Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda dan dampak psikologis dan di luar kemampuan masyarakat dengan
segala sumber dayanya.
Penanggulangan bencana tidak hanya bersifat reaktif: baru melakukan setelah
terjadi bencana. Tetapi penanggulangan bencana juga bisa bersifat antisipatif,
melakukan pengkajian dan tindakan pencegahan untuk meminimalisir
kemungkinan terjadinya bencana. Bencana menimbulkan berbagai kerusakan dan
kehilangan. Hal ini akan menyebabkan angka kemiskinan di suatu wilayah yang
terkena bencana akan meningkat. Hal inilah yang coba diantisipasi. Di dalam
makalah ini penulis akan membahas bagaimana pemerintah Indonesia membuat
kebijakan terkait penanggulangan bencana. Apakah sesuai dengan
penanggulangan bencana yang seharusnya atau tidak

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apasajakah kebijakan nasional yang sudah dikeluarkan pemerintah dalam
bidang kesiapsigaan bencana destinasi pariwisata?
2. Bagaimanakah pentingnya kebijakan nasional terkait penanggulangan
bencana?
3. Bagaimanakah upaya pemberdayaan masyarakat terkait penanggulangan
bencana pada destinasi pariwisata?

1
4. Bagaimanakah mekanisme koordinasi saat terjadinya bencana?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami tentang kebijakan pemerintah tentang stunting

2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kebijakan nasional yang sudah dikeluarkan pemerintah
dalam bidang kesiapsigaan bencana destinasi pariwisata
2. Untuk mengetahui pentingnya kebijakan nasional terkait penanggulangan
bencana
3. Untuk mengetahui upaya pemberdayaan masyarakat terkait
penanggulangan bencana pada destinasi pariwisata
4. Untuk mengetahui mekanisme koordinasi saat terjadinya bencana

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Bencana
Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Pengertian bencana menurut International Strategy for Disaster Reduction (ISDR)
:
Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga
menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi ,
ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat yang
bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.
Sistem nasional penanggulangan di Indonesia dibuat menuju upaya
penanggulangan bencana secara tepat. Pada tahun 2008, PERATURAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA, bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, dipandang perlu menetapkan Peraturan Presiden
tentang Badan Nasional. Penanggulangan Bencana BNPB mempunyai tugas :
1. memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan
bencana yang mencakup pencegahan bencana,m penanganan tanggap darurat,
rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;
2. menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
bencana berdasarkan peraturan perundangundangan;

3
3. menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada
masyarakat;
4. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat
bencana;
5. menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional
dan internasional;
6. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
7. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan
perundangundangan;dan
8. menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Secara umum, DASAR HUKUM penanggulangan bencana di Indonesia


(Yultekni,2012), yaitu:
1. UUD 1945 RI, Pasal 4, Ayat 1
2. UU No.24 Th. 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
3. PP No. 38 Th. 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
4. PP No. 21 Th. 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
5. PP No. 32 Th. 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana.
6. Pepres No. 8 Th. 2008 Tentang BNPB

B. Penyebab Bencana
bencana yang disebabkan oleh faktor alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam antara lain berupa gempa bumi,stunami,gunung meletus,
banjir,kekeringan,angin topan dan tanah longsor. Sedangkan bencana karena
faktor nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau ragkaian
peristiwa nonalam yang atara lain berupa gagal teknolog,gagal
modernisasi,epidemi,dan wabah penyakit lainya. Adapun bencana alam yang

4
disebakan oleh faktor sosial adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat,dan teror.

C. Dampak Bencana
Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang
ekonomi, sosial dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat menganggu
aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematia,luka-
luka,sakit, hilangnya tempat tinggaldan kekacauan komunitas,sementara
kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi
daratan.salah satu bencana alam yang paling menimbulkan dampak paling
besar misalnya gempa bumi, selama 5 abad terakhir telah menyebabkan lebih
dari 5 juta orang tewas, 20kali lebih banyak daripada korban gunung meletus.

5
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Pada Tahap Kesiapan
Paragraf 4, Pepres No. 8 Th. 2008 Tentang BNPB,Deputi Bidang Pencegahan
dan Kesiapsiagaan

Pasal 19
(1) Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.
(2) Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dipimpin oleh Deputi.
Pasal 20
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai tugas
mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat.
Pasal 21
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Deputi
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada
prabencana serta pemberdayaan masyarakat;
b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan
masyarakat;
c. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada
prabencana serta pemberdayaan masyarakat;
d. pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada prabencana
serta pemberdayaan masyarakat.

6
2. Pada Saat Tanggap Darurat Bencana
Pasal 23
Deputi Bidang Penanganan Darurat mempunyai tugas mengkoordinasikan dan
melaksanakan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat.

Pasal 24
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Deputi
Bidang Penanganan Darurat menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat dan penanganan pengungsi;
b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat dan penanganan
pengungsi;
c. komando pelaksanaan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat;
d. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat dan penanganan pengungsi;
e. pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat dan penanganan pengungsi.

3. Pada Tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi


Pasal 25
(1) Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.
(2) Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi dipimpin oleh Deputi.

Pasal 26

7
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi mempunyai tugas
mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada pascabencana.

Pasal 27
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Deputi
Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada
pascabencana;
b. pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada pascabencana;
c. pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada
pascabencana;
d. pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada pascabencana.

4. Deputi Bidang Logistik Dan Peralatan


Pasal 28
(1) Deputi Bidang Logistik dan Peralatan berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala BNPB.
(2) Deputi Bidang Logistik dan Peralatan dipimpin oleh Deputi.

Pasal 29
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan mempunyai tugas melaksanakan
koordinasi dan dukungan logistik dan peralatan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.

Pasal 30
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Deputi
Bidang Logistik dan Peralatan menyelenggarakan fungsi:

8
a. perumusan kebijakan di bidang logistik dan peralatan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana;
b. pelaksanaan penyusunan perencanaan di bidang logistik dan peralatan
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
c. pemantauan, evaluasi, analisis, pelaporan pelaksanaan kebijakan dibidang
logistik dan peralatan dalam penyelenggaraan.

D. Pembahasan
KEBIJAKAN NASIONAL DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
Rangkaian bencana yang dialami Indonesia, khususnya pada tahun 2004 dan
2005, telah mengembangkan kesadaran mengenai kerawanan dan kerentanan
masyarakat. Sikap reaktif dan pola penanggulangan bencana yang dilakukan
dirasakan tidak lagi memadai. Dirasakan kebutuhan untuk mengembangkan sikap
baru yang lebih proaktif, menyeluruh, dan mendasar dalam menyikapi bencana.
Pola penanggulangan bencana mendapatkan dimensi baru dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana yang diikuti beberapa aturan pelaksana terkait, yaitu Peraturan Presiden
No. 08 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Peraturan
Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, PP No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana, dan PP No. 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional
dan Lembaga Asing non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana. Dimensi
baru dari rangkaian peraturan terkait dengan bencana tersebut adalah:
1. Penanggulangan bencana sebagai sebuah upaya menyeluruh dan proaktif
dimulai dari pengurangan risiko bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi
dan rekonstruksi.
2. Penanggulangan bencana sebagai upaya yang dilakukan bersama oleh para
pemangku kepentingan dengan peran dan fungsi yang saling melengkapi.
3. Penanggulangan bencana sebagai bagian dari proses pembangunan
sehingga mewujudkan ketahanan (resilience) terhadap bencana.

9
Berbagai kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti dengan pendirian Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan masih akan dilengkapi dengan
berbagai peraturan pelaksanaan. Sementara proses pengembangan kebijakan
sedang berlangsung, proses lain yang tidak kalah penting adalah memastikan
bahwa provinsi dan kabupaten/kota mulai mengembangkan kebijakan, strategi,
dan operasi penanggulangan bencana sesuai dengan arah pengembangan
kebijakan di tingkat nasional.
Upaya penanggulangan bencana di daerah perlu dimulai dengan adanya
kebijakan daerah yang bertujuan menanggulangi bencana sesuai dengan
peraturan yang ada. Strategi yang ditetapkan daerah dalam menanggulangi
bencana perlu disesuaikan dengan kondisi daerah. Operasi penanggulangan
bencana perlu dipastikan efektif, efisien dan berkelanjutan.

Evaluasi Sistem Penanggulangan Bencana Tingkat Nasional


Sistem penanggulangan bencana di Indonesia didasarkan pada
kelembagaan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pada waktu yang lalu,
penanggulangan bencana dilaksanakan oleh satuan kerja-satuan kerja yang
terkait. Dalam kondisi tertentu, seperti bencana dalam skala besar pada
umumnya pimpinan pemerintah pusat/daerah mengambil inisiatif dan
kepemimpinan untuk mengkoordinasikan berbagai satuan kerja yang terkait.
Dengan dikeluarkannya UU No. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, maka terjadi berbagai perubahan yang cukup
signifikan terhadap upaya penganggulangan bencana di Indonesia, baik dari
tingkat nasional hingga daerah yang secara umum, peraturan ini telah mampu
memberi keamanan bagi masyarakat dan wilayah Indonesia dengan cara
penanggulangan bencana dalam hal karakeristik, frekuensi dan pemahaman
terhadap kerawanan dan risiko bencana. Sejak tahun 2001, Pemerintah
Indonesia telah memiliki kelembagaan penanggulangan bencana seperti
tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001 tentang Badan

10
Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun
2001. Rangkaian bencana yang dialami Indonesia khususnya sejak tsunami
Aceh tahun 2004 telah mendorong pemerintah memperbaiki peraturan yang
ada melalui PP No. 83 tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Nasional
Penanganan Bencana (Bakornas-PB). Rangkaian bencana yang terus terjadi
mendorong berbagai pihak termasuk DPR untuk lebih jauh mengembangkan
kelembagaan penanggulangan bencana dengan mengeluarkan UU No. 24
tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Di dalam UU tersebut,
diamanatkan untuk dibentuk badan baru, yaitu Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) menggantikan Badan Koordinasi Nasional
Penanganan Bencana (Bakornas-PB) dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) menggantikan Satkorlak Satlak di daerah. Secara lebih rinci
perubahan yang terjadi dalam sistem penanggulangan bencana di Indonesia.

SISTEM LAMA SISTEM BARU


Dasar Hukum Bersifat sektoral Berlaku umum dan mengikat
seluruh departemen, masyarakat
dan lembaga non pemerintah
Paradigma Tanggap darurat Mitigasi, tanggap darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi
Lembaga Bakornas PB, BNPB, BPBD PROPINSI,
Satkorlak dan Satlak BPBD Kab/Kota
Peran Terbatas Melibatkan masyarakat secara
Masyarakat aktif
Pembagian Sebagian besar Tanggung jawab pemerintah
Tanggung pemerintah pusat pusat, propinsi dan kabupaten
Jawab
Perencanaan Belum menjadi bagian Rencana Aksi Nasional
Pembangunan aspek perencanaan Pengurangan Resiko Bencana

11
pembangunan (RAN PRB)
• Rencana
Penanggulangan Bencana
(RPB)
• Rencana Aksi Daerah
Pengurangan Resiko Bencana
(RAD PRB)
Pendekatan Kerentanan Analilsa resiko
Mitigasi (menggabungkan antara
kerentanan dan kapasitas)
Forum kerjasama Belum ada National Platform (akan)
antar pemangku Provincial Platform (akan)
kepentingan
Alokasi Anggaran Tanggung jawab Tergantung pada tingkatan
pemerintah pusat bencana
Pedoman Terpecah dan bersifat Mengacu pada pedoman yang
Penanggulangan sektoral dibuat oleh BNPB dan BPBD
Bencana
Keterkaitan Belum menjadi aspek Aspek bencana harus
Dengan Tata diperhitungkan dalam
Ruang penyusunan tata ruang

1. Permasalahan Dan Kebijakan


a. Masyarakat melihat bencana sering disikapi sebagai topik yang “tabu”
untuk dibicarakan.
b. Sebagian masyarakat juga menilai bencana alam adalah kondisi alam yang
melekat pada bumi.
c. Bencana yang terjadi dari bencana satu ke bencana yang lainnya. Terus
demikian berulang-ulang .Seolah tidak pernah menjadi bahan pelajaran,

12
pengalaman berharga atau setidaknya bahan renungan dalam menangani
bencana.

Kompleksnya dampak yang diakibatkan oleh suatu bencana, tidak hanya


mencakup pada kerugian fisik material akan tetapi mencakup pula
permasalahan sosial - psikologis mereka yang menjadi korban bencana dan
masyarakat yang khawatir akan terjadi bencana yang sama. Kejadian bencana
yang datang secara berproses dan / atau tiba-tiba menimbulkan efek serius
yang tidak hanya dirasakan oleh perorangan tetapi juga oleh seluruh
masyarakat terutama yang bertempat tinggal ditempat terjadinya bencana.
Tabel frekuensi kejadian bencana alam dan jumlah korban berdasarkan time
series 1988 - 2007 di Indonesia.
NO TAHUN FREKUENSI JUMLAH KORBAN
MENINGGAL
1. 1988 – 2003 647 Kejadian 2022
2. 2004 Gempa & Tsunami NAD dan Nias 220.000
3. 2005 281 Kejadian 2462
4. 2006 343 Kejadian 10292
5. 2007 342 Kejadian 888
Sumber : Depsos Februari 2008, walhi 2004.

2. Faktor – Faktor Kerentanan Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian


Bencana Alam
a. Berada dilokasi berbahaya (lereng gunung api, sekitar tanggul sungai,
dll).
b. Kemiskinan.
c. Pertambahan penduduk yang pesat.
d. Perpindahan penduduk desa ke kota.
e. Perubahan budaya.
f. Kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan.
g. Kurangnya informasi dan kesadaran.

13
3. Gambaran Ideal Penanggulangan Bencana
Sepuluh prinsip strategi Yokohama bagi pengurangan resiko bencana saat ini:
(1) Pengkajian risiko bencana adalah langkah yang diperlukan untuk
penerapan kebijakan dan upaya pengurangan risiko bencana yang efektif.
(2) Pencegahan dan kesiapsiagaan bencana sangat penting dalam mengurangi
kebutuhan tanggap bencana
(3) Pencegahan bencana dan kesiapsiagaan merupakan aspek terpadu dari
kebijakan pembangunan dan perencanaan pada tingkat nasional, regional
dan internasional
(4) Pengembangan dan penguatan kemampuan untuk mencegah, mengurangi
dan mitigasi bencana adalah prioritas utama dalam Dekade Pengurangan
Bencana Alam Internasional
(5) Peringatan dini terhadap bencana dan penyebarluasan informasi bencana
yang dilakukan secara efektif dengan menggunakan sarana
telekomunikasi adalah faktor kunci bagi kesuksesan pencegahan dan
kesiapsiagaan bencana
(6) Upaya-upaya pencegahan akan sangat efektif bila melibatkan partisipasi
masyarakat lokal (lembaga adat dan budaya setempat), nasional, regional
dan internasional
(7) Kerentanan terhadap bencana dapat dikurangi dengan menerapkan desain
dan pola Pembangunan yang difokuskan pada kelompok-kelompok
masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan yang tepat
(8) Masyarakat internasional perlu berbagi teknologi untuk mencegah,
mengurangi dan mitigasi bencana, dan hal ini sebaiknya dilaksanakan
secara bebas dan tepat waktu sebagai bagian dari kerjasama teknik
(9) Perlindungan lingkungan merupakan salah satu komponen pembangunan
berkelanjutan yang sejalan dengan pengentasan kemiskinan dan
merupakan upaya yang sangat penting dalam pencegahan dan mitigasi
bencana alam

14
(10) Setiap negara bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat,
infrastruktur dan aset nasional lainnya dari dampak yang ditimbulkan
oleh bencana.

4. Pentingnya Pemberdayaan Peran Masyarakat Dalam Penanggulangan


Bencana
a. Penanggulangan bencana adalah tanggungjawab semua pihak, bukan
pemerintah saja. Setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan
atas martabat, keselamatan dan keamanan dari bencana.
b. Masyarakat adalah pihak pertama yang langsung berhadapan dengan
ancaman dan bencana. Karena itu kesiapan masyarakat menentukan besar
kecilnya dampak bencana dimasyarakat meskipun terkena bencana
mempunyai kemampuan yang bisadi pakai dan dibangun untuk pemuihan
melalui keterlibatan aktif. Masyarakat adalah pelaku penting untuk
mengurangi kerentanan dengan meningkatkan kemampuan diri dalam
menangani bencana. Masyarakat yang menghadapi bencana adalah
korban yang harus siap menghadapi kondisi akibat bencana.
c. Masyarakat yang terkena bencana adalah pelaku aktif untuk membangun
kembali kehidupannya

5. Alternatif Kebijakan
Kriteria Pemilihan Alternatif
 Kualitatif
Kriteria kualitatif adalah kriteria yang lebih melihat besaran potensi
sebagai sesuatu yang perlu di dayagunakan sebagai bagian dari strategi
penanggulangan bencana alam, yang meliputi :
(1) Pemanfaatan nilai-nilai lokal dan pengetahuan masyarakat setempat
yang terkait dengan penanggulangan bencana alam.

15
(2) Pemanfaatan inovasi pengetahuan dan pendidikan untuk
membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada seluruh
tingkatan
(3) Pengurangan cakupan resiko bencana alam.
(4) Mekanisme penanggulangan bencana yang mencakup :
- Pengurangan resiko bencana alam sebagai prioritas nasional
maupun daerah
- Peningkatan pemahaman dan pengetahuan masyarakat lokal
tentang bencana yang akan terjadi
- Pembentukan Institusi pelaksana yang kuat, terkoordinasi dan
efektif
- Pengadaan dan perbaikan sistem peringatan dini
- Pengidentifikasian, pengkajian dan pemantauan bencana alam
- Peningkatan kesiapan menghadapi bencana pada semua
tingkatan masyarakat agar tanggapan yang dilakukan lebih
efektif, sebaiknya lakukan juga kegiatan simulasi bencana
- Peningkatan kesadaran masyarakat dalam kesiapsiagaan
menghadapi bencana
- Pemberdayaan peran masyarakat dalam menghadapi bencana
yang didapat dari pengalaman (proses belajar dari pengalaman
sebelumnya)
- Respon pemerintah daerah dan aparatnya dari instansi sektor
dalam membangun kesiapsiagaan masyarakat
- Terlatih, terorganisasi dan terkoordinasinya tenaga lokal
(Desa/Kelurahan) dalam penanggulangan bencana alam
- Dibangunnya kesamaan persepsi tentang kebencanaan
dilingkungan masyarakat.
 Kuantitatif

16
Kriteria kuantitatif adalah sejumlah potensi yang terkait dengan
penggunaan teknologi dan suporting sistemnya sebagai bagian dalam
upaya penanggulangan bencana alam yang meliputi:
(1) Pemetaan Daerah Rawan Bencana (gempa bumi, tanah longsor,
bencana, gunung berapi, banjir, dll)
(2) Pengembangan Sistem Deteksi Dini (Early Warning System /
EWS) didaerah rawan bencana (termasuk pengenalannya kepada
masyarakat)
(3) Tersedianya lokasi yang dijadikan sebagai wilayah aman oleh
masyarakat sesuai dengan penempatan POSKO dari beberapa
lembaga yang mempunyai komitmen dalam penanggulangan
bencana alam
(4) Tersedianya kebutuhan dasar masyarakat yang terkena bencana
(5) Adanya dukungan pelayanan terhadap korban bencana (khususnya
di Departemen Sosial) dalam hal ini Direktorat BSK Bencana
Alam Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial
(6) Pendataan kegiatan secara simultan sesuai dengan konsentrasi
permasalahan dan kebutuhan yang ada
(7) Tanggap darurat terhadap korban bencana
(8) Cakupan pemulihan trauma pasca bencana

6. Pilihan - Pilihan Kebijakan


Dalam rangka upaya pemberdayaan peran masyarakat dalam penanggulangan
bencana alam perlu dikembangkan kebijakan sosial sebagai berikut :
1. Peningkatan jumlah, pengetahuan dan kemampuan Karang Taruna,
PSM dan TKSM lainnya yang diarahkan menjadi Taruna Siaga
Bencana(TAGANA).
2. Peningkatan peran masyarakat dalam penanggulangan bencana alam
baik pada pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana.

17
3. Tata Cara Pemberdayaan Peran Masyarakat dalam Penanggulangan
Bencana Alam, sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008, yang
berhubungan dengan prinsip penanggulangan bencana, pengaturan
pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam
penanggulangan bencana alam.
4. Aktualisasi peran lembaga kemasyarakatan, keagamaan dan
kelembagaan sosial lokal lainnya untuk menjadi bagian dalam
kampanye sosialisasi pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan
bencana alam.

7. Alasan Pemilihan Kebijakan


Peningkatan peran masyarakat dalam penanggulangan bencana alam baik
pada pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana.
1. Ditinjau dari efisiensi, maka hasil yang dicapai lebih optimal dengan
memanfaatkan sumber daya manusia yang tersedia.
2. Ditinjau dari efektivitas, maka diharapkan melalui alternatif kebijakan
tersebut dapat mempercepat tercapainya tujuan fungsional dalam upaya
penanggulangan bencana alam, yaitu ketepatan, kecepatan dan
kesesuaian.
Keberlanjutan menjadi program / kegiatan yang dilaksanakan secara terus
menerus karena sifatnya masalah membutuhkan penanganan yang
berkelanjutan.

E. MEKANISME KOORDINASI SAAT BENCANA


Koordinasi dan pengendalian di lapangan pasca kerawanan bencana.
Koordinasi dan pengendalian merupakan hal yang sangat diperlukan dalam
penanggulangan dilapangan, karena dengan koordinasi yang baik diharapkan
menghasilkan output/ keluaran yang maksimal sesuai sumber daya yang ada
meminimalkan kesenjangan dan kekurangan dalam pelayanan, adanya kesesuaian

18
pembagian tanggung jawab demi keseragaman langkah dan tercapainya standard
penanggulangan bencana dilapangan yang diharapkan. Koordinasi yang baik akan
menghasilkan keselarasan dan kerjasama yang efektif dari organisasi-organisasi
yang terlibat penanggulangan bencana di lapangan. Dalam hal ini perlu
diperhatikan penempatan struktur organisasi yang tepat sesuai dengan tingkat
penanggulangan bencana yang berbeda, serta adanya kejelasan tugas, tanggung
jawab dan otoritas dari masing-masing komponen/ organisasi yang terus menerus
dilakukan secara lintas program dan lintas sektor mulai saat persiapan, saat
terjadinya bencana dan pasca bencana.
Kegiatan pemantauan dan mobilisasi sumber daya dalam penanggulangan
bencana di lapangan pada prinsipnya adalah :
1. Melaksanakan penilaian kebutuhan dan dampak keselamatan secara cepat
(Rapid Health Assesment) sebagai dasar untuk pemantauan dan penyusunan
program mobilisasi bantuan.
2. Melaksanakan skalasi pelayanan dan mobilisasi organisasi yang terkait dalam
penanggulangan masalah akibat bencana dilapangan, mempersiapkan sarana
pendukung guna memaksimalkan pelayanan.
3. Melakukan mobilisasi tim pelayanan ke lokasi bencana (On site) beserta tim
surveilas yang terus mengamati keadaan lingkungan dan kecenderungan
perubahan-perubahan yang terjadi.
Kendala koordinasi :
1. Gangguan aksesibilitas
2. Gangguan keamanan
3. Pertimbangan politik
4. Keengganan untuk mengamati tujuan

Masalah khusus koordinasi :


1. Penundaan inisiatif
2. Keikutsertaan pemerintah sangat minim dengan pertimbangan :
a. tidak prioritas

19
b. adanya konflik pemerintah dengan pihak lain
c. badan internasional tidak sepaham dengan pemerintah
d. perbedaan tujuan karena adanya konflik internal dalam sector pemerintah
3. Pembagian tugas tidak berjalan
4. Kerangka waktu tidak disepakati
5. Pengalihan tugas

Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan


penanggulangan bencana meliputi :
1. Tahap Prabencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
a. Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak
menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
1) perencanaan penanggulangan bencana;
2) pengurangan risiko bencana;
3) pencegahan;
4) pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
5) persyaratan analisis risiko bencana;
6) pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
7) pendidikan dan pelatihan; dan
8) persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b. Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap siagaan, peringatan
dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan bencana.
1) Kesiapsiagaan
2) Peringatan Dini
3) Mitigasi Bencana

20
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan
multi stakeholder, oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi
koordinasi.

2. Saat Tanggap Darurat


Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya;
b. penentuan status keadaan darurat bencana;
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
d. pemenuhan kebutuhan dasar;
e. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
f. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

3. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
a. rehabilitasi; dan
b. rekonstruksi.

4. Mekanisme Penanggulangan Bencana


Mekanisme penanggulangan bencana yang akan dianut dalam hal ini adalah
mengacu pada UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan
Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan dan
Penanggulangan Bencana. Dari peraturan perundang - undangan tersebut di
atas, dinyatakan bahwa mekanismetersebut dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu
:
a. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan
pelaksana,

21
b. Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
c. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.

F. ALOKASI DAN PERAN PELAKU KEGIATAN PENANGGULANGAN


BENCANA
1. Peran dan Fungsi Instansi Pemerintahan Terkait
Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan memerlukan
koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat diuraikan peran lintas
sektor sebagai berikut :

a. Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaan pembangunan daerah


b. Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan medik
termasuk obat-obatan dan para medis
c. Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan
kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi

d. Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah, penyiapan


lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan sarana dan
prasarana.
e. Sektor Perhubungan, melakukan deteksi dini dan informasi
cuaca/meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi dan
komunikasi
f. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan
mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan bencana
akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi sebelumnya
g. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan pengerahan dan

22
pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.
h. Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana
i. Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif
khususnya kebakaran hutan/lahan
j. Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya
yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan
bencana.
k. Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di
bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.
l. Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan kajian
dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada masa pra bencana, tanggap darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi
m. TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat
darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena
penghuninya mengungsi.

2. Peran dan Potensi Masyarakat


a. Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus
korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu menangani bencana
sehingga diharapkan bencana tidak berkembang ke skala yang lebih besar.
b. Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta cukup
menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat pemberian bantuan
darurat. Partisipasi yang lebih luas dari sektor swasta ini akan sangat
berguna bagi peningkatan ketahanan nasional dalam menghadapi bencana.
c. Lembaga Non-Pemerintah
Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki fleksibilitas

23
dan kemampuan yang memadai dalam upaya penanggulangan bencana.
Dengan koordinasi yang baik lembaga Non Pemerintah ini akan dapat
memberikan kontribusi dalam upaya penanggulangan bencana mulai dari
tahap sebelum, pada saat dan pasca bencana.
d. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan
berdasarkan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi yang tepat. Untuk
itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari lembaga-lembaga
pendidikan dan penelitian.
e. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik. Untuk
itu peran media sangat penting dalam hal membangun ketahanan
masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam
memberikan informasi kebencanaan berupa peringatan dini, kejadian
bencana serta upaya penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan
kepada masyarakat.
f. Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga
internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurta maupun
pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.

3. Pendanaan
Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan
bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan
pembangunan yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja nasional,
propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran
masing-masing sektor yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan khusus seperti
pelatihan, kesiapan, penyediaan peralatan khusus dibiayai dari pos-pos khusus
dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota.

24
Pemerintah dapat menganggarkan dana kontinjensi untuk mengantisipasi
diperlukannya dana tambahan untuk menanggulangi kedaruratan. Besarnya
dan tatacara akses serta penggunaannya diatur bersama dengan DPR yang
bersangkutan.Bantuan dari masyarakat dan sektor non-pemerintah, termasuk
badan-badan PBB dan masyarakat internasional, dikelola secara transparan
oleh unit-unit koordinasi.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Pengertian bencana menurut International Strategy for Disaster
Reduction (ISDR) : Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu
masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan
manusia dari segi materi , ekonomi atau lingkungan dan melampaui
kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan
menggunakan sumber daya mereka sendiri.
KEBIJAKAN NASIONAL DALAM PENANGGULANGAN
BENCANA
Rangkaian bencana yang dialami Indonesia, khususnya pada tahun
2004 dan 2005, telah mengembangkan kesadaran mengenai kerawanan dan
kerentanan masyarakat. Sikap reaktif dan pola penanggulangan bencana yang
dilakukan dirasakan tidak lagi memadai. Dirasakan kebutuhan untuk
mengembangkan sikap baru yang lebih proaktif, menyeluruh, dan mendasar

25
dalam menyikapi bencana. Pola penanggulangan bencana mendapatkan
dimensi baru dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana yang diikuti beberapa aturan pelaksana
terkait, yaitu Peraturan Presiden No. 08 tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP No. 22 tahun 2008
tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, dan PP No. 23 tahun
2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing non
Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana.

B. SARAN

Kata kunci penanggulangan bencana: Serangkaian upaya


komprehensif dalam pra-bencana, saat bencana dan pasca bencana.
Pemerintah tidak boleh melupakan 3 unsur penting ini dalam penanggulangan
bencana. Indonesia secara peraturan dan kebijakan sudah membuat 3 unsur
penting tersebut, namun dalam pelaksanaan ini belum terealisasi dengan
sempurna. Dalam hal ini Pemerintah perlu mangadakan promosi dan pelatihan
– pelatihan bagi kader- kader dan tim medis untuk dapat terlibat dalam
sehingga pelaksanaannya sempurna.

26
DAFTAR PUSTAKA

Afrina Risa, 2017. Pemberdayaan Masyarakat dalam Kesiapsiagaan Menghadapi


Bencana(online).Available:https://www.scribd.com/document/343049321/B
encana diakses pada 06 juni, pukul : 20.16 wib

Bappenas. 2014. Telaahan Sistem Terpadu Penanggulangan Bencana di Indonesia.


(online.available).from:http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/
view/14057/3930/diakses pada 06 juni, pukul : 19.18 wib

Dhani Armanto, et.al, Mengelola Bencana, Buku Bantu Pendidikan


PengelolaanBencana untuk Anak Usia Sekolah Dasar, WALHI, 2006.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan bencana. 2008. Pedoman


Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta

Salinan Peraturan Presiden (mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Ditetapkan di :


Jakarta pada tanggal : 26 Januari 2008.PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,ttd DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO)

27

Anda mungkin juga menyukai