganya dengan pelaksanaan tugas
profesi dengan baik, karena didalam kode etik profesi itulah ditentukan segala prilaku yang
dimiliki oleh seorang notaris. Notaris yang melakukan profesinya dibidang hukum dengan
sebaik-baiknya haruslah juga berbahasa Indonesia yang sempurna, sesuai dengan
perkembangan bahasa Indonesia dan nasional.
III. Tanggung Jawab Profesi Terkait Dengan Pengawasan Dalam pelaksanaan Tugas
Sebagai Seorang Profesional.
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akte otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan
umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akte otentik,.
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965 maupun PJN tugas pengawasan dan
pembinaan merupakan tugas non judisiel dari pengadilan, maka harus dilakukan bersama-
sama oleh Mahkamah Agung dan Departemen Kehakiman, sedangkan aparat pelaksanaanya
adalah Pengadilan Negeri. Pengawasan bertujuan agar notaris dalam menjalankan profesinya
selalu menjunjung tinggi kode etik profesi notaris dan peraturan perundang-undangan,
Dengan adanya pengawasan serta kode etik profesi maka seorang notaris tidak di izinkan
berbuat sewenang-wenang dan sekendak hatinya.
DAFTAR PUSTAKA
Andasasmita, Komar., Notaris III., Bandung : Swara Grafika, 1993. Andasasmita, Komar.,
Notaris I Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi Notaris/Notariat, Jakarta : Ikatan Notaris
Indonesia, 1991. Indonesia., undang-undang tentang Jabatan Notaris., Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004. Indonesia, peraturan jabatan Notaris., peraturan Nomor 13 tahun
1987 tentang jabatan Notaris. Indonesia, Keputusan Bersama Ketua Mahkamah agung dan
Menteri Kehakiman RI, No: KMA/005/SKB/VII/1987 dan No : M.03-PR.08.05 Tahun 1987.,
tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan, dan Pembelaan Diri Penasehat Hukum.
Indonesia, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965, Tentang pengawasan Jabatan Notaris.
Kohar, A., Notaris dalam Praktek Hukum., Bandung : Alumni, 1998. Kohar, A., Notaris
Berkomunikasi, Bandung : Alumni, 1984. Kie, Tan Thong., Studi Notariat serba-serbi
Praktek Notaris, Jakarta : PT. Icthiar Baru Van, 1994. Ramelan, soetono., Peranan Notaris
dalam Pembangunan Hukum., Hukum dan Pembangunan, agustus 1989. Soesanto, R., Tugas
Kewajiban dan Hak-hak Notaris Wakil Notaris (sementara)., Jakarta : Pradnya Paramita,
1978. Tobing, GHS Lumbun., Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : Erlangga, 1996.