Anda di halaman 1dari 4

Pengajaran Daring Selama Wabah Corona Kurang Efektif?

Oleh: Dahnilsyah (Dosen FKIP UNRI, pemerhati pendidikan)

Efek dari wabah corona (Covid-19) memang menyajikan panggung sandiwara, rupa-rupa
cerita dan peristiwa mengiringi hari-hari kita. Berbagai media cetak, online, dan elektronik
silih berganti setiap hari selalu memberikan updates terbaru tentang perkembangan
penyebaran wabah corona.

Belum lagi kita dengar cerita memilukan dari para pengemudi Ojol (Ojek Online), para
pedagang kecil yang penghasilannya dari hari ke hari makin menipis, serta kisah para medis
yang wafat dikarenakan terserang virus mematikan tersebut di saat bertugas.

Di dunia pendidikan ada juga berbagai kisah yang tak kunjung usai di tengah wabah corona
ini. Salah satunya adalah pengajaran Daring (Dalam Jaringan) yang sarat akan berbagai
kritikan dan saran. Setiap sesuatu hal yang baru dan terkesan mendadak untuk diaplikasikan,
beberapa hal memang selalu memiliki kelebihan dan kelemahan tertentu yang menjadi alas an
mengapa pengajaran daring belum dapat dilakukan sepenuhnya sebagaimana yang
diharapkan.

Pendayagunaan Aplikasi Digital yang Kurang Optimal

Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa sebagian besar masyarakat di dunia termasuk di
Indonesia dalam menyikapi perkembangan teknologi hanya memanfaatkan perangkat dan
fasilitas digital untuk hal-hal yang bersifat entertainment dan hanya sebatas dapat saling
bertegur sapa dan bercanda di dunia maya. Kita lihat saja begitu masifnya pemilik akun FB,
WhatsApp, Tweeter, Instagram, line, dan sebagainya. Dilain pihak, mereka tidak menyadari,
karena mungkin tidak diberi kesadaran untuk sadar, bahwa sebenarnya ada berbagai aplikasi
yang disediakan oleh berbagai provider digital raksasa seperti google yang menyajikan
variasi fitur aplikasi dalam kehidupan sehari-hari kita: google classroom, ,google drive,
google meet and chat, juga yang viral sekarang penggunaan aplikasi zoom, yang digagas oleh
milioner Amerika, Eric Yuan.

Bagi mereka yang bergelut di sektor bisnis, pendidikan dan sebagainya, aplikasi ini
memberikan banyak manfaat. Google classroom contohnya, memberikan bantuan bagi para
guru untuk memberikan pengajaran daring. Nah, yang menjadi masalah sekarang, mengapa
salah satu pemegang kendali stakeholder pendidikan, yaitu pemerintah, dalam hal ini
kementrian pendidikan dan kebudayaan belum optimal memasyaratkan berbagai aplikasi
digital ini, termasuk Google Classroom bagi para guru kita? padahal peluncuran berbagai
aplikasi, khususnya dari google sudah dilakukan sejak periode 2014 – 2017. Alhasil, ketika
kita dihadapkan dengan masa kritis seperti wabah corona ini, sebagian besar guru sangat
terkejut, dan terkesan belum siap dalam melakukan pengajaran daring.

Banyak kisah lucu kita lihat dan dengar dalam pembelajaran daring ini. Ada yang menaja
ceramah online, ada yang tetap mengajar di kelas seperti biasa tetapi divideokan. Yang
menggelikan di sini, guru hanya mengajar bangku-bangku kosong yang kemudian dikirim ke
aplikasi Whatsapp siswa, ada juga yang memanfaatkan konten-konten gratis dari berbagai
sumber dan berbagai kisah sandiwara pengajaran daring lainnya.
Satu hal lain lagi yang mesti diingat bahwa masalah keakraban dengan berbagai variasi
aplikasi virtual sebenarnya tidak bisa dikatakan tergantung kepada pribadi dan hobi
seseorang. Jika dia merasa memerlukan, seharusnya dia sendiri yang harus belajar. Persepsi
ini tidak sepenuhya dapat dibenarkan karena jika kita berpikir demikian, kemajuan dan
perkembangan teknologi informasi di negara ini akan tetap stagnant alias tidak dinamis.
Pemerintah harus mengambil peran bagaimana caranya agar perangkat dan aplikasi IT harus
menjadi keperluan dan bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat kita khususnya mereka
yang terlibat di sektor pendidikan.

Harus ada himbauan dan kebijaksanaan yang bersifat masif dan sistematis dari pemerintah,
sehingga literasi dan equalitas di bidang IT akan dapat diwujudkan. Bukan seperti sekarang,
penguasaan berbagai aplikasi internet hanya dikuasai oleh kalangan tertentu saja. Masyarakat,
khususnya stakeholders dunia pendidikan: siswa, guru, orang tua harus diakrabkan dengan
IT.

Semestinya, pemerintah dalam hal ini, yakni Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi, Kota dan Kabupaten
sejak dini sudah mengantisipasi hal ini dengan penyediaan tenaga IT, terutama dalam
membantu para guru yang masih belum familiar dengan penggunaan aplikasi-aplikasi ini.

Seiring dengan percepatan perkembangan teknologi di era industri 4.0 dan society 5.0 ini,
sudah semestinya hal ini sangat urgent dilakukan. Kerahkan para tenaga IT yang ada
sekarang di tiap sekolah di seluruh Indonesia, Beri mereka pelatihan tambahan, untuk
memfasilitasi para guru dalam memanfaatkan beragam aplikasi virtual tersebut. Agar
pemanfaatan para tenaga IT ini efektif. Perlu juga dibuat sebuah kesepakatan antar orang tua,
guru, pihak dinas dikbud dan tenaga IT yang terampil di tiap sekolah untuk membuat pojok
daring, yaitu suatu ruang yang memberikan kesempatan kepada guru, siswa dan orang tua
untuk bertanya setiap saat, Tanpa batas waktu melalui telepon biasa, video call atau pesan
WhatsApp. Mereka bias sharing tentang berbagai kendala yang mereka hadapi saat
mengaplikasikan aplikasi virtual tersebut. Tentu hal ini harus diikuti kebijakan menambah
intensif dan bonus tertentu bagi para tenaga IT di tiap sekolah.

Hal ini telah dilakukan di banyak negara, tidak hanya di negara-negara maju tetapi juga di
negara-negara berkembang dan bahkan di negara miskin sekalipun. Beberapa contoh seperti
Vietnam dan Thailand telah lama menyiapkan para tenaga IT di tiap sekolah yang dapat
dihubungi setiap saat dalam mensikapi pemanfaatan teknologi, khususnya pengajaran daring.

Di samping keberadaan tenaga IT yang dapat dihubungi setiap saat, juga harus diiringi oleh
kegiatan pelatihan dan berbagai program upgrading lainnya tentang strategi dan metode cara
pengajaran daring sehingga guru tidak hanya terampil dalam menggunakan aplikasi virtual,
tetapi juga akan memiliki wawasan dan skill tambahan tentang berbagai tips dan inovasi cara
mengajar dalam daring.

Sebagai follow up dari pelatihan dan bimbingan teknis ini, setiap sekolah harus memiliki
konsultan professional tetap, baik dari perguruan tinggi maupun para praktisi yang memiliki
pengalaman dibidang metoda dan strategi pengajaran daring. Jika hal ini dilakukan secara
intens, kita berharap pembelajaran daring ini akan menjadi bagian dari ruitinitas bagi setiap
guru, dan siswa. Dengan harapan nantinya dapat menjadi suatu hal yang lumrah dan harus
dilakukan saat terjadi kondisi force majeur, seperti wabah corona saat sekarang ini.
Pemberian PR bagi Siswa Kurang Variatif dan Innovatif.

Satu hal yang sangat kita sayangkan, sebagian besar guru kita masih mengandalkan latihan-
latihan dan aktivitas-akvitias di buku ajar saat memberikan PR (Pekerjaan Rumah) kepada
siswa. Seharusnya, bapak dan ibu guru harus melakukan inovasi dengan memanfaatkan
berbagai peristiwa dan keadaan lingkungan di sekitar siswa yang dapat dihubungkan dengan
topik yang dipelajari di sekolah. Seperti materi perkalian, pembagian, pengurangan. Dalam
pelajaran matematika contohnya, guru dapat memanfaatkan benda-benda dan lingkungan
yang akrab bagi siswa di sekitar rumah, juga gambar-gambar dan kegiatan yang ada di
internet dapat dimanfaatkan untuk mengkonstruk daya eksplorasi motorik siswa. Hal ini
banyak dilakukan para guru di Jepang dan Korea sehingga orang tua pun dapat dilibatkan dan
suasana belajar di rumah berlangsung dengan serius, akrab, dan santai.

Untuk kondisi di Indonesia seperti pelajaran PPKN dan Agama, hal ini sangat gampang
dilakukan dengan memberikan PR kepada anak-anak dalam bentuk pengembangan daya nalar
dan menguji empati, simpati, dan kepedulian mereka. Ada seorang guru di Jawa yang
memberikan pertanyaan menarik kepada siswi kelas IV-nya untuk PR mata pelajaran PPKN:
“Kalau ada tetangga kamu yang miskin perlu bantuan dengan meminjam uang kepada ibu,
kamu mau nggak menyuruh ibu membantunya? kalau mau, kenapa harus dibantu? Coba
kamu tulis apa saja yang dapat kita bantu untuk orang miskin”.

Intinya di sini guru dan orang tua harus saling bersinergi dan menjalin hubungan yang
harmonis dalam membantu anak mengerjakan PR. Salah satunya mencari berbagai alternatif
yang dapat memotivasi anak, sehingga PR bagi mereka merupakan sesuatu yang menantang
sekaligus mengasikkan, Sepanjang tidak menganggu ritme kurikulum dan target pengajaran
dari sekolah.

Pemberian Harga Khusus untuk Paket Internet bagi Para Guru dan Siswa.

Kita sangat berterima kasih sekali kepada pemerintah, terutama kepada pihak PT Telkom
Indonesia, yang telah menyediakan fasilitas jaringan internet hingga ke kecamatan bahkan
sampai ke desa-desa. Di setiap sudut perkantoran, sekolah, restoran, café dan fasilitas umum
lainnya fasilitas wifi (Wireless Fidelity) telah tersedia. Meskipun begitu, karena ada beberapa
masalah teknis, jalannya jaringan internet masih belum stabil dan masih ada beberapa
wilayah mengalami kesulitan bahkan belum dapat sepenuhnya mendapatkan koneksi internet,
dikarenakan aliran listrik yang tersedia masih dilakukan secara bergilir.

Meskipun demikian, di abad digital sekarang tidak semua masyarakat dapat memanfaatkan
fasilitas online ini. Masih banyak kita lihat anak-anak sekolah harus membeli berbagai jenis
paket internet yang bagi kalangan tertentu masih dirasa memberatkan. Hal ini sebenarnya
dapat diantisipasi oleh pemerintah dalam bentuk koordinasi dua pilar kementrian
Kemenkominfo dan Kemendikbud dengan menyediakan paket khusus internet, Terutama
bagi para guru dan siswa, sehingga mereka akan merasa sangat terbantu dan terus termotivasi
memanfaatkan berbagai aplikasi pengajaran virtual yang ada.

Berbeda dengan beberapa negara lain yang sangat perduli dengan perkembangan IT, di
Indonesia harga paket internet terutama bagi para siswa dan guru yang berada di kelas
ekonomi menengah ke bawah masih dirasa mahal, apalagi saat terjadi krisis wabah korona
seperti sekarang. Jangankan memikirkan untuk membeli paket internet, sudah dapat bertahan
hidup dan dapat makan sehari saja mereka sudah sangat bersyukur. Oleh sebab itu, suatu
terobosan yang akan diacungi jempol jika hal ini dipertimbangkan dan diimplementasikan
dalam bentuk PERMEN dan PERDA.

Ada yang berargumentasi bahwa dengan ketersediaan internet hingga pedesaan dan jika paket
internet semakin murah akan menimbulkan efek negatif, terutama pada generasi muda yang
waktu mereka habis terbuang hanya bermain online game, saling kontak lewat fb, whatsApp,
twitter, instagram, line dan bahkan hingga menonton adgan pornografi. Dampak negatif ini
sebenarnya dapat di atasi jika para stakeholders pendidikan: Pemerintah (DEPDIKBUD) dan
sekolah dari sekarang dapat merancang suatu program periodik yang bersifat edukasi bagi
para siswa sehingga rutinitas mereka sibuk dengan memanfaatkan aplikasi teknologi untuk
kegiatan positif. Salah satunya adalah pemberian tugas PR lewat media online dengan
berbagai pendekatan dan metode yang variatif dan inovatif. Sehingga anak-anak kita merasa
akrab dengan IT sekaligus keberadaan IT itu memberikan output yang positif bagi mereka.

Pemerintah dan pihak swasta sekarang ini sebenarnya sudah menyediakan berbagai layanan
layanan daring bagi para guru dan siswa di masa krisi wabah corona ini, di antaranya: Rumah
Belajar (https://belajar.kemdikbud.go.id, Google G Suite for Education
(https://blog.google/outreach-initiatives/education/offline-access-covid19)/, Kelas Pintar
(https://kelaspintar.id), Ruangguru Gratis (https://sekolahonline.ruangguru.com).

Tetapi yang mengherankan kita, masih banyak siswa kita memiliki minat yang kurang
mengakses situs-situs di atas. Mengapa demikian? Salah satunya situs-situs ini masih bersifat
belajar secara resmi lewat online. Seharusnya harus dilakukan berbagai inovasi, produktivitas
dan daya kreativitas yang tinggi, sehingga situs-situs ini dapat menampung keinginan dan
minat anak yang kemudian mereka merasa dalam situs-situs ini dapat belajar sambil bermain,

Dengan demikian, dapat mengalahkan keberadaan online game, fb, Instagram, dan
sebagainya yang banyak menghabiskan waktu mereka secara percuma yang bahkan bahkan
dampak negatifnya lebih banyak dari pada dampak positif bagi perkembangan psikologis
mereka. Insya Allah, tulisan ringan ini dapat menjadi pemikiran bagi kita bersama, semoga.
Ingat! selama krisis corona #DIRUMAH SAJA!

Anda mungkin juga menyukai