Anda di halaman 1dari 14

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

DAN ETIKA KEDOKTERAN

Oleh : Syamsul Hadi, SH., M.H.*

Abstract

Euthanasia is a dead issue requests from patients suffering from a disease that can not be
addressed again. To date, whether or not euthanasia should be done is still a debate.
Because, euthanasia is not only a moral issue but only for legal, religious, ethical, and
human rights. Euthanasia is generally divided into two kinds, namely active euthanasia
and passive euthanasia. Active euthanasia is prohibited whether it be setting the criminal
law and codes of medical ethics (because there is an element of killing), whereas passive
euthanasia is possible to do.

Keywords: euthanasia, right to life, criminal law, and the code of medical ethics.

pelaku yang menimbulkan gangguan


A. Latar Belakang tersebut.1
Dalam memenuhi kebutuhan Sejak dari permulaan manusia
sehari-hari, manusia kadang-kadang memang selalu dihadapkan berbagai
dihadapkan pada kebutuhan hidup yang tantangan dan rintangan sebagai masalah
mendesak untuk mempertahankan dalam hidupnya. Manusia harus
statusnya. Kebutuhan semacam ini berusaha untuk menjawab tantangan dan
seringkali harus dapat dipenuhi dengan menyelesaikan masalah-masalah yang
segara, sehingga tanpa pemikiran yang dihadapinya demi mempertahankan
matang orang tersebut telah melakukan kelangsungan hidupnya. Usaha untuk
perbuatan yang dapat merugikan menanggulangi dan menyelesaikan
lingkungan maupun manusia lainnya. masalah-masalah serta pengembangan
Akibat dari perbuatan tersebut suasana potensi-potensi manusia tersebut
kehidupan menjadi tidak nyaman dan melahirkan suatu peradaban. Tantangan-
masyarakat menjadi terganggu, yang hal tantangan dan masalah-masalah yang
ini harus dipertanggungjawabkan oleh dihadapi manusia itu tidak akan pernah
berakhir, bahkan semakin meningkat.

1
Anny Isfandyarie, Fachrizal Afandi, Tanggung
* Dosen dan Wakil Dekan Fakultas Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku ke II,
Hukum Universitas Bangka Belitung Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006, hlm 1.
Oleh karena itu, peradaban senantiasa akan pernah berhenti. Oleh karena itu,
mengalami perkembangan mengikuti yang harus diperhatikan adalah
perkembangan tantangan-tantangan implikasi-implikasi (dampak negatif)
2
tadi. dari perkembangan ilmu pengetahuan
Usaha untuk menjawab suatu dan teknologi itu sendiri, yang tidak
tantangan dan menyelesaikan suatu jarang sulit untuk mengantisipasinya.3
permasalahan hidup yang dilakukan Di antara sekian banyak
manusia itu, telah melahirkan suatu penemuan-penemuan teknologi tersebut,
perkembangan dalam ilmu pengetahuan tidak kalah pesatnya perkembangan
dan teknologi. Sehingga, dengan adanya teknologi di bidang medis. Melalui ilmu
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pengetahuan dan teknologi yang sangat
semakin maju (modern) akan lebih maju di bidang kedokteran ini, diagnosa
mudah untuk mengatasi tantangan dan terhadap suatu penyakit dapat lebih
masalah-masalah yang dihadapi, serta sempurna untuk dilakukan. Pengobatan
kebutuhan hidup pun relatif akan cepat penyakit pun dapat berlangsung secara
terpenuhi. lebih efektif. Dengan peralatan
Dengan munculnya tantangan kedokteran yang modern, rasa sakit
dan rintangan baru, manusia semakin seseorang yang menderita suatu penyakit
terdorong dan kreatif untuk menciptakan dapat diperingan. Hidup seorang pasien
(mengembangkan) ilmu pengetahuan pun dapat diperpanjang untuk jangka
dan teknologi yang semakin up to date waktu tertentu, yaitu dengan memasang
dan canggih. Namun demikian, ilmu sebuah respirator. Bahkan, perhitungan
pengetahuan dan teknologi juga tetap saat kematian seseorang yang menderita
melahirkan tantangan baru yang penyakit tertentu, dapat dilakukan secara
membutuhkan suatu jawaban. Dapat lebih akurat.4
dikatakan antara tantangan (baru) Selain untuk memperpanjang
dengan perkembangan ilmu pengetahuan kehidupan pasien, perlengkapan medis
dan teknologi terus berpacu dalam pun dapat digunakan untuk mempercepat
“hubungan sebab akibat” yang tidak
3
ibid., hlm 2.
2 4
Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam Perspektif Djoko Prakoso, Djaman Andhi Nirwanto,
Hak Asasi Manusia, Media Presindo, Bandug, 2001, Euthanasia, Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana,
hlm 1. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, hlm 10.
kematian pasien, yaitu dengan cara Sedangkan bagi masyarakat yang
memberikan obat secara berlebihan atau bertempat tinggal di kota yang
racun yang sangat mematikan. Dengan perlengkapan medisnya lebih memadai
adanya berbagai macam pengobatan dari pada di desa, isu euthanasia malah
alternatif di bidang medis ini, pasien pun menjadi bahan perdebatan.
dapat memilih pengobatan seperti apa Permasalahan euthanasia ini
yang baik untuk dirinya. Dalam hal ini, memang sampai sekarang masih menjadi
tidak menutup kemungkinan pasien suatu perdebatan yang sulit diselesaikan
tersebut meminta kepada dokternya dalam waktu singkat. Para etikawan pun
untuk mempercepat kematian pasien itu tidak seragam dalam menyikapi soal
sendiri. Adanya permintaan mati euthanasia ini (pro dan kontra). Yang
tersebut dikarenakan tidak adanya obat pro salah satu alasannya yang paling
yang dapat mengantisipasi atau kerap dikemukakan adalah bahwa pasien
mengurangi suatu penyakit yang diderita memiliki hak untuk mati. Menurut
oleh pasien. Hal ini dikenal dengan mereka, jika pasien sudah sampai akhir
istilah euthanasia. hidupnya, ia berhak meminta mati agar
Euthanasia bagi masyarakat penderitaannya segera diakhiri. Sebab
awam termasuk suatu permasalahan beberapa hari yang tersisa dari hidup si
yang masih asing. Kebanyakan pasien pasti penuh penderitaan.
masyarakat awam belum tahu apa itu Euthanasia hanya sekedar mempercepat
euthanasia, apalagi untuk sampai kematiannya, sehingga memungkinkan
mengetahui bagaimana hukumnya kalau pasien mengalami “kematian yang baik”
euthanasia tersebut dilakukan. tanpa penderitaan yang tidak perlu.
Permasalahan euthanasia masih sangat Sedangkan mereka yang kontra
asing untuk didengar masyarakat yang mengemukakan salah satu alasan, bahwa
bertempat tinggal di desa yang euthanasia ini bisa disalahgunakan.
perlengkapan medisnya masih sangat Kalau ada pengecualian terhadap
terbatas. Dengan ketidaktahuan tentang larangan membunuh, bisa-bisa cara ini
permasalahan tersebut, bagaimana digunakan juga terhadap orang-orang
masyarakat di desa dapat mengetahui
hukumnya jika euthanasia itu dilakukan.
cacat, lanjut usia, atau orang yang (hak Allah), bukan hak manusia “haqqul
dianggap tidak berguna lagi.5 adam”. Secara lahiriyah seseorang
Euthanasia ini merupakan situasi memang tampak jelas menguasai
yang sering menjadi masalah bagi para dirinya, tetapi sebenarnya manusia
dokter, perawat, maupun keluarga bukanlah pemilik penuh atas dirinya
pasien. Euthanasia sering menjadi tersebut. Sebab manusia hanya tunduk
dilema yang cenderung mendorong pada aturan-aturan tertentu yang di
seseorang mencari jalan pintas percayainya sebagai aturan Allah.8
sepragmatis mungkin untuk Berdasarkan uraian-uraian di
membebaskan diri dari keadaan yang atas, penulis ingin mengkaji
mencekam. Sementara tugas dokter permasalahan euthanasia ini berdasarkan
adalah membantu mempertahankan peraturan-peraturan yang ada untuk
kehidupan setiap insan yang mengetahui suatu kebenaran dan
memerlukan pertolongan. Meskipun kepastian hukum tentang euthanasia dari
alasan melakukan euthanasia tersebut sudut pandang hukum pidana dan etika
demi belas kasihan, tetap akan terancam kedokteran.
oleh pasal 344 KUHPidana dengan
B. Rumusan Masalah
ancaman penjara selama-lamanya dua
Berdasarkan berbagai uraian di
belas tahun.6 Dengan demikian, konsep
atas, masalah yang akan diteliti adalah
kematian dalam dunia kedokteran masa
sebagai berikut:
kini dihadapkan pada kontradiksi antara
1. Bagaimana pengaturan euthanasia
etika, moral dan hukum.7
dalam hukum pidana ?
Selain permasalahan di atas,
2. Bagaimana tindakan seorang dokter
euthanasia juga mendapat tanggapan dari
dalam menangani permasalahan
pakar-pakar keagamaan. Kematian
euthanasia jika dilihat dari etika
seseorang jika dipandang dari sisi agama
keprofesiannya?
Islam adalah merupakan “haqqullah”

5
“Euthanasia”,http://www.sahabatsurgawi.net/bina%
20iman/euthanasia.html. 24 Maret 2007.
6
Petrus Yoyo Karyadi, Op.Cit. hlm 12.
7 8
Chrisdiono M. Achadiat, “Euthanasia yang Masdar F. Mas’udi, “Euthanasia adalah Refleksi
(semakin)Kontraversial”,http://www.tempo.co.id/me KegagalanJaminanKesehatan”,http://islamlib.com/id/
dika/arsip/012002/top-1.htm. 11 Maret 2007. index.php?page=article&id=772. 11 Maret 2007.
C. Pembahasan menghentikan segala upaya
I. Euthanasia dalam Perspektif medis yang dianggap tidak
Hukum Pidana
memberikan perubahan terhadap
Pengaturan euthanasia terdapat
pasien.
dalam KUHPidana buku ke-dua
Bab XIX tentang kejahatan
a) Euthanasia Aktif
terhadap nyawa orang, Pasal 344
Dalam Pasal 344 KUHPidana
yang berbunyi:
kalau dicermati ada beberapa
“Barangsiapa menghilangkan
unsur yang terkandung di
nyawa orang atas permintaan
dalamnya yaitu:
sungguh-sungguh orang itu
- perbuatan: menghilangkan
sendiri, dipidana dengan pidana
nyawa
penjara selama-lamanya dua
- objek: nyawa orang lain
belas tahun.”
- atas permintaan orang itu
Euthanasia secara umum
sendiri
dibedakan menjadi dua macam,
- yang jelas dinyatakan
yaitu:
dengan sungguh-sungguh.9
- Euthanasia aktif
Unsur-unsur di atas harus
Yang dimaksud euthanasia aktif
dapat dipenuhi untuk
yaitu suatu tindakan secara
menyatakan suatu perbuatan
langsung dari dokter atas
itu merupakan tindakan
persetujuan pasien atau pihak
euthanasia. Oleh karena itu,
keluarga untuk mempercepat
unsur-unsur tersebut harus
kematian pasien, agar terlepas
dapat dibuktikan guna untuk
dari penderitaan yang
memastikan perbuatan itu
berkepanjang.
memang merupakan tindakan
- Euthanasia pasif
euthanasia.
Yang dimaksud euthanasia pasif
yaitu suatu tindakan secara tidak
langsung dari dokter atas
persetujuan dari pasien atau 9
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan
pihak keluarga untuk Nyawa, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm
102.
Seperti yang sudah - Sudah ada pengaturannya
diuraikan sebelumnya terlebih dahulu
permintaan adalah berupa - adanya perbuatan
pernyataan kehendak yang - perbuatan tersebut
ditujukan pada orang lain, memang melanggar
agar orang lain itu melakukan hukum
perbuatan tertentu bagi - adanya kesalahan, dan
kepentingan orang yang - dapat dipertanggung
meminta. Adapun bagi orang jawabkan
yang diminta, terdapat Dalam perbuatan
kebebasan untuk menghilangkan nyawa (orang
memutuskan kehendaknya, lain) terdapat tiga syarat yang
apakah permintaan korban harus dipenuhi yaitu:
yang jelas dan dinyatakan - adanya wujud perbuatan
dengan sungguh-sungguh itu - adanya suatu kematian
10
akan dipenuhi atau tidak. - adanya hubungan sebab
Apabila seorang dan akibat (causal
dokter menyetujui apa yang verband) antara perbuatan
diminta oleh pasiennya dan akibat kematian.11
(permintaan mati) secara Selain itu, dokter
langsung maka, dokter dapat juga sudah melanggar
dikenakan Pasal 344 ketentuan Kode Etik
KUHPidana. Tindakan Kedokteran Indonesia, sesuai
tersebut tentunya sudah dapat dengan Pasal 10, yang
dibuktikan sebelumnya dan berbunyi:
perbuatan itu pun sudah “Seorang dokter harus
terjadi serta tindakan dokter senantiasa mengingat akan
tersebut telah memenuhi kewajiban melindungi
syarat-syarat pemidanaan hidup makhluk insani.”
seperti:

10 11
Ibid., hlm103. Ibid., hlm 57.
Jadi, jelas diakhiri.12 Jika pihak
berdasarkan uraian di atas keluarga tetap mendesak
euthanasia aktif dilarang di dokter untuk melakukan
Indonesia. Maka, terhadap euthanasia maka pihak
pelaku (dokter) dapat keluarga dapat dituntut
dimintai pertanggungjawaban berdasarkan uitlokking Pasal
pidana dan dapat dituntut 55 KUHPidana.13 Uitlokking
sesuai dengan Pasal 344 merupakan bahasa Belanda
KUHP dengan hukuman yang sama artinya dengan
penjara selama-lamanya dua flaterry dalam bahasa Inggris
belas tahun. yang berarti bujukan.14
Permasalahaneuthan Adapun bunyi dari Pasal 55
asia di atas merupakan KUHPidana, yaitu:
semata-mata permintaan dari Dihukum seperti pelaku dari
pasien kepada dokter. Jadi, suatu perbuatan yang dapat dihukum:
bagaimana jika pasien - Orang yang melakukan,
tersebut dalam keadaan tidak yang menyuruh
sadarkan diri (koma), apakah melakukan atau yang turut
pihak keluarga dapat melakukan perbuatan itu.
mewakili pasien tersebut - Orang yang memberikan
dalam mengambil keputusan? upah, perjanjian, salah
Berdasarkan aksioma memakai kekuasaan atau
bahwa “naluri terkuat dari martabat, memakai
setiap mahluk hidup selalu paksaan, ancaman atau
ingin mempertahankan tipu karena memberi
hidupnya”, maka walaupun kesempatan, ikhtiat atau
pasien dalam keadaan koma, keterangan, dengan
tetap diasumsikan bahwa
12
pasien tersebut tidak Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam Perspektif
Hak Asasi Manusia, Media Pressindo, Jakarta, 2001,
menginginkan hidupnya hlm 59.
13
Ibid hlm 60.
14
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu,
Jakarta, 1977.
sengaja menghasut supaya dalam Pasal 55
perbuatan itu dilakukan. KUHPidana.
Mengenai perbuatan- Jika diasumsikan
perbuatan itu hanyalah bahwa keluarga pasien
menyangkut perbuatan- mendesak dokter untuk
perbuatan yang disengaja melakukan euthanasia
telah digerakkannya untuk tersebut telah disertai dengan
dilakukan oleh orang lain, keterangan-keterangan.
beserta akibat-akibatnya. Misalnya keterangan keadaan
Untuk adanya uitlokking, pasien yang tidak dapat
harus memenuhi dua syarat:15 sembuh kembali, alasan
- Bahwa perbuatan yang ekonomis, atau merasa
telah digerakkan untuk kasihan melihat penderitaan
dilakukan oleh orang lain pasien yang berkepanjangan.
itu harus menghasilkan Maka dengan segala
suatu voltooid delict atau pemberian keterangan
suatu delik yang selesai, tersebut, keluarga pasien
atau menghasilkan suatu dapat dianggap telah
strafbaar poging atau melakukan uitlokking kepada
suatu percobaan yang dokter untuk menghilangkan
dapat dihukum. nyawa orang lain (pasien).
- Bahwa tindak pidana yang Di samping itu,
telah dilakukan oleh dokter sendiri dalam keadaan
seseorang itu disebabkan toerekeningsvatbaar. Jadi,
karena orang tersebut berdasarkan uraian di atas
tergerak oleh suatu bahwa terhadap keluarga
uitlokking yang dilakukan pasien yang bersangkutan
oleh orang lain dengan dapat dituntut berdasarkan
menggunakan salah satu Pasal 55 KUHPidana. Kedua
cara yang telah disebutkan syarat untuk adanya

15
Petrus Yoyo Karyadi, Op. Cit., hlm 61.
uitlokking tersebut di atas “Barangsiapa sengaja
telah terpenuhi juga.16 mendorong orang lain untuk
Sedangkan dokter bunuh diri, menolongnya
(pelaku) sendiri dapat dalam perbuatan itu atau
dituntut berdasarkan Pasal memberikan sarana
338 KUHPidana, karena telah kepadanya untuk itu, diancam
menghilangkan nyawa orang dengan pidana penjara paling
lain (pasien). Dalam hal ini lama empat tahun kalau
berarti tidak ada unsur orang tersebut jadi bunuh
perencanaan terlebih dahulu diri.”
pada diri dokter, karena Seorang dokter
dokter sendiri dalam dalam melakukan tindakan
melakukan tindakan pembunuhan terhadap pasien,
euthanasia itu atas dasar jika tanpa adanya unsur
desakan dari keluarga pasien. permintaan dari pasien atau
Jadi, keluarga pasien dapat keluarganya, maka
dipenjara selama-lamanya pembunuhan tersebut adalah
lima belas tahun, sama pembunuhan biasa. Dokter
seperti pelakunya sendiri atau pelaku dapat dikenakan
(dokter).17 Pasal 338 KUHPidana yang
Apabila dalam berbunyi:
melakukan euthanasia justru “Barangsiapa merampas
seorang dokter yang nyawa orang lain, diancam
mempunyai inisiatif atau karena pembunuhan dengan
memberi dorongan kepada pidana penjara paling lama
pasien atau keluarganya, lima belas tahun.”
maka dokter tersebut dapat Dan jika
dikenakan Pasal 345 pembunuhan tersebut juga
KUHPidana yang berbunyi: diawali adanya perencanaan
terlebih dahulu oleh pelaku
16
Ibid. maka ia pun dapat dikenakan
17
Ibid. hlm 62.
Pasal 340 KUHPidana yang merupakan permintaan dari
berbunyi: pasien sendiri.
“Barangsiapa sengaja dan
b) Euthanasia Pasif
dengan berencana terlebih
Euthanasia pasif merupakan
dahulu merampas nyawa
pemberhentian seluruh
orang lain, diancam karena
upaya medis yang ada
pembunuhan dengan
karena upaya-upaya tersebut
berencana dengan pidana
dianggap tidak dapat
mati atau pidana penjara
membantu meringankan
seumur hidup atau selama
penderitaan pasien. Untuk
waktu tertentu paling lama
mendapatkan kepastian
dua puluh tahun.”
hukum serta mempermudah
Menurut Petrus
dalam mengkaji euthanasia
Yoyo Karyadi dalam hal
pasif ini, maka euthanasia
pembunuhan ini, Pasal 388
pasif ini dibedakan terlebih
KUHPidana di atas
dahulu ke dalam tiga
merupakan landasan hukum
kelompok:
yang jelas untuk euthanasia
1. Euthanasia pasif atas
aktif tanpa sikap dari pasien
permintaan pasien
dan Pasal 338 yang dibarengi
Euthanasia pasif
dengan Pasal 340 merupakan
atas permintaan pasien
euthanasia aktif tanpa
ini, berkaitan erat dengan
permintaan dari pasien.
hak-hak pasien seperti
Dari beberapa urain
yang terdapat dalam
di atas jelas bahwa euthanasia
Undang-undang Nomor
aktif dilarang di Indonesia,
29 Tahun 2004 Pasal 52
karena itu merupakan
yang berbunyi:
perbuatan yang
Pasien, dalam menerima
menghilangkan nyawa
pelayanan pada praktek
manusia meskipun mati itu
kedokteran, mempunyai peduli dengan resiko
hak: kematiannya.
- Mendapatkan Dalam hal ini,
penjelasan secara dokter tidak lagi
lengkap tentang kompeten untuk
tindakan medis melakukan pengobatan
sebagaimana terhadap pasiennya.
dimaksud dalam pasal Walaupun pasien yang
45 ayat 3. bersangkutan segera
- Meminta pendapat meninggal dunia setelah
dokter atau dokter dilakukan euthanasia
gigi. pasif, dokter tetap bebas
- Mendapatkan dari tuntutan hukum,
pelayanan sesuai karena tidak terdapat
dengan kebutuhan strafbaarfeit pada
18
medis. dirinya.
- Menolak tindakan
2. Euthanasia pasif tanpa
medis, dan
permintaan pasien
- Mendapatkan isi
Euthanasia pasif
rekam medis.
tanpa permintaan, berarti
Apabila pasien
dokter sendirilah yang
telah meminta dokter
berinisiatif untuk berbuat
untuk melakukan
euthanasia pasif, tanpa
euthanasia pasif atas
melakukan pengobatan.
dirinya, maka berarti ia
Biasanya dokter dalam
telah menjalankan
melakukan euthanasia
haknya, yaitu hak untuk
pasif terdorong karena
menghentikan
anggapan dokter bahwa
pengobatan. Dengan
tindakan medik yang
demikian, pasien yang
bersangkutan sudah tidak
18
Ibid., hlm 67.
akan dilakukan terhadap terhadap orang itu,
pasiennya sudah tidak ada diancam dengan pidana
gunanya lagi. penjara …”
Apabila dokter Pasal 306 (2)
dapat membuktikan menyatakan:
bahwa tindakan medik “Apabila salah satu
yang akan dilakukan itu perbuatan tersebut
sudah tidak ada gunanya menyebabkan orang itu
lagi, maka dokter bebas meninggal, maka ia
dari tuntutan hukum. dihukum dengan
Sebaliknya apabila dokter hukuman penjara selama-
tidak dapat membuktikan lamanya Sembilan
bahwa tindakan medik tahun.”
yang akan dilakukannya Selain Pasal di
sudah tidak ada gunanya atas, Pasal 531 KUHP
lagi, maka dokter dapat juga dapat menjerat
dijerat dengan Pasal 304 perbutan dokter tersebut.
jo 306 (2) KUHP.19 Pasal 531 menyatakan:
Pasal 304 menyatakan: “Barangsiapa ketika
“Barangsiapa dengan menyaksikan bahwa ada
sengaja menempatkan orang yang sedang
atau membiarkan menghadapi maut, tidak
seseorang dalam keadaan memberi pertolongan
sengsara, padahal yang dapat diberikan
menurut hukum yang padanya tanpa selayaknya
berlaku baginya atau menimbulkan bahaya
karena persetujuan, dia bagi dirinya atau orang
wajib memberikan lain, diancam jika
kehidupan, perawatan kemudian orang itu
atau pemeliharaan meninggal dunia …”

19
Ibid., hlm 67-68.
3. Euthanasia pasif tanpa keduanya tidak ada
sikap pasien perbedaan yang prinsipil
Seperti yang pula.
sudah dikatakan di atas,
II. Euthanasia dilihat dalam Kode
bahwa euthanasia pasif
Etik Kedokteran yaitu:
yang dilakukan dokter,
a. Euthanasia aktif merupakan
biasanya berdasarkan
suatu tindakan yang dilarang
pertimbangan bahwa
sesuai dengan Kode Etik
pengobatan sudah tidak
Kedokteran Indonesia Pasal
ada gunanya. Adapun
10 yang berbunyi: “Seorang
“tanpa sikap” pasien
dokter harus senantiasa
adalah apabila keadaan
mengingat akan kewajiban
pasien sudah dalam tak
melindungi hidup makhluk
sadarkan diri (koma). Hal
insani.”
itu berarti tanpa diketahui
b. Euthanasia pasif dibolehkan
apa kehendak pasien yang
jika dapat dibuktikan dengan
sebenarnya. Tanpa sikap
tepat dan akurat berbagai
ini dapat juga berarti
ketentuan yang ada. Sebagai
bahwa pasien masih
contoh seperti: penyakit
dalam keadaan sadar.
tersebut memang tidak dapat
Akan tetapi, ia sendiri
disembuhkan lagi (upaya
tidak dapat menentukan
medis tidak ada gunannya lagi
sikapnya.20
jika pengobatan itu
Pada prinsipnya
diteruskan).
pengertian “tanpa
permintaan” dengan
D. Kesimpulan
“tanpa sikap” pasien
Adapun kesimpulan dari penulis
hampir sama. Dengan
yaitu perlunya merumuskan kembali
demikian, akibat hukum
Pasal 344 KUHPidana, karena Pasal 344
yang ditimbulkan antara
KUHPidana masih terdapat kekurangan
20
Ibid., hlm 70.
yang perlu diatur lebih lanjut. Di Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam
antaranya adalah sebagai berikut: Perspektif Hak Asasi Manusia,
1. Dalam Pasal 344 KUHPidana hanya Media Presindo, Bandug, 2001.
berlaku untuk euthanasia aktif saja. Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum,
2. Tidak ada penjelasan siapa saja Aneka Ilmu, Jakarta.
subyek hukum yang terdapat dalam
Pasal 344 KUHPidana.
Apabila Pasal 344 KUHPidana
tetap dipakai maka dapat dimungkinkan
akan menimbulkan kesulitan dalam
menerapkannya dan mengadakan
tuntutan berdasarkan ketentuan tersebut.
Oleh karena itu, hal ini perlu
diperhatikan lagi untuk kepentingan bagi
semua pihak agar terjamin kepastian
hukum.

Daftar Pustaka

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap


Tubuh dan Nyawa, RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2004.
Anny Isfandyarie, Fachrizal Afandi,
Tanggung Jawab Hukum dan
Sanksi bagi Dokter Buku ke II,
Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006.
Djoko Prakoso, Djaman Andhi
Nirwanto, Euthanasia, Hak Asasi
Manusia dan Hukum Pidana,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984.

Anda mungkin juga menyukai