Anda di halaman 1dari 28

BAB III

PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

3.1 Perencanaan Pelat Lantai Kendaraan


3.1.1 Data Perencanaan
Pelat lantai kendaraan merupakan struktur pertama yang menerima
pembebanan pada jembatan. Menurut SNI-T tahun 2004, tebal pelat lantai
kendaraan dapat ditentukan dengan menggunakan 2 ketentuan yakni persamaan
sebagai berikut :
Ts > 200 mm (3-1)

Ts > (100 + 40 L) mm (3-2)

Dimana :
L adalah bentang pelat yang diukur dari pusat ke pusat tumpuan (meter);
Dengan nilai L adalah 1 meter, maka direncanakan dimensi tebal pelat beton
lantai kendaraan adalah sebagai berikut :
Ts > 100 + (40 x 1) mm
Ts > 140 mm
Maka dalam perencanaannya digunakan Ts = 200 mm. Untuk tebal perkerasan jalan
diambil asumsi dengan tebal 60 mm. sehingga didapatkan data perencanaan sebagai
berikut :
Tabel 3.1 Properties Perencanaan Pelat Lantai Kendaraan
d4 6 Cm
d3 20 Cm
b1 1,5 M
L 50 M
λ 5 M
B 9 M
B + Trotoar 11 M
(Sumber : Penulis, 2019)
3.1.2. Pembebanan Pelat Lantai Kendaraan
Beban yang diterima oleh pelat lantai kendaraan adalah beban-beban
eksternal yang melalui jembatan dan dibedakan menjadi beban mati dan beban
hidup.
3.1.2.1. Beban Mati
Beban mati yang bekerja pada pelat lantai kendaraan adalah beban akibat
perkerasan jalan oleh aspal dan beban akibat berat struktur itu sendiri. Adapun
persamaan perhitungan pembebanannya adalah sebagai berikut :
- Beban Perkerasan Aspal
𝑞𝑎𝑠𝑝𝑎𝑙 = 𝑏1 𝑥 ℎ 𝑥 𝛾𝑎𝑠𝑝𝑎𝑙 𝑥 K U
MS (3-3)

- Beban Pelat lantai kendaraan


𝑞𝑝𝑒𝑙𝑎𝑡 = 𝑏1 𝑥 ℎ 𝑥 𝛾𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 𝑥 K U
MS (3-4)

- Beban Mati Total


𝑄𝑚 = 𝑞𝑎𝑠𝑝𝑎𝑙 + 𝑞𝑝𝑒𝑙𝑎𝑡 (3-5)

Sehingga didapatkan perhitungan beban mati pada pelat lantai kendaraan adalah
sebagai berikut :
- Aspal = 2245 × 1 × 0,06 × 1.3
= 175 kg/m
- Plat beton = 2320 × 1 × 0,2 × 1,3
= 603.2 kg/m
- Beban mati total = 175 + 603.2
= 778.2 kg/m
Setelah mendapatkan beban per meter akubat beban mati, langkah selanjutnya
adalah memperhitungkan momen yang diakibatkan oleh beban mati dengan
persamaan sebagai berikut :
1
Mc = 8 × 𝑄𝑚 × 𝑏12 (3-6)

Dimana :
Qm adalah beban total beban mati (kN/m)
B1 adalah jarak antar balok memanjang (meter)
Sehingga didapatkan nilai momen maksimum adalah sebagai berikut :
1
Mc = 10 × 778.2 × 12

Mc = 77.82 kg.m
3.1.2.2. Beban Hidup
Beban hidup yang diperhitungkan pada perencanaan pelat lantai kendaraan
hanya beban hidup akibat beban truk dengan persamaan sebagai berikut :
TU = T × (1 + DLA) × load factor (3-7)

Dimana :
T adalah adalah 112.5 kN atau 11467.9 Kg

DLA adalah bernilai 30%

Load Factor adalah sebesar 1.8

Sehingga didapatkan perhitungan beban hidup akibat truk adalah sebagai berikut :

TU = 112.5 × (1 + 0.3) × 1.8

= 263.25 kN

= 26844.03 Kg/m

Setelah mendapatkan beban hidup akibat truk, langkah selanjutnya adalah


menentukan besar momen maksimum yang diakibatkan oleh truk. Adapun
persamaannya adalah sebagai berikut :
𝑆+0.6
M = 0.8 × 𝑥𝑇 (3-8)
10

Dimana :
S adalah sampel 1 meter di pelat lantai kendaraan (meter)
T adalah nilai sebesar 112.5 kN.
Sehingga didapatkan nilai momen maksimum akibat beban hidup truk adalah
sebagai berikut :
1+0.6
M = 0.8 × 10
𝑥 11467.9

= 1467.89 kg.m
Sehingga didapatkan momen total akibat beban mati dan beban hidup sebesar
1545.71 kg.m
3.1.3. Perencanaan Tulangan Pelat
Dalam perencanaan tulang dibutuhkan beberapa data perencanaan pelat lantai
kendaraan berupa spesifikasi beton yang digunakan sebagai berikut :
- Tebal selimut beton adalah 40 mm
- Tebal pelat lantai adalah 200 mm.
- Faktor reduksi kekuatan (φ) adalah 0.8
Dan didapatkan data perencanaan lainnya menggunakan persamaan sebagai
berikut :
0.85 𝑥 ϐ1 𝑥 𝑓′ 𝑐 600
𝜌𝑏𝑎𝑙 = ( × ) (3-9)
𝐹𝑦 600+𝑓𝑦
400
𝜌𝑚𝑖𝑛 = 0.0018 𝑥 (3-10)
𝑓𝑦

𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0.75 𝑥 𝜌𝑏𝑎𝑙 (3-11)

Dimana :
𝜌𝑏𝑎𝑙 adalah rasio tulangan balok
𝜌𝑚𝑖𝑛 adalah rasio tulangan minimum
𝜌𝑚𝑎𝑥 adalah rasio tulangan maksimum
F’c adalah kuat tekan rencana balok sebesar 35 Mpa
Fy adalah tegangan leleh balok rencana sebesar 390 Mpa
Sehingga didapatkan data perencanaan tulangan pelat sebagai berikut :
0.85 𝑥 0.77 𝑥 35 600
𝜌𝑏𝑎𝑙 = ( × 600+390)
390

= 0.035
400
𝜌𝑚𝑖𝑛 = 0.0018 𝑥
390
= 0.0019
𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0.75 𝑥 0,035
= 0.0263
Selanjutnya adalah menentukan jarak antara titik pusat tulangan dengan permukaan
pelat lantai kendaraan (dx) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Dx = t – selimut beton – (0.5 x ф) (3-12)

Dimana :
t adalah tebal pelat beton (200 mm)
selimut beton (40 mm)
ф adalah diameter tulangan yang dipakai (15 mm)
Sehingga didapatkan nilai dx adalah sebagai berikut :
dx = 200 – 40 – (0.5 x 15)
= 152.5 mm
Setelah mendapatkan nilai dx, langkah selanjutnya adalah menentukan momen
nomina (Mn) yang dibutuhkan dalam perencanaan tulangan pelat dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
𝑀𝑢
𝑀𝑛 = φ
(3-13)

Dimana :
Mu adalah momen ultimit akibat beban truk dan beban mati (N.mm)
Φ adalah faktor reduksi kekuatan
Sehingga didapatkan nilai momen nomina (Mn) adalah sebagai berikut :
15158236.9715
𝑀𝑛 =
0.8
= 18947796.21 N.mm
Setelah mendapatkan momen nomina (Mn) langkah selanjutnya adalah menentukan
kuat tekan rencana dengan persamaan sebagai berikut :
𝑀𝑢
Rn = (3-14)
φ x b x 𝑑𝑥 2

Dimana :
b adalah lebar tinjauan sebesar 1 meter
dx adalah jarak titik pusat tulangan dengan permukaan pelat
Sehingga didapatkan nilai kuat rencana adalah sebagai berikut :
15158236.9715
Rn =
0.8 x 1000 x 152.52
= 0.81 N/mm2
Setelah mendapatkan kuat rencana, langkah selanjutnya adalah menentukan rasio
tulangan perlu (ρperlu) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
1 2 𝑥 𝑚 𝑥 𝑅𝑛
𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 𝑥 (1 − √1 − ) (3-15)
𝑚 𝑓𝑦

Dimana :
𝐹𝑦
m adalah = 13.92
0.80 𝑥 𝑓′𝑐

Rn adalah kuat rencana (N/mm2)


Fy adalah tegangan leleh balok (Mpa)
Sehingga didapatkan nilai rasio tulang perlu adalah sebagai berikut :
1 2 𝑥 13.92 𝑥 0.81
𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 𝑥 (1 − √1 − )
13.92 390

= 0.00211
Jika dibandingkan makan nilai 𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 > 𝜌𝑚𝑖𝑛 sehingga rasio perbandingan
tulangan yang digunakan adalah rasio tulangan perlu sebesar 0.00211.
Setelah mendapatkan nilai rasio tulangan, langkah selanjutnya adalah
menentukan luar penampang tulangan yang dibutuhkan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
As perlu = 𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 𝑥 𝑏 𝑥 𝑑𝑥 (3-16)

Sehingga didapatkan nilai penampang tulangan yang dibutuhkan adalah sebagai


berikut :
As perlu = 0.00211 𝑥 1000 𝑥 152.5
= 321.775 mm2
Maka digunakan tulangan yang digunakan adalah ф15-145 mm.

3.1.4. Kontrol Terhadap Geser


3.1.4.1. Akibat Roda Tengah Truk
Adapun syarat nilai geser yang memenuhi untuk perhitungan kontrol
adalah sebagai berikut :
Vn ≤ Vc (3-17)

Dengan persamaan sebagai berikut :


Vn = T x KTT (3-18)

√𝑓′ 𝑐
2
Vc = (1 + (ϐ𝑐 )) 𝑥 ( 6
) 𝑥 𝑏0 𝑥 𝑑 (3-19)

Dimana :
Vn adalah gaya geser akibat beban terfaktor (kN)
Vc adalah kuat geser nominal (kN)
b0 adalah keliling penampang kritis yakni 750 mm
ϐ𝑐 adalah rasio sisi terpanjang terhadap sisi terpendek daerah beban terpusat yakni 2.5
Sehingga didapatkan nilai geser beban terfaktor dan geser nomina sebagai berikut :
Vn = 112.5 x 1.8
= 202.5 kN
2 √35
Vc = (1 + (2.5 )) 𝑥 ( ) 𝑥 750 𝑥 200
6

= 266223.59 N = 266.224 kN
Dari perhitungan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Vn ≤ Vc yang
mengartikan bahwa pelat lantai kendaraan mampu menahan geser akibat roda
tengah truk.
3.1.4.1. Akibat Roda Depan Truk
Dengan nilai Vn sebesar 45 kN, beban akibat roda depan truk memiliki nilai
rasio sisi beban terpusat (ϐ𝑐)yakni 0.625 dan keliling penampang kritis (b0) adalah
126.2 mm sehingga nilai geser nominal adalah sebagai berikut :
2 √35
Vc = (1 + (0.625 )) 𝑥 ( ) 𝑥 126.2 𝑥 200
6

= 104525 N = 104.525 kN
Dari perhitungan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Vn ≤ Vc yang
mengartikan bahwa pelat lantai kendaraan mampu menahan geser akibat roda
depan truk.

3.2 Perencanaan Balok Memanjang


3.2.1 Data Perencanaan
Direncanakan balok memanjang dengan profil IWF 500 x 400 x 11 x 18
dengan spesifikasi sebagai berikut:
Tabel 3.2 Properties Profil IWF 900 x 300 x 18 x 34
Profil IWF 900.300.18.24 Properties
D 488 mm A 0.01635 m2
H 396 mm W 286 kg/m
tw 11 mm r 28 mm
tf 18 mm Zx 0.0031 m3
Ix 0.00071 m4 Zy 0.000824 m3
Iy 0.0000811 m4 h’ 470 mm
rx 0.208 m G 800000000 kg/m2
ry 0.0704 m Fy 250 MPa
Sx 0.00291 m3 Fu 410 MPa
Sy 0.000541 m3 E 200000 kg/cm2
Sumber : Tabel profil baja, Rudi Gunawan
Dengan mutu baja yang digunakan pada profil sebagai berikut:
Tabel 3.3 Mutu Baja BJ41
fy fu

250 MPa = 2500 kg/cm2 4100 MPa = 4100 kg/cm2


Sumber : SNI 03-1729-2002
3.2.2 Faktor Pembebanan
Untuk beban yang akan diperhitungkan pada balok melintang dapat dilihat
pada subbab 2.6 dan menggunakan faktor beban sebagai berikut:
Tabel 3.4 Faktor Beban
Beton cor ditempat 1,3
Baja 1,1
Kayu 1,4
Beban lajur “D” 1,8
Beban truk “T” 1,8
Sumber: SNI 1725:2013
3.2.3. Beban Mati
Beban mati yang diterima oleh balok memanjang terdiri atas beban
perkerasan yakni beban aspal, beban pelat beton, berat bekesting dan berat sendiri
struktur. Persamaan untuk berat aspal dan pelat beton telah dipaparkan pada
persamaan (3-4) dan (3-5). Adapun persamaan untuk mendapatkan beban merata
masing-masing beban mati adalah sebagai berikut :
- Beban Bekesting
𝑞𝑏𝑒𝑘𝑒𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔 = 𝑏1 𝑥 𝛾𝑘𝑎𝑦𝑢 𝑥 K U
MS (3-20)

- Beban Sendiri Struktur


𝑞𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 = 𝑞 (3-21)

- Beban Mati Total


𝑄𝑚 = 𝑞𝑎𝑠𝑝𝑎𝑙 + 𝑞𝑝𝑒𝑙𝑎𝑡 + 𝑞𝑏𝑒𝑘𝑒𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔 + 𝑞𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 (3-22)

Beban mati sebelum komposit yang diperhitungkan pada balok memanjang


adalah sebagai berikut:
- Aspal = 2245 × 1 × 0,06 × 1.3
= 175 kg/m
- Plat beton = 2320 × 1 × 0,2 × 1,3
= 603.2 kg/m
- Berat sendiri = 128 × 1,1
= 140.8 kg/m
- Bekisting = 0,5 × 1 × 1.4
= 0.7 kg/m
Sehingga total berat keseluruhan untuk beban mati (Qm) adalah sebagai berikut ;
𝑄𝑚 = 175 + 603.2 + 140.8 + 0.7
𝑄𝑚 = 919.18 𝑘𝑔/𝑚
a. Momen maksimum
Seperti yang dapat dilihat pada perletakan gambar (3.1) momen terbesar (momen
maksimum) terdapat pada titik c ( Mc ). Sehingga perhitungan momen maksimum
adalah sebagai berikut :
1
Mc = 8 × 𝑄𝑚 × 𝜆2 (3-23)

Dimana ;
Mc adalah momen yang berada di titik c (kg.m)
Qm adalah total beban mati merata pada penampang (kg/m)
𝜆 adalah jarak antar gelagar melintang (meter)
Sehingga didapatkan nilai momen maksimum adalah sebagai berikut :
1
Mc = 8 × 919.81 × 52

= 2874.41 kg/m
b. Gaya reaksi balok
Gaya reaksi yang terjadi pada balok terhadap beban mati pada titik A dan titik
B pada gambar (3.1) dapat diperoleh melalui persamaan sebagai berikut :
1
Vd = 2 × 𝑄𝑚 × 𝜆 (3-24)

Dimana ;
Vd adalah gaya reaksi perletakan (kg)
Sehingga gaya reaksi balok adalah sebagai berikut :
1
VA = VB = 2 × 𝑄𝑚 × 𝜆
1
= 2 × 919.81 × 5

= 2299.525 kg
3.2.4. Beban Hidup
3.2.4.1 Beban Terbagi Rata
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q
tergantung pada panjang total yang dibebani “L” seperti berikut:
L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa (3-25)

L > 30 m : q = 9,0 {0,5 + 15/L} kPa (3-26)

Dimana;
q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan;
L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter);
1 kPa = 0,001 MPa = 0,01 kg/cm2;
Untuk perhitungan L < 30 m, maka perhitungan beban merata menggunakan
persamaan sebagai berikut:

qL = 9 𝑘𝑃𝑎 × 𝑏1 (3-27)

qUDL = qL1 × Faktor beban (3-28)

Sehingga didapatkan besar beban merata beban hidup adalah sebagai berikut :
- qL1 =9 ×1
= 9 kN/m
- qUDL1 = 9 × 1.8
= 16.2 kN/m = 1651.38 kg/m
1
- M UDL = × 𝑄𝑚𝑡𝑜𝑡 × 𝜆2
8
1
= 8 × 1651.38 × 52

= 1032.11 kg.m
3.2.4.2. Beban garis (BGT)
Beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus
terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m.
Sehingga untuk perhitungan BGT dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
PKEL = 49 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 × (1 + 𝐷𝐿𝐴) × 𝑏1 (3-29)

Dimana :
Faktor beban adalah 1.8
DLA adalah koefisien dinamis 30%
b1 adalah jarak antar gelagar memanjang
Sehingga didapatkan hasil beban garis adalah sebagai berikut :
P KEL = 49 × 1.8 × (1 + 0,4) × 1
= 123.48 kN/m = 12587.156 kg/m
Setelah mendapatkan nilai beban garis dan beban merata akibat beban
hidup, langkah selanjutnya adalah mencari nilai momen maksimal yang diakibatkan
oleh beban BTR dan beban BGT. Seperti dalam persamaan momen maksimum
terjadi pada titik C bentang sehingga momen maksimum yang ditimbulkan oleh
beban BTR dan BGT dapat ditentukan melalui persamaan sebagai berikut :
1 1
Mc = (8 × 𝑞𝑈𝐷𝐿 × 𝜆2 ) + (4 × 𝑃𝐾𝐸𝐿 × 𝜆) (3-30)

Dimana :
qUDL adalah beban merata akibat beban hidup
PKEL adalah beban akibat beban garis
Maka didapatkan nilai momen maksimum (Mc) adalah sebagai berikut :
1 1
Mc = (8 × 1651.38 × 52 ) + (4 × 12587.156 × 5)

= 5160.55 kg.m + 15733.945 kg.m


= 20894.495 kg.m

3.2.4.3. Beban Truk “T”


Selain beban “D” terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk “T”.
Beban truk “T” tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”. Beban truk
dapat digunakan untuk perhitungan struktur lantai dan sebagai pembanding
pengaruh dengan beban hidup yang diterima oleh jembatan. Adapun perhitungan
untuk beban truk adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Pembebanan Truk “T”


Sumber: RSNI T-02-2005
Menurut SNI 1725 : 2016 Ps. 8.4.1 diketahui data sebagai berikut :

 Nilai T adalah 112.5 Kn atau 11467.9 kg


 DLA = 30 %

Sehingga didapatkan perhitungan beban akibat truk menggunakan persamaan


sebagai berikut :

T(r) = 𝑇 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 × (1 + 𝐷𝐿𝐴) (3-31)

Dimana :
Faktor Beban adalah 1.8;

Sehingga nilai beban truk adalah sebagai berikut :


T(r) = 11467.9 × 1.8 × (1 + 0,3)
= 26834.9 kg/m
Setelah mendapatkan beban akibat truk, langkah selanjutnya adalah menentukan
momen akibat beban truk maksimal yang berada pada titik C sehingga momen
maksimum didapatkan dengan persamaan sebagai berikut :

1
MTr = 4 × 𝑇𝑟 × 𝐿 (3-32)

Dimana :

Tr adalah nilai beban merata akibat truk (kg/m)

L adalah panjang bentang antar balok melintang (meter)

Sehingga didapatkan nilai momen maksimum akibat beban truk adalah sebagai
berikut :

1
MTr = 4 × 26834.9 × 5

= 33543.578 kg.m\
3.2.5 Kontrol Terhadap Geser
Kontrol geser yang digunakan adalah beban geser ultimit yang berada dekat
dengan perletakan. Adapun beban geser yang diperhitungkan dibagi menjadi dua
bagian yakni sebagai berikut :
a. Geser akibat beban mati dan beban garis serta beban merata
Untuk mendapatkan nilai geser akibat beban mati dan beban hidup garis
serta beban merata (KEL dan UDL) digunakan persamaan sebagai berikut :
Vu = 𝑃𝑘𝑒𝑙 + (0.5 × 𝑞𝑈𝐷𝐿 × 𝜆 ) + (0.5 × 𝑄𝑚 × 𝜆) (3-33)

Sehingga didapatkan nilai geser adalah sebagai berikut :


Vu = 12587.156 + (0.5 × 1651.37 × 5 ) + (0.5 × 919.81 × 5)
Vu = 19015.1 kg
b. Geser akibat beban mati dan beban truk
` Sedangkan untuk mendapatkan nilai geser akibat beban mati dan beban truk
digunakan persamaan sebagai berikut:
Vu = 𝑇𝑟 + (0.5 × 𝑄𝑚 × 𝜆 ) (3-31)

Sehingga didapatkan nilai geser adalah sebagai berikut :


Vu = 26834.862 + (0.5 × 919.81 × 5 )
Vu = 29134.387 kg
Dari dua perhitungan diatas, geser yang ditinjau adalah Vumax yakni beban
geser yang terbesar. Vumax terbesar terdapat pada beban mati dan beban truk
sehingga besarnya Vumax adalah 29134.387 kg.
3.2.6. Kontrol Local Buckling
Gaya geser hanya bekerja pada sambungan antara balok memanjang dan
balok melintang, karena adanya sambungan (connector) maka gaya geser hanya
diterima oleh badan WF, sehingga untuk mendapatkan persamaan geser nomina
(Vn) dilakukan pengecekan dengan persamaan sebagai berikut :

(3-35)
𝑡𝑤
1100
(3-36)
√𝑓𝑦

Sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :


ℎ 396
= = 36
𝑡𝑤 11
1100 1100
= = 69.57
√𝑓𝑦 √250
ℎ 1100
Karena didapatkan bahwa ≤ maka didapatkan persamaan Vn adalah
𝑡𝑤 √𝑓𝑦

sebagai berikut :
Vn = 0.6 × 𝐹𝑦 × 𝐴𝑤 (3-37)
𝐴𝑤 = 𝑑 × 𝑡𝑤 (3-38)
Sehingga didapatkan nilai geser nomina (Vn) adalah sebagai berikut :
Vn = 0.6 × 250 × 488 × 11
Vn = 724680 kg
Setelah mendapatkan nilai geser ultimit maksimal dan nilai geser nomina, maka
dilakukan pengecekan terhadap geser dengan persamaan berikut :
Vu ≤ фVn
29134.39 ≤ 0.9 x 805200
29134.39 ≤ 724680
Sehingga dari persamaan pengecekan diatas, dapat disimpulkan bahwa profil
penampang balok memanjang mampu menahan beban geser yang terjadi pada
balok memanjang.

3.2.7. Kontrol Penampang


Setelah mendapatkan gaya dalam yang diterima oleh elemen balok
memanjang, langkah selanjutnya adalah melakukan kontrol terhadap tekuk lokal.
Adapun syarat untuk mengontrol tekuk local adalah sebagai berikut :
ℎ 1680
≤ (3-39)
𝑡𝑤 √𝑓𝑦
𝑏 170
≤ (3-40)
2 𝑡𝑤 √𝑓𝑦

Dengan menggunakan data dimensi pada tabel 3.1 didapatkan perhitungan sebagai
berikut didapatkan perhitungan sebagai berikut :

396 1680

11 √254.93

36.0 ≤ 105…………….. (OK)

300 170

2 𝑥 11 √250
8.33 ≤ 10.65 ……….(OK)
Dan didapatkan perbandingan Mu dan Mn sebagai berikut :

Mn = Mp = Zx . fy

= 0.0031 . 25492905.3

= 79028 kg/m

3.2.8 Kontrol Lateral Buckling


Setelah memenuhi syarat tekuk lokal, langkah selanjutnya adalah
mengontrol dimensi balok terhadap lateral Buckling (Tekuk Lateral). Adapun
langkah awal kontrol tekuk lateral adalah menentukan tipe bentang balok sebagai
berikut :
Lb = λ = 5 meter
𝐸
Lp = 1.76 × 𝑖𝑦 × √𝑓𝑦

20394324259.56
Lp = 1.76 × 0.0704 × √ 25492905.32

Lp = λ = 3.50453 meter
𝑋𝐼
Lr = 𝑖𝑦 × (𝑓𝑦−𝑓𝑟 ) × √1 + √1 + 𝑋2 (𝑓𝑦 − 𝐹𝑟)^2

Dimana :
𝜋 𝐸𝐺𝐽𝐴 1 1
XI = 𝑆𝑥 × √ ………………. J = 2 × 3 𝑏 × 𝑡 3 + 3 𝑑 × 𝑡 3
2

3.14 2.1010 𝑥 8.109 𝑥 2.0451.10−6 𝑥 0.01635


XI = 0.00291 × √ 2

XI = 1782116919.77 kg/m2
𝑆𝑥 2 𝐼𝑤 2
X2 = 4 × (𝐺.𝐽) 𝑥 ……… Iw = 𝐼𝑦 × (ℎ′)4
𝐼𝑦

0.00291 2 0.0000044787
=4×( ) 𝑥
16360.7 0.0000811

= 0.00000000000000699 m4/kg2
Sehingga nilai Lr adalah sebagai berikut :
Lr = 0.0704 × (1782116919.77
18492905.32
) × √1 + √3.390

Lr = 11.435 meter

Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut :


3.50453 meter ≤ 5 meter ≤ 11.435 meter atau Lp ≤ Lb ≤ Lr
maka dapat disimpulkan bahwa dimensi balok merupakan tipe balok bentang
menengah.
Setelah mendapatkan jenis bentang balok, langkah selanjutnya adalah
menentukan momen di bagian-bangian bentang balok sebagai berikut :

Ma Mc

Mb

M(a) = 1437.20 kgm

M(b) = 2874.41 kgm

M(c) = M(a) = 1437.20 kgm

Sehingga didapatkan nilai faktor pengali momen (Cb) sebagai berikut :

12.5 𝑀𝑚𝑎𝑥
𝐶𝑏 = ≤ 2.3
2.5 𝑀𝑚𝑎𝑥 + 3 𝑀𝑎 + 4𝑀𝑏 + 3 𝑀𝑐

12.5 (2847.41)
𝐶𝑏 = ≤ 2.3
2.5 (2847.41) + 3 (1437.20) + 4(2847.41) + 3 (1437.20)

Cb = 1.3158 ≤ 2.3

Setelah didapatkan nilai faktor pengali momen, dilakukan perhitungan untuk


mendapatkan nilai momen nomina (Mn) dengan persamaan bentang menengah
sebagai berikut :

𝐿𝑟−𝐿𝑏
𝑀𝑛 = 𝐶𝑏 x (Mr + (Mp − Mr) x 𝐿𝑟−𝐿𝑝

11.435 − 5
𝑀𝑛 = 1.1578 x (53814. .35 + (79028 − 53814.35) x
11.435 − 3.50453

Mn = 97728.525 kg.m
Karena dimensi balok memanjang merupakan penampang kompak, maka :

Mn = Mp = 97728.525 kg.m

Sehingga didapatkan pemenuhan syarat kontrol tekuk lateral sebagai berikut :

фMn > Mu

0.9 x 97728.525 Kg.m > 55053.305 Kg.m

87955.673 > 55053.305

Sehingga penampang balok memanjang memenuhi syarat kontrol tekuk lateral.

3.2.9. Kontrol Terhadap Lendutan


Terdapat dua jenis lendutan yang menentukan pada balok memanjang yang
diakibatkan oleh beban-beban terbesar yang berpengaruh besar, yakni lendutan
terhadap beban hidup KEL dan UDL serta lendutan yang diakibatkan oleh beban
truk. Adapun perhitungan yang diperhitungkan adalah sebagai berikut :
a. Lendutan akibat beban merata dan beban garis :
5 𝑄𝑢𝑑𝑙 𝜆4 1 𝑃𝑘𝑒𝑙 𝜆3
F(UDL + KEL) = 384 × × 𝐼𝑥 + 48 × × 𝐼𝑥
𝐸 𝐸
5 917.431 54 1 6992.8644 53
F(UDL + KEL) = 384 × × 0.00071 + 48 × × 0.00071
2.1010 2.1010

F(UDL + KEL) = 0.00177 meter


b. Lendutan akibat beban truk :
1 𝑇𝑟 𝜆3
FT = 48 × × 𝐼𝑥
𝐸
1 14908.26 53
FT = 48 × × 0.00071
2.1010

FT = 0.00268 meter
Jika dibandingkan, maka lendutan yang akan ditinjau adalah lendutan
terbesar (Fmax) akibat beban hidup, yakni lendutan akibat beban truk sebesar
0.00268 meter.
Langkah selanjutnya adalah menentukan besar nilai lendutan yang diizinkan
dalam perencanaan dengan persamaan sebagai berikut :
1
Fizin = 500 x 𝜆
1
Fizin = 500 x 5
Fizin = 0,010 meter
Setelah mendapatkan lendutan yang terjadi dan lendutan yang diizinkan,
langkah selanjutnya adalah pengecekan dengan syarat yang telah ditentukan yakni
sebagai berikut :
Fmax < Fizin
0.003 meter < 0.010 meter
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa lendutan yang terjadi pada profil
balok memanjang memenuhi izin lendutan yang telah disyaratkan.
3.4 Perhitungan Ikatan Angin

3.4.1 Data Perencanaan Ikatan Angin

Gambar 3. Tampak samping rangka jembatan

a. Luas rangka samping pada jembatan adalah trapesium


Diketahui :
λ=5m
h=8m
n (atas) = 8
n (bawah) = 10
Luas Ab = 30% x (10λ+8λ) h/2
= 121500000 mm2
b. Kecepatan angin pada elevasi 10000 mm 𝑉10 = 126 km/jam
c. Kecepatan angin rencana 𝑉𝑏 = 𝑉10 maka 𝑉𝑏 = 126 km/jam
d. Pecepatan gesekan angin pada daerah sub urban (𝑉𝑜 ) = 17.6 km/jam
e. Panjang gesekan pada daerah sub urban (𝑍𝑜 ) = 1000 mm
f. Mutu profil baja :
- E = 200000 Mpa
- fy = 250 Mpa
- fu = 410 Mpa

3.4.2 Perhitungan Ikatan Angin Bawah

Gambar 3. Rencana ikatan angin


a. Ikatan angin bawah direncanakan terletak pada elevasi Z = 14000 mm
dengan jumlah 10 segmen maka :

𝑉10 𝑍
VDZ = 2.5 𝑉𝑜 ( ) In ( )
𝑉𝐵 𝑍𝑜

VDZ = 116.12 km/jam

b. Perhitungan beban angin pada struktur (EWs)


- Angin tekan untuk rangka
PB = 0.0024 Mpa
𝑉𝐷𝑍 2
PD = 𝑃𝐵 ( )
𝑉𝐵
= 0.002038376 Mpa

EWs Tekan = PD x Ab

= 247662.63 N

- Angin hisap untuk rangka


PB = 0.0012 Mpa
𝑉𝐷𝑍 2
PD = 𝑃𝐵 ( )
𝑉𝐵
= 0.001019188 Mpa

EWs Tekan = PD x Ab

= 123831.31 N

- Angin tekan pada balok


PB = 0.0024 Mpa
𝑉𝐷𝑍 2
PD = 𝑃𝐵 ( )
𝑉𝐵
= 0.002038376 Mpa

EWs Tekan = PD x Ab

= 247662.63N
- Angin tekan pada permukaan datar
PB = 0.0019 Mpa
𝑉𝐷𝑍 2
PD = 𝑃𝐵 ( )
𝑉𝐵
= 0.001613714 Mpa

EWs Tekan = PD x Ab

= 196066.25 N

Total EWs Tekan = 247662.63 N > 4400 N/mm …OK

Total EWs Hisap = 123831.31 N > 2200 N/mm …OK

c. Beban angin pada struktur (EWI) pada Jembatan direncanakan memikul


gaya akibat tekanan angin pada kendaraan, dimana tekanan tersebut
sebagai tekanan menerus sebesar 1,46 N/mm
d. Perhitungan Reaksi di Ujung Ikatan Angin
TEWs
- WB = + λ x TEWl
n

= 32066.26318 N
- Rc = n x Wb
= 320662.63 N
e. Perhitungan reaksi batang ikatan angin

- α = 65.56o
- 0 = Rc - Wb/2 - D1 x Sinα
D1 atau Pu = 333657.72 N
f. Perhitungan spec minimum ikatan angin
- Perhitungan r
KL
< 200
r
𝑟 > 39.26 mm
𝐿 = √ 𝑙 2 + λ2 = 12083.04 mm
Kc (jepit-jepit) = 0.65

𝐸
𝑟 ≥ 𝑘𝐿/4.71 √
𝑓𝑦

𝑟 ≥ 58.95 mm
- Perhitungan Ag
Pu = Fcr x Ag
ɸ = 0.9
π2 E
Fe = = 111.22 Mpa
KL 2
(r)
Fy
Fcr = (0.658Fe ) Fy = 97.58 Mpa
𝑃𝑢
Ag = = 3799.23 mm2
ɸFcr
= 37.99 cm2
g. Menentukan Profil Ikatan Angin
Profil IWF 150x150x7x10 dengan spesifikasi sebagai berikut :
- Ag = 4014 mm2
- Ix = 1640 cm4
- Iy = 563 cm4
- rx = 6.39 cm
- ry = 3.75 cm
- Sx = 219 cm3
- Sy = 75.1 cm3
- r = 11 mm
h. Kontrol Batang Tarik
- Kontrol Leleh
ϕPn = ϕ x Fy x Ag
ϕ = 0.9
ϕ Pn = 903150 N
Pu = 333657.72 ≤ ϕ Pn = 903150 …Ok
- Kontrol Putus
ϕPn = ϕ x Fy x Ae
ϕ = 0.75
Ae = 0.85 x Ag
= 3411.9
ϕ Pn = 639731.25 N
Pn = 333657.7221 ≤ ϕ Pn = 639731.25 …Ok
i. Kontrol Batang Tekan
π2 E
Fe = = 130.66 Mpa
KL 2
( rx )
Fy
Fcr = (0.658Fe ) Fy = 112.2399767 Mpa

Pn = ф x Fcr x Ag
= 405478.13 N
Pu = 333657.72 < Pn = 405478.13 …Ok
j. Kontrol Block Shear
Agv = 40 x tf = 400 mm
Anv = (40 − (1.5 x ϕper`lemahan))x tf
= 355 mm
Agt = 35 x tf
= 350 mm
Ant = (35 − (0.5 x ϕperlemahan))x tf
= 335 mm
Ubs (merata) = 1
Putus Tarik = Ubs x fu x Ant = 137350 N
Putus Geser = 0.6 x fu x Anv = 87330 N
Kapasitas Block Shear
Rn = 0.60 x Fy x Agv + Ubs x Fu x Ant
= 197350 N
Putus Tarik = 137350 < Kapasitas Block Shear = 197350 …OK
Putus Geser = 87330 < Kapasitas Block Shear = 197350 …OK

3.4.3 Perhitungan Ikatan Angin Atas

Gambar 3. Rencana ikatan angin

a. Ikatan angin bawah direncanakan terletak pada elevasi Z = 22000 mm


dengan jumlah 8 segmen maka :

𝑉 𝑍
VDZ = 2.5 𝑉𝑜 ( 𝑉10 ) In (𝑍 )
𝐵 𝑜

VDZ = 136.01 km/jam

b. Perhitungan beban angin pada struktur (EWs)


- Angin tekan untuk rangka
PB = 0.0024 Mpa
𝑉𝐷𝑍 2
PD = 𝑃𝐵 ( )
𝑉𝐵
= 0.002796481Mpa

EWs Tekan = PD x Ab

= 339772.41 N

- Angin hisap untuk rangka


PB = 0.0012 Mpa
𝑉𝐷𝑍 2
PD = 𝑃𝐵 ( )
𝑉𝐵
= 0.00139824 Mpa

EWs Tekan = PD x Ab

= 169886.205 N

- Angin tekan pada balok


PB = 0.0024 Mpa
𝑉𝐷𝑍 2
PD = 𝑃𝐵 ( )
𝑉𝐵
= 0.002796481 Mpa

EWs Tekan = PD x Ab

= 339772.41 N

- Angin tekan pada permukaan datar


PB = 0.0019 Mpa
𝑉𝐷𝑍 2
PD = 𝑃𝐵 ( )
𝑉𝐵
= 0.002213881 Mpa

EWs Tekan = PD x Ab

= 268986.49 N

Total EWs Tekan = 339772.41 N > 4400 N/mm …OK

Total EWs Hisap = 169886.205 N > 2200 N/mm …OK

c. Beban angin pada struktur (EWI) pada Jembatan direncanakan memikul


gaya akibat tekanan angin pada kendaraan, dimana tekanan tersebut
sebagai tekanan menerus sebesar 1,46 N/mm
d. Perhitungan Reaksi di Ujung Ikatan Angin
TEWs
- WB = + λ x TEWl
n

= 49771.55125 N
- Rc = n x Wb
= 398172.41 N
e. Perhitungan reaksi batang ikatan angin

- α = 65.56o
- 0 = Rc - Wb/2 - D1 x Sinα
D1 atau Pu = 408857.2118 N
f. Perhitungan spec minimum ikatan angin
- Perhitungan r
KL
< 200
r
𝑟 > 39.26 mm
𝐿 = √ 𝑙 2 + λ2 = 12083.04 mm
Kc (jepit-jepit) = 0.65

𝐸
𝑟 ≥ 𝑘𝐿/4.71 √
𝑓𝑦

𝑟 ≥ 58.95 mm
- Perhitungan Ag
Pu = Fcr x Ag
ɸ = 0.9
π2 E
Fe = = 111.22 Mpa
KL 2
(r)
Fy
Fcr = (0.658Fe ) Fy = 97.58 Mpa
Pu
Ag = = 4655.49 mm2
ɸFcr
= 46.55 cm2
g. Menentukan Profil Ikatan Angin
Profil IWF 175 x 175 x 7.5 x 11 dengan spesifikasi sebagai berikut :
- Ag = 5121 mm2
- Ix = 2880 cm4
- Iy = 984 cm4
- rx = 7.5cm
- ry = 4.38cm
- Sx = 330 cm3
- Sy = 112cm3
- r = 12 mm
h. Kontrol Batang Tarik
- Kontrol Leleh
ϕPn = ϕ x Fy x Ag
ϕ = 0.9
ϕ Pn = 1152225 N
Pu = 408857.21 ≤ ϕ Pn = 1152225 …Ok
- Kontrol Putus
ϕPu = ϕ x Fy x Ae
ϕ = 0.75
Ae = 0.85 x Ag
= 4352.85
ϕ Pn = 816159.375N
Pu = 408857.2118 ≤ ϕ Pn = 816159.375…Ok
i. Kontrol Batang Tekan
π2 E
Fe = = 180.00 Mpa
KL 2
( )
rx
Fy
Fcr = (0.658Fe ) Fy = 139.78 Mpa

Pn = ф x Fcr x Ag
= 644278.10 N
Pu = 408857.2118 < Pn = 644278.10 …Ok
j. Kontrol Block Shear
Agv = 40 x tf = 440 mm
Anv = (40 − (1.5 x ϕper`lemahan))x tf
= 390.5 mm
Agt = 35 x tf
= 385 mm
Ant = (35 − (0.5 x ϕperlemahan))x tf
= 368.5 mm
Ubs (merata) = 1
Putus Tarik = Ubs x fu x Ant = 151085 N
Putus Geser = 0.6 x fu x Anv = 96063 N

Kapasitas Block Shear


Rn = 0.60 x Fy x Agv + Ubs x Fu x Ant
= 217085 N
Putus Tarik = 137350 < Kapasitas Block Shear = 217085 …OK
Putus Geser = 87330 < Kapasitas Block Shear = 217085 …OK

Anda mungkin juga menyukai