Anda di halaman 1dari 8

BAHASA

Bahasa Bali adalah sebuah bahasa yang berasal dari rumpun bahasa Austronesia, Malayo-Polinesia,
Melayu-Sumbawa, Bahasa Bali-Sasak-Sumbawa, Bali. Bahasa ini digunakan di pulau Bali, pulau Lombok
bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa.Bahasa Bali memiliki tingkatan dalam penggunaannya,
yaitu Bali Alus, Bali Madya dan Bali Kasar. Bali halus dipergunakan dalam lingkup formal misalnya dalam
pertemuan di tingkat desa adat, atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi. Bali madya
dipergunakan di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar
dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan abdi
dalemnya, Di Lombok bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa
bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten Banyuwangi. Bahasa Bali dipertuturkan
oleh kurang lebih 4 juta jiwa.
AKSARA BALI
Aksara Bali adalah aksara tradisional masyarakat Bali dan berkembang di Bali. Aksara Bali
merupakan suatu abugida yang berpangkal pada huruf Pallawa. Aksara ini mirip dengan aksara Jawa.
Perbedaannya terletak pada lekukan bentuk huruf.Aksara Bali berjumlah 47 karakter, 14 di antaranya
merupakan huruf vokal (aksara suara). Huruf konsonan (aksara wianjana) berjumlah 33 karakter. Aksara
wianjana Bali yang biasa digunakan berjumlah 18 karakter. Juga terdapat aksara wianjana Kawi yang
digunakan pada kata-kata tertentu, terutama kata-kata yang dipengaruhi bahasa Kawi dan Sanskerta.Meski ada
aksara wianjana Kawi yang berisi intonasi nada tertentu, pengucapannya sering disetarakan dengan aksara
wianjana Bali. Misalnya, aksaradirgha (pengucapan panjang) yang seharusnya dibaca panjang, seringkali
dibaca seperti aksarahresua (pengucapan pendek).

SISTEM PERKAWINAN
Orang-orang se-klen di Bali itu, adalah orang orang yang setingkat kedudukannya dalam adat dan
agama, dan demikian juga dalam kasta, sehingga dengan berusaha untuk kawin dalam batas klennya,
terjagalah kemungkinan akan ketegangan-ketegangan dan noda-noda keluarga yang akan terjadi akibat
perkawinan antar kasta yang berbeda derajatnya. Dalam hal ini terutama harus dijaga agar anak wanita dari
kasta yang tinggi jangan sampai kawin dengan pria yang lebih rendah derajat kastanya, karena perkawinan itu
akan membawa malu kepada keluarga, serta menjatuhkan gengsi dari seluruh kasta dari anak wanita tersebut.
Karena system garis keturunan di Bali menggunakan system patrilineal (garis keturunan ayah).
Dahulu, apabila ada perkawinan semacam itu, maka wanitannya akan dinyatakan keluar dari dadianya,
dan secara fisik suami-istri akan dihukum buang (maselong) untuk beberapa lama, ketempat yang jauh dari
tempat asalnya. Semenjak tahun 1951, hukuman sermacam itu tidak pernah dijalankan lagi, dan pada saat ini
hukuman campuran semacam itu relatif lebih banyak dilaksanakan. Bentuk perkawinan lain yang dianggap
pantang adalah perkawinan bertukar antara saudara perempuan suami dengan saudara laki-laki istri
(makedengan ngad), karena perkawinan yang demikian itu dianggap dapat mendatangkan bencana (panes).
Pada umumnya, seorang pemuda Bali memperoleh seorang istri dengan dua cara, yaitu dengan meminang
(memadik, ngidih) kepada keluarga gadis, atau dengana cara melarikan seorang gadis (mrangkat,ngrorod).
Kedua cara diatas berdasarkan adat.
kerabat yang lebih besar yang melengkapi beberapa kerabat tunggal dadia (sanggah) yang memuja kuil
leluhur yang samadisebut kuil (pura) paibon atau panti. Dalam prakteknya, suatu tempat pemujaan di tingkat
paibon juga hanya mempersatukan suatu lingkaran terbatas dari kaum kerabat yang masih dikenal
hubungannya saja.Klen-klen besar sering juga mempunyai suatu sejarah asal-usul yang ditulis dalam bentuk
babad dan yang disimpan sebagai pusaka oleh salah satu dari keluarga-keluarga yang merasa dirinya senior,
ialah keturunan langsung dan salah satu cabang yang tua dalam klen.
SISTEM KEMASYARAKATAN ORANG BALI
1.  Banjar
Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan sosial
itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagaman yang keramat. Didaerah pegunungan, sifat
keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di wilayah banjar tersebut. Sedangkan didaerah
datar, sifat keanggotaannya tidak tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di banjar itu. Orang
dari wilayah lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di banjar bersangkutan dipersilakan untuk
menjadi anggota(krama banjar) kalau yang bersangkutan menghendaki.
Pusat dari bale banjar adalah bale banjar, dimana warga banjar bertemu pada hari-hari yang tetap.
Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut kelian banjar.Ia dipilih dengan masa jabatab tertentu oleh
warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dari banjar
sebagai suatu komuniti, tapi juga lapangan kehidupan keagamaan. Kecuali itu ia juga harus memecahkan
masalah yang menyangkut adat. Kadang kelian banjar juga mengurus hal-hal yang sifatnya berkaitan dengan
administrasi pemerintahan.

2.  Subak             
Subak di Bali seolah-olah lepas dari dari Banjar dan mempunyai kepala sendiri. Orang yang menjadi
warga subak tidak semuanya sama dengan orang yang menjadi anggota banjar. Warga subak adalah pemilik
atau para penggarap sawah yang yang menerima air irigasinya dari dari bendungan-bendungan yang diurus
oleh suatu subak. Sudah tentu tidak semua warga subak tadi hidup dalam suatu banjar. Sebaliknya ada seorang
warga banjar yang mempunyai banyak sawah yang terpencar dan mendapat air irigasi dari bendungan yang
diurus oleh beberapa subak. Dengan demikian warga banjar tersebtu akan menggabungkan diri dengan semua
subak dimana ia mempunya sebidang sawah.

3.  Sekaha          
Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada organisasi-organisasi yang bergerak dalam
lapangan kehidupan yang khusus, ialah sekaha. organisasi ini bersifat turun-temurun, tapi ada pula yang
bersifat sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal atau upacara-upacara yang
berkenan dengan desa, misalnya sekaha baris (perkumpulan tari baris), sekaha teruna-teruni. Sekaha tersebut
sifatnya permanen, tapi ada juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha yang didirikan berdasarkan atas
suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan menanam), sekaha manyi (perkumpulan
menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan) dan lain-lain. sekaha-sekaha di atas biasanya merupakan
perkumpulan yang terlepas dari organisasi banjar maupun desa.

4.   Gotong – Royong
            Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali dikenal sistem gotong royong (nguopin) yang
meliputi lapangan-lapangan aktivitet di sawah (seperti menenem, menyiangi, panen dan sebagainya), sekitar
rumah tangga (memperbaiki atap rumah, dinding rumah, menggali sumur dan sebagainaya), dalam perayaan-
perayaan atau upacara-upacara yang diadakan oleh suatu keluarga, atau dalam peristiwa kecelakaan dan
kematian.nguopin antara individu biasanya dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga yang diberikan
wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin masih ada acara gotong royong antara sekaha
dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng (menarik).Misalnya suatu perkumpulan gamelan ditarik untuk
ikut serta dalam menyelenggarakan suatu tarian dalam rangka suatu upacara odalan.bentuk yang terakhir
adalah kerja bhakti (ngayah) untuk keprluan agama,masyarakat maupun pemerintah.

CATUR WARNA
Pada masa kerajaan khususnya pemerintahan Dalem Waturenggong di Bali, ada yang namanya Catur
Warna. Yaitu empat penggolongan profesi dan pengabdian dalam kehidupan pada masa itu. Dari pembagian
ini timbul gelar-gelar yang ditambahkan pada nama orang Bali. Dan pemberian nama itu diwariskan turun
temurun hingga sekarang.Nama depan seperti Ida Bagus [untuk pria] dan Ida Ayu [untuk wanita] itu muncul
dari golongan Brahmana yang pada masa ‘tempo doeloe’ menitikberatkan pengabdiannya di bidang
kerohanian, kependetaan dan keagamaan.Sedangkan nama depan seperti Anak Agung, Cokorda, I Dewa Putu,
Dewa Ayu, Desak, Gusti Putu, Gusti Ayu, atau Sayu, itu berasal dari golongan Ksatrya, yang pada jaman
kerajaan ‘doeloe’ menitikberatkan pekerjaan dan pengabdiannya di bidang kepemimpinan, keperwiraan dan
pertahanan keamanan negara.

POLA PERKAMPUNGAN
pola perkampungan mengelompok padat, pola ini terutama terdapat pada desa-desa di Bali bagian
pegunungan. Pola perkampungan di desa-desa ini bersifat memusat dengan kedudukan desa adat amat penting
dan sentral dalam berbagai segi kehidupan warga desa tersebut

SISTEM PENAMAAN
            Sebelumnya akandijelaskan tentang tambahan kata “i” atau “Ni” yang biasanya terdapat pada awal
nama orang Bali. “I” dipake untuk anak laki-laki, dan “Ni” digunakan untuk anak perempuan.Kedua kata ini
mengandung arti “Si” dalam Bahasa Indonesia. Misalnya; si A, si B, si C, dst. Penambahan kata ini
sebenarnya opsional, artinya ada yang memakainya ada juga yang tidak.Tapi mayoritas orang Bali
memakainya.Yang mengabaikan penambahan “I” atau “Ni” ini biasanya rekan kita yang berasal dari
Kabupaten Buleleng (Singaraja).
NAMA DEPAN = URUTAN KELAHIRAN

Di dalam adat istiadat dan budaya Bali, sistem pemberian nama depan umumnya didasarkan pada urutan
kelahiran si anak.
 Anak pertama (sulung) umumnya akan diberi nama depan seperti; Putu, Gede, atau Wayan. Contohnya
; I Putu Budiastawa, Gede Prama, dst.
 Anak kedua umumnya diberi nama depan; Made, Kadek atau Nengah. Contohnya; I Made Ardana, Ni
Made Wiratnati, Nengah Gunadi, dst.
 Anak ketiga biasanya diberi nama depan; Komang atau Nyoman. Misalnya; I Komang Tirtayasa, Ni
Nyoman Dwi Arianti, Komang Budiasa, dst.
 Anak keempat umumnya diberikan nama depan; Ketut. Misalnya; I Ketut Pancasaka, Ni Ketut
Widiadari, Ketut Astawara, dsb.
 anak kelima, keenam, dan seterusnya ada dua alternatif. Pertama, ada yang menerapkan dengan
kembali lagi ke putaran awal, misalnya kembali ke Putu, kemudian Made, dst. Kedua, ada juga yang
menerapkan dengan terus-menerus memberikan nama depan Ketut untuk anak kelima, keenam dan
seterusnya.

SISTEM KEPERCAYAAN
            Masyarakat Bali sebagian besar menganut agama Hindu- Bali. Mereka percaya adanya satu Tuhan
dengan konsep Trimurti yang terdiri atas tiga wujud, yaitu:
Brahmana : menciptakan;
Wisnu : yang memelihara;
Siwa : yang merusak.
            Selain itu hal-hal yang mereka anggap penting adalah sebagai berikut.
Atman : roh yang abadi.
Karmapala : buah dari setiap perbuatan.
Purnabawa : kelahiran kembali jiwa.
           
 Pedoman dalam ajaran Agama Hindu - Bali yakni:
-    Tatwa (Filsafat Agama)
-    Etika (Susila)
-    Upacara (Yadnya)
            Tempat ibadah agama Hindu disebut pura. Pura memiliki sifat berbeda, sebagai berikut:
•      Pura Besakih: sifatnya umum untuk semua golongan.
•      Pura Desa (kayangan tiga): khusus untuk kelompok sosial setempat.
•      Sanggah: khusus untuk leluhur.

SISTEM KASTA
            Akibat kuat agama Hindu, di Bali berlaku sistem kasta dibedakan menjadi 4 Kasta, yaitu:
            1.  Kasta Brahmana
            2.  Kasta Ksatria
            3.  Kasta Waisya
Petani Kelas Atas
Petani Kaya Sedang
Petani Kaya Bawah
            4.  Kasta Sudra

UPACARA
            Di bali ada lima macam upacara (Panca Yadnya) yaitu:
-    Manusia yadnya – manusia yang di tertuakan
-    Pitra yadnya – upacara nenek moyang
-    Dewa yadnya – persembahan kepada dewa
-    Resi yadnya – persembahan kepada orang suci umat hindu
-    Butha yadnya – upacara persembahan kepada alam

SISTEM MATA PENCAHARIAN


Sistem Mata Pencaharian Bali Aga
Mata pencarian penduduk beranekaragam yang meliputi pekerjaan sebagai petani, pengerajin,
pedagang dan berbagai jasa khususnya bidang kepariwisataan. Pertanian merupakan mata pencarian pokok
masyarakat dan sebagian besar masyarakat bali adalah petani. Jenis pertanian meliputi pertanian sawah dan
perkebunan.

KESENIAN
Perang Pandan

Tradisi perang pandan atau yang sering disebut mekare-kare di Desa Tenganan dilakukan oleh para
pemuda dengan memakai kostum/kain adat tenganan, bertelanjang dada bersenjatakan seikat daun pandan
berduri dan perisai untuk melindungi diri. Tradisi ini berlangsung setiap tahun sekitar bulan Juni, biasanya
selama 2 hari.Perang pandan diawali dengan ritual upacara mengelilingi desa untuk memohon keselamatan,
setelah itu perang pandan dimulai dan kemudian ditutup persembahyangan di Pura setempat dilengkapi
dengan menghaturkan tari Rejang. Bali hingga kini tetap melestarikan atraksi kuno yang menyuguhkan
pemandangan kontras. Salah satu sisinya menampilkan atraksi menegangkan para pengunjung. Pasangan pria
yang masing-masing dilengkapi perisai anyaman dan bersenjata seberkas potongan daun pandan berduri
beradu ketangkasan untuk saling melukai lawannya.
Duri pandan yang tertancap dalam atau merobek daging tubuh disusul cucuran darah segar adalah
risiko bagi pelaga yang tidak tangkas menangkis. Namun, dari atraksi itu pengunjung juga disuguhi
pemandangan kontras. Aksi saling melukai tersebut justru dilakukan sambil mengembangkan senyum ceria.
Bahkan, tidak sedikit pasangan tanpa menggunakan tameng langsung berpelukan dan saling melukai.Atraksi
saling melukai dengan wajah senyum ceria itu dikenal bernama perang pandan. Di Bali, perang pandan adalah
atraksi khas masyarakat Tenganan di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, ujung timur Pulau
Dewata.

kain tenun Gringsing.


Kain Gringsing dipercaya memiliki suatu ikatan tertentu bagi si pemilik. Bahkan dapat memberikan
kekuatan dan kesembuhan dari tiap helai benangnya. Ada Kain Gringsing yang dibuat dari darah manusia
untuk pewarnaannya. Teknik pembuatan kain Gringsing dinamakan dobel ikat. Kain ini biasanya dipakai di
upacara adat dan kini mulai hadir di beberapa pentas peragaan busana.

Kerajinan daun lontar


Selain keahlian dalam menenun kain, penduduk Bali Aga juga bertani, menghasilkan kerajinan
anyaman bambu, ukiran, dan lukisan di atas daun lontar.
Bagaimana membuat kalender tanggalan Bali pada daun lontar ?  Pertama-tama dia bersihkan daun lontar,
kemudian diukir dengan pisau, setelah itu beliau mengoleskan daun yang telah selesai diukir dengan kemiri
yang dibakar. Maka muncul bayangan hitam dari hasil ukiran tersebut. Setelah itu permukaannya dibersihkan,
dan ukiran berwarna hitam yang dihasilkan dari kemiri akan tetap berada di daun tersebut dan bertahan.

Pemakaman Terunyan
Terunyan adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten
Bangli, Bali, Indonesia. Terunyan terletak di dekat Danau Batur, Masyarakat Trunyan mempunyai
tradisi pemakaman dimana jenazah dimakamkan di atas batu besar yang memiliki cekungan 7 buah, Jenazah
hanya dipagari bambu anyam.
Adat Desa Terunyan mengatur tata cara menguburkan mayat bagi warganya. Di desa ini ada
tiga kuburan (sema) yang diperuntukan bagi tiga jeniskematian yang berbeda. Apabila salah seorang warga
Terunyan meninggal secara wajar, mayatnya akan ditutupi kain putih, diupacarai, kemudian diletakkan tanpa
dikubur di bawah pohon besar bernama Taru Menyan, di sebuah lokasi bernama Sema Wayah. Namun,
apabila penyebab kematiannya tidak wajar, seperti karena kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang,
mayatnya akan diletakan di lokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak
kecil, atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah, akan diletakan di Sema Muda.
Penjelasan mengapa mayat yang diletakan dengan rapi di sema itu tidak menimbulkan bau padahal secara
alamiah, tetap terjadi penguraian atas mayat-mayat tersebut ini disebabkan pohon Taru Menyan tersebut, yang
bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau busuk mayat. Taru berarti pohon, sedang Menyan
berarti harum. Pohon Taru Menyan ini, hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih
dikenal sebagai Terunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa tersebut.

KEBUDAYAAN BALI
Seiring dengan peralihan jaman pra sejarah ke jaman sejarah, pengaruh Hindu dari India yang masuk
ke Indonesia diperkirakan memberi dorongan kuat pada lompatan budaya di Bali. Masa peralihan ini, yang
lazim disebut sebagai masa Bali Kuno antara abad 8 hingga abad 13, dengan amat jelas mengalami perubahan
lagi akibat pengaruh Majapahit yang berniat menyatukan Nusantara lewat Sumpah Palapa Gajah Mada di
awal abad 13. Tatanan pemerintahan dan struktur masyarakat mengalami penyesuaian mengikuti pola
pemerintahan Majapahit. Benturan budaya lokal Bali Kuno dan budaya Hindu Jawa dari Majapahit dalam
bentuk penolakan penduduk Bali menimbulkan berbagai perlawanan di berbagai daerah di Bali. Secara
perlahan dan pasti, dengan upaya penyesuaian dan percampuran kedua belah pihak, Bali berhasil menemukan
pola budaya yang sesuai dengan pola pikir masyarakat dan keadaan alam Bali.
HUKUM ADAT BALI
Sebagian besar masyarakat bali adalah menganut Agama Hindu dan dalam kesehariannya diatur
berdasarkan hukum adat Bali. Hukum adat Bali adalah hukum yang tumbuh dalam lingkungan masyarakat
hukum adat Bali yang berlandaskan pada ajaran agama (Agama Hindu) dan tumbuh berkembang mengikuti
kebiasaan serta rasa kepatutan dalam masyarakat hukum adat Bali itu sendiri. Oleh karenanya dalam
masyarakat hukum adat Bali, antara adat dan agama tidak dapat dipisahkan.

TRADISI UPACARA ADAT POTONG GIGI DI BALI


Upacara adat potong gigi atau biasa nya orang bali menyebutnya dengan sebutan metatah merupakan salah
satu upacara keaagamaan yang wajib dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali baik laki-laki maupun
perempuan, karena dipercayai oleh masyarakat bali saat meninggal dunia akan bertemu dengan leluhur nya di
surga.
Adapun makna dari upacara adat potong gigi ini adalah menandakan bahwa orang tersebut sudah akhir balig
atau memasuki usia dewasa, merupakan wujud berbakti kepada orang tua, seseorang yang telah disucikan
akan lebih mudah menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi, para dewata, dan leluhur di alam
surga. Dalam makna estetika potong gigi dapat menambah kecantikan agar susunan gigi lebih rapih.

UPACARA NGABEN
Upacara Ngaben adalah upacara pembakaran mayat yang dilaksanakan oleh umat beragama Hindu di Bali.
Upacara Ngaben diadakan jika ada orang yang meninggal dan biasanya diselenggarakan oleh anggota
keluarga yang meninggal. Makna dari upacara Ngaben adalah untuk mengembalikan roh leluhur (roh orang
yang sudah meninggal tersebut) ke tempat asalnya.

 HARI RAYA NYEPI

Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun
Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti
perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti
biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup,
namun tidak untuk rumah sakit.
              Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk
menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta).
Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di
daerah Bali.

KESENIAN MUSIK KHAS BALI


Musik trasional Bali memang mempunyai ciri khas tersendiri dalam cara memainkannya. Irama musik
bali mengingatkan kita pada suatu semangat keceriaan, karena irama yang dimainkan mengadung kecepatan
yang saling berkesinambungan. Komponen-komponen musik saling menyatu melahirkan suara gemuruh
hingga yang mendengarkan tanpa terasa badan terasa seolah-olah mau bergerak. Kekuatan Musik bali ada
pada kecepatan pukulan gamalan yang bersaut-sautan dalam tempo cepat. Ada beberapa jenis musik yang
mempunyai keunikan tersendiri dalam memainkannya diantaranya, Gemelan Jegog, Gamelan Gong Gede,
Gamelan Gambang, Gamelan Selunding. Selain musik gamelan dengan menonjolan instrumentalnya, juga
terkadang disatukan dengan  irama suara manusia yang saling bersaut-sautan seperti tari kecak, dimana tarian
ini konon menirukan gaya seekor kera. Selain itu juga ada musik angklung gaya khas Bali yang dimainkan
dalam rangka penyelengaraan upacara pembakaran mayat yaitu Ngaben, serta musik Bebonangan yang
dimainkan pada saat penyelenggaraan upacara tertentu oleh masyarakat Bali. Dalam mendesain penyajian
gamelan gaya Bali mengisyarat kan penampilan tersendiri sehingga menarik perhatian orang.
sedikit = abedik dije megae? = kerja dimana?
benar = patut tiang megae ring air port kuta = saya kerja di air port
benar = beneh kuta
salah = iwang tyang jagi mepamit dumun = saya mau pamit dulu
salah = pelih matur suksma = terimakasih
tanya = metaken suksma mewali = terimakasih kembali
tanya = metakon Apa nama daerah ini? – Napi wastan gumine niki?
permisi = nunas lugra Siapa nama anda? – Sira pesengan ragane?
sekarang = mangkin Permisi…saya mau bertanya. – Nunas lugra…tyang
sekarang = jani jagi metaken.
pulang = mapamit Kamu sudah punya pacar? – Ragane sampun
pulang = mulih maduwe gagelan?
anggota tubuh: Jangan bicara begitu! – Sampunang ngeraos kenten!
kepala = prabu Boleh saya lewat sini? – Dados tyang ngambahin
kepala = sirah meriki?
mata = penyingakan Permisi…saya numpang lewat. – Nunas lugra…tyang
mata = mata nyelang margi.
kuping = karna Selamat Hari Raya Galungan. – Rahajeng Rerahinan
kuping = kuping Galungan.
bibir = lambe Di mana tempatnya Tanah Lot? – Ring dija genah
bibir = bibih, bungut Tanah Lot?
tangan = lengen Boleh kurang nggak? – Dados kirang nggih?
kaki = cokor Berapa harganya ini? – Aji kuda niki?
kaki = batis Saya mau pulang sekarang – Tyang jagi mapamit
mangkin
Kamu kerja di mana? – Ragane ring dija makarya?
Mau pergi ke mana? – Jagi lunga kija?
nomor saya= tiang
1 = siki saya= rage deweke, icang
2 = kalih kakak laki= beli
3 = tiga kakak perempuan=mbok
4 = papat siapa nama kamu= sira wastana idane
5 = lima siapa nama kamu= nyen adan ragane
6 = nenem dari mana= ring dija
7 = pitu dari mana=uling dija
8 = kutus pacar=tunangan
9 = sanga makan= ngajeng,
10 = dasa makan=medaar, ngamah, nidik..
selamat datang= rahajeng rauh
rahajeng semeng = selamat pagi sudah=sampun
rahajeng tengai = selamat siang sudah= suud
rahajeng sanje = selamat sore belum=durung
rahajeng wengi = selamat malam belum=konden, tonden
kenken kabare = apa kabar punapi gatre sareng sami niki = apa kabar semua
becik – becik = baik baik yang disini
saking napi = dari mana ( asal ) becik napi ten = bagus apa gak??
tyang saking jakarta = saya dari jakarta tyang jagi ngajeng dumun = saya mau makan dulu
sampun mekelo di bali? = sudah lama di bali? sawireh basang tyang sampun seduk sajan = karena
nggih, sampun 6 bulan = ya. sudah 6 bulan perut saya lapar sekali
sampunang lali mlali mriki nggih = jangan lupa sudah makan=sampun ngajeng
maen2 sini yah punapi gatra? = apa kabar?
suksma = trims adan tiang Wira = nama saya Wira
lagi ngapain = ngudiang? atau nak ngudyang ne nah ? buin mani = besok

dija? = dimana? Pukul : cacak peleng


matur suksma = terima kasih Kemana : kije
melali = jalan-jalan Dimana : dije
sampun = sudah Buang air besar : meju
jani = sekarang kerja = megae
jam kuda = jam berapa gila = buduh
sampun ngajeng? = sudah makan? benar = sajan
Makan : ngajeng, dahar tolol = lengeh
Lari : melaib berkata = ngorang
Uang : pipis mau/ingin = nyak
Berapa : kude tahu = nawang
Lupa : engsap siapa = nyen
Diam : oyong aku = tyang [halus] kamu = cai [kasar]…menyebut
Dulu : malu nama = lebih halus
Pacar/kekasih : tunangan kenken = bagaimana
Belum : konden cantik = jegeg
Selesai : suwud gadis = bajang
Bertengkar : mejagur sudah = sube, sampun

MAKANAN KHAS BALI

1. Bebek/ayam Betutu
2. Babi Guling
3. Bubur Mengguh
4. Srombotan/urap
5. Lawar/gado-gado
6. Nasi tekor
7. Nasi campur ayam bali
8. Nasi jingo
9. Nasi tepeng/nasi serundreng
10. Sate plencing

TEMPAT WISATA
1. Pantai Kuta
2. Pura Tanah Lot
3. Pantai Padang Padang
4. Danau Beratan Bedugul
5. Garuda Wisnu Kencana (GWK)- bukit kapur
6. Pantai lovina
7. Pura besakih
8. Pura uluwatu
9. Pantai jimbaran

Anda mungkin juga menyukai