Anda di halaman 1dari 9

PAPER

Keperawatan al islam

“kematian dalam pandangan islam, mendapingi orang muslim sakaratul maut, bimbingan doa
dan zikir”

Dosen pembimbing : Asyha,S,H,I, M. Pd, I

Disusun Oleh :

M. Fatha Maulana Al Mufry (821181006)

Zumardi Azzra (821181012)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROPESI NERS


STIKES YARSI PONTIANAK
2018/2019
DEFINISI

Penyebutan pada kata mati dan hidup berdasarkan konsep Islam adalah sebuah rantai
kehidupan yang saling menghubungkan. Artinya, bahwa kematian adalah satu dimensi
kehidupan berikutnya dan akan berlangsung setelah proses kehidupan yang pertama.
Peristiwa kematian dan kehidupan, oleh al-Qur’an dinilai sebagai bentuk penciptaan yang
patut diperhatikan secara seksama; dan bahkan perhatian kepada kedua kata ini (mati dan
hidup) memerlukan analisis secara aktual, dengan mengacu kepada sifat Tuhan melalui
representasi asma’ al-husna, bahwa tingkat kebaikan Tuhan memang tak terbatas. Dengan
kata lain, kematian dan kehidupan adalah suatu penciptaan Tuhan yang patut disyukuri dan
diterima seikhlas mungkin sebagai landasan ketaqwaan seorang hamba dalam konteks
keimanan. (Umar Latif, 2016)

Istilah sakaratul maut berasal dari bahasa arab, yaitu “sakarat” dan “maut”. Sakarat
dapat diartikan dengan “mabuk” sedangkan “maut” berarti kematian. Dengan demikian,
sakaratul maut berarti orang yang sedang dimabuk dengan masa-masa kematiannya.

Sakaratul maut merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang
memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian merupakan kondisi
terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus
eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru
secara menetap. Sakartul maut dan kematian merupakan dua istilah yang sulit untuk
dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. kematian lebih kearah suatu proses,
sedangkan sakaratul maut merupakan akhir dari hidup.

Kematian yang diawali dengan sakaratul maut adalah sunnatullah yang memotong
semua kesenangan dan awal menuju alam akhirat yang abadi. Tak ada yang bisa mengelak,
terhindar, dan menangguhkan kedatang-annya, walaupun berlindung di dalam benteng yang
kokoh. Namun, banyak manusia yang lalai akan melakukan hal ini. (Muhammad abdul hadi,
2002.hal 4)

KEMATIAN MENURUT PSIKOLOGI ISLAM


Kematian dalam Islam merupakan akhir dari kehidupan di dunia. Islam
memandang bahwa kehidupan terbagi menjadi tiga, yaitu
(1) kehidupan di dunia,
(2) kehidupan di
alam barzah
(3) kehidupan di akhirat (Budiwanti, 2000 dalam Muh. Amin Arqi, 2018).

Kematian menurut Islam berarti tahap transisi antara kehidupan pertama ke kehidupan
selanjutnya, karena setelah melewati kehidupan di dunia, manusia tidak akan mengalami
kematian lagi (Latif, 2016). Dalam Psikologi Islam, ketika seseorang mengalami kematian,
nafsakan berpisah dari jasad (Bakry, 2015 dalam Muh. Amin Arqi, 2018)).

Menurut Islam sendiri, kematian terjadi karena terlepasnya roh dari tubuh manusia dan tidak
kembali lagi (Herdina, 2013). Roh sendiri menurut Ibnu Sina merupakan satu entitas yang
sama dengan nafs (Reza, 2014). Dengan kata lain, antara nafs dan roh merupakan satu
entitas yang sama dan tidak dibedakan oleh Ibnu Sina. Sehingga dapat diketahui bahwa
hubungan antara nafsdan tubuh merupakan dua hal yang saling membutuhkan satu
dengan yang lain. Dengan lain, nafs tidak akan ada jika tubuh atau materi fisik tidak
tersedia sebagai wadahnya (Reza, 2014 dalam Muh. Amin Arqi, 2018)).

Pada bagian pengantar telah disinggung bahwa secara alami, manusia akan menghindari
sesuatu yang menyakitkan atau sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman (Purwoko,
2012). Demikian halnya dengan kematian yang secara alami akan dihindari oleh
manusia. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa hal tersebut terjadi karena
adanya ketidakpastian yang berkaitan dengan waktu kematian itu sendiri. Selain itu, hal
tersebut juga terjadi karena manusia memiliki anggapan bahwa kematian merupakan
akhir dari kesenangan dan kenikmatan yang dirasakan di dunia (Herdina, 2013).
Hidayat (2010) juga menjelaskan bahwa seseorang cenderung menghindari
kematian karena dibayangi sakit dan celaka yang menjembatani kematian. Sakit dan
celaka ini merupakan sesuatu yang dianggap oleh seseorang sebagai sesuatu yang tidak
nyaman, sehingga secara alami manusia akan menghindari sesuatu yang berkaitan
dengan kematian. (Muh. Amin Arqi, 2018)
Pandangan tentang kematian seperti yang disebutkan di atas tidaklah salah, namun
pandangan Islam tentang kematian memiliki perbedaan. Jika kematian dianggap
sebagai akhir dari kesenangan dan kenikmatan di dunia, maka dalam Islam kematian
memiliki arti yang berbeda. Misalnya saja, Jalaluddin Rakhmat memiliki pandangan
bahwa kematian merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk menyucikan diri
dari segala sesuatu yang telah dilakukan selama menjalani kehidupan (Wijaya, 2009).
Upaya menyucikan yang dimaksudkan dapat dipahami dengan memperhatikan konsep
nafs itu sendiri. Nafs merupakan interaksi antara substansi jasad dan
ruhani(Wulandari,2017; Reza, 2014). Berdasarkan pandangan tersebut, dapat
diketahui bahwa kematian berarti berpisahnya kedua substansi tersebut. (Muh. Amin Arqi,
2018)

MENDAPINGI ORANG MUSLIM SAKARATUL MAUT

1. Bicaralah Baik Baik


Jika Anda mengira seorang dalam kondisi sakaratul maut, atau mati suri itu dalam
kondisi yang tidak bisa mendengarkan apapun juga diluar dirinya, maka itu salah.
Terbukti ada orang yang tengah mati suri selama berbulan-bulan, saat ia terbangun
dari mati surinya ia bercerita mengenai seseorang yang mendampinginya telah
mengatakan buruk-buruk disampingnya. Maka bicaralah yang baik-baik saat
mendampingi orang yang tengah sakit atau kondisi sakaratul maut.Diriwayatkan oleh
Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda ”Bila kamu datang mengunjungi orang sakit
atau orang mati, hendaklah kami berbicara yang baik karena sesungguhnya malaikat
mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan”
2. Membimbing Pasien Dalam Kondisi Sakaratul Maut Agar Berbaik Sangka Kepada
Allah
Dalam kondisi apapun juga sebenarnya kaum muslim dituntut untuk selalu berbaik
sangka pada Allah. Pun, dalam kondisi sangat kepayahan saat sakaratul maut, orang-
orang terdekatnya dianjurkan untuk membisiki dengan kalimat baik, penyebutkan kata
Allah berulang padanya dan memberikan hiburan untuk bersemangat dalam
menghapapi sakit yang dideritanya, walaupun itu dalam kondisi sangat payah. Ibnu
Abas berkata ”Apabila kamu melihat seseorang menghadapi maut, hiburlah dia
supaya bersangka baik pada Tuhannya dan akan berjumpa dengan Tuhannya itu”
3. Mentalkinkan Dengan Kalimat “laailahaillallah”
Lakukan  5 Hal Saat Mendampingi Orang Sakaratul Maut, salah satunya adalah
membimbing ucapan “laailahaillallah” secara berulang kali dan  secara terus menerus
sampai nyawa terangkat dari badan. Jika kalimat itu terlalu panjang saat menjelang
nyawa tercerabut dari badan, maka pendamping bisa memangkas menjadi kalimat
“Allah..Allah” Hadist Riwayat Muslim “Talkinkanlah olehmu orang yang mati
diantara kami dengan kalimat Laailahaillallah karena sesungguhnya seseorang yang
mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya sesungguhnya
seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah
bekalnya menuju surga”
4. Menutupkan Matanya Saat Pasien Mulai Meninggal
pasien atau  orang dalam keadaan sakaratul maut terkadang matanyanya terbuka,
maka dalam kondisi ini orang yang mendampinginya tetap mendoakannya dan
sembari menutupkan kelopak matanya.Ibnu Majah Rasulullah bersabda “apabila
kamu menghadiri orang yang meninggal dunia di antara kamu, maka tutuplah
matanya karena sesungguhnya mata itu mengikuti ruh yang keluar dan berkatalah
dengan kata-kata yang baik karena malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu
ucapkan”.
5. Membasahi Kerongkongan Orang yang Tengah Sakaratul Maut
Mengapa demikian? hal ini merupakan meringankan beban orang yang tengah
menderita karena sakaratul maut, hingga memudahkannya mengucapkan dua kalimat
syahadat.“Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan
orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian
disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena
bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit
untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat
meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal
itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat.” (Al-
Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah).

EMPAT HAL YANG DILAKUKKAN SAAT SAKARATUL MAUT

Setiap orang dianjurkan untuk memperbanyak mengingat mati dan menyiapkan diri untuk
menyambutnya dengan bertobat dan istiqamah dalam beribadah kepada Allah subhanahu
wata‘ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ِ ‫ أَ ْكثِرُوا ِم ْن ِذ ْك ِر هَا ِذ ِم اللَّ َّذا‬ 


‫ت‬
Artinya: “Perbanyaklah oleh kalian mengingat pemutus kenikmatan (kematian).” (HR. Ibnu
Hiban)

Kematian adalah sebuah keniscayaan. Ia bisa menemui siapa saja baik tua maupun
muda tanpa bisa dimajukan atau dijadwal mundur. Orang yang masih muda ataupun mereka
yang sudah tua, yang masih dalam keadaan sehat maupun yang sedang mengalami sakit,
semuanya bisa saja menemui kematiannya tanpa dapat diduga-duga. Kematian tidak lebih
dekat kepada orang tua dari pada anak muda, pun tidak lebih dekat kepada orang yang sakit
dari pada orang yang sehat.    Berapa banyak kematian menghampiri seorang anak muda
ketika ia sedang tenggelam di dalam mimpi-mimpinya. Dan berapa banyak pula orang tua
yang sudah begitu renta justru masih panjang masa hidupnya padahal setiap harinya ia selalu
berjaga-jaga jikalau datang ajalnya.   

Orang yang dalam keadaan sakit anjuran untuk mengingat kematian dan menyiapkan
diri untuknya menjadi lebih kuat baginya. Sedangkan bagi keluarga atau orang yang berada di
sekeliling orang yang telah terlihat adanya tanda-tanda datangnya ajal ada beberapa hal yang
mesti dilakukan.   Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitabnya Al-Fiqhul Manhajî menyebutkan
ada 4 (empat) hal yang semestinya dilakukan seseorang terhadap anggota keluarga yang
sedang mengalami naza’ atau sakaratul maut. Keempat hal itu adalah:

1. menidurmiringkan orang tersebut ke sisi badan sebelah kanan untuk menghadapkan


wajahnya ke arah kiblat. Bila hal ini dirasa susah maka menelentangkannya dengan
posisi kepala sedikit diangkat sehingga wajahnya menghadap ke kiblat. Demikian
pula kedua ujung kakinya juga disunahkan untuk dihadapkan ke arah kiblat.  
2. disunahkan mengajari (men-talqin) orang yang sedang sekarat kalimat syahadat yakni
lâ ilâha illallâh dengan cara yang halus dan tidak memaksanya untuk ikut menirukan
ucapan syahadat tersebut. Cukuplah mentalqin dengan mengulang-ulang
memperdengarkan kalimat lâ ilâha illallâh di telinganya tanpa menyuruh untuk
mengucapkannya.   Bedasarkan sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim
  ُ‫ لَقِّنُوا َموْ تَا ُك ْم اَل إِلَهَ إِاَّل هللا‬ 
3. Artinya: “Ajarilah orang yang mau meninggal di antara kalian dengan kalimat lâ ilâha
illallâh.”  
disunahkan membacakan surat Yasin kepada orang yang sedang sekarat. Berdasarkan
sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiban:  
‫ اقرؤوا َعلَى َموْ تَا ُك ْم يس‬ 
Artinya: “Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang sedang sekarat di antara kalian.”
4. orang yang sedang mengalami sakit dan merasakan sudah adanya tanda-tanda
kematian ia dianjurkan untuk berbaik sangka (husnu dhan) kepada Allah. Dalam
keadaan seperti ini yang terbaik ia lakukan adalah membuang jauh-jauh bayangan
dosa dan kemaksiatan yang telah ia perbuat. Sebaliknya ia dianjurkan untuk
membayangkan bahwa Allah akan menerimanya dan mengampuni semua dosa-
dosanya.   Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Imam Muslim  Allah berfirman:
‫ أَنَا ِع ْن َد ظَنِّ َع ْب ِدي بِي‬ 
Artinya: “Aku bersama prasangka hamba-Ku kepadaku.”  
Para ulama mengajarkan ketika seseorang dalam keadaan sehat maka rasa takutnya
terhadap siksa Allah (khauf) dan harapannya terhadap rahmat Allah (rajâ) mesti
seimbang ada di dalam dirinya. Ada yang mengatakan rasa takutnya harus lebih
banyak dari pada harapannya. Namun ketika seseorang dalam keadaan sakit dan telah
dekat kematiannya maka harapan pada rahmat Allah mesti harus lebih besar dari rasa
takutnya atau bahkan hanya ada harapan saja di dalam dirinya kepada rahmat Allah.
Ia mesti yakin bahwa Allah akan mengampuninya dan melimpahkan kasih sayang
kepadanya. Wallâhu a’lam. (Yazid Muttaqin)    

BACAAN UNTUK ORANG YANG SAKARATUL MAUT


Sungguh, sakitnya sakaratul maut tidak bisa dibandingkan dengan rasa sakit gigi atau sakit
yang lainnya. Rasa sakit sakaratul maut dikatakan lebih sakit dibandingkan dengan seribu
sayatan samurai. Bahkan Nabi Muhammad SAW merasakan betapa sakitnya orang yang
sedang sakaratul maut, apalagi kita umatnya yang berlumuran dosa.
Orang yang sekarat tidak bisa diobati. Ajalnya sudah tiba. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia
hanya bisa berharap bantuan doa dari orang yang mengelilinga jasadnya. Ia tidak butuh harta
dan kursi lagi. Yang dibutuhkan hanya lantunan ayat suci Al-quran dan doa keluarganya.

Pada saat itu, orang yang sekarat merasakan kebingungan yang dahsyat. Setan pun
menghampirinya dan mengajak pada kesyirikan. Andai tidak ada yang mendoakan di
sekelilingnya, bisa saja ia terpengaruh pada godaan setan. Na’udzubillah.
Oleh karena itu, para ulama menganjurkan untuk mendampingi orang yang sekarat.
Pendampingan ini bukan hanya sekedar menangis, akan tetapi mendoakan husnul khotimah.
Banyak bacaan (ayat atau dzikir) yang dianjurkan dibaca di dekat orang yang sekarat.

Di antaranya Surat Yasin, Surat Ar-Ra’du, dan kalimat tahlil. Dalam kitab Nihayatuz
Zain dijelaskan bahwa Surat Yasin ini dibaca dengan nyaring sedangkan Surat Ar-Ra’du
dibaca secara pelan. Faidahnya sangat banyak, di antaranya adalah memudahkan keluarnya
ruh. Selain itu, perbanyak juga menalqin (mendikte) orang yang sekarat dengan kalimat
tahlil, lailaha illaallah.

Rasulullah SAW bersabda:

‫لقنوا موتاكم الاله اال هللا‬

Tuntunlah orang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan kalimat laa ilaha
illaallah. (HR. Muslim)

Maka dari itu, temanilah orang yang akan meninggal dunia. Perbanyaklah bacaan Al-Quran
di sampingnya atau kalimat tahlil, karena tidak ada hal lain yang diharapkannya kecuali
bantuan doa dari orang yang masih hidup. Dan juga tidak diperkenankan orang yang hadir
membicarakan aib atau keburukan orang tersebut.

Oleh karena itu, teruslah tanpa henti mendoakan kebaikan untuk orang yang sedang sekarat.
Dengan begitu ia akan terbantu dalam mengahadapi sakitnya kematian. Dengan begitu pula
ketika giliran kita yang sekarat, akan ada orang lain yang melakukan hal sama.
DAFTAR PUSTAKA

Umar Latif, 2016. Konsep Mati Dan Hidup Dalam Islam (Pemahaman Berdasarkan Konsep
Eskatologis1). Jurnal Al-Bayan / Vol. 22 No. 34 Juli - Desember 2016

Muhammad abdul hadi, 2002. Menjemput sekaratul maut bersama rasulullah. Jakarta : KDT

Muh. Amin Arqi, 2018. Kematian Menurut Islam Wetu Teluditinjau Dari
Perspektif Psikologi Islam. Jurnal Psikologi Islam, Vol. 5, No. 1(2018): 37-
44

https://islamidia.com/jangan-takut-lakukan-5-hal-ini-saat-mendampingi-orang-sakaratul-
maut/ di akses pada 27 april 2020, pukul 08,51.

https://islam.nu.or.id/post/read/84383/lakukan-empat-hal-ini-saat-menghadapi-orang-
sakaratul-maut di akses pada 27 april 2020, pukul 08,51.

https://islami.co/bacakan-ini-di-samping-orang-yang-sakaratul-maut/ di akses pada 27 april


2020, pukul 08,51.

Anda mungkin juga menyukai