Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ORTHOPEDI & TRAUMATOLOGI LAPORAN KASUS

TIM KOORDINASI PENDIDIKAN FEBRUARI 2019


RSI FAISAL MAKASSAR

CASE REPORT:
OPEN COMMUNITIVE FRACTURE PROXIMAL PHALANX RIGHT THUMB +
TOTAL RUPTURE FLEXOR POLICIS LONGUS TENDON AND ADDUCTOR
POLICIS TENDON RIGHT THUMB + TOTAL RUPTURE TENDON FLEXOR
DIGITORUM PROFUNDUS AND SUPERFICIALIS RIGHT MIDDLE FINGER

DISUSUN OLEH:
NADYA SCHELINA SUNGE
111 2016 2015

PEMBIMBING:
dr. A. Dhedie Prasatia Sam, M.Kes, Sp.OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


BAGIAN ORTHOPEDI & TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
Halaman Pengesahan

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nadya Schelina Sunge


Stambuk : 111 2016 2015.
Judul Laporan Kasus :
Open Communitive Fracture Proximal Phalanx Right Thumb + Total Rupture Flexor Policis
Longus Tendon And Adductor Policis Tendon Right Thumb + Total Rupture Tendon Flexor
Digitorum Profundus And Superficialis Right Middle Finger.

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepanitraan Klinik pada Bagian Orthopedi &
Traumatologi Fakultas Kedokteran UMI.

Makassar, Februari 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. A. Dhedie P Sam, M.Kes, Sp.OT


BAB I
LAPORAN KASUS
I.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 27-01-2000
Umur : 19 tahun
Alamat : Jl. Lappa Lompo
Agama : Islam
Tanggal MRS : 16/02/2019
No. RM : 164198

I.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Luka pada jari-jari tangan kanan.
Riwayat Keluhan Sekarang : Luka pada ibu jari, telunjuk dan jari tengan dialami sejak 3
jam sebelum masuk RS. Mekanisme trauma : pasien sedang menggunakan gergaji mesin
untuk memotong kayu dan kemudian jari pasien tidak sengaja mengenai gergaji tersebut.
Riwayat kesadaran menurun (-) Riwayat demam tidak ada. Riwayat trauma (+). Pasien
dominan tangan kanan.
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi tidak ada. Diiabetes Militus tidak ada.
Riwayat Pengobatan : tidak pernah berobat sebelumnya.
Riwayat operasi: pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya.

I.3 Pemeriksaan Fisik


1. Primary Survey
 Airway and C-spine control

Airway : paten
C- spine control : paten
 Breathing

Inspeksi : pergerakan dada simetris kiri dan kanan, nafas


spontan, tidak ditemukan jejas. RR : 20x/menit.
Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
 Circulation : Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 x /menit,
reguler, kuat angkat.
 Disability : GCS E4M6V5 Composmentis, Refleks

cahaya +/+, pupil isokor  2,5 mm ODS.


 Environment : Suhu 36,8 C.
2. Secondary Survey

Status lokalis : Regio palmaris manus dextra


 Look : Deformitas (-), udem (+), hematom (-), luka (+) laserasi pada digiti 1
ukuran 5 x 3 x 3 cm dan 5 x 1 x 3 cm, bone based. Laserasi pada digiti 2
ukuran 3 cm. Laserasi pada digiti 3 ukuran 3 cm.
 Feel : Nyeri tekan (+)
 Move :
- Gerak aktif dan pasif wrist joint normal
- Thumb :
 Gerak aktif dan pasif MCP joint terbatas karena nyeri.
 Gerak aktif IP joint tidak ada.
- Index finger :
 Gerak aktif dan pasif MCP,PIP, DIP joint terbatas karena nyeri.
- Middle finger :
 Gerak aktif dan pasif MCP,PIP, joint terbatas karena nyeri.
 Gerak aktif DIP joint tidak ada.
- Ring finger dan little finger :
 Gerak aktif dan pasif MCP,PIP, DIP joint normal.
- NVD :
Thumb :
 Sensibilitas : anastesi
 CRT > 2 dtk
- Index finger :
 Sensibilitas baik
 CRT < 2 dtk
- Middle finger :
 Sensibilitas baik
 CRT < 2 dtk

 Spesial tes :
 index finger : profundus test (+)
 middle finger : profundus test (-)

Foto klinis

I.4 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

WBC 20.12 4.0-10.0 103/mm3


RBC 3.79 4.00-6.20 106/mm3
HGB 11.6 11.0-17.0 g/dl
HCT 32.8 35.0-55.0 %
PLT 243 150-400103/mm3
HbsAg Non Reactive Non Reactive
 Pemeriksaan Radiologi
X-Ray manus Dextra AP-Obliq

Hasil baca foto x-ray manus AP- obliq:


Fraktur phalang proximal digiti 1 manus dextra

I.5 Diagnosis
Open communitive fracture proximal phalanx right thumb + total rupture flexor
policis longus tendon and adductor policis tendon right thumb + total rupture tendon
flexor digitorum profundus and superficialis right middle finger
I.6 Penatalaksanaan
Planning terapi :
 IVFD RL 20 tpm
 Analgesik
 Antibiotik golongan cephalosporin generasi 3
 Antagonis H2 reseptor
 Rencana operasi: debridement + Repair Tendon Flexor + Pasang Slab

I.7 Intra operatif dan post operatif

Intra Operatif Post Operatif

I.8 Resume Medis


Pasien datang ke UGD dengan luka pada ibu jari, telunjuk dan jari tengan dialami
sejak 3 jam sebelum masuk RS akibat terkena gergaji mesin. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan GCS 15 composmentis, status vitalis dalam batas normal.
Primary survey clear. Secondary survey: Status lokalis: Regio palmar manus dextra,
Look: udem (+), luka (+) laserasi pada digiti 1 ukuran 5 x 3 x 3 cm dan 5 x 1 x 3 cm, bone
based. Laserasi pada digiti 2 ukuran 3 cm. Laserasi pada digiti 3 ukuran 3 cm. Feel : Nyeri
tekan (+), Move : gerak aktif dan pasif MCP joint digiti 1,2,3 terbatas karena nyeri, gerak
aktif IP joint digiti 1 tidak ada, gerak aktif dan pasif PIP joint digiti 1,2,3 terbatas karena
nyeri dan gerak aktif DIP joint digiti 1 tidak ada.NVD thumb finger, Sensibilitas : anastesi,
CRT > 2 dtk. middle finger : profundus test (-).

Pada pemeriksaan laboratorium darah terdapat leukositosis. Foto polos manus dextra
didapatkan Fraktur phalang proximal digiti 1 manus dextra.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Tendon Fleksor Tangan


Terdapat 8 tendon otot fleksor digitorum superfisial (FDS) dan profunda (FDP),
tendon fleksor pollicis longus dan tendon fleksor carpi radialis yang melewati carpal
tunnel sampai tulang-tulang carpal atau jari-jari dan terinsersi ke dalam tulang yang
terkait. Sinovial dan selaput fibrosa membungkus permukaan dalam dan luar masing-
masing tendon, secara berturut-turut.3
Selaput sinovial fleksor utama (bursa ulnaris) berada di dalam carpal tunnel dan
meluas sampai pertengahan tulang metacarpal di tengah palmar. Bursa ulnaris ini
menyelubungi 8 tendon fleksor digitorum superfisialis dan profunda. Sisi ulnarisnya
berlanjut sebagai selaput sinovial tendon untuk jari kelingking. Selaput sinovial jari dari
3 jari medial menyelubungi secara terpisah dari proksimal metacarpal sampai
insersinya ke phalanx distal. Tendon fleksor pollicis longus masuk ke permukaan
anterior dari proksimal phalanx distal ibu jari. Sedangkan tendon fleksor digitorum
profunda memasuki selaput fibrosa pada proksimal metacarpal dan ujungnya melebar
untuk masuk ke permukaan volar dari proksimal phalanx distal dari 4 jari medial.
Tendon fleksor digitorum superfisial juga masuk ke selaput fibrosa pada tempat yang
sama dan ujungnya melebar.3
Setiap tendon fleksor digitorum superfisial terbagi menjadi 2 sarung tendon pada
corpus phalanx media untuk melewatkan tendon fleksor digitorum profunda dan masuk
ke sisi ulnar dan radiusnya pada phalanx media dari ke empat jari.3
Gambar 1. Struktur FDS dan FDP dalam selubung tendon.
Dikutip dari Netter.

Dalam upaya untuk menggambarkan trauma tendon secara akurat, Kleinert dan
Verdan mengklasifikasikan trauma tendon berdasar zona anatomi:1,2,4
Zona I: Zona trauma avulsi FDP (Jersey finger)
Letaknya antara insersio m. fleksor digitorum superficialis di medial phalanx media
menuju insersio m. fleksor digitorum profundus di distal phalanx. Laserasi tendon
biasanya dekat dengan insersi dan perbaikan tendon ke tulang lebih dibutuhkan
daripada perbaikan tendon ke tendon.
Zona II: No mans land
Letaknya antara caput metacarpal hingga insersio dari m. fleksor digitorum superficialis
di pertengahan phalanx media. Terdapat 2 tendon pada zona ini yakni fleksor digitorum
superfisial dan profunda. Pada fleksi jari, 2 bagian fleksor digitorum superfisial
bergerak ke tengah dan menjepit tendon fleksor digitorum profunda. Disebut no mans
land oleh Bunnel karena tendensi terbentuknya adhesi dan terjadi pembatasan fungsi
setelah perbaikan tendon pada zona ini.
Zona III: Lipatan palmar distal
Letaknya antara ligamentum carpal transversum dengan sisi distal dari canalis carpii
proximal.
Zona IV: Ligamentum carpal transversum
Letaknya di dalam canalis carpii. Trauma tendon pada zona ini jarang terjadi karena
proteksi dari ligamentum carpal transversum yang kuat.
Zona V: Proksimal
Letaknya pada bagian dorsal dari canalis carpalis pada bagian distal antebrachium.

Gambar 2. Zona tendon flexor

FDP berfungsi sebagai fleksor jari utama, sedangkan FDS dan intrinsic muscle
bergabung untuk memperkuat cengkeraman. Kekuatan tendon FDS dua hingga tujuh
kali lebih kecil daripada yang dihasilkan FDP saat menggenggam dan mencubit Pada
jari, tendon fleksor terbungkus oleh selubung tendon yang dilapisi oleh lapisan synovial
visceral dan parietal yang berisi cairan synovial.1,2,4
Selubung tendon fleksor jari merupakan suatu trowongan ligamen yang kuat
(fibro osseous tunnel) yang terdiri dari bagian yang tebal yaitu 5 buah annular pulleys
(Al - A5) dan bagian yang tipis berupa 3 buah cruciate ligamen / pulleys (C1 - C3).1,2,4
Pulley A2 dan A4 berasal dari periosteum setengah proksimal phalang proksimal
dan pertengahan phalang media, sedangkan pulleys Al, A3 dan A5 merupakan
pulley pada persendian yang berasal dari bagian palmar sendi metacarpophalangeal
(MP), proksimal interphalangeal (PIP) dan distal interphalangeal (DIP). Pulleys palmar
apponeurosis terdiri dari fascia palmar serat vertikal dan serat transversal yang secara
klinis penting apabila komponen selubung tendon bagian proksimal lainnya hilang.
Cruciate pulleys yang tipis terdiri dari Cl yang terletak antara annular pulley A2 dan
A3, C2 antara A3 dan A4 dan C3 antara A4 dan A5. Cruciate pulley memfasilitasi
koiap dan ekspansi tendon sheath selama gerakan jari. Selubung tendon jari mencegah
tendon tertarik keluar dari bagian konkaf aspek anterior jari saaat jari fleksi.1,2,4

Gambar 3. Pulley dan cruciate pulley. Dikutip dari Netter.

2. Struktur Dan Komposisi Tendon


Tendon terdiri dari 70% kolagen dengan molekul kolagen panjang yang terbuat
dari rantai peptida dalam bentuk triple helix (Tropokolagen). Fascicle tendon terdiri
dari bundle berbentuk spiral panjang dan kecil dari fibroblast matur (tenocytes ) dan
kolagen tipe I.5
Komposisi tendon ini membuat tendon dapat berfungsi secara ideal untuk
menahan gaya regang yang tinggi. Dibandingkan dengan ligamentum, tendon
mengalami deformitas yang sedikit sekali waktu dibebani. Viskoelastisitas tendon
relatif agak kurang bila dibandingkan dengan jaringan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan komponen matriks.6
Fascicle tendon fleksor pada tangan dibungkus oleh lapisan adventitia visceral
dan parietal yang tipis yang disebut dengan paratenon. Yang termasuk fleksor tendon
jari adalah : Fleksor digitorum superfisialis (FDS), fleksor digitorum profundus (FDP)
dan fleksor policis longus (FPL). Tendon FDS biasanya berasal dari satu muscle bundle
dan bekerja secara independent, sedangkan FDP sering mempunyai origo otot
communis untuk beberapa tendon dan menghasilkan fleksi yang simultan dari beberapa
jari.6
Pada pergelangan tangan, fleksor tendon jari bersama dengan n. medianus
memasuki carpal tunnel disebelah bawah atap pelindung ligamen transversal carpal
(flexor retinaculum) dan berada dalam common synovial sheath. Selubung tendon
berfungsi sebagai pelindung bagi tendon fleksor dan juga untuk memberikan
permukaan gliding yang licin (smooth) pada permukaan synovialnya sehingga tendon
dapat bergerak/sliding secara bebas pada persendian tangan dan diantara masing-
masing tendon selama pergerakan.5,6
Gliding pada tendon fleksor tangan berhubungan langsung dengan sarung tendon
(tendon sheath), lapisan sinovium parietal (di dalam sarung) dan viseral
(epitenon/bagian luar tendon) yang menghasilkan cairan sinovium yang berfungsi untuk
lubrikasi dan memberikan nutrisi. Sarung ini mengarahkan gerakan tendon dan di
daerah tendon mengalami lekukan tajam, sarung tendon mengalami penebalan seperti
struktur pulley. Pada daerah ini, tendon mendapat gaya tekan yang besar,
mengakibatkan tendon mengalami perubahan menjadi menyerupai tulang rawan.
Tendon tersebut kadang-kadang disebut tendon yang avaskular, yang hanya menerima
perdarahan dari vinkula. Tendon ini merupakan jaringan ikat yang kecil, longgar dan
fleksibel, serta berhubungan dengan mesotenon dan paratenon. Tendon ini diduga
menerima nutrisi, sebagian melalui difusi cairan sinovial.5,6
3. Nutrisi Tendon
Tendon fleksor mulai dari distal lengan bawah sampai pertengahan phalank
proksimal menerima suplai darah dari pembuluh darah segmental yang berasal dari
paratenon sekelilingnya. Pembuluh darah ini masuk ke tendon dan berjalan secara
longitudinal diantara fasikel-fasikel. Menurut Ochiai, dkk. system vincula digital
sheath terdapat di pertengahan phalank proksimal.1
Difusi cairan synovial merupakan alternatif jalur nutrisi dan lubrikasi yang efektif
untuk tendon flexor. Penghantaran nutrisi yang cepat dipengaruhi oleh mekanisme
pompa yang disebut imbibisi dengan cairan didorong masuk kedalam jaringan
interstitial tendon melalui celah sempit pada permukaan tendon saat jari melakukan
gerakan fleksi dan ekstensi.1
Suplai darah sistem vincula
Vincula adalah lipatan mesotenon yang membawa pembuluh darah untuk ke dua
tendon. Biasanya terdapat dua buah vincula, yaitu vincula pendek dan vincula panjang,
yang masing-masing berfungsi untuk tendon superficialis dan profundus. Sistem
Vincula terdapat pada permukaan dorsal tendon dan disuplai oleh tranverse
communicating branches dari arteri digitorum communis. Kebanyakan pembuluh-
pembuluh intratendinous digital sheath berada di bagian dorsal tendon, karena hal ini
menurut beberapa penulis menganjurkan menempatkan jahitan di setengah bagian
volar tendon. Sebagian kecil suplai darah juga berasal dari musculotendinous junction
dan insersi di tulang.6

Gambar 4. Suplai darah sistem vincula.


(Stricland)
VBP: Veniculum Brevis Profundus
VLP: Veniculum Longum Profundus
VBS: Veniculum Brevis Superficialis
VLS: Veniculum Longum Superficialis

4. Biomekanik Tendon
Fungsi tendon merupakan suatu kabel fleksibel sebagai penghubung struktur otot
yang dinamis dan struktur tulang yang rigid, sehingga jaringan ini harus mempunyai
kemampuan untuk meredam goncangan (shock absorbing) dan kemampuan untuk
menahan tarikan (tensile strength).1,5
Tendon merupakan penghubung antara otot dan tulang. seperti halnya tulang
rawan, tendon, di sini matriksnya sebagian besar terdiri dari kolagen tipe 1 dan sedikit
proteoglikan. Serat kolagen tersusun longitudinal dengan pembuluh darah dan saraf
yang berada di sekeliling jaringan ikat longgar. Susunan geometris pembuluh darah dan
saraf ini berhubungan dengan fungsi tendon untuk menahan gaya regangan yang
dihasilkan otot untuk diteruskan ke tulang.1,5
Menurut fungsinya tendon dibagi menjadi tendon yang diselubungi oleh selubung
tendon (tendon sheath) dan tendon yang diselubungi jaringan ikat longgar paratenon.
Selubung tendon memungkinkan tendon untuk melekuk dan terutama pada tendon
fleksor. Pada tendon yang tidak melekuk dikelilingi paratenon. Sekeliling tendon yang
berupa jaringan ikat yang longgar.1,2,5
Jaringan ini mempunyai struktur kolagen tipe 1 yang tersusun longitudinal
sehingga mempunyai kemampuan untuk menahan tarikan yang besar (tensile strength).
Kurva stress/strain berbentuk khas yang mempunyai 3 daerah yang berbeda. Daerah
yang pertama ditandai dengan strain yang tinggi pada stress yang rendah disebut toe
region. Pada tendon daerah ini relatif sempit dan daerah ini memberikan kemampuan
tendon untuk meredam goncangan (shock-absorbing). Daerah yang kedua disebut
linear (straight region), yaitu daerah yang kemiringan kurvanya lebih besar dan
menunjukkan modulus elastik tendon tersebut. Daerah yang ketiga disebut yield and
failure region dengan kurva yang mencapai puncak dan kemudian turun menunjukkan
regangan yang permanen dan kemudian kegagalan untuk menahan tarikan. Paramater
utama kurva ini adalah modulus elastis (pada linier region), puncak kekuatan tarikan
(tensile strength) yang disebut maximum load atau maximum stress, puncak strain
(tergantung dari kegagalan deformitas) dan energi regangan (strain energy) yaitu area
dibawah kurva. Kembalinya regangan elastik (elastic strain recovery) tendon mencapai
90-96% setelah pembebanan.2,5

A. RUPTUR TENDON
1. Definisi
Tendon merupakan bagian dari jaringan lunak, sebagai kelanjutan otot, baik
mulai maupun bertaut pada tulang (origo dan insertio).1,2
Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke tulang. Otot
rangka dalam tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan tulang, sehingga
memungkinkan untuk berjalan, melompat, mengangkat dan bergerak dalam banyak
cara. Ketika otot kontraksi, tendon menarik tulang dan menyebabkan terjadinya
gerakan.1,2
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Ruptur tendon adalah
robek, pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena tarikan yang melebihi
kekuatan tendon.1,2
2. Etiologi1,2
a. Penyakit tertentu, seperti arthritis dan diabetes
b. Obat – obatan, seperti kortikosteroid dan beberapa antibiotic yang dapat
meningkatkan resiko rupture
c. Cedera dalam olahraga, seperti melompat dan berputar pada olahraga badminton,
tenis, basket, dan sepakbola
d. Trauma benda tajam atau tumpul
3. Faktor Resiko1,2
a. Umur : 30 – 40 th (> 30 th)
b. Jenis kelamin : Laki – laki > Perempuan (5 : 1)
c. Obesitas
d. Olahraga
e. Riwayat ruptur tendon sebelumnya
f. Penyakit tertentu arthritis, DM
g.

4. Diagnosis
Anamnesa
Status general pasien berupa usia, tangan yang dominan, pekerjaan / hobbi, dan
riwayat masalah tangan sebelumnya. Kapan dan dimana trauma terjadi? Pada kasus
trauma untuk mengetahui keakutan trauma dan kemungkinan kontaminasi dengan
benda asing.1,2
Bagaimana trauma terjadi? Hal ini memberi bantuan trauma yang terjadi.
Misalnya, peselancar yang terluka tangannya saat tali penarik terlepas secara kuat dari
tangannya, sepertinya terjadi trauma pada mekanisme tendon fleksornya. Bagaimana
posisi tangan saat terjadinya trauma? Struktur dalam tangan meluncur saat gerakan.
Jaringan dibawah memar atau laserasi mungkin tidak sama dengan jaringan yang
terlihat saat trauma terjadi karena pergerakan struktur dalam tangan (misal, tendon
ekstensor terluka dengan jari dalam keadaan fleksi mungkin tidak terlihat pada luka
ketika jari dalam keadaan ekstensi). Perlu juga menanyakan riwayat terapi atau
pembedahan pada tangan.1,2
Pemeriksaan Klinis
Meski deformitas berat tidak ditemukan, posisi tangan sering memberi petunjuk
tendon fleksor mana yang terpotong. Posisi normal tangan menunjukkan jari telunjuk
dalam posisi sedikit fleksi dan jari kelingking paling fleksi. Jika kedua tendon jari
terpotong, maka jari akan berada dalam posisi hiperekstensi.1,2
Fungsi tendon biasanya dievaluasi dengan gerakan aktif volunter jari, biasanya
secara langsung oleh pemeriksa. Tindakan manuver yang dilakukan dahulu pada tangan
pemeriksa atau tangan penderita yang sehat sebelum pada tangan yang terluka dapat
membantu. Jika luka pada distal pergelangan, jari yang terluka ditahan untuk
memperoleh gerakan sendi spesifik. Dengan sendi proksimal interphalanx ditahan,
fleksor digitorum profunda diduga terpotong jika sendi distal interphalanx tidak dapat
fleksi secara aktif. Jika sendi proksimal interphalanx dan distal interphalanx keduanya
tidak dapat fleksi secara aktif dengan tahanan pada sendi metacarpophalangeal, maka
kedua tendon fleksor mungkin terpotong.1,2
Pada ibu jari, untuk pemeriksaan tendon fleksor pollicis longus, sendi
metacarpophalangeal ibu jari ditahan. Jika tendon fleksor pollicis longus terpotong,
fleksi pada sendi interphalangeal tidak ada. Sedangkan jika luka terletak pada
pergelangan, sendi jari dapat fleksi secara aktif meskipun tendon jarinya terpotong. Hal
ini dikarenakan interkomunikasi tendon fleksor digitorum profunda pada pergelangan,
khususnya jari manis dan kelingking. Pada ruptur tendon parsial biasanya tetap
berfungsi, namun gerakan jari dibatasi oleh nyeri.1,2

Pemeriksaan Radiologi
Semua pasien sebaiknya mendapatkan foto rontgen posisi posteroantero lateral
dan satu atau dua posisi oblik. Foto rontgen memberikan informasi dengan sensisitifitas
menengah, spesifisitas tinggi dan biaya yang terjangkau. Ultrasonografi dapat
digunakan untuk mendeteksi ruptur tendon dan trauma ligamentum ulnaris collateral
sampai ibu jari. Dapat juga memeriksa fungsi dinamis dari tendon secara noninvasif
menggunakan USG. MRI menunjukkan sensitifitas yang tinggi dalam deteksi ruptur
tendon. Namun demikian, MRI tidak berperan dalam penanganan emergensi dari luka
pada tangan.2
5. Penatalaksanaan
Penanganan Trauma Tendon Fleksor
1. Reparasi ruptur tendon pada zona I
Laserasi dari tendon FDP distal dari insersi FDS atau avulsi dari tempat insersi pada
base phalanx distal didefinisikan dengan cedera pada zona I dari tendon fleksor. Bila
terjadi ruptur dan bagian distal tendon kurang dari 1 cm jaraknya dari tempat insersi
maka tendon advancement dan reparasi primer ke tulang diindikasikan. Bila lebih dari 1
cm panjang tendon yang tersisa pada bagian distal maka dapat dilakukan tenorrhaphy
primer diindikasikan karena apabila terjadi pemendekan lebih dari 1 cm maka akan
terjadi efek quadrigia. Pada situasi klinis seperti ini laserasi dapat terjadi diantara pulley
A4, sehingga membuat reparasi teknik menjadi sulit.
Gambar 5. Salah satu cara melekatkan tendon ke tulang.
Dikutip dari : Campbell.9
 Reparasi tendon ke tulang
Berbagai teknik untuk melakukan penjahitan inti telah direkomendasikan untuk
menjahit dari ujung tendon ke tulang. Secara teoritis tekniknya hampir sama dengan
penyambungan tendon ke tendon. Penggunaan material jahit yang sangat kuat yang
diabsorbsi setelah beberapa bulan semakin meningkatkan teknik penjahitan inti.
Penggunaan jangkar pada reparasi fleksor tendon sudah sangat meluas.1,2
Teknik klasik untuk reparasi FDP tendon ke tulang meliputi penarikan ujung stump
yang telah dijahit masuk menembus phalang distal dengan menggunakan jarum lurus
dan mengikatkannya pada ujung kancing diatas kuku bagian distal dari lunula.
Penelitian in vivo menunjukkan bahwa penggunaan teknik Becker sangat baik. Apapun
teknik yang digunakan aposisi dari FDP ke tulang harus dikonfirmasi secara visual.
Sebelum mengencangkan dan mengikat simpul.

Gambar 6. Teknik penjahitan Becker. Dikutip dari Green.1

2. Reparasi Tendon pada Zona II


Usaha untuk meningkatkan kekuatan hasil reparasi secara dini dengan menguji
berbagai macam teknik dan material yang digunakan pada penjahitan inti
 SUTURE MATERIAL
Berbagai macam suture material dapat digunakan, idealnya suture material bersifat
non-reaktif, non-rigid, ukurannya kecil, kuat, mudah di’pegang’, dan mempunyai
kemampuan menahan simpul yang baik. beberapa jenis yang sering digunakan adalah
monofilament stainless steel wire, Prolene, Ethilon, Supramid, Mersilene, Tevdek dan
Silk. Monofilament stainless steel wire adalah yang paling kuat dan paling non-reaktif,
serta sangat baik menahan simpulnya. Sayangnya bahan ini kurang elastis dan mudah
patah, sehingga tidak menguntungkan terutama di zona II, di terowongan fibroosseous
yang sempit. Akan tetapi, bahan ini merupakan bahan yang sangat baik untuk reinsersi
tendon profundus ke phalank distal dengan teknik pull-out wire and button dari Bunnel.
Di lain pihak, Silk, merupakan bahan yang sangat mudah di’pegang’, tapi terlalu
reaktif. Green lebih menyukai menggunakan Mersilene atau Prolene untuk perbaikan
tendon fleksor, Keduanya cukup kuat, menimbulkan reaksi jaringan yang minimal, dan
mudah untuk di’pegang’. Prolene mempunyai kecenderungan untuk merosot dan lepas
simpulnya, sehingga harus sangat hati-hati saat melakukan simpul. Kekurangan relatif
dari prolene adalah simpulnya agak tebal sehingga kadang-kadang tersangkut pulley.
Ukuran yang biasa digunakan adalah 4-0, tapi pada zona II atau pada tendon anak-anak
digunakan 5-0.1

 TEKNIK JAHITAN TENDON


Terdapat bermacam-macam jenis penjahitan tendon fleksor yang telah diteliti.
Urbaniak membaginya menjadi 3 kelompok.
1. Kelompok pertama (interrupted suture) adalah jahitan yang sederhana, yang gaya
tariknya paralel terhadap gelendong kolagen (collagen bundles), tegangan jahitan
ditransmisikan langsung ke ujung tendon yang berseberangan.
2. Kelompok kedua adalah penjahitan yang tegangannya ditransmisikan langsung
menyebrangi pertemuan kedua tendon melalui benang jahit, kekuatan regangannya
(tensile strength) bergantung pada kekuatan penjahitan itu sendiri, sebagai contoh
adalah teknik Bunnel.
3. Pada kelompok ketiga, penjahitan ditempatkan perpendicular terhadap gelendong
kolagen (collagen bundles), dan kemudian dikencangkan, contohnya dalah jahitan
Puuvertaft (fish-mouth weave). Urbaniak menyatakan bahwa teknik jahitan
kelompok pertama, menghasilkan kekuatan regang yang paling lemah, sehingga
tidak dianjurkan untuk perbaikan tendon. Teknik jahitan kelompok ketiga,
menghasilkan kekuatan regang yang paling kuat, tapi mempunyai kekuranga yaitu
jahitannya menumbung (bulky). sedangkan kelompok kedua berada diantara
keduanya.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa teknik jahitan intratendinous crisscross (Bunnel;
Kleinert modification of Bunnel) cenderung untuk merusak sirkulasi intratendinous.
Wray dan Weeks menggunakan fleksor ayam. Keduanya membandingkan rupture rate
dan tensile strength dari tendon jahitan Bunnel, Kessler, dan Tsuge. Mereka
menyimpulkan bahwa keseluruhan teknik tersebut menunjukkan hasil yang kurang
lebih sama. Sehingga kebanyakan ahli bedah menganjurkan suatu core suture seperti
pada teknik Kessler atau modifikasinya.
Teknik ini memberikan tensile strength yang memuaskan yang dapat dipertahankan
selama fase awal penyembuhan. Teknik ini juga menghindarkan jahitan memotong dan
keluar dari tendon dan sangat berguna pada daerah jari-jari. Harus diingat bahwa tidak
satupun suture material maupun teknik yang dapat memelihara perbaikan tendon
terhadap gerakan aktif tidak terbatas pada periode awal pasca operasi. Kebanyakan
peneliti mengemukakan bahwa kekuatan perbaikan tendon sangat berkurang pada 10
hari pertama. Setelah itu kekuatan perbaikan meningkat secara bertahap sampai pada
akhir minggu ke 10 – 12 dapat diaplikasikan daya yang cukup kuat selama program
rehabilitasi.1,2
 END TO END SUTURE
1. GRASPING SUTURE
Bunnell’s criss-cross adalah contoh klasik dari jenis jahitan ini. Teknik ini jarang
dipakai lagi, karena dianggap jahitan criss-crossnya akan mengganggu sirkulasi
intratendinous.
Teknik Kleinert yang merupakan modifikasi dari Bunnell, dianggap lebih aman
terhadap sirkulasi karena jahitan ini hanya satu kali menyilang, dan secara teknis lebih
mudah melakukannya.
Teknik Kessler merupakan modifikasi dari teknik Mason Allen. Teknik ini efektif
untuk perbaikan tendon di jari dan tangan. Kekurangannya adalah simpulnya berada di
permukaan luar tendon sehingga menghalangi gliding tendon.
Modifikasi Kessler merupakan jahitan dengan dua buah core suture yang ditambah
dengan continous epitendinous suture pada tempat ruptur. Teknik ini digunakan hanya
mengunakan satu buah benang jahit dan simpulnya diletakan di permukaan dalam
tendon yang terpotong. Kekurangannya adalah benang jahitan sulit untuk menggelincir
melalui tendon untuk mendekatkan kedua ujung tendon yang terpotong. Jarum melalui
permukaan yang terpotong, keluar dari permukaan tendon, kemudian jahitan masuk
tendon kembali secara tranversal, keluar di sisi sebelahnya. selanjutnya, jarum melalui
permukaan tendon yang terpotong menyeberang ke potongan tendon lawannya, keluar
tendon, masuk ke tendon kembali secara tranversal, masuk kembali ke tendon yang
terpotong, tendon diaproksimasi dan disimpulkan.
Teknik Tajima menggunakan dua benang jahit yang double arm (dua jarum). dengan
demikian benangnya dapat dipakai dengan tarikan tendon melalui selubung tendon dan
di bawah pulley di lokasi-lokasi sulit. Keuntungan lainnya adalah simpulnya terletak di
dalam permukaan tendon yang terpotong.
Teknik Strickland merupakan modifikasi gabungan dari teknik Kessler dan Tajima.
Pada teknik ini selain terdapat dua buah simpul di permukaan dalam tendon yang
terpotong juga terdapat empat simpul yang diketatkan di dalam tendon, pada empat
tempat saat jahitan akan melintang/tranversal.
2. DOUBLED RIGHT-ANGLED SUTURE
Untuk menjahit ujung tendon yang compang-camping tanpa menyebabkan
pemendekan, digunakan teknik doubled right-angled suture. Teknik ini berguna pada
daerah proksimal dari telapak tangan. Meskipun aposisi dari kedua ujung tendon tidak
sebaik teknik end to end yang sudah dijelaskan, tapi teknik ini lebih mudah untuk
dilakukan, terutama pada kasus ruptur tendon multipel.1,2,8,9

Gambar 8. Beberapa teknik penjahitan tendon


Dikutip dari: Strickland.1

3. Reparasi ruptur Tendon Zona III, IV dan V.


Eksplorasi dan reparasi dari tendon fleksor proksimal dari pulley A1 dilakukan
dengan cara yang sama dengan cedera pada bagian distal. Perbedaan yang penting
adalah restriksi akibat adesi lebih jarang terjadi pada bagian proksimal setelah
dilakukan reparasi dari laserasi ataupun tendon ruptur. Sebagai tambahan laserasi yang
kecil dapat menyebabkan ruptur pada beberapa tendon dan cedera pada struktur
neurovaskular. Persiapan preoperasi untuk reparasi tendon pada segmen ini harus
memikirkan mengenai intrumentasi mikro contohnya mikroskop. Teknik
penyambungan dan rehabilitasi pos operasi sama dengan ruptur zona II.1

Proses Penyembuhan pada Rekonstruksi Tendon


Proses penyembuhan terjadi melalui 3 tahap yakni fase inflamasi, reparasi dan
remodelling.7,8
Setelah penjahitan tendon, respon inflamasi merangsang pembentukan jaring
fibrin dan migrasi makrofag serta sel inflamasi lainnya ke lokasi perbaikan. Sel-sel ini
kemudian melepaskan faktor pertumbuhan dan faktor kemotaktik. Dalam 2 cm sekitar
perbaikan, sel-sel dalam epitenon berproliferasi dan bermigrasi ke lokasi perbaikan.
Regangan pada fase ini sama dengan regangan pada rekonstruksi. Fase inflamasi
berlangsung 0 – 14 hari.7,8
Fase reparasi berlangsung sekitar 28 hari (minggu ke 2 – 6) setelah fase inflamasi.
Fase ini ditandai secara primer oleh pembentukan kolagen terus menerus, yang
membentuk pembungkus dinamis pada tempat perbaikan. Neovaskularisasi terjadi dari
sumber intrinsik dan ekstrinsik.7,8
Fase berikutnya adalah remodelling yang ditandai oleh remodelling kolagen dan
penurunan kecepatan proliferasi sel. Peningkatan regangan tendon dilaporkan konsisten
dengan struktur kolagen fibrin remodelling dan revaskularisasi. Fase ini berlangsung
setelah minggu ke-6-12.7,8
Saat ini secara umum sudah diterima bahwa dengan memberikan latihan gerakan
pasif dini (LGPD) pada tendon pasca penyambungan akan mempercepat penguatan
tensile strength, adesi lebih minimal, perbaikan ekskursi, nutrisi yang lebih baik dan
perubahan pada lokasi penyambungan yang lebih minimal dibandingkan dengan tendon
yang diimobilisasi. Latihan gerak berdampak positif pada penyembuhan tendon
dengan meningkatkan difusi nutrien dari cairan sinovial, meningkatkan produksi
kolagen. Untuk itu diperlukan suatu tehnik penyambungan yang kuat (gap resistant
suture technique) diikuti dengan latihan yang terkontrol.7,8
Faktor–faktor yang berperan dalam terbentuknya adesi yang menghambat
ekskursi pada penyambungan tendon diantaranya kerusakan jaringan saat trauma awal
dan saat pembedahan, iskemia tendon, imobilisasi jari, adanya jarak pada lokasi yang
disambung serta eksisi selubung tendon.7,8
Pada tendon yang mempunyai selubung tendon (tendon sheath), sel-sel untuk
proses penyembuhan diduga berasal dari ujung tendon yang terpotong atau dari
selubung tendon dan akan membentuk parut.7,8
Penyembuhan tendon eksogen dan endogen serta pengembalian fungsi tendon
yang baik memerlukan kemampuan teknik operasi yang baik sehingga ujung tendon
yang putus dapat tersambung rapat. Hal ini bergantung jenis benang yang digunakan
(suture material), kekuatan yang dihasilkan dengan teknik penjahitan yang tepat dan
teknik pengikatannya (knotting). Teknik operasi harus dapat menjaga kemungkinan
rusaknya vaskularisasi tendon. Pasca operatif diperhatikan program mobilisasi aktif
tendon untuk mengurangi terbentuknya adesi dan meningkatkan kekuatan tendon.7.8
6. Rehabilitasi
Rehabilitasi Tendon Fleksor
Kunci keberhasilan perbaikan tendon fleksor sangat terkait dengan regimen terapi
program rehabilitasi tangan. Protokol rehabilitasi setelah perbaikan tendon fleksor ada,
yakni :
a. Latihan gerakan aktif.
b. Gerakan pasif dengan teknik Kleinert maupun Duran.
c. Immobilisasi dibutuhkan untuk anak usia kurang 10 tahun dan bagi pasien yang
tidak dapat mengikuti program rehabilitasi. Immobilisasi dengan pergelangan fleksi
10 derajat, sendi metacarpophalangeal fleksi 70 derajat dan sendi interphalanx netral
selama 4 – 6 minggu.9
Berdasarkan laporan penelitian dari Gelberman dkk., mengkonfirmasikan bahwa
hasil yang memuaskan akan dapat dicapai dengan menggunakan dua buah cara teknik
mobilisasi. Pertama, metode Kleinert, aktif ekstensi dari jari dapat dicapai dengan
teknik pasif fleksi menggunakan karet yang dilekatkan pada kuku jari dan pergelangan
tangan. Teknik kedua metode Harmer, Young dan Harmon serta Duran dan Houser.
Mengontrol gerakan pasif dengan memblok bagian belakang dari jari. Rentang
keamanan lebih meningkat apabila teknik penjahitan dengan teknik. Multistrand.10
Gambar 9. Teknik rehabilitasi menurut Kleinert.
Setelah dilakukan reparasi tendon fleksor, pergelangan tangan dan tangan
dilakukan pemasangan bidai posterior. Sebagai tambahan, jari yang tendonnya putus
diposisikan fleksi dengan menggunakan karet yang berjangkar di pergelangan tangan.
Pada posisi ini jari dapat aktif ekstensi dan pasif fleksi. Pada jangka waktu 3 minggu
dilakukan aktif fleksi dan ekstensi terbatas pada posisi fleksi 40-60 derajat. Pada 3-8
minggu, karet elastik dilekatkan pada perban elastis di pergelangan tangan. Setelah
traksi karet dihilangkan dipasang bidai pada malam hari selama 6-8 minggu.10

Gambar 10. Teknik rehabilitasi menurut Duran dan Houser.


DAFTAR PUSTAKA

1. Strickland JW. Flexor tendon – acute injuries. In: Green DID, Hotchkiss RN,
Pederson WC, editor. Green’s operative orthopedic hand surgery. 4th ed. Philadelpia:
Churchill Livingstone; 1999 : 1851 – 83.
2. Boyer MI, Strickland JW. Et al. Flexor Tendon Repair and Rehabilitation : State of
The Art in 2002. JBJS. 2002.

3. Holm CL, Embick RP. Anatomical consideration in the primary treatment of tendon
injuries of the hand. JBJS. 2016
4. Thompson JC. Hand section. In: Netter’’s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. 1st
ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2002 : 121 – 45
5. Ricci JL. Tissue anatomy. In: Orthopaedics a study guide. New York: Mc Graw Hill;
1999: 13 – 14.
6. Thurman RT. Two, four, and six strand zone II flexor tendon repairs: an in situ
biomechanical comparison using a cadaver model. J Hand Surg 1998; 23A: 262 - 5
7. Leddy JP. Flexor tendons – acute injuries. In: Operative hand surgery. New York:
Churchill Livingstone; 1993: 1823 – 45.
8. Harrison. Hand surgery-tendon healing project. J hand surg. 2003:105-14.
9. Wright PE. Flexor and extensor tendon injuries. In: Campbell’s operative
orthopaedics. St. Louis: Mosby; 1992 : 3003 – 57.
10. Amadio PC. Tendon injuries in the upper extremity. In: Principles of orthopaedic
practice. New York: Mc. Graw-Hill Co; 1998: 699 – 715.

Anda mungkin juga menyukai