Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENELITIAN

PENERAPAN TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG PENGADILAN AGAMA


SIDOARJO KELAS 1A DALAM PERMASALAHAN HARTA BERSAMA DAN
PEWARISAN

(Studi di Pengadilan Agama Sidoarjo Kelas 1A)

MATA KULIAH HUKUM PERKAWINAN DAN HARTA BERSAMA

DOSEN :

Prof. Dr. SUHARININGSIH, S.H., S.U.

OLEH :

BERYL YERIKHO AGUSTA

NIM : 196010200111024

MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi kehidupan manusia, karena
disamping perkawinan sebagai sarana untuk membentuk keluarga, perkawinan tidak hanya
mengandung unsur hubungan manusia dengan manusia tetapi juga menyangkut hubungan
keperdataan, perkawinan juga memuat unsur sakralitas yaitu hubungan manusia dengan
Tuhannya.1 Karena hubungan itulah untuk melakukan sebuah perkawinan harus memenuhi
syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan harus di catat dan dilakukan di hadapan
di Pegawai Pencatat Perkawinan untuk mendapatkan kepastian hukum.
Bahwa sesungguhnya seseorang yang akan melaksanakan sebuah perkawinan
diharuskan memberitahukan dahulu kepada Pegawai Pencatat Perkawinan. Pemberitahuan
tersebut dapat dilakukan secara lisan oleh seorang maupun oleh kedua mempelai. Dengan
adanya pemberitahuan tersebut, K. Wantjik Saleh berpendapat bahwa maksud untuk
melakukan perkawinan itu harus dinyatakan pula tentang nama, umur, agama/kepercayaan,
pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai. Dalam hal salah seorang atau kedua calon
mempelai pernah kawin, harus disebutkan juga nama suami atau istri terdahulu.2
Pada masa sekarang ini, banyak perkawinan yang harus berakhir dengan
perceraian. Perkawinan bukan lagi dianggap sesuatu yang sakral sehingga apabila terjadi
perceraian maka merupakan hal yang biasa dan bukan merupakan hal yang tabu, bahkan
di kalangan tertentu perceraian bisa dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan
popularitas. Oleh karena itu maka perceraian semakin banyak terjadi tidak hanya di kalangan
masyarakat awam, akan tetapi juga banyak terjadi di kalangan masyarakat golongan
intelektual.
Perceraian membawa akibat hukum sebagai konsekuensi yaitu status suami atau istri
dan kedudukan anak, maupun mengenai harta bersama yang diperoleh sepanjang
perkawinan. Menentukan status kepemilikan harta selama perkawinan penting
untuk memperoleh kejelasan bagaimana kedudukan harta itu jika terjadi kematian salah
satu suami atau istri, mana yang merupakan harta peninggalan yang akan diwaris ahli
waris masing- masing. Demikian pula apabila terjadi perceraian harus ada kejelasan mana
yang menjadi hak istri dan mana yang menjadi hak suami.
Berdasarkan uraian diatas kami mahasiswa dari Magister Kenotariatan Universitas
Brawijaya melakukan kuliah lapang di Pengadilan Agama Sidoarjo dengan didampingi oleh
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya untuk mengetahui secara langsung
penerapan tugas, fungsi dan wewenang Pengadilan Agama Sidoarjo terkait harta bersama dan
pewarisan.

1
Wasman dan Wardah Nuroniyah, 2011, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Perbandungan Fiqh dan
Hukum Positif, Yogyakarta: CV. Citra Utama, hal. 29
2
K. Wantjik Saleh, 1980, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 19
B.     Tujuan Kuliah Lapangan

Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan studi lapangan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Tugas, Fungsi dan Wewenang Pengadilan Agama Sidoarjo;


2. Untuk mengetahui gambaran secara langsung mengenai tahapan proses beracara di
pengadilan Agama.
3. Untuk mengetahui secara langsung proses persidangan dalam penyelesaian perkara
harta bersama dan pewarisan di Pengadilan Agama Sidoarjo

C.    Manfaat Kuliah Lapangan

Manfaat bagi Mahasiswa:

1. Sebagai pengetahuan dalam proses beracara di pengadilan Agama


2. Sebagai media pembelajaran dengan menerapkan teori yang diperoleh saat
perkuliahaan di kelas dengan yang ada di lapangan
3. Sebagai pengetahuan mengenai wewenang, tugas, fungsi pengadilan agama, dan
mengetahui perkembangan terbaru mengenai hal-hal yang bukan kewenangan dari
pengadilan Agama.

Manfaat bagi Universitas Brawijaya

1. Sebagai upaya memperoleh masukan terkait isu-isu terkini sebagai bahan


pengembangan penelitian dan pendidikan.
2. Sebagai upaya meningkatkan dan memperluas jaringan kerjasama (network) dengan
institusi Pengadilan Agama di Sidoarjo.
BAB II
PROFIL PENGADILAN AGAMA SIDOARJO

1. Letak Geografis Pengadilan Agama Sidoarjo

Pengadilan Agama Sidoarjo adalah suatu pengadilan tingkat pertama yang


secara organisasi atau struktur dan finansial di bawah kekuasaan Mahkamah Agung yang
mana Pengadilan Agama tersebut menangani masalah hukum perdata di Kabupaten
Sidoarjo.Sesuai dengan keberadaannya, maka lembaga Peradilan Agama ini harus mampu
melayani kebutuhan masyarakat dalam bidang hukum terutama mengenai masalah
hukum kekeluargaan.
Pengadilan Agama Sidoarjo beralamat di Jl. Hasanuddin No. 90, Sekardangan
Sidoarjo - Jawa Timur (Kode Pos 61215). Dan wilayah yurisdiksi P.A Sidoarjo terdapat pada
kabupaten Sidoarjo yang Terletak antara 112,5 BT – 112,9 BT dan 7,3 LS – 7,5 LS dengan
batas-batas :
Utara    : Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik
Selatan : Kabupaten Pasuruan
Barat    : Kabupaten Mojokerto
Timur   : Selat Madura
Ketinggian dari permukaan laut :

1. 0-3m   : daerah bagian timur merupakan daerah tambak dan pantai (29,99%)hampir
keseluruhan airnya berasin.
2. 0-10m : Daerah bagian tengah sekitar jalan protokol (40,81%) berair tawar.
3. 0-25m : Daerah bagian barat (29,20%)

Kabupaten Sidoarjo memiliki luas 63.438,534 ha atau 634,39 km2 (Luas Wilayah
menurut Kecamatan, Tahun 2004), dengan potensi luas wilayah :

1. Lahan Pertanian                               : 28.763 Ha


2. Lahan Perkebunan Tebu                  : 8.164 Ha
3. Lahan Pertambakan                          : 15.729 Ha
4. Selebihnya tanah pekarangan, pemukiman, industri, Perumahan dan lain – lain.

2. Visi dan Misi Pengadilan Agama Sidoarjo

a) Visi :
Terwujudnya Pengadilan Agama Sidoarjo yang agung.
b) Misi :
1. Menjaga kemandirian Pengadilan Agama Sidoarjo
2. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan
3. Meningkatkan kualitas kepemimpinan Pengadilan Agama Sidoarjo
4. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi Pengadilan Agama Sidoarjo.

3. Statistik Pengadilan Agama Sidoarjo


Pengadilan Agama Sidoarjo Kelas 1A memiliki sejumlah 67 pegawai negeri yang
bekerja di Pengadilan Agama Sidoarjo meliputi Ketua Pengadilan , Wakil Ketua, 14 Hakim,
Panitera, Sekertaris, 3 Kepala Sub Bagian, 3 Panitera Muda, 13 Panitera Pengganti, 4 Juru
Sita, 18 Juru Sita Pengganti, 9 orang Staf.

4. Bagan Struktur Organisasi Pengadilan Agama Sidoarjo

Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, amandemen Undang undang Nomor 3


Tahun 2006, amandemen Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Pasal 9 ayat 1
disebutkan bahwa susunan Peradilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim, Anggota,
Panitera, Sekretaris dan Jurusita. Selanjutnya dalam Pasal 26 dan Pasal 43 juga dijelaskan
bahwa dalam melaksanakan tugasnya sebagai Panitera, Sekretaris dibantu oleh Wakil
Sekretaris Panitera (Wapan) yang membantu Panitera atau Sekretaris dalam bidang
administrasi perkara.
Struktur tersebut sangat penting guna mempertegas kedudukan dan kewenangan
tanggung jawab masing-masing bagian sehingga kelancaran dari proses pelaksanaan sistem
peradilan tidak akan menemui hambatan. Adapun struktur organisasi Pengadilan Agama
Sidoarjo adalah sebagai berikut. Terlampir:
Lampiran Struktur Organisasi Pengadilan Agama Sidoarjo Kelas 1A
BAB III
PEMBAHASAN

Pada hari Selasa tanggal 5 November 2019, kelas A angkatan 2019 Program
Pascasarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang
mengadakan kuliah lapangan dengan tema “Penerapan Tugas, Fungsi dan Wewenang
Pengadilan Agama Sidoarjo Kelas 1 A Dalam Permasalahan Harta Bersama dan Kewarisan”.
Pada kuliah lapangan ini, mahasiswa Magister Kenotariatan kelas A yang berjumlah 26 orang
didampingi oleh dosen pendamping yaitu Ibu Prof. Dr. Suhariningsih, S.H., S.U.
Dalam kesempatan itu pula dihadiri dan dibuka langsung kegiatan kuliah lapangan ini
secara resmi oleh Ibu Ketua Pengadilan Agama Sidoarjo, Ibu Dra. Hj. Ati Khoiriyah, M.H.
Pada sesi seminar terkait tema yang diangkat dalam kuliah lapangan ini, dipimpin oleh satu
orang moderator yaitu Bapak Heru Santoso, S.H. yang juga selaku Kepala Sub Bagian
Perencanaan, Teknologi Informasi dan Pelaporan serta Pemateri dalan sesi seminar ini yaitu
Bapak Drs. Syaiful Iman, S.H., M.H. yang juga selaku Ketua Majelis Hakim Bidang Waris
dan Harta Bersama. Pemateri dalam kesempatan ini memberikan materi mengenai gambaran
Pengadilan Agama Sidoarjo secara garis besar serta Harta Bersama dan Kewarisan khususnya
materi perkara kewarisan dengan nomor perkara 1081/Pdt.G/2019/PA.Sda mulai dari sidang
pertama hingga proses musyawarah majelis yang proses persidangannya tidak bisa kami ikuti
dikarenakan waktu persidangan dimulai setelah istirahat siang.
Pada awal pemamparan materi, pemateri menyampaikan semua proses peradilan di
Pengadilan Agama Sidoarjo sudah sesuai dan sejalan dengan peraturan perundang-undangan
yang mengaturnya. Di Pengadilan Agama Sidoarjo telah menyelesaikan kurang lebih
sebanyak 5000-6000 perkara setiap tahunnya, salah satunya mengenai kewarisan dan harta
bersama. Pemateri menjelaskan lebih awal mengenai Pengadilan Agama di bawah naungan
Mahkamah Agung dengan dipimpin oleh ketua pengadilan. Selanjutnya akan disampaikan
tugas pokok dan kewenangan dari Pengadilan Agama Sidoarjo yaitu sama sebagaimana tugas
pokok dan kewenangan pengadilan-pengadilan agama lainnya.

A. PENERAPAN TUGAS, WEWENANG, DAN FUNGSI PENGADILAN AGAMA


SIDOARJO
1) Tugas Pokok dan Wewenang Pengadilan Agama Sidoarjo
Pengadilan Agama Sidoarjo mempunyai tugas pokok yang sama sebagaimana tugas
pokok pengadilan-pengadilan agama yang lain. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 49
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, disebutkan bahwa :
“Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di
bidang” :

a.      Perkawinan, yang meliputi :


1.    Izin beristri lebih dari seorang;
2.   Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua
puluh satu) tahun,  dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus
ada perbedaan pendapat;
3.      Dispensasi kawin;
4.      Pencegahan perkawinan;
5.      Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6.      Pembatalan perkawinan;
7.      Pugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8.      Perceraian karena talak;
9.      Gugatan perceraian;
10.    Penyelesaian harta bersama;
11.    Penguasaan anak-anak;
12.  Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana
bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
13.  Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada
bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14.    Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15.    Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16.    Pencabutan kekuasaan wali;
17.  Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan  dalam  hal 
kekuasaan seorang wali dicabut;
18.   Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup
umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
19.  Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di
bawah kekuasaannya;
20. Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam;
21.  Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan
perkawinan campuran;
22.  Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan   menurut
peraturan yang lain.
b.      Waris;
c.      Wasiat;
d.      Hibah;
e.      Wakaf;
f.       Zakat; 
g.      Infaq;
h.      Shadaqah; dan
i.       Ekonomi syari'ah, yang meliputi :
1.      Bank syari’ah;
2.      Lembaga keuangan mikro syari’ah.
3.      Asuransi syari’ah;
4.      Reasuransi syari’ah;
5.      Reksa dana syari’ah;
6.      Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
7.      Sekuritas syari’ah;
8.      Pembiayaan syari’ah;
9.      Pegadaian syari’ah;
10.    Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan
11.    Bisnis syari’ah.

2) Fungsi Pengadilan Agama Sidoarjo


Dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya Pengadilan Agama Sidoarjo memiliki
fungsi sebagai berikut :
Fungsi mengadili (judicial power), yaitu memeriksa dan mengadili perkara-perkara
yang menjadi kewenangan pengadilan agama didaerah hukum masing-masing. (vide Pasal 49
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006)
Fungsi pengawasan, yaitu mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan
tingkah laku hakim, panitera/sekretaris, dan seluruh jajarannya. (vide : Pasal 53 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006) serta
terhadap pelaksanaan administrasi umum. (vide : Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang kekuasaan kehakiman). Pengawasan tersebut dilakukan secara berkala oleh Hakim
Pengawas Bidang.

Fungsi pembinaan, yaitu memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada


jajarannya, baik yang menyangkut tugas teknis yustisial, administrasi peradilan maupun
administrasi umum. (vide : Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
Fungsi administratif, yaitu memberikan pelayanan administrasi kepaniteraan bagi
perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi, perkara banding, kasasi dan peninjauan
kembali serta administrasi peradilan lainnya. Dan memberikan pelayanan administrasi umum
kepada semua unsur dilingkungan Pengadilan Agama (kepegawaian, keuangan dan umum).
Fungsi nasehat, yaitu memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang
hukum Islam pada instansi pemerintah didaerah hukumnya, apabila diminta sebagaimana
diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama.
Fungsi lainnya, yaitu pelayanan terhadap penyuluhan hukum, riset/penelitian dan lain
sebagainya, seperti diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI. Nomor :
KMA/004/SK/II/1991 dan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan.

B. MEKANISME PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO


1) Tahapan-Tahapan Proses Pendaftaran Perkara
1. Pihak yang berperkara datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat gugatan atau
permohonan :
a. Blangko gugatan
b. Blangko permohonan
2. Pihak berperkara menghadap petugas meja Pertama dan menyerahkan surat gugatan atau
permohonan, minimal 6 (enam rangkap beserta fotokopi Kutipan Akta Nikah yang telah
ditempeli materai dan cap pos dan fotokopi KTP (untuk perkara perceraian).
3. Petugas Meja Pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan
dengan perkara yang diajukan menaksir panjar biaya perkara yang kemudia ditulis dalam
Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
4. Pihak berperkara membayar Panjar Biaya Perkara ke Bank yang ditunjuk yang besarnya
sesuai dengan jumlah yang tertera pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
5. Pemegang kas (kasir) menandatangani Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan
membubuhkan nomor urut perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam Surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM) kemudian menyerahkan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar
(SKUM) yang telah dicap lunas dan surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara.

2) Perkara Yang Tidak Ditangani Oleh Pengadilan Agama


Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa Pengadilan Agama Sidoarjo
menyelesaikan masalah dengan berdasarkan hukum islam dan kompilasi hukum islam yang
tidak mengenal istilah perjanjian perkawinan. Sehingga pada prakteknya Pengadilan Agama
tidak menerima pencatatan perjanjian perkawinan karena itu bukan wewenang Pengadilan
Agama melainkan wewenang Notaris saja.

3) Tahapan-Tahapan Penanganan Perkara Di Persidangan


a) Upaya Perdamaian
Pada perkara perceraian, seperti cerai gugat dan cerai talak, hakim wajib
mendamaian kedua belah pihak berperkara pada setiap kali persidang ( Pasal 56 ayat
2, 65, 82, 83 UU No 7 Tahun 1989. Dan selanjutnya jika kedua belah pihak hadir
dipersidangan dilanjutkan dengan mediasi PERMA No 1 Tahun 2008. Kedua belah
pihak bebas memilih Hakim mediator yang tersedia di Pengadilan Agama Pelaihar
tanpa dipungut biaya. Apabila terjadi perdamaian, maka perkaranya dicabut oleh
Penggugat/Pemohon dan perkara telah selesai.
Dalam perkara perdata pada umumnya setiap permulaan sidang, sebelum
pemeriksaan perkara, hakim diwajibkan mengusahakan perdamaian antara para pihak
berperkara ( Pasal 154 R.Bg), dan jika tidak damai dilanjutkan dengan mediasi.
Dalam mediasi ini para pihak boleh menggunakan hakim mediator yang tersedia di
Pengadilan Agama tanpa dipungut biaya, kecuali para pihak menggunakan mediator
dari luar yang sudah punya sertikat, maka biayanya seluruhnya ditanggung kedua
belah pihak berdasarkan kesepakatan mereka. Apabila terjadi damai, maka dibuatkan
akta perdamaian ( Acta Van Verglijk). Akta Perdamaian ini mempunyai kekuatan
hukum yang sama dengan putusan hakim,dan dapat dieksekusi, tetapi tidak dapat
dimintakan banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Apabila tidak terjadi damai dalam mediasi, baik perkara perceraian maupun
perkara perdata umum, maka proses pemeriksaan perkara dilanjutkan.
b) Pembacaan Surat Gugatan Penggugat
Sebelum surat gugatan dibacakan, jika perkara perceraian, hakim wajib
menyatakan sidang tertutup untuk umum, sementara perkara perdata umum sidangnya
selalu terbuka.
Surat Gugatan Penggugat yang diajukan ke Pengadilan Agama itu dibacakan
oleh Penggugat sendiri atau salah seorang majelis hakim, dan sebelum diberikan
kesempatan oleh mejelis hakim kepada tergugat memberikan tanggapan/jawabannya,
pihak penggugat punya hak untuk mengubah, mencabut atau mempertahankan isi
surat gugatannya tersebut. Abala Penggugat menyatakan tetap tidak ada perubahan
dan tambahan dalam gugatannya itu kemudian persidangan dilanjutkan ketahap
berikutnya.

c) Jawaban Tergugat
Setelah gugatan dibacakan, kemudian Tergugat diberi kesempatan
mengajukan jawabannya, baik ketika sidang hari itu juga atau sidang berikutnya.
Jawaban tergugat dapat dilakukan secara tertulis atau lisan ( Pasal 158 ayat (1) R.Bg).
Pada tahap jawaban ini, tergugat dapat pula mengajukan eksepsi (tangkisan) atau
rekonpensi (gugatan balik). Dan pihak tergugat tidak perlu membayar panjar biaya
perkara.
d) Replik Penggugat
Setelah Tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si penggugat diberi
kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapat penggugat. Pada tahap ini
mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatannya atau bisa pula merubah sikap
dengan membenarkan jawaban/bantahan tergugat.
e) Duplik Tergugat
Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian tergugat diberi
kesempatan untuk menanggapinya/menyampaikan dupliknya. Dalam tahap ini dapat
diulang-ulangi sampai ada titik temu antara penggugat dengan tergugat. Apabila acara
jawab menjawab dianggap cukup oleh hakim, dan masih ada hal-hal yang tidak
disepakati oleh kedua belah pihak, maka hal ini dilanjutkan dengan acara pembuktian.
f) Pembuktian
Pada tahap ini, penggugat dan tergugat diberi kesempatan yang sama untuk
mengajukan bukti-bukti, baik berupa bukti surat maupun saksi-saksi secara bergantian
yang diatur oleh hakim.
g) Kesimpulan Para Pihak
Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberi kesempatan yang sama
untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan
selama sidang berlangsung menurut pandangan masing-masing. Kesimpulan yang
disampaikan ini dapat berupa lisan dan dapat pula secara tertulis.
h) Musyawarah Majelis Hakim
Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasi ( Pasal 19 ayat (3) UU
No. 4 Tahun 2004. Dalam rapat permusyawaratan majelis hakim , semua hakim
menyampaikan pertimbangannya atau pendapatnya baik secara lisan maupun tertulis.
Jika terdapat perbedaan pendapat, maka diambil suara terbanyak, dan pendapat yang
berbeda tersebut dapat dimuat dalam putusan (dissenting opinion).
i) Putusan Hakim
Setelah selesai musyawarah majelis hakim, sesuai dengan jadwal sidang, pada
tahap ini dibacakan putusan majelis hakim. Setelah dibacakan putusan tersebut,
penggugat dan tergugat berhak mengajukan upaya hukum banding dalam tenggang
waktu 14 hari setelah putusan diucapkan. Apabila penggugat/ tergugat tidak hadir saat
dibacakan putusan, maka Juru Sita Pengadilan Agama akan menyampaikan isi/amar
putusan itu kepada pihak yang tidak hadir, dan putusan baru berkekuatan hukum tetap
setelah 14 hari amar putusan diterima oleh pihak yang tidak hadir itu.

4) Proses Di Dalam Beracara Atau Persidangan


Pada asasnya peradilan perdata menganut asas persidangan terbuka untuk umum,
namun hal tersebut dikecualikan dalam pemeriksaan perkara perceraian, hal ini sesuai dengan
bunyi Pasal 80 ayat (2) UU No 7 Tahun 1989 jo Pasal 33 PP No 9 Tahun 1975 yang
menyatakan “Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.”
Proses beracara yang harus dilalui bagi mereka yang sedang berperkara di peradilan
agama adalah :
1. Pemeriksaan dilakukan selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggal surat
gugatan/permohonan didaftarkan. Hal ini diatur dalam Pasal 68 ayat (1) dan Pasal 131
KHI untuk perkara cerai talak, dan untuk perkara cerai gugat diatur dalam Pasal 80
ayat (1) jo Pasal 141 ayat (1) KHI.
2.   Pada pemeriksaan sidang pertama yang telah ditentukan, suami istri harus hadir
secara pribadi dan majelis hakim berusaha mendamaikan kedua pihak yang
berperkara (Pasal 82 UU No 7 Tahun 1989).
3.   Apabila usaha tersebut tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua
pihak berperkara untuk menempuh mediasi (Pasal 3 ayat(1) PERMA No 2 Tahun
2003).
4.   Apabila upaya mediasi tetap tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan
dengan pembacaan surat gugatan/permohonan. Meskipun demikian usaha
mendamaikan tetap dilaksanakan selama pemeriksaan berlangsung. Hal ini sesuai
dengan Pasal 70 jo Pasal 82 ayat (4) dan Pasal 143 KHI yang menugaskan kepada
hakim untuk berupaya seecara sungguh-sungguh mendamaikan suami istri dalam
perkara perceraian. Tugas mendamaikan merupakan upaya yang harus dilaksanakan
hakim pada setiap sidang berlangsung sampai putusan dijatuhkan.
5.   Apabila dalam pembacaan surat gugatan, pihak Penggugat/Pemohon tetap pada
pendiriannya sesuai apa yang tercantum dalam petitum gugatan/permohonannya,
maka acara dilanjutkan dengan jawaban.
6.   Atas gugatan Penggugat/permohonan Pemohon, Tergugat/Termohon mempunyai
hak untuk menjawab yang tertuang dalam Jawaban Tergugat/Termohon baik dalam
bentuk lisan atau tulisan. Atas jawaban tersebut, Penggugat/Pemohon mempunyai hak
untuk menanggapinya dalam Replik. Atas Replik tersebut, Tergugat/Termohon juga
mempunyai hak untuk menanggapinya dalam Duplik. Apabila masih dimungkinkan
untuk ditanggapi kembali, maka Penggugat/Pemohon dapat menuangkannya dalam
Rereplik. Atas Rereplik tersebut, Tergugat/Termohon dapat menanggapinya dalam
Reduplik. Setelah ini, acara jawab-menjawab dianggap selesai dan acara dilanjutkan
ke tahap pembuktian. Jika setelah penyampaian Duplik oleh Tergugat/Termohon,
tidak ada tanggapan lagi dari Penggugat/Pemohon, maka acara jawab-menjawab
dianggap telah selesai dan pemeriksaan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu
pembuktian. Dalam acara jawaban sebelum proses pembuktian, dimungkinkan adanya
gugat balik (rekonpensi) sebagaimana diatur dalam Pasal 132a HIR dan 158 RBg.
7.   Sesuai dalam Pasal 163 HIR dinyatakan : “ Barangsiapa yang mengaku
mempunyai hak atau yang mendasarkan pada suatu peristiwa untuk menguatkan
haknya itu atau untuk menyangkal hak orang lain, harus membuktikan adanya hak
atau peristiwa itu”. Atau dengan kata lain “ Siapa yang mendalilkan suatu hak maka
dia harus membuktikan haknya itu”. Dengan demikian, yang berhak untuk
membuktikan adalah Penggugat/Pemohon.
8.  Apabila tahapan proses pembuktian telah selesai dilakukan, acara dilanjutkan
dengan kesimpulan.
9.   Sesudah tahap kesimpulan, majelis hakim bermusyawarah tentang apa yang akan
diputuskan oleh majelis hakim. Di dalam mengambil putusan, majelis berpedoman
pada isi ketentuan Pasal 178 HIR :
a. Wajib mencukupkan segala alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh
kedua belah pihak
b. Wajib mengadili segala tuntutan
c. Tidak diperkenankan untuk menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak
digugat atau melebihi apa yang digugat.
10.   Sesuai ketentuan Pasal 179 HIR bahwa putusan hakim dibacakan di dalam
sidang yang terbuka untuk umum, sehingga apabila ketentuan ini dilanggar
mengakibatkan putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
11.   Jika kedua belah pihak atau salah satu pihak tidak dapat hadir pada saat
dibacakan putusan, maka atas perintah Ketua Majelis putusan tersebut harus
diberitahukan kepada kedua belah pihak atau salah satu pihak yang tidak hadir.

C. KENDALA-KENDALA ATAU PROBLEMATIKA YANG ADA DI PENGADILAN


AGAMA SIDOARJO MENGENAI HARTA BERSAMA DAN PEWARISAN
Problematika di Pengadilan Agama Sidoarjo selalu menjadi isu menarik untuk dikaji
secara mendalam. Hal ini disebabkan karena masih banyak masalah yang sering dikeluhkan
oleh masyarakat pencari keadilan maupun oleh Hakim yang mengadapi berbagai kasus
mengenai harta bersama dan pewarisan. Menurut Bapak Syaiful Iman, selaku Hakim Ketua di
Pengadilan Agama Sidoarjo sekaligus pembicara saat adanya kunjungan oleh para mahasiswa
Magister Kenotariatan Universitas Brawijaya, mengatakan bahwa masih banyak sekali
advokat atau kuasa hukum yang belum mengetahui pengajuan gugatan waris, antara lain
masih banyak mayoritas kuasa hukum yang tidak mencantumkan tanggal kematian,
kemudian banyak juga yang salah menuliskan nama pewaris, yang seharusnya memang nama
pewaris, namun cucu hingga cicitnya ikut disertakan juga. Pengadilan Agama sudah meminta
dan memberi kesempatan kepada kuasa hukum untuk merubah dan memperbaiki surat
gugatan, tetapi setelah diminta perubahan, tetap saja banyak kesalahan yang masih timbul,
salah satu contoh yaitu tidak menuliskan “Bin/Binti”nya siapa, serta agamanya tidak
dimasukkan pula. Kemudian ada pihak lain atau ahli waris tidak dimasukkan didalam pihak
yang berperkara.
Kemudian banyak masalah juga saat pembuktian, semisal contoh kasus ngakunya
pasangan suami-istri tetapi ternyata pasangan tersebut tidak dapat membuktikan secara
otentik bahwa mereka adalah pasangan suami-istri yang sah dan sudah didaftarkan. Kasus
selanjutnya, banyak sekali orang tua tidak tidak disebutkan didalam gugatan waris, padahal
orang tua itu adalah ahli waris. Kemudian kasus lain hingga penyembunyian ahli waris yang
tidak dimasukkan dalam perkara, bapaknya sudah menikah 2 (dua) kali, tetapi mengaku
menikah hanya sekali. Tentu saja dengan kendala-kendala seperti ini Hakim merasa
kesulitan, karena Hakim hanya bisa memeriksa saja, tidak tahu menahu soal kebenaran yang
diterangkan oleh para pihak.
Mengenai harta bersama, juga banyak kendala atau problematikanya, yaitu bagaimana
penyelesaian masalah pembagian harta bersamanya itu sendiri, misal contoh kasusnya ada
pihak yang meminta harta bersama yaitu rumah, minta dibagi secara riil jadi dua, atau dibelah
menjadi dua, hal itu tentu saja tidak masuk akal mengingat tidak semua rumah itu bentuknya
simetris, pasti banyak bagian-bagian ruangan yang tidak kebagian apabila rumah tersebut
dibagi jadi dua. Solusinya Hakim akan memberi saran bahwa rumah tersebut jangan dibagi
secara riil, tetapi di jual dan hasil penjualannya tersebut secara uang tunailah yang dibagi dua.
Dan juga banyak para pihak (suami-istri yang berperkara cerai) yang masih belum
mengetahui secara jelas apa itu harta bersama, anggapan mereka bahwa barang-barang atau
harta semisal tanah atau kendaraan atas nama salah satu pihak, itu tidak mau dibagikan ke
dalam pembagian harta bersama, padahal harta bersama itu adalah harta yang diperoleh
selama perkawinan berlangsung, tidak melihat harta tersebut mempunyai nama dari salah satu
pihak atau tidak, semuanya adalah milik bersama.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa pada intinya tugas-tugas pokok Pengadilan Agama Sidoarjo adalah Berupa
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara salah satunya yang sesuai dengan
pembahasan di laporan ini adalah pembagian harta warisan serta pembagian harta bersama.,
berdasarkan pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang
menjelaskan tugas, fungsi dan wewenang Pengadilan Agama. Dimana dalam hal pembagian
harta bersama dan harta pewarisan ini yang diutamakan adalah kejujuran dan itikad baik dari
para pihak yang berperkara itu sendiri. Sebab Hakim hanya bisa memeriksa saja, tidak tahu
menahu soal kebenaran yang diterangkan oleh para pihak itu memang benar nyatanya atau
tidak. Dan juga masalah lainnya seperti masih banyak sekali advokat atau kuasa hukum yang
belum mengetahui pengajuan gugatan, hingga berkali-kali melakukan perbaikan, hal ini tentu
saja masih belum memenuhi asas peradilan yang sederhana dan cepat.
B. Saran
Dalam rangka memenuhi asas peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya murah,
Pengadilan Agama Sidoarjo harus lebih memberi pengetahuan kepada masyarakat dan juga
para kuasa hukum di seluruh daerah-daerah yang termasuk di wilayah Pengadilan Agama
Sidoarjo dengan mengadakan sosialisasi atau penyuluhan hukum secara langsung kepada
masyarakat agar mengetahui tugas, fungsi dan wewenang serta tata cara mengajukan gugatan
dari Pengadilan Agama Sidoarjo yang selama ini masih banyak yang belum diketahui
masyarakat dan juga para kuasa hukum.

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Wasman dan Wardah Nuroniyah. 2011. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia
Perbandungan Fiqh dan Hukum Positif.Yogyakarta: CV. Citra Utama.
K. Wantjik Saleh.1980. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

Anda mungkin juga menyukai