PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda dan dampak psikologis dan di luar kemampuan masyarakat dengan
segala sumber dayanya.
Penanggulangan bencana tidak hanya bersifat reaktif: baru melakukan setelah
terjadi bencana. Tetapi penanggulangan bencana juga bisa bersifat antisipatif,
melakukan pengkajian dan tindakan pencegahan untuk meminimalisir
kemungkinan terjadinya bencana. Bencana menimbulkan berbagai kerusakan dan
kehilangan. Hal ini akan menyebabkan angka kemiskinan di suatu wilayah yang
terkena bencana akan meningkat. Hal inilah yang coba diantisipasi. Di dalam
makalah ini penulis akan membahas bagaimana pemerintah Indonesia membuat
kebijakan terkait penanggulangan bencana. Apakah sesuai dengan
penanggulangan bencana yang seharusnya atau tidak
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apasajakah kebijakan nasional yang sudah dikeluarkan pemerintah dalam
bidang kesiapsigaan bencana destinasi pariwisata?
2. Bagaimanakah pentingnya kebijakan nasional terkait penanggulangan
bencana?
3. Bagaimanakah upaya pemberdayaan masyarakat terkait penanggulangan
bencana pada destinasi pariwisata?
1
4. Bagaimanakah mekanisme koordinasi saat terjadinya bencana?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kebijakan nasional yang sudah dikeluarkan pemerintah
dalam bidang kesiapsigaan bencana destinasi pariwisata
2. Untuk mengetahui pentingnya kebijakan nasional terkait penanggulangan
bencana
3. Untuk mengetahui upaya pemberdayaan masyarakat terkait
penanggulangan bencana pada destinasi pariwisata
4. Untuk mengetahui mekanisme koordinasi saat terjadinya bencana
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Bencana
Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Pengertian bencana menurut International Strategy for Disaster Reduction (ISDR)
:
Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga
menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi ,
ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat yang
bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.
Sistem nasional penanggulangan di Indonesia dibuat menuju upaya
penanggulangan bencana secara tepat. Pada tahun 2008, PERATURAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA, bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, dipandang perlu menetapkan Peraturan Presiden
tentang Badan Nasional. Penanggulangan Bencana BNPB mempunyai tugas :
1. memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan
bencana yang mencakup pencegahan bencana,m penanganan tanggap darurat,
rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;
2. menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
bencana berdasarkan peraturan perundangundangan;
3
3. menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada
masyarakat;
4. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat
bencana;
5. menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional
dan internasional;
6. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
7. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan
perundangundangan;dan
8. menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
B. Penyebab Bencana
bencana yang disebabkan oleh faktor alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam antara lain berupa gempa bumi,stunami,gunung meletus,
banjir,kekeringan,angin topan dan tanah longsor. Sedangkan bencana karena
faktor nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau ragkaian
peristiwa nonalam yang atara lain berupa gagal teknolog,gagal
modernisasi,epidemi,dan wabah penyakit lainya. Adapun bencana alam yang
4
disebakan oleh faktor sosial adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat,dan teror.
C. Dampak Bencana
Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang
ekonomi, sosial dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat menganggu
aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematia,luka-
luka,sakit, hilangnya tempat tinggaldan kekacauan komunitas,sementara
kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi
daratan.salah satu bencana alam yang paling menimbulkan dampak paling
besar misalnya gempa bumi, selama 5 abad terakhir telah menyebabkan lebih
dari 5 juta orang tewas, 20kali lebih banyak daripada korban gunung meletus.
5
BAB III
A. Hasil
1. Pada Tahap Kesiapan
Paragraf 4, Pepres No. 8 Th. 2008 Tentang BNPB,Deputi Bidang Pencegahan
dan Kesiapsiagaan
Pasal 19
(1) Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.
(2) Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dipimpin oleh Deputi.
Pasal 20
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai tugas
mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat.
Pasal 21
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Deputi
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada
prabencana serta pemberdayaan masyarakat;
b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan
masyarakat;
c. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada
prabencana serta pemberdayaan masyarakat;
d. pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada prabencana
serta pemberdayaan masyarakat.
6
2. Pada Saat Tanggap Darurat Bencana
Pasal 23
Deputi Bidang Penanganan Darurat mempunyai tugas mengkoordinasikan dan
melaksanakan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat.
Pasal 24
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Deputi
Bidang Penanganan Darurat menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat dan penanganan pengungsi;
b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat dan penanganan
pengungsi;
c. komando pelaksanaan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat;
d. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat dan penanganan pengungsi;
e. pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat dan penanganan pengungsi.
Pasal 26
7
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi mempunyai tugas
mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada pascabencana.
Pasal 27
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Deputi
Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada
pascabencana;
b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada pascabencana;
c. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada
pascabencana;
d. pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada pascabencana.
Pasal 29
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan mempunyai tugas melaksanakan
koordinasi dan dukungan logistik dan peralatan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
Pasal 30
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Deputi
Bidang Logistik dan Peralatan menyelenggarakan fungsi:
8
a. perumusan kebijakan di bidang logistik dan peralatan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana;
b. pelaksanaan penyusunan perencanaan di bidang logistik dan peralatan
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
c. pemantauan, evaluasi, analisis, pelaporan pelaksanaan kebijakan dibidang
logistik dan peralatan dalam penyelenggaraan.
D. Pembahasan
KEBIJAKAN NASIONAL DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
Rangkaian bencana yang dialami Indonesia, khususnya pada tahun 2004 dan
2005, telah mengembangkan kesadaran mengenai kerawanan dan kerentanan
masyarakat. Sikap reaktif dan pola penanggulangan bencana yang dilakukan
dirasakan tidak lagi memadai. Dirasakan kebutuhan untuk mengembangkan sikap
baru yang lebih proaktif, menyeluruh, dan mendasar dalam menyikapi bencana.
Pola penanggulangan bencana mendapatkan dimensi baru dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana yang diikuti beberapa aturan pelaksana terkait, yaitu Peraturan Presiden
No. 08 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Peraturan
Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, PP No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana, dan PP No. 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional
dan Lembaga Asing non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana. Dimensi
baru dari rangkaian peraturan terkait dengan bencana tersebut adalah:
1. Penanggulangan bencana sebagai sebuah upaya menyeluruh dan proaktif
dimulai dari pengurangan risiko bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi
dan rekonstruksi.
2. Penanggulangan bencana sebagai upaya yang dilakukan bersama oleh para
pemangku kepentingan dengan peran dan fungsi yang saling melengkapi.
3. Penanggulangan bencana sebagai bagian dari proses pembangunan
sehingga mewujudkan ketahanan (resilience) terhadap bencana.
9
Berbagai kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti dengan pendirian Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan masih akan dilengkapi dengan
berbagai peraturan pelaksanaan. Sementara proses pengembangan kebijakan
sedang berlangsung, proses lain yang tidak kalah penting adalah memastikan
bahwa provinsi dan kabupaten/kota mulai mengembangkan kebijakan, strategi,
dan operasi penanggulangan bencana sesuai dengan arah pengembangan
kebijakan di tingkat nasional.
Upaya penanggulangan bencana di daerah perlu dimulai dengan adanya
kebijakan daerah yang bertujuan menanggulangi bencana sesuai dengan
peraturan yang ada. Strategi yang ditetapkan daerah dalam menanggulangi
bencana perlu disesuaikan dengan kondisi daerah. Operasi penanggulangan
bencana perlu dipastikan efektif, efisien dan berkelanjutan.
10
Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun
2001. Rangkaian bencana yang dialami Indonesia khususnya sejak tsunami
Aceh tahun 2004 telah mendorong pemerintah memperbaiki peraturan yang
ada melalui PP No. 83 tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Nasional
Penanganan Bencana (Bakornas-PB). Rangkaian bencana yang terus terjadi
mendorong berbagai pihak termasuk DPR untuk lebih jauh mengembangkan
kelembagaan penanggulangan bencana dengan mengeluarkan UU No. 24
tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Di dalam UU tersebut,
diamanatkan untuk dibentuk badan baru, yaitu Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) menggantikan Badan Koordinasi Nasional
Penanganan Bencana (Bakornas-PB) dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) menggantikan Satkorlak Satlak di daerah. Secara lebih rinci
perubahan yang terjadi dalam sistem penanggulangan bencana di Indonesia.
11
pembangunan (RAN PRB)
• Rencana
Penanggulangan Bencana
(RPB)
• Rencana Aksi Daerah
Pengurangan Resiko Bencana
(RAD PRB)
Pendekatan Kerentanan Analilsa resiko
Mitigasi (menggabungkan antara
kerentanan dan kapasitas)
Forum kerjasama Belum ada National Platform (akan)
antar pemangku Provincial Platform (akan)
kepentingan
Alokasi Anggaran Tanggung jawab Tergantung pada tingkatan
pemerintah pusat bencana
Pedoman Terpecah dan bersifat Mengacu pada pedoman yang
Penanggulangan sektoral dibuat oleh BNPB dan BPBD
Bencana
Keterkaitan Belum menjadi aspek Aspek bencana harus
Dengan Tata diperhitungkan dalam
Ruang penyusunan tata ruang
12
pengalaman berharga atau setidaknya bahan renungan dalam menangani
bencana.
13
3. Gambaran Ideal Penanggulangan Bencana
Sepuluh prinsip strategi Yokohama bagi pengurangan resiko bencana saat ini:
(1) Pengkajian risiko bencana adalah langkah yang diperlukan untuk
penerapan kebijakan dan upaya pengurangan risiko bencana yang efektif.
(2) Pencegahan dan kesiapsiagaan bencana sangat penting dalam mengurangi
kebutuhan tanggap bencana
(3) Pencegahan bencana dan kesiapsiagaan merupakan aspek terpadu dari
kebijakan pembangunan dan perencanaan pada tingkat nasional, regional
dan internasional
(4) Pengembangan dan penguatan kemampuan untuk mencegah, mengurangi
dan mitigasi bencana adalah prioritas utama dalam Dekade Pengurangan
Bencana Alam Internasional
(5) Peringatan dini terhadap bencana dan penyebarluasan informasi bencana
yang dilakukan secara efektif dengan menggunakan sarana
telekomunikasi adalah faktor kunci bagi kesuksesan pencegahan dan
kesiapsiagaan bencana
(6) Upaya-upaya pencegahan akan sangat efektif bila melibatkan partisipasi
masyarakat lokal (lembaga adat dan budaya setempat), nasional, regional
dan internasional
(7) Kerentanan terhadap bencana dapat dikurangi dengan menerapkan desain
dan pola Pembangunan yang difokuskan pada kelompok-kelompok
masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan yang tepat
(8) Masyarakat internasional perlu berbagi teknologi untuk mencegah,
mengurangi dan mitigasi bencana, dan hal ini sebaiknya dilaksanakan
secara bebas dan tepat waktu sebagai bagian dari kerjasama teknik
(9) Perlindungan lingkungan merupakan salah satu komponen pembangunan
berkelanjutan yang sejalan dengan pengentasan kemiskinan dan
merupakan upaya yang sangat penting dalam pencegahan dan mitigasi
bencana alam
14
(10) Setiap negara bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat,
infrastruktur dan aset nasional lainnya dari dampak yang ditimbulkan
oleh bencana.
5. Alternatif Kebijakan
Kriteria Pemilihan Alternatif
Kualitatif
Kriteria kualitatif adalah kriteria yang lebih melihat besaran potensi
sebagai sesuatu yang perlu di dayagunakan sebagai bagian dari strategi
penanggulangan bencana alam, yang meliputi :
(1) Pemanfaatan nilai-nilai lokal dan pengetahuan masyarakat setempat
yang terkait dengan penanggulangan bencana alam.
15
(2) Pemanfaatan inovasi pengetahuan dan pendidikan untuk
membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada seluruh
tingkatan
(3) Pengurangan cakupan resiko bencana alam.
(4) Mekanisme penanggulangan bencana yang mencakup :
- Pengurangan resiko bencana alam sebagai prioritas nasional
maupun daerah
- Peningkatan pemahaman dan pengetahuan masyarakat lokal
tentang bencana yang akan terjadi
- Pembentukan Institusi pelaksana yang kuat, terkoordinasi dan
efektif
- Pengadaan dan perbaikan sistem peringatan dini
- Pengidentifikasian, pengkajian dan pemantauan bencana alam
- Peningkatan kesiapan menghadapi bencana pada semua
tingkatan masyarakat agar tanggapan yang dilakukan lebih
efektif, sebaiknya lakukan juga kegiatan simulasi bencana
- Peningkatan kesadaran masyarakat dalam kesiapsiagaan
menghadapi bencana
- Pemberdayaan peran masyarakat dalam menghadapi bencana
yang didapat dari pengalaman (proses belajar dari pengalaman
sebelumnya)
- Respon pemerintah daerah dan aparatnya dari instansi sektor
dalam membangun kesiapsiagaan masyarakat
- Terlatih, terorganisasi dan terkoordinasinya tenaga lokal
(Desa/Kelurahan) dalam penanggulangan bencana alam
- Dibangunnya kesamaan persepsi tentang kebencanaan
dilingkungan masyarakat.
Kuantitatif
16
Kriteria kuantitatif adalah sejumlah potensi yang terkait dengan
penggunaan teknologi dan suporting sistemnya sebagai bagian dalam
upaya penanggulangan bencana alam yang meliputi:
(1) Pemetaan Daerah Rawan Bencana (gempa bumi, tanah longsor,
bencana, gunung berapi, banjir, dll)
(2) Pengembangan Sistem Deteksi Dini (Early Warning System /
EWS) didaerah rawan bencana (termasuk pengenalannya kepada
masyarakat)
(3) Tersedianya lokasi yang dijadikan sebagai wilayah aman oleh
masyarakat sesuai dengan penempatan POSKO dari beberapa
lembaga yang mempunyai komitmen dalam penanggulangan
bencana alam
(4) Tersedianya kebutuhan dasar masyarakat yang terkena bencana
(5) Adanya dukungan pelayanan terhadap korban bencana (khususnya
di Departemen Sosial) dalam hal ini Direktorat BSK Bencana
Alam Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial
(6) Pendataan kegiatan secara simultan sesuai dengan konsentrasi
permasalahan dan kebutuhan yang ada
(7) Tanggap darurat terhadap korban bencana
(8) Cakupan pemulihan trauma pasca bencana
17
3. Tata Cara Pemberdayaan Peran Masyarakat dalam Penanggulangan
Bencana Alam, sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008, yang
berhubungan dengan prinsip penanggulangan bencana, pengaturan
pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam
penanggulangan bencana alam.
4. Aktualisasi peran lembaga kemasyarakatan, keagamaan dan
kelembagaan sosial lokal lainnya untuk menjadi bagian dalam
kampanye sosialisasi pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan
bencana alam.
18
pembagian tanggung jawab demi keseragaman langkah dan tercapainya standard
penanggulangan bencana dilapangan yang diharapkan. Koordinasi yang baik akan
menghasilkan keselarasan dan kerjasama yang efektif dari organisasi-organisasi
yang terlibat penanggulangan bencana di lapangan. Dalam hal ini perlu
diperhatikan penempatan struktur organisasi yang tepat sesuai dengan tingkat
penanggulangan bencana yang berbeda, serta adanya kejelasan tugas, tanggung
jawab dan otoritas dari masing-masing komponen/ organisasi yang terus menerus
dilakukan secara lintas program dan lintas sektor mulai saat persiapan, saat
terjadinya bencana dan pasca bencana.
Kegiatan pemantauan dan mobilisasi sumber daya dalam penanggulangan
bencana di lapangan pada prinsipnya adalah :
1. Melaksanakan penilaian kebutuhan dan dampak keselamatan secara cepat
(Rapid Health Assesment) sebagai dasar untuk pemantauan dan penyusunan
program mobilisasi bantuan.
2. Melaksanakan skalasi pelayanan dan mobilisasi organisasi yang terkait dalam
penanggulangan masalah akibat bencana dilapangan, mempersiapkan sarana
pendukung guna memaksimalkan pelayanan.
3. Melakukan mobilisasi tim pelayanan ke lokasi bencana (On site) beserta tim
surveilas yang terus mengamati keadaan lingkungan dan kecenderungan
perubahan-perubahan yang terjadi.
Kendala koordinasi :
1. Gangguan aksesibilitas
2. Gangguan keamanan
3. Pertimbangan politik
4. Keengganan untuk mengamati tujuan
19
b. adanya konflik pemerintah dengan pihak lain
c. badan internasional tidak sepaham dengan pemerintah
d. perbedaan tujuan karena adanya konflik internal dalam sector pemerintah
3. Pembagian tugas tidak berjalan
4. Kerangka waktu tidak disepakati
5. Pengalihan tugas
20
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan
multi stakeholder, oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi
koordinasi.
3. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
a. rehabilitasi; dan
b. rekonstruksi.
21
b. Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
c. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.
22
pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.
h. Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana
i. Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif
khususnya kebakaran hutan/lahan
j. Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya
yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan
bencana.
k. Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di
bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.
l. Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan kajian
dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada masa pra bencana, tanggap darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi
m. TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat
darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena
penghuninya mengungsi.
23
dan kemampuan yang memadai dalam upaya penanggulangan bencana.
Dengan koordinasi yang baik lembaga Non Pemerintah ini akan dapat
memberikan kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana mulai dari
tahap sebelum, pada saat dan pasca bencana.
d. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan
berdasarkan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi yang tepat. Untuk
itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari lembaga-lembaga
pendidikan dan penelitian.
e. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik. Untuk
itu peran media sangat penting dalam hal membangun ketahanan
masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam
memberikan informasi kebencanaan berupa peringatan dini, kejadian
bencana serta upaya penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan
kepada masyarakat.
f. Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga
internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurta maupun
pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Pendanaan
Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan
bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan
pembangunan yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja nasional,
propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran
masing-masing sektor yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan khusus seperti
pelatihan, kesiapan, penyediaan peralatan khusus dibiayai dari pos-pos khusus
dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota.
24
Pemerintah dapat menganggarkan dana kontinjensi untuk mengantisipasi
diperlukannya dana tambahan untuk menanggulangi kedaruratan. Besarnya
dan tatacara akses serta penggunaannya diatur bersama dengan DPR yang
bersangkutan.Bantuan dari masyarakat dan sektor non-pemerintah, termasuk
badan-badan PBB dan masyarakat internasional, dikelola secara transparan
oleh unit-unit koordinasi.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Pengertian bencana menurut International Strategy for Disaster
Reduction (ISDR) : Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu
masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan
manusia dari segi materi , ekonomi atau lingkungan dan melampaui
kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan
menggunakan sumber daya mereka sendiri.
KEBIJAKAN NASIONAL DALAM PENANGGULANGAN
BENCANA
Rangkaian bencana yang dialami Indonesia, khususnya pada tahun
2004 dan 2005, telah mengembangkan kesadaran mengenai kerawanan dan
kerentanan masyarakat. Sikap reaktif dan pola penanggulangan bencana yang
dilakukan dirasakan tidak lagi memadai. Dirasakan kebutuhan untuk
mengembangkan sikap baru yang lebih proaktif, menyeluruh, dan mendasar
25
dalam menyikapi bencana. Pola penanggulangan bencana mendapatkan
dimensi baru dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana yang diikuti beberapa aturan pelaksana
terkait, yaitu Peraturan Presiden No. 08 tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP No. 22 tahun 2008
tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, dan PP No. 23 tahun
2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing non
Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana.
B. SARAN
26
DAFTAR PUSTAKA
27