Anda di halaman 1dari 30

APLIKASI TEORI FUNGSIONAL STRUKTURAL DALAM

PEMBANGUNAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Sosiologi Pembangunan

Dosen Pengampu : Dr. Zaini Rohmad, M.Pd.

Oleh Kelompok 5 :

1. IKA NOVITASARI K8408018


2. YUDI ROHADIANTO K8408068
3. ARIYATI P RAHAYU K8408072
4. RISKAMARTA DYAH RUDATIN K8408098
5. TITIS TRI RAHAYU K8408102

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan struktural fungsional


merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana
pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu menekankan pengkajiannya
tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan
pendekatan strukturalisme yang berasal dari linguistik, menekankan
pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan
sistem sosial.

Teori Struktural Fungsional adalah sesuatu yang urgen dan sangat bermanfaat
dalam suatu kajian tentang analisa masalah social. Hal ini disebabkan karena studi
struktur dan fungsi masyarakat merupakan sebuah masalah sosiologis yang telah
menembus karya-karya para pelopor ilmu sosiologi dan para ahli teori
kontemporer.

Struktural Fungsional atau analisa sistem pada prinsipnya berkisar pada


beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep
struktur. Perkataan fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia,
menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan
hidupnya.
Dilihat dari tujuan hidup, kegiatan manusia merupakan fungsi dan mempunyai
fungsi. Secara kualitatif fungsi dilihat dari segi kegunaan dan manfaat seseorang,
kelompok, organisasi atau asosiasi tertentu. Fungsi juga menunjuk pada proses
yang sedang atau yang akan berlangsung, yaitu menunjukkan pada benda tertentu
yang merupakan elemen atau bagian dari proses tersebut, sehingga terdapat
perkataan masih berfungsi atau tidak berfungsi. Fungsi tergantung pada
predikatnya, misalnya pada fungsi mobil, fungsi rumah, fungsi organ tubuh, dan
lain-lain termasuk fungsi komunikasi politik yang digunakan oleh suatu partai
dalam hal ini Partai Persatuan Pembangunan misalnya.
Secara kuantitatif, fungsi dapat menghasilkan sejumlah tertentu, sesuai
dengan target, proyeksi, atau program yang telah ditentukan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana pandangan ahli mengenai Teori Struktural Fungsional itu?
2. Bagaimanakah lahirnya Teori Struktural Fungsional itu?
3. Bagaimana asumsi Teori Struktural Fungsional ke dalam masyarakat itu?
4. Bagaimana perkembangan Teori Struktural Fungsional itu?
5. Bagaimana aplikasi Teori Structural Fungsional dalam pembangunan?
6. Apakah pengaruh Teori Struktural Fungsional dalam kehidupan social itu?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui tentang pandangan ahli mengenai Teori Struktural
Fungsional.
2. Untuk mengetahui lahirnya Teori Struktural Fungsional.
3. Untuk mengetahui tentang asumsi Teori Struktural Fungsional ke dalam
masyarakat.
4. Untuk mengetahui perkembangan Teori Struktural Fungsional.
5. Untuk mengetahui aplikasi Teori Structural Fungsional dalam
pembangunan
6. Untuk mengetahui tentang pengaruh Teori Struktural dalam kehidupan
sosial.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pandangan Ahli mengenai Teori Fungsional Struktural

Pokok-pokok para ahli yang telah banyak merumuskan dan mendiskusikan


hal ini telah menuangkan berbagai ide dan gagasan dalam mencari paradigma
tentang teori ini, sebut saja George Ritzer ( 1980 ), Margaret M.Poloma ( 1987 ),
dan Turner ( 1986 ). Drs. Soetomo ( 1995 ) mengatakan apabila ditelusuri dari
paradigma yang digunakan, maka teori ini dikembangkan dari paradigma fakta
social. Tampilnya paradigma ini merupakan usaha sosiologi sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang baru lahir agar mempunyai kedudukkan sebagai cabang ilmu
yang berdiri sendiri.

Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa adanya teori


fungsionalisme-struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’, hal ini disebabkan
karena Durkheim melihat masyarakat modern sebagai keseluruhan organisasi
yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut menurut Durkheim
memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi
oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap
langgeng. Bilamana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan
berkembang suatu keadaan yang bersifat “ patologis

Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai


ekuilibrium, atau sebagai suatu system yang seimbang, sedang keadaan patologis
menunjuk pada ketidakseimabangan atau perubahan social.

Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli
teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas tentang teori-
teori fungsionalisme, ( ia ) adalah seorang pendukung yang mengajukan tuntutan
lebih terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini ( fungsional-
struktural ) telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis.

Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa fungsional dan
disempurnakannya, diantaranya ialah :

1. postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat


dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari system sosial
bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan atau konsistensi internal
yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak
dapat diatasi atau diatur. Atas postulat ini Merton memberikan koreksi
bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari satu masyarakat adalah
bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan karena dalam kenyataannya
dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat
pula bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain.
2. postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap bahwa
seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-
fungsi positif. Terhadap postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya
disamping fungsi positif dari sistem sosial terdapat juga dwifungsi.
Beberapa perilaku sosial dapat dikategorikan kedalam bentuk atau sifat
disfungsi ini. Dengan demikian dalam analisis keduanya harus
dipertimbangkan.
3. postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa dalam
setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil dan
kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas
yang harus dijalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan system sebagai keseluruhan. Menurut Merton,
postulat yang kertiga ini masih kabur ( dalam artian tak memiliki
kejelasan, pen ), belum jelas apakah suatu fungsi merupakan keharusan.
Pengaruh Teori ini dalam Kehidupan Sosial Talcott Parsons dalam
menguraikan teori ini menjadi sub-sistem yang berkaitan menjelaskan bahwa
diantara hubungan fungsional-struktural cenderung memiliki empat tekanan yang
berbeda dan terorganisir secara simbolis :

a. pencarian pemuasan psikis


b. kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis
c. kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan
usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia lainnya.

Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat prasyarat


fungsional yag harus mereka adakan sehingga bias diklasifikasikan sebagai suatu
istem. Parsons menekankan saling ketergantungan masing-masing system itu
ketika dia menyatakan : “ secara konkrit, setiap system empiris mencakup
keseluruhan, dengan demikian tidak ada individu kongkrit yang tidak merupakan
sebuah organisme, kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam
system cultural.

Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak


selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar
berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-
struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling
tergantung.

Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika


membahas struktur atau lembaga sosial. System ialah organisasi dari keseluruhan
bagian-bagian yang saling tergantung. Ilustrasinya bisa dilihat dari system listrik,
system pernapasan, atau system sosial. Yang mengartikan bahwa fungionalisme
struktural terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur, dan saling bergantung.
Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di masyarakat akan
memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah. Karena system cenderung ke
arah keseimbangan maka perubahan tersebut selalu merupakan proses yang
terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan
terus berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan manusia.

2. Lahirnya Fungsionalisme Struktural

Sebagai suatu perspektif yang ”berbeda” dalam sosiologi memperoleh


dorongan yang sangat besar lewat karya-karya klasik seorang ahli sosiologi
Perancis, yaitu Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim
sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan
tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus
dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan
normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka
akan berkembang suatu keadaan yang bersifat ”patologis”. Sebagai contoh dalam
masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi.
Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka bagian
ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem
sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem
politik, mengubah sistem keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur
keagamaan. Pukulan yang demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan
patologis, yang pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan
normal kembali dapat dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut
keadaan normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang,
sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan
sosial.
3. Asumsi Teori Struktural Fungsional

Secara garis besar fakta social yang menjadi pusat perhatian sosiologi terdiri
atas dua tipe yaitu struktur social dan pranata social. Menurut teori fungsional
structural, struktur sosial dan pranata sosial tersebut berada dalam suatu system
social yang berdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan
dan menyatu dalam keseimbangan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini ( fungsional - structural )
menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-
perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur
dalam system sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau tidak
fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam
proses lebih lanjut, teori inipun kemudian berkembang sesuai perkembangan
pemikiran dari para penganutnya.
Perkembangan masyarakat seringkali dianalogikan seperti halnya proses
evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini
sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah
berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai
suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan Auguste Comte.
Keduanya memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu
masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif.
Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju
suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat

Pemikiran Spencer sangat dipengaruhi oleh ahli biologi pencetus ide evolusi
sebagai proses seleksi alam, Charles Darwin, dengan menunjukkan bahwa
perubahan sosial juga adalah proses seleksi. Masyarakat berkembang dengan
paradigma Darwinian: ada proses seleksi di dalam masyarakat kita atas individu-
individunya. Spencer menganalogikan masyarakat sebagai layaknya
perkembangan mahkluk hidup. Manusia dan masyarakat termasuk didalamnya
kebudayaan mengalami perkembangan secara bertahap. Mula-mula berasal dari
bentuk yang sederhana kemudian berkembang dalam bentuk yang lebih
kompleks menuju tahap akhir yang sempurna.

 Seperti halnya Spencer, pemikiran Comte sangat dipengaruhi oleh pemikiran


ilmu alam. Pemikiran Comte yang dikenal dengan aliran positivisme,
memandang bahwa masyarakat harus menjalani berbagai tahap evolusi yang
pada masing-masing tahap tersebut dihubungkan dengan pola pemikiran tertentu.
Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap baru akan
diawali dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan pemikiran yang
berdifat progresif. Sebagaimana Spencer yang menggunakan analogi
perkembangan mahkluk hidup, Comte menyatakan bahwa dengan adanya
pembagian kerja, masyarakat akan menjadi semakin kompleks, terdeferiansi dan
terspesialisasi.

 Berbeda dengan Spencer dan Comte yang menggunakan konsepsi optimisme,


Oswald Spengler cenderung ke arah pesimisme. Menurut Spengler, kehidupan
manusia pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang tidak pernah berakhir
dengan pasang surut. seperti halnya kehidupan organisme yang mempunyai suatu
siklus mulai dari kelahiran, masa anak-anak, dewasa, masa tua dan kematian.
Perkembangan pada masyarakat merupakan siklus yang terus akan berulang dan
tidak berarti kumulatif.

Teori-teori terus berkembang dengan pesatnya. Talcott Parsons melahirkan


teori fungsional tentang perubahan. Seperti para pendahulunya, Parsons juga
menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya pertumbuhan
pada mahkluk hidup. Komponen utama pemikiran Parsons adalah adanya proses
diferensiasi. Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari
sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun
berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika
masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan
kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya.
Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam golongan yang memandang optimis
sebuah proses perubahan.

Bahasan tentang struktural fungsional Parsons ini akan diawali dengan empat
fungsi yang penting untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsu adalah kumpulan
kegiatan yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan
sistem. Parsons menyampaikan empat fungsi yang harus dimiliki oleh sebuah
sistem agar mampu bertahan, yaitu :

1. Adaptasi, sebuah sistem hatus mampu menanggulangu situasi eksternal


yang gawat. Sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2. Pencapaian, sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan
utamanya.
3. Integrasi, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang
menjadi komponennya. Sistem juga harus dapat mengelola hubungan
antara ketiga fungsi penting lainnya.
4. Pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan
memperbaiki motivasi individual maupun pola-pola kultural yang
menciptakan dan menopang motivasi.
Francesca Cancian memberikan sumbangan pemikiran bahwa sistem sosial
merupakan sebuah model dengan persamaan tertentu. Analogi yang
dikembangkan didasarkan pula oleh ilmu alam, sesuatu yang sama dengan para
pendahulunya. Model ini mempunyai beberapa variabel yang membentuk sebuah
fungsi. Penggunaan model sederhana ini tidak akan mampu memprediksi
perubahan atau keseimbangan yang akan terjadi, kecuali kita dapat mengetahui
sebagaian variabel pada masa depan. Dalam sebuah sistem yang deterministik,
seperti yang disampaikan oleh Nagel, keadaan dari sebuah sistem pada suatu
waktu tertentu merupakan fungsi dari keadaan tersebut beberapa waktu lampau.

Teori struktural fungsional mengansumsikan bahwa masyarakat merupakan


sebuah sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling
berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat
meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Fokus utama dari berbagai
pemikir teori fungsionalisme adalah untuk mendefinisikan kegiatan yang
dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Terdapat beberapa
bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian, antara lain ; faktor
individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi, pembagian kerja dan nilai atau
norma yang berlaku.

Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-


tekanan kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang
selalu berlangsung tidak sempurna. Artinya teori ini melihat adanya
ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti sebuah siklus
untuk mewujudkan keseimbangan baru. Variabel yang menjadi perhatian teori ini
adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan dapat
berasal dari dalam maupun dari luar sistem sosial.

4. Perkembangan Teori Struktural Fungsional

Pada pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam


perspektif sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert
Merton dibawah pengaruh tokoh – tokoh yang telah dibahas diatas. Sebagai ahli
teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott Parson menimbulkan
kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia gulirkan. Parson berhasil
mempertahankan fungsionalisme hingga lebih dari dua setengah abad sejak ia
mempublikasikan The Structure of Social Action pada tahun 1937. Dalam
karyanya ini Parson membangun teori sosiologinya melalui “analytical realism”,
maksudnya adalah teori sosiologi harus menggunakan konsep-konsep tertentu
yang memadai dalam melingkupi dunia luar. Konsep-consep ini tidak
bertanggungjawab pada fenomena konkrit, tapi kepada elemen-elemen di
dallamnya yang secara analitis dapat dipisahkan dari elemen-elemen lainnya.
Oleh karenanya, teori harus melibatkan perkembangan dari konsep-konsep yang
diringkas dari kenyataan empiric, tentunya dengan segala keanekaragaman dan
kebingungan-kebingungan yang menyertainya. Dengan cara ini, konsep akan
mengisolasi fenomena yang melekat erat pada hubungan kompleks yang
membangun realita sosial. Keunikan realism analitik Parson ini terletak pada
penekanan tentang bagaimana konsep abstrak ini dipakai dalam analisis sosiologi.
Sehingga yang di dapat adalah organisasi konsep dalam bentuk sistem analisa
yang mencakup persoalan dunia tanpa terganggu oleh detail empiris.

Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal.


Parson meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan,
yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem tindakan hanya
akan bertahan jika memeninuhi empat criteria ini. Dalam karya berikutnya , The
Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai orientasi pada situasi dalam istilah
motivasi dan nilai-nilai. Terdapay berberapa macam motivasi, antara lain kognitif,
chatectic, dan evaluative. Terdapat juga nilai-nilai yang bertanggungjawab
terhadap sistem sosoial ini, antara lain nilai kognisi, apresiasi, dan moral. Parson
sendiri menyebutnya sebagai modes of orientation. Unit tindakan olehkarenaya
melibatkan motivasi dan orientasi nilai dan memiliki tujuan umum sebagai
konsekuensi kombinasi dari nilai dan motivasi-motivasi tersebut terhadap seorang
aktor.
Karya Parson dengan alat konseptual seperti empat sistem tindakan mengarah
pada tuduhan tentang teori strukturalnya yang tidak dapat menjelaskan perubahan
sosial. Pada tahun 1960, studi tentang evolusi sosial menjadi jawaban atas
kebuntuan Parson akan perubahan sosial dalam bangunan teori strukturalnya.
Akhir dari analisis ini adalah visi metafisis yang besar oleh dunia yang telah
menimpa eksistensi manusia. Analisis parson merepresentasikan suatu usaha
untuk mengkategorisasikan dunia kedalam sistem, subsistem, persyaratan-
persyaratan system, generalisasi media dan pertukaran menggunakan media
tersebut. Analisis ini pada akhirnya lebih filosofis daripada sosiologis, yakni pada
lingkup visi meta teori. Pembahasan mengenai fungsionalisme Merton diawali
pemahaman bahwa pada awalnya Merton mengkritik beberapa aspek ekstrem dan
keteguhan dari structural fungsionalisme, yang mengantarkan Merton sebagai
pendorong fungsionalisme kearah marxisme. Hal ini berbeda dari sang guru,
Talcott Parson mengemukakan bahwa teorisi structural fungsional sangatlah
penting.Parson mendukung terciptanya teori yang besar dan mencakup seluruhnya
sedangkan parson lebih terbatas dan menengah.

Seperti penjelasan singkat sebelumnya, Merton mengkritik apa yang


dilihatnya sebagai tiga postulat dasar analisis fungsional( hal ini pula seperti yang
pernah dikembangkan oleh Malinowski dan Radcliffe brown. Adapun beberapa
postulat tersebut antara lain:

 Kesatuan fungsi masyarakat , seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya


standard bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi
individu dalam masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang ada pasti
menunjukan tingginya level integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa,
hal ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kecil tetapi generalisasi pada
masyarakat yang lebih besar.
 Fungsionalisme universal , seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki fungsi
positif. Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak seluruh
struktur , adat istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki
fungsi positif. Dicontohkan pula dengan stuktur sosial dengan adat istiadat
yang mengatur individu bertingkah laku kadang-kadang membuat individu
tersebut depresi hingga bunuh diri. Postulat structural fungsional menjadi
bertentangan.

 Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hany amemiliki fungsi


positif namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak terpisahkan
dari keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional diperlukan oleh
masyarakat. Dalam hal ini pertentangn Merton pun sama dengan parson
bahwaada berbagai alternative structural dan fungsional yang ada didalam
masyarakat yang tidak dapat dihindari.

Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh postulat yang


dijabarakan tersebut berstandar pada pernyataan non empiris yang didasarakan
sistem teoritik. Merton mengungkap bahwa seharusnya postulat yang ada
didasarkan empiric bukan teoritika. Sudut pandangan Merton bahwa analsisi
structural fungsional memusatkan pada organisasi, kelompok, masyarakat dan
kebudayaan, objek-objek yang dibedah dari structural fungsional haruslah terpola
dan berlang, merespresentasikan unsure standard.

Awalnya aliran fungsionalis membatasi dirinya dalam mengkaji makamirakat


secara keseluruhan, namun Merton menjelaskan bahwa dapat juga diterapkan
pada organisasi, institusi dan kelompok. Dalam penjelasan ini Merton
memberikan pemikiran tentang the middle range theory. Merton mengemukakan
bahwa para ahli sosiologi harus lebih maju lagi dalam peningkatan kedisiplinan
dengan mengembangkan “teori-teori taraf menengah” daripada teori-teori besar.
Teori taraf menengah itu didefinisikan oleh Merton sebagai : Teori yang terletak
diantara hipotesa kerja yang kecil tetapi perlu, yang berkembang semakin besar
selama penelitian dari hari ke hari, dan usaha yang mencakup semuanya
mengembangkan uato teori terpadu yang akan menjelaskan semua keseragaman
yang diamati dalam perilaku social. Teori taraf menengah pada prinsipnya
digunakan dalam sosiologi untuk membimbing penelitian empiris. Dia merupakan
jembatan penghubung teori umum mengenai istem social yang terlalu jauh dari
kelompok-kelompok perilaku tertentu, organisasi, ddan perubahan untuk
mempertanggungjawabkan apa yang diamati, dan gambaran terinci secara teratur
mengenai hal-hal tertentu yang tidak di generaliasi sama sekali. Teori sosiologi
merupakan kerangka proposisi yang saling terhubung secara logis dimana
kesatuan empiris bisa diperoleh.

The middle range theory adalah teori-teori yang terletak pada minor tetapi
hipotesis kerja mengembangkan penelitian sehari-hari yang menyeluruh dan
keseluruhan upaya sistematis yang inklusif untuk mengembangkan teori yang
utuh. The middle range theory Merton ini memiliki berbagai pemahaman bahwa
secara prinsip digunakan untuk panduan temuan-temuan empiris, merupakan
lanjutan dari teori system social yang terlalu jauh dari penggolongan khusus
perilaku social, organisasi, dan perubahan untuk mencatat apa yang di observasi
dan di deskripsikan, meliputi abstraksi, tetapi ia cukup jelas dengan data yang
terobservasi untuk digabungkan dengan proposisi yang memungkinkan tes
empiris dan muncul dari ide yang sangat sederhana. Dalam hal ini Merton seakan
melakukan tarik dan menyambung, artinya apa yang dia kritik terhadap
fungsionalis merupakan jalan yang dia tempuh untuk menyambung apa yang dia
pikirkan. Atau dianalogikan, Merton mengambil bangunan teori kemudian di
benturkan setelah itu dia perbaiki lagi dengan konseptual yang menurut kami
sangat menarik.
Para stuktural fungsional pada awalnya memustakan pada fungsi dalam
struktru dan institusi dalam amsyarakat. Bagi Merton hal ini tidaklah demikian,
karrena dalam menganalis hal itu , para fungsionalis awal cenderung mencampur
adukna motif subjektif individu dengan fungsi stuktur atau institusi. Analisis
fungsi bukan motif individu. Merton sendiri mendefinisikan fungsi sebagai
konsekuensi-konsekuensi yang didasari dan yang menciptakan adaptasi atau
penyesuian, karena selalu ada konsekuensi positif. Tetapi , Merton menambahkan
konsekuensi dalam fakta sosial yang ada tidaklah positif tetapi ada negatifnya.
Dari sini Merton mengembangkan gagasan akan disfungsi. Ketika struktur dan
fungsi dpat memberikan kontribusi pada terpeliharanya sistem sosial tetapi dapat
mengandung konsekuensi negative pada bagian lain.Hal ini dapat dicontohkan,
struktur masyarakat patriarki c memberkan kontribusi positif bagi kaum laki-laki
untuk memegang wewenang dalam keputusan kemasyarakatan, tetapi hal ini
mengandung konsekuensi negative bagi kaum perempuan karena aspirasi mereka
dalam keputusan terbatas. Gagasan non fungsi pun , dilontarkan oleh Merton.
Merton mengemukakan nonfungsi sebagai konsekuensi tidak relevan bagi sistem
tersebut. Dapatkonsekuensi positif dimasa lalu tapi tidak dimasa
sekarang.Tidaklah dapat ditentukan manakah yang lebih penting fungsi-fungsi
positif atau disfungsi. Untuk itu Merton menambahkan gagasan melalui
keseimbangan mapan dan level analisis fungsional.

Dalam penjelasan lebih lanjut , Merton mengemukakan mengenai fungsi


manifest dan fungsi laten.Fungsi manifest adalah fungsi yang dikehendaki, laten
adalah yang tidak dikehendaki.Maka dalam stuktur yang ada, hal-hal yang tidak
relevan juga disfungso laten dipenagruhi secara fungsional dan disfungsional.
Merton menunjukan bahwa suatu struktur disfungsional akan selalu ada. Dalam
teori ini Merton dikritik oleh Colim Campbell, bahwa pembedaan yang dilakukan
Merton dalam fungsi manifest dan laten , menunjukan penjelasan Merton yang
begitu kabur dengan berbagari cara. Hal ini Merton tidak secara tepat
mengintegrasikan teori tindakan dengan fungsionalisme. Hal ini berimplikasi
pada ketidakpasan antara intersionalitas dengan fungsionalisme structural. Kami
rasa dalam hal ini pun Merton terlalu naïf dalam mengedepankan idealismenya
tentang struktur dan dengan beraninya dia mengemukakan dia beraliran
fungsionalis, tapi dia pun mengkritik akar pemikiran yang mendahuluinya. Tetapi,
lebih jauh dari itu konsepnya mengenai fungsi manifest dan laten telah membuka
kekauan bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu struktur. Merton pun
mengungkap bahwa tidak semua struktur sosial tidak dapat diubah oleh sistem
sosial. Tetapi beberapa sistem sosial dapat dihapuskan. Dengan mengakui bahwa
struktur sosia dapat membuka jalan bagi perubahan sosial.

Analisi Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi.


Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normative teratur yang
mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur
sosial didefinisikans ebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan
memeprnagaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan cara lain.
Anomi terjadi jika ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-norma dan tujuan
cultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak
menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi mereka dalam struktur makamirakat
beberapa orang tidak mampu bertindakm menurut norma-norma normative .
kebudayaan menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh
struktur sosial. Merton menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan
demikian disjungsi antara kebudayan dnegan struktur akan melahirkan
konsekuensi disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat. Anomi
Merton memang sikap kirits tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan
bahwa teori structural fungsionalisme ini aharus lebih kritis dengan stratifikasi
sosialnya. Bahwa sturktur makamirakat yangselalu berstratifikasi dan masing-
masing memiliki fungsi yang selama ini diyakini para fungsionalis, menurut dapat
mengindikasikan disfungsi dan anomi. Dalam hal ini kami setuju dengan
Merton,dalam sensory experiences yang pernah kami dapatkan, dimana ada
keteraturan maka harus siap deng ketidakteraturan, dalam struktur yang teratur,
kedinamisan terus berjalan tidak pada status didalamnya tapi kaitan dalama peran.
Anomi atau disfungsi cenderung hadir dipahami ketika peran dalam struktu
berdasarkan status tidak dijalankan akibat berbagai factor. Apapun alasannya
anomi dalam struktur apalagi yang kaku akan cenderung lebih besar. Dari sini,
Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang struktur , akan tetapi terus
membawa kepribadian sebagai produk organisasi struktur tersebut. Pengaruh
lembaga atau struktur terhadap perilaku seseorang adalah merupakan tema yang
merasuk ke dalam karya Merton, lalu tema ini selalu diilustrasikan oleh Merton
yaitu the Self Fullfilling Prophecy serta dalam buku Sosial structure And Anomie.
Disini Merton berusaha menunjukkan bagaimana struktur sosial memberikan
tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat
sehingga mereka lebih , menunjukkan kelakuan non konformis ketimbang
konformis. Menurut Merton, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakkat
menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultur tersebut.

Dari berbagai penajabaran yang ada Pemahaman Merton membawa pada


tantangan untuk mengkonfirmasi segala pemikiran yang telah ada. Hal ini terbukti
dengan munculnya fungsionalisme gaya baru yang lebih jauh berbeda dengan apa
yang pemikiran Merton. Inilah bukti kedinamisan ilmu pengetahuan, tak pelak
dalam struktural fungsionalisme.

5. Aplikasi Struktural fungsional dalam Pembangunan

Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak


selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar
berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-
struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling
tergantung.

Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika


membahas struktur atau lembaga sosial. System ialah organisasi dari keseluruhan
bagian-bagian yang saling tergantung. Ilustrasinya bisa dilihat dari system listrik,
system pernapasan, atau system sosial. Yang mengartikan bahwa fungionalisme
struktural terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur, dan saling bergantung.
Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di masyarakat akan
memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah. Karena system cenderung ke
arah keseimbangan maka perubahan tersebut selalu merupakan proses yang
terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan
terus berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan manusia.    

Teori struktural fungsional mengansumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah


sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Bagian-
bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan
hidup dari sistem. Fokus utama dari berbagai pemikir teori fungsionalisme adalah untuk
mendefinisikan kegiatan yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem
sosial. Terdapat beberapa bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian,
antara lain ; faktor individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi, pembagian kerja dan
nilai atau norma yang berlaku.           

Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-tekanan


kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung
tidak sempurna. Artinya teori ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi yang
akan berlangsung seperti sebuah siklus untuk mewujudkan keseimbangan baru. Variabel
yang menjadi perhatian teori ini adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya.
Penyebab perubahan dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem social.
Contoh konkret teori structural fungsional dalam pembangunan adalah dalam
kegiatan PNPM mandiri. Program tersebut merupakan terobosan dari pemerintah untuk
memberikan sebuah bantuan bagi masyarakat luas dengan prosedur yang telah di
tentukan agar pembangunan dapat memberikan manfaat yang dinikmati oleh masyarakat.
Dalam pelaksanaannya terdapat fungsi perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Dalam
hal ini pembentukannya sesuai dengan komponen dalam PNPM Mandiri itu sendiri.

 Pengertian dan Tujuan PNPM Mandiri

PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang


berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengertian yang terkandung mengenai PNPM
Mandiri adalah :

1. PNPM Madiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan


sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan
kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan
melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur
program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk
mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan
kemiskinan yang berkelanjutan.
2. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan
kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam
memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup,
kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan
keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak
untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil
yang dicapai.
Sedangkan Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini
adalah :

1. Tujuan Umum
o Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin
secara mandiri.

2. Tujuan Khusus

o Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat


miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok
masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam
proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.

o Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar,


representatif dan akuntabel.

o Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan


kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan,
program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin
(pro-poor)

o Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta,


asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi
masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan
upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.

o Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas


pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam
menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.
o Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai
dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan
lokal.

o Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna,


informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.

 Ruang Lingkup Program PNPM-MANDIRI

Ruang lingkup kegiatan PNPM-MANDIRI pada dasarnya terbuka bagi semua


kegiatan penanggulangan kemiskinan yang diusulkan dan disepakati masyarakat,
meliputi :

 Penyediaan dan  perbaikan pasarana/sarana lingkungan permukiman, sosial


dan ekonomi secara kegiatan padat karya.
 Penyediaan sumberdaya keuangan melalui dana bergulir dan kredit mikro
untuk mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat miskin. Perhatian yang
lebih besar diberikan bagi kaum perempuan untuk memanfaatkan dana
bergulir ini.

 Kegiatan terkait peningkatan kualitas sumberdaya manusia, terutama yang


bertujuan mempercepat pencapaian target MDGs.

 Peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal melalui penyadaran


kritis, pelatihan ketrampilan usaha, manajemen organisasi dan keuangan, serta
penerapan tata kepemerintahan yang baik.

1. Fungsi Perencanaan

 Pendekatan Program PNPM-MANDIRI


Pendekatan atau upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program
dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan program adalah pembangunan
yang berbasis masyarakat dengan :

 Menggunakan kecamatan sebagai fokus program untuk mengharmonisasikan


perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program.
 Memposisikan masyarakat sebagai penentu/pengambil kebijakan dan pelaku
utama pembangunan pada tingkat lokal.

 Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses


pembangunan partisipatif.

 Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan


karakteristik sosial, budaya dan geografis.

 Melalui proses pemberdayaan yang terdiri dari atas pembelajaran,


kemandirian dan keberlanjutan.

2. Fungsi Pelaksanaan

 Komponen Program dalam PNPM-MANDIRI

Rangkaian proses pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui


komponen program sebagai berikut :

 Pengembangan Masyarakat.

Komponen Pengembangan Masyarakat mencakup serangkaian kegiatan untuk


membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat yang terdiri dari
pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat, perencanaan
partisipatif, pengorganisasian, pemanfaatan sumberdaya, pemantauan dan
pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai.
Untuk mendukung rangkaian kegiatan tersebut, diesediakan dana pendukung
kegiatan pembelajaran masyarakat, pengembangan relawan dan operasional
pendampingan masyarakat; dan fasilitator, pengembangan kapasitas, mediasi
dan advokasi. Peran fasilitator terutama pada saat awal
pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama sebagai
motor penggerak masyarakat di wilayahnya.

 Bantuan Langsung Masyarakat

Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) adalah dana stimulan


keswadayaan yang diberikan kepada kelompok masyarakat untuk membiayai
sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan terutama masyarakat miskin.

 Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal

Komponen Peningkatan Kapasitas Pemerintah dan Pelaku Lokal adalah


serangkaian kegiatan yang meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan
pelaku lokal/kelompok perduli lainnya agar mampu menciptakan kondisi yang
kondusif dan sinergi yang positif bagi masyarakat terutama kelompok miskin
dalam menyelenggarakan hidupnya secara layak. Kegiatan terkait dalam
komponen ini diantaranya seminar, pelatihan, lokakarya, kunjungan lapangan
yang dilakukan secara selektif dan sebagainya.

 Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program

Komponen ini meliputi kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan


berbagai kelompok peduli lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti
penyediaan konsultan manajemen, pengendalian mutu, evaluasi dan
pengembangan program.
3. Fungsi Evaluasi

Dalam evaluasi ini harus menjadi perhatian bersama mulai dari pemerintah
daerah sebagai evaluator, hingga kepada elemen masyarakat yang menjadi
obyek pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri.

Teori fungsional struktural bukan hal yang baru lagi didalam dunia sosiologi
modern, teori ini pun telah berkembang secara meluas dan merata. Sehingga tak
ayal banyak Negara yang menggunakan teori ini di dalam menjalankan
pemerintahannya baik itu mengatur suatu pola interaksi maupun relasi diantara
masyarakat. Dalam kesempatan ini setidaknya pemakalah dapat mengambil
keseimpulan bahwa secara singkat dan sederhana teori sosial ini merupakan
seperti rantai sosiologi manusia, dimana didalam hubungannya terdapat suatu
keterkaitan dan saling berhubungan. Juga adanya saling ketergantungan, layaknya
suatu jasad maka apabila salah satu bagian tubuh jasad tersebut ada yang sakit
ataupun melemah sangat ber-implikasi pula pada bagian yang lain.

6. Pengaruh Teori Strukrural Fungsional dalam Kehidupan Sosial


Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem yang
berkaitan menjelaskan bahwa diantara hubungan fungsional-struktural cenderung
memiliki empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara simbolis :
a. pencarian pemuasan psikis
b. kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis
c. kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan
d. usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia
lainnya.
Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat prasyarat
fungsional yang harus mereka adakan sehingga bias diklasifikasikan sebagai suatu
istem. Parsons menekankan saling ketergantungan masing-masing system itu
ketika dia menyatakan : “ secara konkrit, setiap system empiris mencakup
keseluruhan, dengan demikian tidak ada individu kongkrit yang tidak merupakan
sebuah organisme, kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam
system cultural “.

Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak


selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar
berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-
struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling
tergantung.

Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika


membahas struktur atau lembaga sosial. System ialah organisasi dari keseluruhan
bagian-bagian yang saling tergantung. Ilustrasinya bisa dilihat dari system listrik,
system pernapasan, atau system sosial. Yang mengartikan bahwa fungionalisme
struktural terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur, dan saling bergantung.
Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di masyarakat akan
memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah. Karena system cenderung ke
arah keseimbangan maka perubahan tersebut selalu merupakan proses yang
terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan
terus berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan manusia.
BAB III

PENUTUP

1. Simpulan

Teori struktural fungsional bukan hal yang baru lagi didalam dunia sosiologi
modern, teori ini pun telah berkembang secara meluas dan merata. Sehingga tak
ayal banyak Negara yang menggunakan teori ini di dalam menjalankan
pemerintahannya baik itu mengatur suatu pola interaksi maupun relasi diantara
masyarakat.

Dalam kesempatan ini setidaknya pemakalah dapat mengambil keseimpulan


bahwa secara singkat dan sederhana teori sosial ini merupakan seperti rantai
sosiologi manusia, dimana didalam hubungannya terdapat suatu keterkaitan dan
saling berhubungan. Juga adanya saling ketergantungan, layaknya suatu jasad
maka apabila salah satu bagian tubuh jasad tersebut ada yang sakit ataupun
melemah sangat ber-implikasi pula pada bagian yang lain.

Sekiranya hanya ini yang dapat kami selesaikan dalam penyusunan makalah
ini, terasa bagi kami kesulitan dalam mencari refrensi tentang pengertian yang
mendalam dari teori ini. Sehingga nantinya dapat dijadikan bahan pembelajaran
yang lebih mendalam bagi kawan-kawan yang haus akan suatu ilmu. Kami
memohon maaf bila banyak kekurangan dan mungkin ada yang bingung terhadap
bahsa yang dipergunakan dalam penulisan. Oleh karena itu input kalian sangat
berarti bagi kami penyusun makalah.
2. Saran

Dari uraian mengenai Aplikasi teori struktural fungsional dalam


pembangunan diatas dapat dimengerti mengenai aplikasi yang riil dalam
kehidupan sosial suatu masyarakat berdasarkan teori para ahli. Disini kita sebagai
seorang mahasiswa seharusnya memahami akan aplikasi serta kenyataan yang ada
dalam kehidupan masyarakat sekitar kita. Karena apabila kita jeli dalam
mengamati keadaan sekitar kita maka banyak aplikasi dari aplikasi teori struktural
fungsional tersebut dalam pembangunan. Sehingga kita dapat lebih memahami
makna asumsi dari berbagai ahli tersebut
DAFTAR PUSTAKA

 Poloma, M. Margaret, Sosiologi Kontemporer ( terj ), Jakarta:


RajaGrafindo Persada, 2003
 Soetomo, Drs, Masalah Sosial dan Pembangunan, Jakarta: Pustaka Jaya,
1995
 http://adjhee.wordpress.com/2007/11/08/teori-fungsional-struktural/
 http://learning-of.slametwidodo.com/2008/02/01/perspektif-teori-tentang-
perubahan-sosial-struktural-fungsional-dan-psikologi-sosial/, Rabu, 2 maret
2011, 18:03
 http://www.pnpm-mandiri.org/

 http://learning-of.slametwidodo.com/2008/02/01/perspektif-teori-tentang-
perubahan-sosial-struktural-fungsional-dan-psikologi-sosial/
 http://fauziahadriyani.blogspot.com/2009/05/aplikasi-teori-sosiologi-
dalam.html.
 Diakses pada tanggal 25 februari 2011 pukul 18.25
 http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_struktural_fungsional. Diakses pada
tanggal 3 Maret 2011 pada pukul 13.25
 http://learning-of.slametwidodo.com/2008/02/01/perspektif-teori-tentang-
perubahan-sosial struktural-fungsional-dan-psikologi-sosial/. Diakses pada
Tanggal 3 Maret 2011,
 pukul 13.07
 http://adjhee.wordpress.com/2007/11/08/teori-fungsional-struktural/.
Diakses pada tanggal 3 Maret 2011, pada pukul 13.12
 http://kafeilmu.co.cc/2011/01/berteori-dengan-teori-fungsional-struktural.
Diakses pada tanggal 3 Maret 2011 pada pukul 18.00
 http://intanniar.blogspot.com/2010/10/teori-struktural-fungsional.htm.
Diakses pada tanggal 3 Maret 2011 pada pukul 18.20
 http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_struktural_fungsional. Diakses pada
tanggal 3 Maret 2011 pada pukul 13.25
 Poloma, M. Margaret, Sosiologi Kontemporer ( terj ), Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2003.
 Soetomo, Drs, Masalah Sosial dan Pembangunan, Jakarta: Pustaka Jaya,
1995.

Anda mungkin juga menyukai