Anda di halaman 1dari 41

RESUME SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pembangunan

KHOIRUL ANAM K8409034

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI ANTROPOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012
BAB I

Orde lama (Demokrasi Terpimpin)


1. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan
oleh :
a. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara
tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga
mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang
pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Pada bulan Oktober
1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik
Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah
uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
b. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negeri RI.
c. Kas negara kosong.
d. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan
persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
2. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan
ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang
bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah
produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunan-perkebunan.
4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas
angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
5. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa
petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan
perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan
sumber kekayaan).
2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan
prinsip-prinsip liberal.. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan
pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk
kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
1. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
2. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi
dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing
dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada
importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar
nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini
gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing
dengan pengusaha non-pribumi.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat
UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
4. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha
pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha
pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta
nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang
berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari
pemerintah.
5. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya
sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-
perusahaan tersebut.

3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)


Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur
oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan
persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi,
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki
keadaan ekonomi Indonesia, antara lain:
a) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai
berikut:
b) Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp
100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
c) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi
bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
d) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000
menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah
lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka
tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak
menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang
dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan
negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan
sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis)
baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.

4. Orde Baru/ Orba (Demokrasi Pancasila)


Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan
terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada masa itu pemerintah sukses menghadirkan
suatu stablilitas politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah
maka pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal
anggaran negara.

KELOMPOK 2
APLIKASI TEORI MODERNISASI DALAM
SOSIOLOGI PEMBANGUNAN
Modernisasi seringkali diartikan sebagai perubahan masyarakat yang bergerak dari
keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang
modern. Teori pembangunan modernisasi yang dikemukakan oleh Alex Inkeles dan David H.
Smith menyebutkan bahwa modernisasi adalah suatu proses dari serangkaian upaya untuk
menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi
universal, rasional, dan fungsional. Modernisasi menunjukkan sebuah perkembangan.
Perkembangan dari hal-hal yang masih bersifat rumit menjadi sesuatu yang praktis, canggih, dan
ekonomis.
Modernisasi walaupun berhasil memajukan perekonomian negara dunia kedua namun
gagal mewujudkan hal yang sama pada negara dunia ketiga. Bagi negara dunia ketiga
modernisasi tak ubahnya dianggap sebagai “westernisasi”. Modernisasi dianggap telah
menghilangkan nilai - nilai budaya yang ada. Pada sisi lain, modernisasi akan menghasilkan
suatu pola perkembangan pembangunan dengan mendifusikan secara aktif segala sesuatu yang
diperlukan dalam pembangunan, terutama nilai-nilai ‘modern’, teknologi, keahlian, dan modal.
Penganut teori modernisasi cenderung merasakan dunia ketiga dari sebuah posisi
evolusioner dari manfaat dan superioritas negara barat. Teori underdevelopment menganggap
bahwa dunia ketiga perlu melangkah maju ke arah versi yang ideal dari apa yang mungkin telah
dunia barat lakukan, tanpa intervensi kejam dari kapitalisme.
Di sisi lain penganut teori modernisasi melihat industrialisasi kapitalis sebagai jalur
paling efektif dari pembangunan, kurang tulus dan bermoral dalam hubungannya dengan
kesejahteraan manusia daripada penganut teori underdevelopment (dan teori lainnya) yang
Modernisasi merupakan salah satu teori pembangunan. Terdapat beberapa konsep kunci
sosiologi yang berhubungan dengan proses-proses modernisasi seperti industrialisasi,
pertumbuhan ekonomi, kapitalisasi, perubahan struktur masyarakat baik melalui kemajuan
politik maupun mobilitas penduduk, perkembangan teknologi sebagai peningkatan pengetahuan.
Schoorl (1980) dalam bukunya berjudul Modernisasi : Pengantar Sosiologi Pembangunan
Negara-Negara Sedang Berkembang membuka tulisannya dengan menyatakan bahwa
modernisasi sebagai gejala umum. Semua bangsa terlibat dalam proses modernisasi. Manifestasi
proses ini pertama kali nampak di Inggris pada abad ke-18 yang disebut revolusi industri.
Penyebaran itu dianggap sebagai sesuatu yang begitu biasa, sehingga masyarakat dunia itu sering
dibagi menjadi dua kategori : negara maju dan negara sedang berkembang, masing-masing
terdiri atas negara-negara yang telah mengalami modernisasi dan negara-negara yang
mengadakan modernisasi.
Konsep modernisasi gagal dalam mengantisipasi kelemahan-kelemahan tersebut,
pendekatan yang selalu berorientasi pada iptek mengasumsikan bahwa masalah kemanusiaan
dapat diatasi dengan menggunakan iptek tersebut. pendekatan ini sangat kontraproduktif dimana
tekanan penggunaan iptek pada industri adalah “padat modal”. Industri yang berbasis iptek
tersebut memerlukan tenaga kerja yang sedikit namun dengan kualifikasi yang sangat tinggi.
Kondisi yang tidak mungkin terdapat pada negara berkembang dengan jumlah naker melimpah
namun kualifikasi yang ada sangat rendah. Negara berkembang lebih cocok dengan industri yang
menggunakan konsep “padat karya”. Bukti kegagalan pendekatan iptek semata adalah vietnam
yang mampu memenangi peperangan dengan USA menggunakan taktik gerilya.
Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia selama ini juga tidak lepas
dari pendekatan modernisasi. Asumsi modernisasi sebagai jalan satu-satunya dalam
pembangunan menyebabkan beberapa permasalahan baru yang hingga kini menjadi masalah
krusial Bangsa Indonesia. Penelitian tentang modernisasi di Indonesia yang dilakukan oleh
Sajogyo (1982) dan Dove (1988). Kedua hasil penelitian mengupas dampak modernisasi di
beberapa wilayah Indonesia. Hasil penelitian keduanya menunjukkan dampak negatif
modernisasi di daerah pedesaan. Dove mengulas lebih jauh kegagalan modernisasi sebagai akibat
benturan dua budaya yang berbeda dan adanya kecenderungan penghilangan kebudayaan lokal
APLIKASI TEORI STRUKTURAL DAN STRATIFIKASI SOSIAL DALAM
PEMBANGUNAN

Untuk mengurangi kesenjangan tersebut, maka muncullah teori-teori yang berhubungan


dengan masalah pembangunan didunia internasional atau pada tataran makro. Salah satu teori
tersebut adalah “Teori Struktural” yang menelaah penyebab masalah kemiskinan yang cukup
kritis di Negara Berkembang dan Negara Miskin jika dibandingkan dengan negara maju.
Berikut beberapa aplikasi dari Teori Struktural yang diharapkan bias mengurangi jarak
kesenjangan antara Negara Maju dengan Negara Berkembang ataupun Negara Miskin:
1. Melakukan revolusi dengan industrialisasi
Negara pinggiran biasanya identik dengan pertanian dan cenderung bergantung terhadap
negara industri, oleh karena itu untuk mengurangi ketergantungan dan untuk
meningkatkan neraca perdagangan bagi negara pinggiran dapat dilakukan dengan cara
melakukan revolusi dengan industrialisasi agar negara pinggiran tidak hanya bisa
menghasilkan barang mentah tetai juga barang yang bernilai tukar tinggi dan bisa
meningkatkan neraca perdagangan sehingga kesejahteraan hidup masyarakat negara
pinggiran bisa meningkat.

2. Melakukan industri barang subtitusi import


Barang-barang industri dihasilkan oleh negara pusat, sedangkan hasil-hasil pertanian
dihasilkan oleh negara pinggiran. Keduanya melakukan transaksi perdagangan yang
seharusnya mencapai keuntungan, namun dalam prakteknya tidak.
Dengan melakukan ekspor barang-barang hasil pertanian ke negara pusat, maka
pendapatan negara pinggiran semakin meningkat dan berakibat pada peningkatan
pendapatan rakyat di negara pinggiran. Namun dengan meningkatnya pendapatan, maka
kebutuhan akan barang-barang mewah dari negara industri juga mengalami peningkatan,
sehingga impor barang mewah di negara pinggiran meningkat. Peningkatan nilai tukar
barang-barang mewah dengan hasil pertanian, menyebabkan tidak berimbangnya neraca
perdagangan dan menjadikanya defisit. Selain itu, negara industri juga sering melakukan
proteksi atas hasil pertanian yang mereka hasilkan, sehingga negara pinggiran sulit
mengekspor hasil pertanianya ke negara pusat. Penemuan teknologi baru juga
mendorong sintesis bahan mentah industri, sehingga negara pusat tidak perlu
mengimpor bahan bakar mentah dari negara pinggiran. Hal ini menyebabkan gerak
ekonomi negara pinggiran menjadi terhenti.
3. Berusaha menghasilkan sendiri barang yang diimpor dari negara pusat.
Barang-barang yang telah diimpor oleh negara pinggiran dari negara pusat, harus dapat
diproduksi didalam negeri sendiri, sehingga negara pinggiran tidak perlu impor barang-
barang tersebut dari negara pusat.
4. Melakukan proteksi terhadap industri local
Ancaman yang dating dari dalam negara terbelakang atas industrialisasi yang terjadi di
negara tersebut salah satunya adalah negara tidak memiliki kemampuan untuk
melakukan proteksi terhadap industri lokal ketika berhadapan dengan industri modal
asing, sehingga industri lokal seperti menjadi tamu di rumah sendiri.
Oleh karena itu diperlukan peran aktif pemerintah negara setempat untuk memberikan
proteksi misalnya dengan memberikan subsidi terhadap industry lokal ketika berhadapan
dengan industry asing sehingga setidaknya industry lokal bisa bertahan dan menjadi tuan
rumah dirumah sendiri seperti yang seharusnya.

APLIKASI TEORI FUNGSIONAL TERHADAP PEMBANGUNAN

Dalam teori fungsional, suatu masyarakat manusia akan sejahtera, hidup harmonis dan
nyaman jika fungsi masing-masing anggota masyarakat bersangkutan tidak lepas dari status,
posisi dan peranannya yang telah disepakati bersama dan tidak menyimpang dari tatanan
perilaku atau pranata sosial (social order) yang manusiawi dan bermartabat, sehingga gejala
konflik atau kejadian konflik sosial tidak terjadi. Begitu juga dalam pola pembangunan, di dalam
pembangunan harus melihat struturasi di dalam masyarakat. Baik dari keluarga, suku, atau marga
(klan), melakukan semua fungsi kemasyarakatannya dengan proporsional. Aplikasi teori
fungsional dalam pembangunan ini dapat di lihat dari pembangunan ekonomi di afrika.
Pada abad ke-19 masyarakat-masyarakat tradisional di Timur Tengah terbangun oleh
pengaruh peradaban barat dan abruk karenanya. Barat tidak dapat mengganti nilai-nilai yang
telah menghancurkannya itu, demikian pula jamahannya tidak banyak melampaui kelas-kelas
atas dan menengah. Yang terakhir ini dengan sendirinya tidak dapat disamakan dengan kelas
menengah di Barat. Kelas itu terdiri dari pagawai-pegawai pemerintah yang digaji dan tenaga-
tenaga profesi. Kelas-kelas lainnya untuk bagian terbesar tidak terjamah, terutama kaum tani.
Massa rakyat, pada hakikatnya, tetap mempertahankan banyak dari norma-norma dan bentuk-
bentuk tradisional. Proses modernisasi di negara-negara berkembang seringkali merupakan tata
usaha yang menyeluruh, yang dengan sendirinya melibatkan mobilisasi sumber-sumber daya
nasional lainnya. Oleh karena sejumlah bangsa baru dalam menyusun program-program
pembangunan, mereka secara sadar telah meniru model-model sosialis, seperti contoh di negara
Aljazair dan Tunisia.
Fred W. Riggs (1957:23-116), umpamanya, dalam usahanya untuk mengadakan koreksi,
telah mengembangkan sebuah model yang cocok dengan campuran antara tradisional dan
modern sebagaimana yang ditemukan di negeri-negeri yang sedang berkembang. Menurut
modelnya yang ‘prismatik’ itu, maka cirri masyarakat-masyarakat peralihan adalah bahwa
mereka terletak sepanjang suatu continuum antara masyarakat yang fused dan masyarakat yang
refracted. Yang pertama adalah masyarakat tradisional di mana satu struktur, seperti keluarga,
suku, atau marga (klan), melakukan semua fungsi kemasyarakatannya. Dalam masyarakat yang
kedua, yakni yang modern, terdapat struktur-struktur khusus untuk tiap fungsi, seperti gereja,
masjid, sekolah, pemerintah, dan lembaga stratafikasi lainnya.
Riggs membahas masalahnya dalam sebuah sub-model administrative dari masyarakat
prismatic, atau masyarakat peralihan, dan menamakannya dengan model sala (konsep serba guna
sebagai prototype fungsi rumah atau keratin yang dijadikan pusat pemerintahan).dengan
menggunakan sala sebagai tempat kedudukan administrasi baik dalam masyarakat yang fused
maupun dalam masyarakat yang refracted. Riggs memberikan sususan dalam sala dalam
masyarakat-masyarakat prismatic yang heterogen, formalistis, dan saling melimpahi. Heterogen
mengandung implikasi satu campuran tradisional dan modern; formalistis, perbedaan antara
peraturan dan praktek; dan saling melimpahi, apabila fungsi-fungsi modern dilakukan oleh
struktur-struktur tradisional, seperti keluarga atau kelompok komunal. Sebagai satu alat
heuristik, model prismatic itu menyingkapkan cirri campuran dari proses pembangunan. Jika
diterapkan pada pengembangan sumber-sumber daya manusia, model itu menempatkan dalam
hubungan-hubungan yang sebenarnya beberapa di antara masalah-masalah yang khas – dan yang
menyebabkan frustasi – yang terdapat pada masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang.
Negara-negara berkembang sering terpuruk karena tekanan kemelaratan dan kekacauan
integritas. Masalah lama masih menjadi persoalan utama bangsa. Kemiskinan, kelaparan,
pelanggaran hak-hak asasi manusia, minim dari daya tarik wisatawan sebagai penuymbang
devisa juga penindasan pada kaum peremuan. Selain itu, ancaman dari kaum separatis yang
selalu meneror keamanan negara menjadikan perekonomian dan fungsi struktural masyarakat
terganggu.  Walaupun kekacauan seperti ini dapat diamati seperti halnya di negara-negara lemah
Asia, Eropa dan Amerika, keadaan tampak lebih parah untuk negara-negara Afrika. Termasuk
peningkatan perang saudara dan seringnya terjadi peperangan antar masyarakat telah
mengarahkan Afrika ke dalam satu pandangan pada perselisihan serius. Dasa warsa terakhir telah
menyaksikan gagalnya pemerintahan di Somalia, Liberia, Rwanda dan Kongo, dan kegagalan
umum dari rencana pembangunan nasional sepanjang benua.
Teori funmgsional dalam pembanguna hanya memiliki peran untuk menjaga sistem dan
integritas setiap status dan fungsi di dalam masyarakat tanpa memperhatikan konflik. Pola
perubahannya berbentuk siklus dan banyak sekali kelemahan- kelemahan di balik asumsi-
asumsi teori fungsional dalam pembangunan.

TEORI KONFLIK DALAM PEMBANGUNAN


Tidak ada yang tetap didunia ini kecuali perubahan (Heraclicus). Pada dasarnya
perubahan dalam masyarakat disebabkan oleh adanya usaha pemenuhan kebutuhan dan
sebagai makhluk yang memiliki akal dan pikiran, manusia akan mengerahkan segala daya
dan usahanya untuk dapat memenuhi kebutuhannya.
Pengertian pembangunan telah banyak diberikan, sebagai contoh sederhana yaitu
pembangunan rumah. Dalam hal ini pembangunan memiliki arti suatu usaha menjadikan atau
membuat. Dalam pengertian yang lain, Richard Peet dan Elaine Hartwick (1999) menyatakan
bahwa pembangunan merupakan usaha menemukan dunia yang modern. Dalam
pembangunan, semua kemajuan dalam ilmu, teknologi, demokrasi, nilai, bangsa dan
organisasi sosial dikombinasikan menjadi suatu kesatuan dalam menghasilkan kehidupan
yang jauh lebih baik.
Teori sosiologi sendiri merupakan ilmu yang mempelajari cara orang berinteraksi sosial
dan bagaimana mereka memberi makna dari proses interaksi tersebut. Karena dalam
melakukan perubahan perilaku (penyuluhan) pada suatu sistem sosial kita perlu
mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam masyarakat baik yang terjadi maupun
yang akan terjadi, kebutuhan nyata yang diinginkan masyarakat untuk dipenuhi (perubahan
yang diinginkan masyarakat), sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat sehingga
perubahan dapat berjalan tanpa masyarakat kehilangan jati diri (identitas) sehingga penyuluh
dapat menentukan bagaimana dia akan memulai suatu perubahan. Dengan demikian, dalam
melakukan penyuluhan pasti berkaitan dengan teori sosiologi.
Beberapa teori sosiologi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan penyuluhan
pembangunan antara lain:
1. Teori konflik mengacu pada adanya pertentangan dalam diri individu yang disebabkan
oleh adanya kesenjangan antara kebutuhan dan kenyataan, kesenjangan antara harapan
dan kenyataan, kesenjangan distribusi kekuasaan, kesenjangan dalam hal berkeadilan dan
kesenjangan dalam hal keterpercayaan sosial (social trust). Konflik bisa terjadi dalam diri
individu maupun antar individu. Terkadang konflik diperlukan individu untuk
mengetahui kualitas diri (sendiri atau orang lain). Konflik menimbulkan
ketidaknyamanan hidup seseorang sebagai akibat dari ketidakmampuannya untuk
berinteraksi, biasanya konflik mendorong individu untuk melakukan semacam
pelampiasan (kompensasi) atas segala sesuatu yang dianggap salah pada dirinya yang
terrefleksi pada perilaku yang tidak normal (menyimpang).
2. Teori Perubahan Sosial. Perubahan sosial mengacu pada kondisi masyarakat yang mulai
meninggalkan nilai lama secara bertahap dan mulai menganut/mengadopsi nilai baru.
Sebagai contoh, dahulu hubungan diluar nikah merupakan hal yang tabu tapi pada saat ini
di beberapa kota besar asal suka sama suka hal tersebut dianggap biasa.

Berikut ini adalah beberapa contoh penanganan masalah social, khususnya masalah
pembangunan, dengan menggunakan teori sosiologi.
Salah satu tujuan utama kegiatan penyuluhan pembangunan dalam berbagai bidang
(pembangunan) adalah agar sasaran penyuluhan selaku subyek mampu mengembangkan
kesadarannya untuk mengubah perilakunya sedemikian rupa, sehingga mereka dapat
menempatkan perubahan (yang positif) sebagai bagian dari kebutuhannya untuk hidup lebih
sejahtera dan berkualitas. Bila penyuluhan tidak berhasil maka akan menimbulkan berbagai
dampak yang tidak diinginkan, untuk itu perlu diidentifikasi kemungkinan penyebab dan akar
masalahnya untuk dapat melakukan pencegahan bagi masalah yang mungkin terjadi.
Permasalahan yang terjadi yaitu ketidakberhasilan penyuluhan dalam rangka perubahan
perilaku mengakibatkan kegagalan pembangunan yang pada akhirnya berdampak pada
kesejahteraan masyarakat tidak tercapai dan masyarakat tidak berkualitas. Penyuluh harus
dapat mengidentifikasi apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi dan bagaimana dia dapat
mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan teori sosiologi yang bisa dijadikan alasan
untuk melakukan perubahan didalam sistem sosial masyarakat bersangkutan.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, diketahui bahwa akar masalahnya antara lain:
1. Tidak berfungsinya peran perencana dan pelaksana perubahan perilaku berkaitan dengan
ketidakmampuan perencana dan pelaksana untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat
sehingga mengakibatkan pelaksanaan penyuluhan tidak optimal. Dalam hal ini penyuluh
perlu memahami teori fungsional, dimana jika perencana atau pelaksana pembangunan
tidak menjalankan fungsinya dengan baik akan menimbulkan konflik (timbulnya perilaku
menyimpang). Untuk mengantisipasi masalah ini dapat dilakukan melalui pendidikan dan
latihan bagi perencana dan pelaksana agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya
dengan baik serta dengan menyadarkan mereka tentang pentingnya posisi, peran dan
fungsi mereka dalam pembangunan (memberi pengakuan).
2. Masyarakat tidak menyadari sumberdaya yang dimiliki sehingga masyarakat tidak yakin
bahwa mereka mampu merubah tingkah lakunya. Berdasarkan hal tersebut yang dapat
dilakukan adalah menyadarkan masyarakat bahwa mereka memiliki sumberdaya yang
bila dimanfaatkan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Proses
penyadaran dapat dilakukan melalui penyelenggaraan pendidikan non formal dan
pelaksanaan program pembangunan dengan pendekatan partisipatif.
3. Masyarakat cenderung mempertahankan nilai yang selama ini dianggap benar (value
expressive dan ego defensif attitude). Hal ini mengakibatkan masyarakat tidak
mempercayai bahwa dengan merubah perilaku mereka dapat meningkatkan kualitas
hidupnya. Dalam hal ini penyuluh berhadapan dengan perilaku kolektif dimana
masyarakat sasaran cenderung untuk mempertahankan statusnya. Untuk itu, sebaiknya
penyuluh dapat membangun kepercayaan masyarakat pada dirinya setelah itu melakukan
penyadaran pada masyarakat bahwa dengan perubahan perilaku (biasanya berkaitan
dengan penerapan inovasi), kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Kegiatan yang bisa
dilakukan adalah melalui sistem latihan dan kunjungan (pendekatan kelompok dan
pendekatan individu).

Berdasarkan analisa permasalahan kerusakan alam dan berbagai masalah sosial yang
dihadapi saat ini, diketahui bahwa terdapat beberapa akar masalah dan melalui ilmu sosiologi
dan ilmu penyuluhan pembangunan dapat diatasi, minimal dikurangi melalui usaha sebagai
berikut:
1. Memudarnya peran gate keeper dalam masyarakat. Dalam hal ini, penyuluh harus
mengerti teori sistem sosial dimana dalam sistem sosial, masyarakat merupakan satu unit
yang berbeda dengan yang lainnya dimana terdapat nilai atau norma yang tetap
dipertahankan sebagai identitas masyarakat. Dalam hal ini, peran gate keeper dalam
menjaga masyarakat masih diperlukan sebagai penyaring nilai yang boleh dan tidak boleh
berkembang dalam masyarakat dan dalam mengendalikan Demonstration effect. Untuk
itu, perlu penyadaran masyarakat tentang pentingnya peranan gate keeper tersebut
sehingga masyarakat dapat mengakui kembali keberadaan gate keeper.
2. Konflik Kepentingan dan distribusi kekuasaan yang tidak seimbang. Dalam pemecahan
masalah, penyuluh berkaitan dengan teori konflik, dimana konflik terjadi menimbulkan
ketidaknyamanan hidup individu yang sering direfleksikan pada bentuk perilaku yang
cenderung menyimpang seperti tindakan korupsi sebagai akibat dari adanya kesenjangan
pemenuhan kebutuhan (antara yang diinginkan dan kenyataan) dimana pada saat seorang
PNS panitia pengadaan golongan III sangat ingin memiliki mobil keluaran terbaru tapi
kenyataannya gajinya tidak mencukupi untuk membeli mobil/mencicil maka pada saat
seorang pengusaha yang ingin memenangkan lelang pengadaan memberikan iming-iming
sebuah mobil bila perusahaannya menang pada tender tersebut, PNS tersebut berada
dalam konflik dimana dia harus menjalankan tugasnya dengan baik dan keinginannya
untuk memiliki mobil. Untuk mengantisipasi permasalahan ini (perilaku menyimpang
yaitu korupsi) tidak menjadi budaya dalam masyarakat maka pengendaliannya dapat
melalui diterapkannya hukuman sosial (dikucilkan) bahkan dengan hukuman penjara
(tindak pidana korupsi).
Di sana sini banyak terjadi pergolakan politik yang menimbulkan konflik sosial.
Masyarakat kehilangan pijakan dan kepercayaan diri, emosi sosial meningkat tak tahu akan
menyalahkan siapa. Akibnatnya antar warga masyarakat saling curiga, solidaritas sosial
menurun, sehingga timbul tragedi kemanusiaan yang panjang dan pada akhirnya mengancam
integritas bangsa secara global. Sesuai dengan perkembangan kondisi sosial dan perubahan
kepentingan masyarakat, maka lumrah kalau adat istiadat itu selalu berubah sesuai dengan
tuntutan hidup. Akan tetapi bukan berarti hukum adat masyarakat itu tak berlaku atau mati,
melainkan ia tetap hidup dalam jiwa mereka. Jadi perubahan adat tidak dapat dijadikan
alasan untuk tidak memperhatikan eksistensi adat masyarakat setempat, apalagi menyangkut
kepentingan berbagai pihak untuk mengubah penguasaan dan pemanfaatan tanah yang ada di
wilayah mereka. Sebagai kenyataan pengalaman akhir-akhir ini menunjukkan adanya
konflik-konflik soal tanah yang terjadi di sekitar kegiatan pembangunan. Oleh karena itu
perlu penataan posisi hukum adat terasa semakin mendesak dan segera dilakukan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan semakin meningkatnya konflik sehubungan
dengan terus bergeraknya kegiatan-kegiatan pembangunan dari berbagai sektor yang
cenderung menyentuh kepentingan masyarakat adat.
Mengenai titik persoalan konflik pertanahan pada akhir-akhir ini tidak lepas dari benturan
pemahaman pihak-pihak terhadap status Tanah hak ulayat yang secara realistik keluar dari
fungsinya sebagai lahan jaminan kesejahteraan bersama, sumber kebutuhan taktis, dan
sebagai sumber dana dalam setiap upaya pemenuhan tuntutan hajat hidup. Sementara itu hak
ulayat menurut hukum adat adalah hak atas tanah oleh suatu klen/kerabat masyarakat adat.
Termasuk juga penguasaan hukum adat terhadap kali (sungai), danau, pantai serta tumbuh-
tumbuhan yang hidup secara liar dan binatang.
Pada dasarnya masyarakat berhak mempergunakan tanah-tanah dan kekayaan alam yang
ada di wilayah hukum adat. Dalam hukum adat ditentukan bahwa pihak luar bias
memanfaatkan tanah ulayat dengan seizin pimpinan adat (penyimbang) melalui musyawarah
perwatin adat. Tanah ulayat menurut hukum adat tidak dapat dilepaskan, dipindah-tangankan
dengan hak milik pribadi, termasuh tanah yang sedang digarap. Hal ini menunjukkan bahwa
hubungan hak ulayat dengan hak perorangan mempunyai hubungan timbal balik. Semakin
kuat hubungan antara masyarakat dengan tanah semakin kuat hak ulayat yang berlaku.
Oleh karena diketahui bahwa masyarakat hukum adat sangat terbuka terhadap jalur
musyawarah dalam setiap penyelesaian masalah, termasuk masalah pertanahan, maka apabila
terjadi sengketa tanah ulayat/marga, maka dapat diselesaikan melalui mekanisme tersebut.
Adapun pertimbangannya adalah bahwa masyarakat adat Lampung pada umumnya masih
tetap mendukung adat budayanya. Dalam penyelesaian masalah tanah harus dilakukan
dengan musyawarah bersama antara masyarakat tiyuh semarga, antara masyarakat adat
dengan pihak-pihak yang berkepentingan, dan Pemerintah Daerah sebagai mediator.
Kepala Adat dan warga masyarakat adat Lampung pada umumnya menyadari bahwa
tanah ulayat itu bukan milik perorangan, melainkan hanya dikuasai oleh Kepala Adat dalam
pengertian pengelolaan dan pemanfaatannya atas kewenangan dan seizin Kepala Adat
setempat. Mengenai hasil produksi tanah atau hasil tanam tumbuhnya diatur oleh Kepala
Adat melalui musyawarah perwatin adat, yaitu sebagian besar hasilnya milik penggarap dan
sebagian kecil untuk diserahkan kepada lembaga adat melalui Kepala Adat. Peruntukan hasil
yang diserahkan kepada Kepala Adat adalah sebagai sumber dana pelestarian adat dalam
bentuk gawi adat, musyawarah adat dan kepentingan adat lainnya.
Apabila ada pihak lain, baik pemerintah, badan, lembaga atau perusahaan yang secara
formal ingin menggunakan tanah ulayat tersebut dengan tujuan pembangunan, maka pada
dasarnya masyarakat tidak keberatan sepanjang pihak-pihak yang berkepentingan tadi dapat
bekerjasama, baik dalam proses perencanaan, pengelolaan, pemeliharaan, maupun dalam
pembagian hasil usaha atas tanah tersebut. Hal ini berarti pihak-pihak yang berkepentingan
harus mengikutsertakan masyarakat dengan sentuhan sosial budaya dan dapat mengangkat
kepentingan serta harkat martabat hukum adat yang berlaku. Dalam hal ini tentu saja dalam
segala tindak dan kebijakan harus disesuaikan dengan prosesur hukum adat yang berlaku,
yaitu melalui musyawarah perwatin adat untuk mencapai mufakat.
Mengenai keterlibatan swasta dalam perencanaan dan pelaksanaan program
pembangunan, perlu mendapat pengawasan pihak-pihak yang berwenang agar tidak terjadi
penyimpangan tujuan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Program harus sesuai
dengan potensi sosial budaya, alam, pekerjaan pokok dan aspirasi ekonomi masyarakat.
Apabila tidak, maka proses pelaksanaan program tersebut akan tertatih, bahkan mungkin tak
berhasil atau sedikitnya tak memiliki nilai tambah. Sebagai contoh program cetak sawah
tadah hujan terhadap masyarakat etnis Lampung, tentu mereka akan kalah bersaing dengan
saudara-saudara kita pendatang yang sudah biasa bekerja di sawah. Jika kenyataan ini
ditanggapi dengan perbedaan sikap dan perlakuan serta propokasi sepihak, maka dapat
mengakibatkan timbulnya kecemburuan yang pada akirnya dapat melahirkan konflik etnis.

APLIKASI TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL DALAM


PEMBANGUNAN

Contoh konkret teori structural fungsional dalam pembangunan adalah dalam kegiatan PNPM
mandiri. Program tersebut merupakan terobosan dari pemerintah untuk memberikan sebuah bantuan
bagi masyarakat luas dengan prosedur yang telah di tentukan agar pembangunan dapat memberikan
manfaat yang dinikmati oleh masyarakat. Dalam pelaksanaannya terdapat fungsi perencanaan,
pelaksanaan, serta evaluasi. Dalam hal ini pembentukannya sesuai dengan komponen dalam PNPM
Mandiri itu sendiri.

 Pengertian dan Tujuan PNPM Mandiri


PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis
pemberdayaan masyarakat. Pengertian yang terkandung mengenai PNPM Mandiri adalah :
1. PNPM Madiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar
dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan
pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan
pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi
masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
2. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas
masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai
persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya.
Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat
pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin
keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.
Sedangkan Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini adalah :
1. Tujuan Umum
o Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara
mandiri.
2. Tujuan Khusus
o Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin,
kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya
yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan
pengelolaan pembangunan.
o Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif
dan akuntabel.
o Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan
penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor)
o Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan
tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok
perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
o Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas
pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi
kemiskinan di wilayahnya.
o Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi
sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.
o Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan
komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.

 Ruang Lingkup Program PNPM-MANDIRI


Ruang lingkup kegiatan PNPM-MANDIRI pada dasarnya terbuka bagi semua kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang diusulkan dan disepakati masyarakat, meliputi :
 Penyediaan dan  perbaikan pasarana/sarana lingkungan permukiman, sosial dan
ekonomi secara kegiatan padat karya.
 Penyediaan sumberdaya keuangan melalui dana bergulir dan kredit mikro
untuk mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat miskin. Perhatian yang lebih besar
diberikan bagi kaum perempuan untuk memanfaatkan dana bergulir ini.
 Kegiatan terkait peningkatan kualitas sumberdaya manusia, terutama yang bertujuan
mempercepat pencapaian target MDGs.
 Peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal melalui penyadaran kritis,
pelatihan ketrampilan usaha, manajemen organisasi dan keuangan, serta penerapan tata
kepemerintahan yang baik.

1. Fungsi Perencanaan
 Pendekatan Program PNPM-MANDIRI
Pendekatan atau upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program dengan
memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan program adalah pembangunan yang berbasis
masyarakat dengan :
 Menggunakan kecamatan sebagai fokus program untuk mengharmonisasikan
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program.
 Memposisikan masyarakat sebagai penentu/pengambil kebijakan dan pelaku utama
pembangunan pada tingkat lokal.
 Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses pembangunan
partisipatif.
 Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan karakteristik
sosial, budaya dan geografis.
 Melalui proses pemberdayaan yang terdiri dari atas pembelajaran, kemandirian dan
keberlanjutan.

2. Fungsi Pelaksanaan
 Komponen Program dalam PNPM-MANDIRI
Rangkaian proses pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui komponen program
sebagai berikut :
 Pengembangan Masyarakat.
Komponen Pengembangan Masyarakat mencakup serangkaian kegiatan untuk
membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat yang terdiri dari pemetaan
potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat, perencanaan partisipatif, pengorganisasian,
pemanfaatan sumberdaya, pemantauan dan pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai.
Untuk mendukung rangkaian kegiatan tersebut, diesediakan dana pendukung kegiatan
pembelajaran masyarakat, pengembangan relawan dan operasional pendampingan
masyarakat; dan fasilitator, pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran
fasilitator terutama pada saat awal pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah
yang utama sebagai motor penggerak masyarakat di wilayahnya.
 Bantuan Langsung Masyarakat
Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) adalah dana stimulan keswadayaan
yang diberikan kepada kelompok masyarakat untuk membiayai sebagian kegiatan yang
direncanakan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan terutama
masyarakat miskin.
 Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal
Komponen Peningkatan Kapasitas Pemerintah dan Pelaku Lokal adalah serangkaian
kegiatan yang meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal/kelompok
perduli lainnya agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif
bagi masyarakat terutama kelompok miskin dalam menyelenggarakan hidupnya secara
layak. Kegiatan terkait dalam komponen ini diantaranya seminar, pelatihan, lokakarya,
kunjungan lapangan yang dilakukan secara selektif dan sebagainya.
 Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program
Komponen ini meliputi kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai
kelompok peduli lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti penyediaan konsultan
manajemen, pengendalian mutu, evaluasi dan pengembangan program.
3. Fungsi Evaluasi
Dalam evaluasi ini harus menjadi perhatian bersama mulai dari pemerintah daerah
sebagai evaluator, hingga kepada elemen masyarakat yang menjadi obyek pelaksanaan
kegiatan PNPM Mandiri.
APLIKASI TEORI PERUBAHAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN

Perubahan Sosial dan Pelayanan Pendidikan


Faktor pendidikan dapat merupakan faktor penyebab dan sekaligus dapat menjadi faktor
yang disebabkan oleh perubahan sosial di bidang lain, seperti dari bidang ekonomi dan politik.
Perubahan sosial dilihat dari pendekatan dalam bidang pendidikan bukan merupakan perubahan
yang berlangsung secara alamiah, tetapi di dalamnya diperlukan perencanaan, kemudian
dilaksanakan, dan selanjutnya dievaluasi untuk melihat perubahan pendidikan yang terjadi dalam
satu periode.
Ada lima pendekatan perubahan yang ditampilkan dan dapat digunakan untuk menilai
keberhasilan perubahan sosial yang berkaitan dengan pelayanan pendidikan, yaitu; (a) perubahan
input (orientasi masukan) seperti tingkat alokasi anggaran yang digunakan ke dalam sektor
pendidikan; (b) perubahan output (luaran atau perubahan jangka pendek) atau sering pula disebut
sebagai pendekatan efektivitas pelayanan, yakni dinilai dari tingkat realisasi program-program
pelayanan pendidikan dalam suatu periode; (c) perubahan outcomes (perubahan atau luaran
jangka menengah), antara lain dapat dideteksi melalui Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan rata-
rata lama pendidikan penduduk di suatu komunitas; (d) perubahan asas manfaat (pendekatan
benefits) yang antara lain dapat dinilai dari penggunaan ilmu pengetahuan ke dalam kegiatan
setiap hari; (e) pendekatan perubahan jangka panjang (impact atau dampak) yang antara lain
bentuknya dapat dilihat dari membaiknya pendidikan sehingga menyebabkan kesejahteraan
masyarakat semakin meningkat di suatu komunitas atau wilayah.

Perubahan Sosial dan Pelayanan Kesehatan


Pembangunan kesehatan dan gizi merupakan salah satu unsur dalam pembangunan
sumber daya manusia sebagaimana yang dikemukakan oleh UNDP. Alasan utama di
masukannya aspek ini sebagai salah satu unsur pembangunan SDM karena memiliki posisi kunci
dalam kehidupan manusia.
Terdapat berbagai indikator pembangunan dan perubahan sosial yang berkaitan dengan
pelayanan kesehatan, di antaranya adalah Angka Kematian Bayi, Angka Harapan Hidup,
Persentase Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, Persentase Angka morbiditas,
Persentase Penduduk yang melakukan pengobatan sendiri, dan Persentase Kelahiran yang
ditolong tenaga medis.
Menurut Gordon Chase bahwa secara garis besar ada tiga masalah yang berkaitan dengan
efektivitas pelayanan kesehatan, yaitu: a) masalah yang timbul karena kebutuhan operasional
yang melekat di dalam program (difficulties arising from operation demands), b) masalah yang
timbul berkaitan dengan sumber daya yang dibutuhkan (difficult arising from nature and
availability of resources), dan c) masalah lain yang timbul dari adanya keterkaitan dengan
organisasi lainnya, yang diperlukan dukungan, bantuan persetujuan dalam pelaksanaan program
pelayanan kesehatan (difficults arising from need to share autority). Keberadaan visi dan misi
lembaga dalam pelayanan kesehatan adalah penting. Visi merupakan suatu deskripsi tentang
wujud cita-cita tentang keberhasilan setelah melakukan perubahan sosial dalam periode jangka
panjang. Sementara itu, misi bertujuan untuk menjabarkan lebih lanjut dari makna visi untuk
mencapai perubahan sosial tersebut. Ada beberapa komponen yang melekat pada karakteristik
misi yang baik dalam pelayanan kesehatan.

Perubahan Sosial dan Pengembangan Peranan Perempuan


Secara garis besar, pokok bahasan ini terdiri dari dua bagian, yaitu menyangkut
pengembangan gender dalam perspektif sosial-ekonomi dalam arti luas, dan secara khusus
menyangkut perubahan sosial dilihat dari aspek mobilitas perempuan yang berkaitan dengan
pengembangan peranannya. Untuk menjelaskan berbagai aspek yang dimaksudkan, maka
disertakan beberapa contoh kasus dalam penjelasannya.
Bahasan yang menyangkut perspektif sosial-ekonomi, antara lain dikaji tentang
pengembangan peranan perempuan melalui: pendidikan wanita (aspek sosial), jumlah wanita
sebagai anggota parlemen (aspirasi politik wanita), persentase wanita pekerja profesional,
persentase wanita sebagai angkatan kerja, dan kontribusinya terhadap total pendapatan rumah
tangga (perspektif ekonomi).
Subbagian selanjutnya adalah mendeskripsikan beberapa aspek yang berkaitan dengan
mobilitas penduduk dalam kaitannya dengan peningkatan (perubahan) peranan perempuan dalam
pembangunan. Uraian pertama menyangkut hal ini adalah tentang konsep mobilitas secara
umum, selanjutnya dilihat dalam perspektif pengembangan peranan perempuan. Lebih spesifik
lagi dalam konteks adalah pengembangan peranan perempuan dikaji menurut tiga jenis
kebutuhan utama sehingga melakukan mobilitas, yaitu pemenuhan kebutuhan dalam aspek
pendidikan, pemenuhan kebutuhan dalam aspek ekonomi, dan pemenuhan kebutuhan
dalam_aspek_politik.

Perubahan Sosial dan Pembangunan Keagamaan


Setidaknya ada dua aspek utama yang dijelaskan menyangkut perubahan sosial dan
pembangunan keagamaan ini, yaitu: hubungan agama dengan negara sebagai organisasi, dan
struktur rencana pembangunan keagamaan yang berlaku di Indonesia.
Perubahan sosial dan pembangunan keagamaan, antara lain dapat ditelusuri melalui pandangan
integralistik, pandangan simbolik, pandangan sekularistik. Ketiga jenis pandangan ini memiliki
tekanan tersendiri dalam memahami bagaimana pembangunan keagamaan diselenggarakan di
suatu komunitas atau di suatu wilayah administratif, seperti: Negara, Propinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan, bahkan sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Aspek yang menyangkut struktur
pembangunan di sini di adaptasi dari pola atau struktur pembangunan yang berlaku secara umum
kepada semua sektor pembangunan, namun untuk menjelaskan pembangunan keagamaan, maka
uraiannya dispesifikan kepada program pembangunan agama itu sendiri.
Berkenaan dengan itu, secara umum ada beberapa tujuan jangka panjang yang ingin
dicapai dalam pembangunan keagamaan dalam dekade terakhir di Indonesia, di antaranya adalah
dengan mengupayakan berkembangnya kehidupan beragama, semakin membaiknya kerukunan
umat beragama, semakin membaiknya pengamalan nilai-nilai agama, membentuk kerja sama
antara pemerintah dan seluruh organisasi keagamaan yang semakin baik, serta semakin
meningkatnya aktivitas keagamaan dengan memperhatikan kemajemukan dari latar belakang
anggota masyarakat. Tujuan jangka panjang ini selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan
pembangunan jangka menengah (lima tahun), dan jangka menengah ini dioperasionalkan lagi ke
dalam kegiatan yang berjangka tahunan.

Perubahan Sosial dan Pembangunan Kebudayaan Bangsa


Kebudayaan diartikan sebagai segala sesuatu yang pernah dihasilkan manusia yang
berasal dari pemikirannya. Tiga wujud utama dari kebudayaan adalah:
1. keseluruhan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan ketentuan lainnya yang berperan
mengarahkan kelakuan masyarakat disebut sebagai “adat dan kelakuan”
 2. Kemudian keseluruhan aktivitas kelakuan berpola dari manusia yang berlaku di masyarakat
yang selanjutnya disebut “sistem sosial”  
 3. keseluruhan karya manusia yang berbentuk fisik.

Pembangunan kebudayaan pada dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam dua orientasi,


yaitu orientasi kepada manusia dan orientasi kepada negara. Pembangunan yang berorientasi
kepada manusia kurang lebih berjalan seiring dengan konsep-konsep partisipasi masyarakat
(aspirasi dari bawah), sementara orientasi kepada negara lebih bersifat sentralistis (kebanyakan
ditentukan oleh negara). Secara ideal, pembangunan kebudayaan bangsa adalah
mengoptimalkan_ke_dua_sisi_ini.
 
Pelaksanaan pembangunan kebudayaan bangsa dapat menimbulkan perubahan dan
pergeseran sistem nilai budaya yang selanjutnya berpengaruh kepada sikap mental, pola pikir,
dan pola perilaku keluarga atau masyarakat Indonesia. Perubahan dan pergeseran sistem nilai
budaya di satu sisi dapat menjadi pendorong ke arah kondisi kehidupan yang lebih baik, tetapi di
sisi lain dapat menjadi bumerang yang memosisikan manusia sebagai objek yang
kehilangan_nilai_kemanusiaannya,_bahkan_melanggar_hak_asasinya.

Perubahan Sosial dan Pelestarian Nilai-nilai Tradisional Masyarakat


Ada dua aspek utama yang dideskripsikan di bagian ini, yaitu mencakup konsep nilai-
nilai tradisional, dan dampak perubahan nilai-nilai tradisional. Pada bagian pertama antara lain
diuraikan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelestarian nilai-nilai tradisional masyarakat
yang diuraikan melalui aspek jarak komunikasi antar etnis dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Nilai-nilai tradisional masyarakat diartikan sebagai salah satu wujud sistem sosial yang
berlaku pada warga masyarakat tertentu. Nilai tersebut hidup dalam alam pikiran sebagian besar
warganya, dan sekaligus berfungsi sebagai pedoman ter¬tinggi dari sikap mental, cara berpikir,
dan tingkah laku. Nilai-nilai tersebut merupakan pengalaman hidup yang berlangsung dalam
proses waktu yang lama sehingga menjadi kebiasaan yang terpola kepada anggotanya.
Aspek yang menyangkut jarak komunikasi antar etnis antara lain dijelaskan semakin
sering para anggota komunitas melakukan komunikasi, maka semakin lestari nilai-nilai
tradisional masyarakat itu. Dengan demikian ada perbedaan kelestarian nilai itu bagi mereka
yang bertempat tinggal di daerah asal dibanding yang berada di perantauan.
Berkembangnya ilmu pengetahuan di negara Barat secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kelestarian nilai-nilai tradisional. Untuk mengatasi hal ini diperlukan kepekaan
khusus untuk menyeleksi pengaruh Barat yang relevan dengan budaya Timur.

Perubahan Sosial dan Pembangunan Bidang Ketertiban dan Keamanan


Uraian kegiatan belajar ini diawali beberapa indikator yang berkaitan perubahan sosial
dalam bidang ketertiban dan keamanan. Secara garis besar, indikator itu meliputi pertahanan
ketertiban dan keamanan yang bersifat internal dan eksternal. Selanjutnya diuraikan tentang
pembangunan ketertiban dan keamanan dengan menggunakan pendekatan sistem. Pendekatan
sistem bermakna bahwa suatu sistem terdiri dari berbagai subsistem untuk terciptanya ketertiban
dan keamanan. Sebagai contoh, dalam unsur masukan, maka perubahan sosial dalam
pembangunan ketertiban dan keamanan dapat dikaji melalui sumber daya yang digunakannya,
seperti sumber daya manusia (penambahan jumlah dan kualitas personil TNI dan Polri) dan
sumber daya bukan manusia, seperti mempercanggih teknologi alat perang.
Baik Polri dan TNI keduanya merupakan aparat pemerintah Negara yang sama-sama
berfungsi melindungi segenap bangsa. Namun ke-duaya mengandung beberapa perbedaan.
Tugas POLRI ditujukan kepada setiap gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
(keamanan domestik) yang mengancam individu dan masyarakat termasuk pemerintah,
sedangkan TNI ditujukan pada setiap gangguan yang mengancam Negara bangsa, baik yang
bersumber dari luar maupun dari dalam negeri.
Terakhir, dijelaskan tentang gaya kepemimpinan pada organisasi militer. Antara lain
diuraikan bahwa gaya kepemimpinan yang lebih banyak dipraktekkan dalam internal organisasi
militer adalah gaya otokratis (terutama dalam situasi darurat). Penerapan gaya ini terkait dengan
sifat pekerjaan pada organisasi tersebut. Misalnya, dalam keadaan genting, maka tidak
diperlukan diskusi secara panjang lembar untuk mengambil tindakan secepatnya untuk_-
mencegah_atau_mengatasi_ketertiban_dan_keamanan.
Perubahan Sosial dan Pembangunan Politik
Kegiatan belajar ini menjelaskan peranan legislator bahwa dengan semakin terbukanya
informasi di berbagai belahan dunia, maka dengan mudah masyarakat dapat membandingkan
keadaan (penyaluran aspirasi) yang dialaminya dengan kejadian di belahan dunia lain. Secara
ideal, penyaluran aspirasi masyarakat yang demikian lancar kepada wakil-wakilnya di parlemen
di tempat lain dapat menjadi pelajaran bagi wakil-wakil kita di DPR/DPRD, namun berbagai
bukti yang ada menunjukkan bahwa salah satu wujud dari penerapan good governance seperti
itu, belum menjalar ke negara kita. Berdasarkan kondisi ini, maka dipandang perlu bahwa
pembangunan di bidang politik, antara lain diperlukan pemberdayaan (peningkatan kualitas)
kepada DPR/DPRD adalah suatu yang mendesak di Tanah Air .
Beriringan dengan meningkatnya jumlah penduduk di Tanah Air, menyebabkan semakin
banyak pula anggota masyarakat yang menggunakan hak pilihnya. Perubahan yang terjadi
berkaitan dengan aspek ini adalah ketika pemilu pertama 1955, hanya 37,7 juta anggota
masyarakat yang ikut dalam pemilu, kemudian mengalami perubahan menjadi 113.1 juta yang
diwakili oleh 550 oleh anggota DPR tahun 2004. Hal ini berarti bahwa masyarakat Indonesia
semakin menyimpan banyak harapan kepada wakil-wakilnya di DPR. Pertanyaannya kemudian
adalah bagaimana harapan itu jika dikaitkan dengan konsep good governance.

STRATEGI MEREDUKSI KORUPSI DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN

Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-


hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang
dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :
a. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.
b. Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi.
Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas.
c. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut
betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis.
d. Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan pada
saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki
tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
e. Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak
menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum dalam
menangani kasus korupsi.
f. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki
idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara objektif,
jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-
prinsip keadilan.
g. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah atau
penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya
suatu sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai
kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan,
diselewengkan atau dikorup.

1.Peran Masyarakat Dalam Upaya Memberantas Korupsi


Dalam kehidupan masyarakat terutama peran pemuda sangatlah penting. Pemuda
memiliki peran yang sangat signifikan dalam sejarah Indonesia. Dimulai dari sejarah perjuangan
kemerdekaan hingga sampai pada fase mengisi kemerdekaan dan mengawal keutuhan bangsa.
Pemuda juga selalu siap untuk maju kedepan jika ternyata pemegang amanat rakyat tidak
menjalankan amanatnya dengan baik. Orde Lama ditumbangkan oleh kekuatan
pemuda/mahasiswa dan orde baru pun juga ditumbangkan oleh kekuatan pemuda/mahasiswa
sehingga melahirkan reformasi. Terakhir menurut penulis gerakan pemuda kembali mencapai
puncaknya dalam mempertahankan keutuhan KPK dan menghentikan kriminalisasi pimpinan
KPK Bibit Chandra.
Namun apakah peran pemuda saat ini hanya sampai batas dalam tataran aksi terutama
untuk kasus korupsi? Memang pemuda saat ini banyak terjebak dalam tindakan responsif bersifat
aksi ketika terdapat pelanggaran oleh aparatur negara. Bahkan kondisi yang sangat menyedihkan
adalah pemuda saat ini terjebak dalam pragmatisme sehingga mampu dijadikan alat kekuasaan
sehingga menghilangkan kekritisannya terhadap korupsi, justru menjadi aktor penikmat hasil
korupsi.
Di sekolah, pelajar jangan ragu untuk membuat kelompok studi dan gerakan anti korupsi
menjadi kegiatan ekstrakulikuler. Tindakan konkritnya dimulai dengan mengawasi penggunaan
anggaran sekolah. Organisasi mahasiswa dan kepemudaan pun harus mampu secara konkrit
mengambil bagian. Hal tersebut dapat dimulai dengan menambah Bidang Anti Korupsi di
struktur organisasinya dan kemudian terjun dalam gerakan anti korupsi. Organisasi pemuda
tingkatan daerah haruslah menjadi pengawas kinerja aparatur di daerah, sedangkan organisasi
pemuda di tingkatan nasional haruslah menjadi pengawas kinerja aparatur di tingkatan nasional.
Lalu bagaimana dengan pemuda yang tidak berorganisasi? Meskipun hanya sebagai individu,
tidak menutup kemungkinan seseorang berperan serta dalam pemberantasan korupsi. Peran
tersebut dapat dimulai dari sikap zero tolerance terhadap tindakan korupsi, melakukan
pengawasan, bahkan sampai pelaporan kasus korupsi dapat dilakukan oleh setiap orang/individu,
tidak hanya organisasi.
Jika telah terdapat komitmen untuk berperan dalam pemberantasan korupsi, maka
berjejaringlah dengan sesama pemuda yang juga berkomitmen dalam pemberantasan korupsi.
Hal tersebut dikarenakan pemberantasan korupsi tidak akan berhasil karena individu, kelompok
ataupun satu organisasi melainkan oleh gerakan anti korupsi yang massive, terorganisir dan
terkonsolidasi.

2. Upaya Penanganan Hukum Bagi Koruptor


Kasus korupsi lebih banyak melibatkan aparat atau pejabat negara yang dilakukan pada
saat memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan negara/daerah. Untuk itu pemberantasan
korupsi akan menonjol aspek politisnya, apalagi yang menjadi tersangka atau saksi adalah
pejabat publik seperti DPRD atau Kepala Daerah. Untuk itu aparat penegak hukum seharusnya
fokus pada perbuatan yang memperkaya atau menguntungkan diri sendiri dengan melihat
kekayaan riil yang dimiliki.
Dalam hal aparat penegak hukum hanya fokus pada unsur merugikan keuangan negara
maka berimplikasi yuridis antara lain, pertama, beban pembuktian berada di pundak aparat
penegak hukum. Berbeda halnya apabila fokus penyidikan pada meningkatnya kekayaan maka
beban pembuktian berada pada pihak lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat (1) UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa terdakwa
dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi.
Apabila terdakwa dapat membuktikan hal tersebut tidak berarti ia tidak terbukti
melakukan korupsi, sebab penuntut umum masih tetap berkewajiban untuk membuktikan
dakwaannya. Ketentuan ini merupakan pembuktian terbalik yang terbatas, karena jaksa masih
tetap wajib membuktikan dakwaannya. Pembuktian terbalik ini meringankan beban penyidik
tanpa mengesampingkan upaya pemenuhan unsur-unsur lain dari tindak pidana korupsi.
Kedua, fokus pada perbuatan akan mendorong aparat penegak hukum untuk memenuhi
ketentuan dalam Pasal 25 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan
dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya. Mendahulukan penanganan kasus korupsi
merupakan amanat undang-undang yang harus dipenuhi oleh aparat penegak hukum. Dan upaya
untuk menggagalkan atau menghambat didahulukannya kasus korupsi merupakan pelanggaran
atau pengingkaran prinsip hukum pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pembuktian terbalik dan didahulukannya kasus korupsi akan mendorong terciptanya
ketertiban hukum yang berkeadilan. Kasus korupsi yang sering bernuansa politis apabila dalam
penanganannya tidak dilakukan secara cepat dan fokus maka akan melahirkan ketidaktertiban.
Nuansa politis ini akan mendorong lahirnya tarik menarik kepentingan yang dapat memicu
respon negatif dari suporter (politik) pihak yang terkait kasus korupsi. Respon negatif ini
biasanya mewujud dalam bentuk aksi demonstrasi atau unjuk rasa dan mendorong pihak lain
khususnya masyarakat anti korupsi semakin meningkatkan tekanan publik pada aparat penegak
hukum.
Untuk itu aparat penegak hukum perlu mengevaluasi prosedur atau mekanisme
penegakan hukum pemberantasan korupsi. Evaluasi diarahkan bagi upaya konstruktif untuk
mengimbangi komitmen pemimpin bangsa yaitu evaluasi paradigma hukum dalam
pemberantasan korupsi. Paradigma hukum yang lebih fokus pada mencari unsur kerugian negara
berganti pada pembuktian perbuatan melawan pidana seperti memperkaya atau menguntungkan
pribadi atau korporasi.
Evaluasi paradigma juga harus dilakukan oleh hakim yang tidak sekedar mendasarkan
diri pada perbuatan hukum formil tetapi juga materiil. Sehingga hakim dapat secara proaktif
menggali rasa keadilan dan kepatutan yang diam dibenak rakyat. Dengan harapan hakim tidak
hanya sekedar menjadi mulut undang-undang tetapi menerapkan hukum secara progresif.
Dengan demikian hasil-hasil penanganan kasus korupsi dapat segera dilihat oleh masyarakat
yang sudah skeptis terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.

TANGGAPAN MASYARAKAT MISKI TENTANG PEMBANGUNAN


Rakyat tak butuh janji!
Itulah kata yang kini sering didengung – dengungkan masyarakat Indonesia. Dalam posisi
yang serba tidak berdaya, rentan, dan mengalami proses marjinalisasi, apa yang dibutuhkan
masyarakat miskin bukanlah janji-janji politik, apalagi klaim-klaim yang sifatnya reaktif.
Yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah bersedia turun ke bawah, mendengar dan
menyaksikan langsung berbagai problem yang mereka alami sehari-hari dan
mengembangkan pendekatan yang disebut Robert Chambers (1987) sebagai pendekatan
learning from the people, yakni pendekatan yang menempatkan masyarakat miskin benar-
benar sebagai subyek pembangunan.
Dengan demikian, tugas pemerintah adalah bersedia mendengar apa sebetulnya yang
dibutuhkan masyarakat miskin, dan sekaligus belajar dari masyarakat miskin tentang cara
yang paling efektif dan kontekstual untuk memberdayakan taraf kehidupan dan
meningkatkan posisi tawar mereka.
Berdebat apakah pilihan kosakata ”pemerintah telah berbohong” itu terlalu keras dan
cenderung provokatif, mungkin perlu dilakukan dalam rangka menumbuhkan etika
berdemokrasi dan untuk menghindari kekeliruan dalam proses penyampaian pesan.
Akan tetapi, alangkah lebih arif jika kritik sekeras apa pun tidak lantas disikapi dengan
reaktif, tetapi justru diperlakukan sebagai masukan yang berharga untuk memperbaiki dan
memastikan agar program-program pembangunan yang disusun pemerintah lebih bisa
dijamin efektivitas dan implementasinya di lapangan.
Angka statistik dan kehidupan nyata, bagaimanapun, adalah dua hal yang berbeda. Bagi
masyarakat miskin, apa yang mereka butuhkan adalah bagaimana pemerintah bisa segera
menerjemahkan angka-angka statistik yang makro itu dalam kehidupan nyata secara
berkeadilan.
Terlepas dari itu ada contoh kasus tentang pembangunan di Indonesia yang menjadi
polemik di dalam pelaksanaannya sehingga berbagai pendapat masyarakat pun tak urung
menambahi deretan keluhan yang ada di Negara kita ini. Berikut ini contohnya :

Jumat Pon, 25 Pebruari 2005


Bali

Dari Warung Global Interaktif Bali Post


Penduduk Miskin akibat Pembangunan tak Merata
Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya, Kabupaten Klungkung masih
menghadapi berbagai kendala. Sedikitnya ada tujuh kendala yang harus mendapat penanganan
secara serius untuk tahun 2005 ini. Salah satunya adalah masalah masih banyaknya penduduk
miskin. Kemiskinan merupakan permasalahan multidimensional yang meliputi dimensi sosial,
ekonomi, fisik, politik atau kelembagaan dan bisa berbeda pada setiap kawasan dengan
karakteristik tertentu. Keberadaan penduduk miskin yang disebutkan sebagai salah satu
kendala atau penghambat gerak laju pembangunan, ternyata mendapat sanggahan dari
penggemar acara interaktif Warung Global, Kamis (24/2) kemarin. Orang miskin bukan
karena mencari kemiskinan, tetapi karena mereka tidak berdaya. Sesungguhnya pemerintah
juga yang mengakibatkan adanya penduduk miskin karena ketidakmerataan pembangunan,
sehingga ada yang tertinggal dalam menikmati kesejahteraan hidup. Oleh karena itu, sangat
tidak adil menuding penduduk miskin sebagai penghambat pembangunan. Ini sebuah
pembalikan fakta. Demikian antara lain opini pengunjung Warung Global, Kamis kemarin
yang disiarkan Radio Global 96,5 FM Kinijani. Acara ini juga dipancarluaskan Radio Genta
Swara Sakti Bali dan Radio Singaraja FM. Berikut rangkuman selengkapnya.
- Natri Udiani mengatakan tidak setuju dengan pendapat bahwa penduduk miskin sebagai
penghambat pembangunan. Benarkah ada penduduk yang tidak berdaya dianggap
penghambat pembangunan? Yang menghambat itu, menurut dia, adalah koruptor. Natri
berharap tidak ada statemen seperti ini lagi. Kenapa kalau sudah difisit anggarannya
masyarakat miskin yang dituding penghambat pembangunan? Seharusnya introspeksi dulu
sebelum mengeluarkan pernyataan.
- Nang Tualen di Denpasar juga mengatakan tidak sependapat atas pernyataan ini. Justru
penduduk miskin yang dihambat, jangan berbalik menuduh. Sejahterakan dulu rakyat
kalau begitu. Sudah miskin dituding seperti itu, benar-benar keliru, katanya.
- Indra Bangsawan di Monang-maning mengatakan hal yang sama. Ia tidak setuju apabila
dikatakan penduduk miskin menghambat pembangunan. Malah Indra menuduh
pemerintahlah yang menghambat pembangunan. Pemerintah sepertinya takut dengan
orang miskin. Karena orang miskin kalau bersuara keras pemerintah akan jatuh. Indra
mengajak, kita harus berpikir bagaimana tolok ukur masyarakat dalam pembangunan.
Seharusnya pembangunan itu dihidupkan dulu, baru nanti akan tersentuh nasib orang
miskin. Kalau tidak dihidupkan pembangunan bagaimana bisa berubah nasib rakyat. Yang
mencalonkan pemerintah juga penduduk miskin. Hampir 50 persen penduduk Indonesia
yang miskin itu harus dipikirkan. Harus dilihat juga negara Indonesia adalah negara yang
banyak utang. Hal ini, menurutnya, menjadikan negara Indonesia masuk kategori negara
termiskin. Kenyataan ini membuat pemerintah sepertinya takut akan kemiskinan dan takut
pada rakyat miskin. Sarannya, bikinlah pemerataan dalam pembangunan.
- Sementara Agung di Jalan Wijaya Kusuma mengatakan pembangunan terhambat itu
karena ulah koruptor, termasuk mantan pejabat. Selama ini kalau pembangunan
direalisasikan, umpama dari pusat dikasih seratus sampai ke masyarakat harus seratus,
jangan disunat lagi. Agung yakin sekali pembangunan akan bagus kalau tidak dipotong-
potong. Menurut dia, orang miskin sebenarnya punya moral, sehingga menyudutkan orang
miskin sangat tidak benar. Ia mengajak semua pihak untuk melakukan introspeksi. Dirinya
yakin orang miskin akan mendukung pembangunan sesuai dengan kemampuan mereka.
Dia juga mengajak semua pihak, khususnya pejabat, untuk menjaga nilai-nilai moral.
- Gusti di Renon mengatakan, pejabat yang mengeluarkan statemen itu tidak mengerti
bahwa pembangunan itu untuk mengangkat taraf hidup orang miskin. Masyarakat kita
masih jauh terpuruk. Menurut dia, yang menghambat pembangunan memang orang
miskin, tetapi yang miskin moral.
- Dewa Winaya di Tabanan menambahkan, pernyataan seperti itu merupakan sebuah
pembalikan fakta. Fenomena kepalsuan yang menghambat pembangunan itu banyak sekali
diciptakan oleh pemerintah sendiri. Jalan keluarnya, menurut dia, para pemegang
kebijakan harus memegang teguh prinsip membantu rakyat.
- Sementara itu, Gusar di Denpasar menilai penduduk miskin memang benar sebagai
penghambat pembangunan, tetapi kalau orang yang tidak mampu dianggap menghambat,
dia tidak setuju. Penduduk miskin yang miskin moral, miskin mental, itulah yang
menghambat pembangunan. Mereka itulah yangmerampok uang rakyat. Jadi penduduk
yang tidak mampu secara ekonomi sebenarnya lebih terhormat daripada penduduk yang
miskin moral dan mental.
- Ireng di Bajera mengatakan orang miskin adalah orang yang merasa kurang terus. Sebagai
masyarakat dirinya sangat terusik dengan pernyataan pejabat seperti itu. Apakah pejabat
yang bersangkutan sudah berusaha dulu sebelum menilai? Inilah akhirnya menyebabkan
keluarnya pernyataan yang mengambang. Dia menambahkan, boleh bila kita ingin
berkembang tetapi jangan mengusik orang miskin.
- Gudes di Tabanan menambahkan, penduduk miskin itu ada definisinya. Cari dulu apa arti
miskin. Yang dimaksud dengan miskin itu, menurutnya, tidak punya harta, pendidikan
rendah, kesehatan kurang, tidak punya akses ke dalam kekuasaan. Tetapi, kalau miskin
dipadukan dalam keterbelakangan berarti ini berkaitan dengan SDM yang rendah. Faktor
yang lain juga karena ketidaktahuan, kekurangan informasi, tidak ada interaksi sosial. Dia
berpendapat, pemerintah sekarang harus berpikir bagaimana sekarang menghilangkan
kemiskinan itu karena pemerintah yang bertangggung jawab. Kemiskinan terjadi bukan
kehendak si miskin. Keadaanlah yang membuat mereka miskin. Gudes menyarankan agar
pemerintah menciptakan angka harapan hidup yang tinggi, meningkatkan gizi masyarakat,
meningkatkan pelayanan kesehatan untuk masyarakat dan anggaran pendidikan,
menggratiskan biaya sekolah dan buku, serta memberantas korupsi
- Ibu Dewa di Ubud mengatakan, pandangan orang miskin penghambat pembangunan itu
salah. Saya harap pendapat ini harus dimintai klarifikasinya. Karena, menurutnya,
koruptor pemegang peran dalam menghambat pembangunan. Koruptor itulah penduduk
yang miskin moralnya. Tetapi kalau ada penduduk yang miskin harta, tetapi moralnya
baik, dia sebenarnya termasuk yang meluruskan pembangunan.
- Wirawan di Denpasar mengatakan seharusnya penghambat itu ada pada pemerintah
sendiri di mana pemerintah tidak bisa melakukan efisiensi. Pembangunan harus tepat
guna, tepat waktu.
- Wayan Wiranata di Payangan mengatakan kebodohan, keterbelakangan itulah yang
menghambat pembangunan, seharusnya pemerintah tahu solusinya. Rakyat adalah bagian
dari pemerintah, tanpa adanya rakyat maka tidak ada pemerintah. Pemerintah juga harus
meningkatkan pendidikan dan lapangan kerja.
- Sinda di Jalan Siulan menambahkan, yang menyebabkan penduduk miskin inilah yang
justru dianggapnya penghambat pembangunan dengan dalih dana perumahan, dana
kesehatan, dana purnabakti. Sinda mengharapkan, janganlah rakyat di akal-akali dengan
sikap seperti itu.

TINDAKAN – TINDAKAN

SOSIAL DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN

A. PEMBANGUNAN MASYARAKAT SEBAGAI PROSES PEMANFAATAN SUMBER


DAYA
I. Menuju Peningkatan Taraf Hidup
Dalam proses pembangunan, peningkatn taraf hidup merupakan tujuan dari sebuah
proses pembangunan, meskipun penjabaran dari peningkatan taraf hidup itu bervariatif
tergantung dari perspektif yang digunakan dalam kebijakan pembangunan. Kemudian
muncul prespektif pertumbuhan dan pemerataan yang beranggapan bahwa pembangunan
hendaknya member perhatian yang lebih besar pada lapisan masyarakat bawah, yang
dikenal dengan konsep garis kemiskinan berdasarkan house hold income. Akan tetapi
beberapa masalah juga timbul sebab ukuran dari pendapatan keluarga tidak terlepas dari
masalah penerapannya, guna mengatasi masalah tersebut kemudian ditetapkan dari
konsumsinya. Sajogyo mengklasifikasikan rumah tangga menjadi 3 golongan, pertama
keluarga sangat miskin dengan konsumsi beras 19 Kg per bulannya, keluarga miskin
sekitar 20 – 27 Kg beras, tidak miskin bila konsumsinya 27 Kg keatas setiap bulannya.
II. Sumber Daya Dalam Pembangunan Masyarakat
a) Sumber Daya Alam
Sumber daya alam merupakan salah satu sumber daya pembangunan yang cukup
penting yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Negara Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki
kekayaan alam terutama dalam sektor kelautan, yang meliputi dasar laut dan diukur
200 mil dari pangkal laut atau bibir pantai (ZEE). Sebagai sarana untuk meningkatkan
taraf hidup maka pengelolaan sumber daya alam dapat diperbaharui ataupun tidak
dapat diperbaharui harus dapat dikendalikan, sebab rangkaian masalah seperti
dinamika kependudukan; pengembangan sumber daya alam dan energi; pertumbuhan
ekonomi; perkembangan ilmu pengetahuan, riset dan teknologi berbenturan terhadap
tata lingkungan.
b) Sumber Daya Manusia (Human Resource)
Salah satu potensi pembangunan yang akan membawa pada kesejahteraan adalah
sumber daya manusia, sebab manusia adalah aktor dalam perubahan. Sebagai aktor
pembangunan, manusia diharapkan agar dapat bertindak sesuai dengan kodratnya dan
tidak hanya pasif. Maka dari itu potensi sumber daya manusia harus memiliki
kuantitas, kualitas,kemampuan aktualisasi diri dan partisipatif.
a. Dalam segi kuantitas, manusia diharapkan agar menjadi modal dasar {asset
pebangunan bukan menjadi beban nasional (liabilities)}.
b. Dalam segi kualitas, di Indonesia dikenal dengan istilah long life –
education (pendidikan seumur hidup) hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor baik
tingkat kesehatan gizi, dan banyak lagi factor-faktor lain.
c. Dalam kemampuan aktualisasi diri dan partisipasi, ini merupakan
faktor yang cukup penting sebab ini merupakan tempat manusia sebagai subyek
pembangunan.
c) Sumber Daya Sosial
Biasanya sumber daya sosial pada umumnya juga berasal dari unsur-unsur budaya
masyarakat. Disini masyarakat bisa merubah dan memperbaharui tradisi tertentu demi
kepentingan pembangunan tanpa merusak identitas budayanya. Dalam berbagai
kesempatan sumber daya sosial biasanya disebut dengan modal sosial yang
didalamnya terdapat trust (kepercayaan) dan terdapat hubungan resiprokal didalamnya.
Hubungan resiprokal memberikan jaringan yang luas dan juga dapat meningkatkan
wawasan yang memungkinkan terbentuk hubungan bersifat cross cutting affiliation.

IV. Pemanfaatan Sumber Daya


A. Dari potensi menjadi actual Agar sumber daya tersebut bisa dipergunakan ada 2 hal
yang harus dilakukan antara lain :
1. Memberikan pemahaman tentang sumber daya yang potensial tersebut. Mengajak
masyarakat untuk memberikan sikap / tanggapan positif agar dapat mengelola
sumber daya itu dengan baik.
2. Pemanfaatan sumber daya alam
Teknologi tepat guna menyangkut 2 hal penting yaitu :
 Teknologi yang digunakan akan mensejahterakan kehidupan manusia.
 Dalam pemanfaatannya tidak merusak hingga berguna secara continue.
Di Negara berkembang teknologi harus : (1).Tepat dan lebih sederhana agar mudah
untuk dipahami masyarakatnya.(2). Peralatannya lebih murah dan sesuai dengan kondisi
masyarakatnya.(3). Teknologi bersifat padat karya. (4). Tidak menimbulkan ketegangan
sosial.
Pemanfaatan Sumber Daya Manusia
Pembangunan masyarakat itu menyangkut 2 hal antara lain :
a) Peningkatan serta pengembangan kualitas.
b) Pemanfaatan melalui berbagai peluang.
Pentingnya pengembangan dan peningkatan SDM di Negara berkembang ditengarai oleh
gejala – gejala umum, yaitu :
a) Kekurangan tenaga professional.
b) Kekurangan tenaga teknisi, guru dan tenaga medis.
c) Kelebihan tenaga kerja kurang terampil.
d) Kelebihan tenaga lulusan bidang humoniti.
3. Pemanfaatan Sumber Daya Sosial
John Deuwel (colleta, 1987 : 133) pengembangan berarti merangsang sambil tetap
menghargai integritas dan otonomi bentuk-bentuk asli. Didukung oleh budaya maica
dapat ditransformasikan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Jika unsur utama
adalah gotong royong maka perlu memperkuat prinsip moralitas yang bisa disebut dengan
common conscience atau collective conscience.
V. Pendekatan Dalam Pemanfaatan Sumber Daya
1. Peranan Masyarakat
Pembanguna yang diprakarsai dan partisipatif masyarakat dengan sendirinya akan
berorientasi pada kebutuhan, potensi, dan kemampuannya (korten, 1987 : 2)
menyebutnya dengan pendekatan Community Based Resources Management. Sebagai
suatu bentuk penanggulangan masalah pembangunan yang tersentralisir. Ciri – ciri pokok
dalam pendekatan Community Based Resources Management adalah sebagai berikut :
a) Prakarsa dan proses pengambilan keputusan dilakukan oleh masyarakat.
b) Focus utamanya adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan
memobilisasi sumber-sumber yang ada.
c) Pendekatan ini menoleransi variasi local sehingga bersifat fleksibel
d) Pendekatan ini menekankan pada proses belajar (social learning)
e) Proses pembentukan jaringan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan mengelola
sumber maupun untuk menjaga keseimbangan. Pada dasarnya prinsip yang
digunakan pada pendekatan ini adalah bahwa control terhadap pengambilan
keputusan adalah yang nantinya menanggung akibat dari keputusannya.
B. PEMBANGUNAN MASYARAKAT SEBAGAI PROSES PENGEMBANGAN
KAPASITAS
Membangun kapasitas internal masyarakat lebih penting agar masyaraka berkembang
secara berkelanjutan. Pengembangan kapasitas masyarakat mengandung tiga unsur pokok
yaitu, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan institusional dan
pengembangan organisasional. Pengembangan sumber daya manusia begitu penting
karena unsur utama masyarakat adalah individu, apabila pengembangan kapasitas
manusia yang menjadi actor kihidupan masyarakat sudah terwujud akan memberikan
kontribusi sangat besar bagi pengembangan kapasitas masyarakatnya. Salah satu
perspektif yang saat ini sedang mengemuka dan menjadi arus utama adalah pemberian
kewenangan kepada masyarakat untuk melakukan pengelolaan proses pembangunan
sendiri.
1. Melalui Proses Belajar
Pembangunan masyarakat merupakan proses perubahan menuju pada kondisi
kehidupan yang semakin baik. Kondisi yang semakin baik tersebut mempunyai makna
yang luas, meliputi peningkatan energy sosial yang terkandung dalam masyarakat,
kualitas kehidupan, produktivitas, kompleksitas masyarakatnya, prestasi dan kreativitas.
Proses pembangunan masyarakat berisi dua aspek yang saling berkaitan yaitu,
penerapan suatu tindakan bersama sambil belajar untuk memperoleh pola dan cara yang
paling tepat atau bekerja sambil belajar. Akibatnya masyarakat memiliki sistem yang
semakin meningkat kapasitasnya dalam mengelola masalah sosial, memanfaatkan potensi
dan peluang serta mengantisipasi tantangan yang muncul
Energi Sosial sebagai Pendorong
Energy sosial merupakan semacam tenaga dalam dari masyarakat, yang dapat
menggerakkan tindakan bersama untuk secara mandiri mampu memperbaiki kondisi
kehidupannya atau mempertahankan dari diri berbagai ancaman dan tantangan.
2. Aktualisasi Kapasitas Melalui Partisipasi
Salah satu indikasi masyarakat yang meningkat kapasitasnya adalah masyarakat yang
memiliki kewenangan dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang menyangkut
dirinya,disaping memiliki kapasitas untuk melakukan pengelolaan pembangunan secara
mandiri. Masyarakat yang demikian akan dapat mengurangi ketergantungan kepada pihak
eksternal, khususnya pemerintah. Kapasitas pengelolan pembangunan juga menyebabkan
masyarakat lebih memiliki kemampuan untuk mengelola masa depannya. 
Untuk memahami partisipasi masyarakat tidak cukup dengan melihat aktivitas fisik
yang terjadi,melainkan juga perlu untuk melihat motivasi, latar belakang dan proses
terjadinya aktivitas tersebut. Partisipasi yang ideal adalah partisipasi yang melibatkan
seluruh lapisan masyarakat.
3. Determinan Pengembangan Kapasitas
Proses perubahan dan perkembangan masyarakat ditentukan oleh berbagai factor.
Kesemuan factor tersebut secara sinergis akan mempengaruhi intensitas dan kecepatan
perubahan yang terjadi. Factor-faktor yang menjadi determinan pengembangan kapasitas
masyarakat melalui proses belajar sosial tersebut adalah aspirasi masyarakat, energi
sosial, tindakan bersama yang melembaga, ilmu pengetahuan dan teknologi, stimulus
eksternal.
C. PEMBANGUNAN MASYARAKAT SEBAGAI PROSES YANG BERSIFAT MULTI
ASPEK
1. Masyarakat bersifat Multi-Aspek
Objek kajian pembangunan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri, khususnya
masyarakat yang sedang membangun. Masyarakat dilihat dari suatu sisi merupakan hasil
interaksi antarindividu dan antar kelompok yang didalamnya juga terkandung berbagai
deferensiasi, dipandang dari berbagai hal yang melatarbelakanginya seperti faktor usia,
ras, kepentingan dan sebagainya.
Talcott Parsons mencoba mengintegrasikan teori ekonomi dengan teori sosiologi. Dia
melihat saling hubungan antara aspek-aspek ekonomi dan nonekonomi dan kemudian
menempatkannya ke dalam kerangka sistem sosial. Sebagai prasyarat agar system
tersebut dapat berfungsi dikemukakan 4 faktor, yaitu adaptive, goal attainment,
integrative dan value pattern. Dilihat dari sudut objek yaitu Pembangunan Masyarakat
sebagai sasaran studi atau sasaran kajian maka semakin lama semakin dibutuhkan
lahirnya konsep-konsep yang dapat menjelaskan secara spesifik tentang pembangunan
masyarakat itu sendiri.
Intervensi Dalam Proses Pembangunan Masyarakat
a. Intervensi Pemerintah
Dipandang dari segi ekonomi, pemerintah pada masa awal pelaksanaan kebijakan
pembangunan dihadapkan pada pilihan yang terbatas dalam menentukan model
pembangunan yang akan dilaksanakan. Sedangkan pada kondisi politik boleh dikatakan
berada pada intesitas krisis yang begitu meluas dan mendalam. Dapat dikatakan bahwa
siapapun yang memegang kekuasaan tidak akan mempunyai banyak pilihan kecuali harus
mencegah agar krisis tersebut tidak menjadi lebih buruk lagi. Dengan demikian,
intervensi lebih bersifat sebagai stimulan untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya
potensi serta kemampuan masyarakat sendiri.
b. Meningkatkan Peran Masyarakat
Dibidang ekonomi dapat dilihat dari adanya pertumbuhan ekonomi dari Pelita yang
satu ke Pelita berikutnya dalam hal kemampuan untuk melakukan menejemen krisis,
perubahan struktur perekonomian serta kemampuan menekan laju pertumbuhan
penduduk.
Masalah Dalam Peningkatan Partisipasi Masyarakat
Apabila dalam proses pembangunan masyarakat masih dibutuhkan campur tangan
pemerintah maka peranannya adalah membuat masyarakat menjadi lebih kompeten
terhadap permasalahannya sendiri sehingga merasa ingin terlibat didalam keseluruhan
proses pemecahannya. Dalam jangka panjang terpenuhinya peranan itu juga akan
mempercepat proses integrasi masyarakat desa dalam kehidupan masyarakat nasional,
terutama ditinjau dari aspek social ekonomi. Hal itu disebabkan masyarakat desa akan
lebih mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi perkembangan yang lebih bersifat
makro.
d. Partisipasi Masyarakat dan Pembangunan Berkelanjutan
Masyarakat yang bersifat tergantung hanya akan melakukan aktivitas pembangunan
selama ada program pemerintah dan ada instruksi sari atas begitu program berhenti
kegiatan juga akan terhenti. Pembangunan berkelanjutan tidak terbatas pada pengelolaan
sumber alam secara berkelanjutan tetapi juga berarti keberlanjutan sosial (social
sustainability) dan ketahanan sosial (social resilience).
Syarat-syarat bagi lembaga pada tingkat komunitas yaitu mewujudkan adanya arus
informasi dua arah, mampu mereduksi factor resiko seminimal mungkin didalam
melaksanakan ide baru, menyesuuaikan proyek yang dating dari luar dengan kondisi
setempat, mampu mengatur dan mengelola sumber daya local, meningkatkan
kemandirian politik dan ekonomi, mampu mendistribusikan manfaat yang timbul dari
proses pembangunan termasuk program dan bantuan dari luar.
3. Pendekatan Pembangunan Wilayah
a. Saling Ketergantungan Desa dan Kota
Pembangunan masyarakat dalam pengertian luas dapat menyangkut baik
masyarakat desa maupun masyarakat kota. Perbedaan di antara keduanya dapat
dilihat dari ikatan sosialnya, diferensiasi sosialnya, orientasi kegiatannya bahkan tata
fisik lingkungan kehidupannya. Dalam aspek sosial, telah terjadi interaksi sosial.
Kondisi ini dimungkinkan oleh karena tersedianya sarana dan prasarana
transportasi menyebabkan mobilitas sosial masyarakat desa semakin meningkat. Di
bidang ekonomi, hubungan masyarakat desa dan kota dapat terjadi secara timbal
balik dalam kedudukan produsen dan konsumen. Ternyata bahwa hubungan desa dan
kota yang semakin intensif dapat menimbulkan saling ketergantungan khusunya
dalam aspek sosial dan ekonomi.
Menuju Hubungan yang Sinergis
Salah satu pendekatan itu adalah mencoba melihat masyarakat desa dan
masyarakat kota tidak berdiri sendiri, tetapi masing-masing sebagai bagian integral
dari suatu kesatuan perkembangan sosial ekonomi. Kesatuan perkembangan sosial
ekonomi seringkali mempunyai suatu batas wilayah tertentu yang biasa disebut
region. Dalam kesatuan regionnya, kota seringkali disebut berfungsi sebagai pusat
pertumbuhan sedang desa sebagai hinterland. Usaha untuk meningkatkan derajat
hidup masyarakat desa khususnya lapisan miskin tersebut dapat pula dilakukan
dalam rangka hubungan antara desa-kota atau rural-urban relationship.
Peranan negara dalam pembangunan khususnya dalam hubungan desa-kota,
disinilah intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan dan program-program
didudukan. Kelemahan yang sering dijumpai pada dasarnya disebabkan dua hal yaitu
anggapan bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah melalui berbagai
program harus bersifat netral dan anggapan bahwa industri akan menciptakan
lapangan kerja secara cepat sehingga dapat menyerap tenaga kerja dari sektor
pertanian yang berkurang kesempatannya karena proses komersialisasi.
4. Pembangunan Ekonomi dan Perubahan Institusional
a. Perkembangan Institusi dalam Transformasi Ekonomi
Pembangunan adalah salah satu bentuk perubahan sosial. Perubahan tersebut disebut
pembangunan apabila menghasilkan pengembangan kapasitas masyarakat salah satunya
melalui kapasitas kelembagaan. Perubahan teknologi dan peningkatan produksi tidak
selalu membawa dampak sebagaimana diharapkan karena tidak adanya penyesuaian
institusional.
Sumber permasalahannya dapat berasal dari sekedar faktor pemanfaatan peluang
tetapi dapat pula berasal dari faktor yang lebih esensial yaitu kesalahan sistem. Apabila
faktor penyebabnya adalah sistem, maka perlu dilakukan reformasi bahkan mungkin
mengembangkan institusi baru atau setidak-tidaknya perlu perubahan institusional.
Institusi pedesaan yang baik harus mengandung empat atribut yaitu efisien dalam alokasi,
efisien dalam distribusi, mempunyai kapasitas untuk mobilitas surplus dan mampu
mengakomodasi aspek-aspek komunitas sebagai suatu kebulatan.
b. Penyesuaian Institusi Tradisional
Perubahan institusional yang terjadi atau diharapkan terjadi melalui pembangunan
masyarakat desa tidak semata-mata institusi yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi,
akan tetapi juga dalam arti yang luas. Melalui proses pembangunan sepanjang
memungkinkan perlu diupayakan agar dapat meningkatkan efisiensi dalam alokasi dan
mobilisasi sumber dengan tetap mempertahankan peranan norma tradisional untuk
mengorganisasi tindakan bersama. Perubahan yang terjadi dibidang ekonomi tersebut
dapat mendorong terjadinya perubahan institusi terutama dalam pola hubungan sosialnya.
4. Pemberdayaan Masyarakat
Dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Walaupun
secara makro kebijakan ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi tetapi secara
mikro ternyata kurang menyentuh peningkatan taraf hidup lapisan terbawah bahkan
kemudian menimbulkan kesenjangan. Apabila mengikuti pandangan bahwa dalam proses
pembangunan dikenal adanya tiga skateholders, yaitu negara, swasta dan masyarakat
maka dalam paradigma pembangunan konvensional peranan negara paling dominan
dibanding dua skateholders yang lain. Dalam paradigma pembangunan yang berpusat
pada rakyat, komposisi peranan tersebut diharapkan lebih imbang dan proposional. Hal
itu hanya dapat dilakukan dengan mengurangi peranan negara di satu pihak dan
meningkatkan peranan masyarakat di lain pihak.

Anda mungkin juga menyukai