Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEWARGANEGARAAN

“PROYEK STUDI KASUS”

Disusun Oleh:

Kelompok 2
Rissa Az Zahra Damanik (0702192054)
Kartini Ayu Azhari (0702191127)
Luthfi Rahman (0702192046)

SISTEM INFORMASI 4
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
Mata kuliah : Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Yudarwin, M.Hi
UINSU
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Identitas Nasional” ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Kewarganegaraan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “Identitas Nasional” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Yudarwin, M.Hi, selaku dosen mata
kuliah kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan,10 Juni 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

JUDUL

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Identitas Nasional...........................................................................................2

B. Parameter Identitas Nasional............................................................................................4

C. Identitas Nasional sebagai Karakter Bangsa..................................................................11

D. Integrasi Nasional...........................................................................................................12

E. Pentingnya Integrasi Nasional dalam Negara Plural......................................................14

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan......................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................21

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dunia ini masih ada bangsa yang belum bernegara. Demikian pula orang-orang yang

telah bernegara yang pada mulanya berasal dari banyak bangsa dapat menyatakan dirinya

sebagai suatu bangsa. Baik bangsa maupun negara memiliki ciri khas yang membedakan

bangsa atau negara tersebut dengan bangsa atau negara lain di dunia. Ciri khas sebuah bangsa

merupakan identitas dari bangsa yang bersangkutan. Identitas-identitas yang disepakati dan

diterima oleh bangsa menjadi identitas nasional suatu bangsa.

Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai

persamaan nasib dalam proses sejarahnya, sehingga mempunyai persamaan watak atau

karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu

sebagai suatu kesatuan nasional.

B. Rumusan Masalah

 Apa pengertian dari Identitas Nasional ?

 Bagaimana karakter identitas nasional ?

 Bagaimana identitas nasional Indonesia ?

 Bagaimana pengaruh Globalisasi pada Nasionalisme di Indonesia ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Identitas Nasional

Seperti yang telah dibahas pada bagian pengantar perkuliahan sebelumnya, bahwa
globalisasi dewasa ini memberikan tantangan berat kepada masing-masing negara di dunia.
Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi ini mendapat tantangan yang sangat kuat, terutama
karena pengaruh kekuasaan internasional. Pengaruh dari negara-negara besar akan menguasai
negara-negara kecil dalam berbagai bidang, baik ekonomi, sosial, politik, hingga budaya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Berger (1988) dalam The Capitalis Revolution, bahwa dalam era
globalisasi dewasa ini, ideologi kapitalis yang akan menguasai dunia. Kapitalisme telah
mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib
ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara tidak langsung juga nasib, sosial,
politik, dan kebudayaan. Fukuyama (1989:48) juga mengatakan, bahwa globalisasi membawa
perubahan suatu ideologi, yaitu dari ideologi partikular menuju ke arah ideologi universal, dan
dalam kondisi seperti ini, kapitalisme akan menguasai dunia. Konsekuensi dari adanya
globalisasi bagi negara-negara kecil adalah jika negara kecil tidak dapat menghadapi pengaruh
ini, jati diri, atau identitas nasional bangsa tersebut lambat laun akan hilang dan kemungkinan
akan digantikan oleh identitas dari bangsa lain yang lebih kuat. Oleh karena itu, agar suatu
bangsa tetap bisa survive dalam menghadapi globalisasi, bangsa yang bersangkutan harus
mampu meletakkan jati diri atau identitas nasional sebagai bentuk kepribadian agar tidak
tergerus oleh arus globalisasi. Dengan demikian, negara yang bersangkutan akan tetap eksis dan
dianggap ada karena memiliki keunikan/jati diri yang tetap kokoh dipertahankan.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah barang tentu negara akan memiliki
keunikan tersendiri yang membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lainnya. Hal ini disebut
dengan identitas nasional suatu negara. Identitas nasional dapat disamakan dengan identitas
kebangsaan. Secara epistemologi, identitas nasional (kata "identitas" ditambah dengan kata
"nasional"), dimana "identitas" berasal dari bahasa Inggris. yaitu "identity" yang berarti: ciri,

2
tanda, jati diri yang dimiliki seseorang, hidup manusia yang lebih besar dibandingkan kelompok
ras, agama, kelompok, masyarakat dan bangsa sehingga ia berbeda dengan lainnya, Sedangkan
"nasional" adalah: konsep kebangsaan, kelompok persekutuan hidup manusia yang lebih besar
dibandingkan kelompok ras, agama, budaya, dan sebagainya. Jadi, Identitas Nasional lebih
merujuk pada identitas bangsa dalam pengertian politik (political unity).

Identitas nasional memiliki multi definisi, seperti: Identitas Nasional pada hakikatnya
adalah "manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan
suatu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan yang khas tadi suatu bangsa berbeda
dengan bangsa lain dalam kehidupannya" (Koenta Wibisono, 2005 dalam Srijanti, 2007).
Selanjutnya, identitas nasional dapat juga diartikan dengan "identitas suatu kelompok masyarakat
yang melahirkan tindakan secara kolektif yang diwujudkan dalam bentuk organisasi yang diberi
atribut nasional" (Heri Herdiawanto dan Jumanta, 2010: 34).

Secara lebih rinci, identitas nasional dapat diartikan dengan "ciri khas/jati diri bersama
dan membedakan antara bangsa/negara yang bersangkutan dengan bangsa/negara lainnya". Di
sini dapat dikatakan, bahwa sebuah bangsa/negara memiliki suatu ciri khas/jati diri yang
membedakannya dengan bangsa/negara lain. Ciri khas/jati diri ini sudah disepakati bersama oleh
setiap warga negara menjadi identitas bangsa (nasional), dimana setiap warga negara akan
bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya. Yang dimiliki oleh suatu bangsa/negara
yang sudah disepakati

Identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna baru agar tetap
relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat. Artinya,
identitas nasional yang sudah disepakati sebelumnya tidak bersifat kaku, akan tetapi bersifat
fleksibel (bisa menyesuaikan diri dengan perubahan).

Pada prinsipnya, jika dilihat dari proses terjadinya/proses lahirnya dua bagian, yaitu:
identitas nasional, maka identitas nasional itu sendiri dapat dibagi atas

a) Identitas cultural unity atau identitas kesukubangsaan\


Cultural Unity merujuk pada bangsa dalam pengertian kebudayaan atau bangsa dalam
arti sosiologis antropoligis. Cultural unity disatukan oleh adanya kesamaan ras, suku,
agama, adat dan budaya, keturunan dan daerah asal. Unsur-unsur ini menjadi identitas
kelompok bangsa yang bersangkutan sehingga bisa dibedakan dengan bangsa lain.

3
Identitas yang dimiliki oleh sebuah cultural unity kurang lebih bersifar ascribtife
(sudah ada sejak lahir), bersifat alamiah/bawaan, primer dan etnik. Identitas
kesukubangsaan dapat diketahui dari sisi budava orang yang bersangkutan.
Setiap anggota cultural unity memiliki kesetiaan atau loyalitas pada identitasnya.
Misalnya, setia pada suku, agama, budaya, kerabar daerah asal dan bahasanya. Identitas
ini sering disebut sebagai identitas kelompok atau identitas primordial. Dalam hal ini
loyalitas pada primodialnya memiliki ikatan emosional yang kuat serta melahirkan
solidaritas erat.
b) Identitas political unity atau identitas kebangsaan
Political unity merujuk pada bangsa dalam pengertian politik, vain bangsa-negara.
Kesamaan primordial dapat saja menciptakan bangsa tersebut untuk bernegara, namun
dewasa ini negara yang relatif homogen yang hanya terdiri dari satu bangsa tidak banyak
terjadi Negara baru perlu menciptakan identitas yang baru pula untuk bangsanya yang
disebut juga sebagai identitas nasional.
Kebangsaan merupakan kesepakatan dari banyak bangsa didalamnya. Identitas
kebangsaan bersifat buatan, sekunder, etis dan nasional. Beberapa bentuk identitas
nasional adalah bahasa nasional, lambang nasional, semboyan nasional, bendera nasional
dan ideologi nasional.

B. Parameter Identitas Nasional

Dalam rangka untuk menentukan identitas nasional suatu bangsa, perlu diketahui
terlebih dahulu mengenai parameter dari identitas nasional itu sendiri. Parameter ini digunakan
sebagai suatu ukuran atau patokan yang dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu itu menjadi
khas. Parameter identitas nasional berarti suatu ukuran yang digunakan untuk menyatakan,
bahwa identitas nasional itu bersifat khas/unik sehingga layak díangkat dan dijadikan sebagai
identitas nasional suatu bangsa. Adapun parameter identitas nasional antara lain adalah:

a. Pola perilaku yang tampak dalam kegiatan masyarakat.


Pola perilaku yang tampak dalam kegiatan masyarakat ini seperti: adat- istiadat, tata
kelakuan, hingga kebiasaan yang hidup dalam masyarakat yang unik dan
membedakannya dengan yang lain. Contoh: budaya/perilaku gotong royong merupakan
kekhasan/keunikan Indonesia sehingga layak dijadikan sebagai salah satu identitas

4
nasional bangsa Indonesia. Negara-negara lain didunia mengenal Indonesia melalui
budaya gotong royong ini.

Perilaku Gotong Royong Masyarakat Indonesia

b. Lambang-lambang yang menjadi ciri bangsa dan negara


Lambang-lambang yang menjadi ciri bangsa dan negara yang meliputi: bendera, bahasa,
hingga lagu kebangsaan yang dimiliki oleh suatu negara. Contoh : Lambang negara
indonesia adalah burung garuda dan lambang ini berbeda dengan lambang dari negara
lain.

Lambang Negara Lambang Negara Lambang Negara


amerika serikat Arab Saudi Indonesia

Lambang-lambang Negara

5
c. Alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan negara.
Alat-alat perlengkapan yang dimaksud dapat berupa bangunan, peralatan manusia, dan
teknologi. Contoh: Jepang memiliki teknologi otomotif yang canggih dengan berbagai
macam merk kendaraan, baik kendaraan bermotor maupun mobil, yang ditujukan untuk
membangun dan meningkatkan sektor perekonomian bangsa mereka. Dalam
perkembangannya, merk-merk kendaraan bermotor hingga mobil tersebut menjadi trade
mark dan identitas bangsa Jepang, seperti Honda, Yamaha, Kawasaki, Suzuki, dan lain
sebagainya.

Yamaha
Honda

Teknologi Otomotif Sebagai Trade Mark Negara Jepang

d. Tujuan yang dicapai suatu bangsa

Tujuan yang dicapai suatu bangsa ini meliputi: tujuan untuk menciptakan budaya unggul

hingga tujuan untuk memperoleh prestasi di bidang tertentu. Contoh: dalam bidang

olahraga, Indonesia bertujuan untuk “merajai" cabang bulu tangkis. Terbukti pada tahun

1960 hingga tahun 1990-an, Indonesia selalu/sering menjadi juara dalam cabang olahraga

ini. Rudi Hartono menjuarai All England sebanyak 8 kali (rekor yang belum pecah

hingga sekarang). Susi Susanti, pemain bulu tangkis perempuan pertama yang

memperoleh medali emas Olimpiade Barcelona pada tahun 1992. Mereka berdiri di

panggung diiringi pengibaran bendera merah putih dan lagu kebangsaan "Indonesia

Raya". Perasaan bangga dan haru menandai usaha keras menuju budaya unggul telah

6
membuahkan hasil. Bahkan saat itu Indonesia diidentikkan dengan cabang olahraga bulu

tangkis dan dianggap sebagai prestasi yang menjadi identitas bangsa Indonesia.

Rudi Hartono Susi Susanti

(Juara All England 8 kali) (Peraih Medali Emas Olimpiade Barcelona)

Pemain Bulutangkis Indonesia

Parameter identitas nasional di atas memiliki sifat, ciri khas, serta keunikan tersendiri,

yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang membentuk identitas nasional tersebut. Dalam

kajian ini, terdapat beberapa faktor yang mendorong pembentukan identitas nasional, yaitu:

a. Faktor Primordial (ikatan kekerabatan, kesamaan suku bangsa, Seratu, dan sebagainya).

Contohnya: bangsa Yahudi yang terikat oleh hubungan primordial yang kemudian

membentuk negara Israel. Artinya, Israel merupakan sebuah negara yang memiliki ciri

khas dihuni oleh bangsa Yahudi.

b. Faktor Sakral (kesamaan agama, ideologi). Contohnya: negara Uni Sovyet (sebelum

keruntuhannya pada tahun 1990-an) bersatu atas dasar kesamaan ideologi komunisme

yang dianutnya. Artinya, Uni Sovyet merupakan sebuah negara yang memiliki ciri khas

sebagai negara yang menganut ideologi komunis.

7
c. Faktor Tokoh (kepemimpinan tokoh yang disegani). Contohnya: Mahatma Gandhi yang

menjadi tokoh pengikat bangsa di India. Soekarno sebagai simbol kemerdekaan dan

pemersatu bangsa Indonesia, demikian juga dengan George Washington di Amerika

Serikat, dan lain sebagainya. Artinya, bagi masing-masing negara yang memiliki tokoh,

maka tokoh ini merupakan ciri khas bagi mereka dan menjadikan negara yang

bersangkutan dikenal oleh dunia.

Soekarno Mahatma Gandhi George Washington

(Indonesia) (India) (Amerika Serikat)

d. Faktor kesediaan warga negara untuk bersatu dalam perbedaan Contohnya: Indonesia

yang terdiri dari berbagai macam ras, suku hingga agama bersedia bersatu di bawah

payung NKRI dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika". Semboyan inilah yang

merupakan ciri khas Indonesia dan semboyan ini tidak dimiliki oleh negara lain di dunia.

Negara-negara lain di dunia memiliki semboyan lain pula yang berbeda dengan

semboyan dari negara Indonesia, seperti: Argentina dengan semboyan "En Unióny

Libertad" (dalam persatuan dan kemerdekaan), Amerika Serikat dengan semboyan "In

8
God We Trust" (Kepada Tuhan Kami Percaya), Brunei Darussalam dengan semboyan

"Always in service with God's guidance" (selalu menuruti arahan Tuhan). Jerman dengan

semboyan "Einigkeit und Recht und Freiheit" (persatuan dan keadilan dan kemerdekaan),

dan Prancis dengan semboyan "Liberté, égalité, fraternité" (kemerdekaan, persamaan, dan

persaudaraan).

e. Faktor perkembangan ekonomi/solidaritas organis atau solidaritas atas dasar satu tujuan

dalam perkembangan ekonomi. Contohnya: negara-negara di Eropa yang membentuk

Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Bahkan dalam perekonomian mereka menggunakan

mata uang tersendiri yang disebut dengan mata uang "Euro". Inilah ciri khas negara-

negara di Eropa yang membedakannya dengan negara-negara di benua lainnya.

Selain faktor pembentuk identitas nasional di atas, terdapat juga beberapa faktor pendukung

kelahiran identitas nasonal suatu bangsa yang meliputi faktor objektif dan faktor subjektif (Joko

Suryo, 2002):

a. Faktor objektif, meliputi faktor geografis, ekologis, dan demograns Kondisi geografis-

ekologis yang membentuk Indonesia sebagai negara kepulauan yang beriklim tropis dan

terletak di jalur transit antar wilayah dunia di Asia Tenggara, ikut menjadi penentu

lahirnya identitas nasional Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di

dan dikenal pula sebagai negara agraris yang sangat subur. Selain itu, kondisi demografis

Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia setelah China, India,

dan Amerika Serikat juga menjadi penentu lahirnya identitas sebagai negara dengan

jumlah penduduk yang banyak dan memiliki persediaan tenaga kerja produktif. ralaupun

di sisi lain sangat rawan dengan jumlah pengangguran yang banyak pula.

9
b. Faktor subjektif, meliputi faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki

suatu bangsa.

Faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimilki oleh Indonesia ikut

memengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia beserta

identitasnya. Misalnya, faktor historis (persepsi yang sama di antara warga masyarakat

tentang sejarah mereka), dimana kesamaan nasib antar daerah di Indonesia yang sama-

sama pernah dijajah oleh bangsa asing membuat mereka bersatu membentuk identitas

sendiri yang kemudian dinaungi oleh suatu organisasi besar berbentuk Negara Indonesia.

Bagi bangsa Indonesia yang tersusun dari berbagai macam etnis, bahasa, agama, wilayah,

akan tetapi semuanya merupakan satu kesatuan yang berlandaskan pada perbedaan dan

kekhasan masing-masing.

Di Indonesia, dasar falsafah negara Indonesia adalah Pancasila, dan ini merupakan salah

satu identitas nasional bangsa Indonesia. Mengapa demikian? Karena Pancasila dilahirkan

melalui proses kristalisasi identitas- identitas yang ada pada masing-masing wilayah di

Indonesia, yang kemudian disepakati bersama oleh segenap masyarakat Indonesia untuk

dijadikan sebagai identitas nasional. Pancasila sebagai identitas nasional bangsa Indonesia berisi:

a. Konsep tentang Hakikat Eksistensi Manusia

b. Konsep Pluralistik

c. Konsep Harmoni dan Keselarasan

d. Konsep Kekeluargaan dan Gotong Royong

e. Konsep Integralistik

f. Konsep Kerakyatan

g. Konsep Kebangsaan

10
Selain Pancasila, terdapat beberapa bentuk identitas nasional yang menjadi karakter bangsa

Indonesia yang berbeda dengan identitas nasional bangsa lain, antara lain:

a. Bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia

b. Bendera negara, yaitu Sang Merah Putih

c. Lagu kebangsaan, yaitu Indonesia Raya

d. Lambang negara, yaitu Burung Garuda

e. Semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika

f. Konstitusi negara, yaitu UUD 1945

g. Bentuk negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia

h. Konsepsi Wawasan Nusantara

C. Identitas Nasional Sebagai Karakter Bangsa

Karakter berasal dari bahasa latin "kharakter, kharassein atau khararh sementara dalam

bahasa Prancis disebut dengan "caractere" dan dalan bahasa Inggris adalah "character". Dalam

arti luas karakter berarti sifa. kejiwaan, akhlak, budi pekerti, tabiat, watak yang membedakan

seseorang dengan orang lain. Dengan demikian, karakter bangsa dapat diartikan dengan tabiat

atau watak khas bangsa Indonesia yang membedakan bangsa Indenesia dengan bangsa lain.

Setiap bangsa memiliki identitasnya, dan dengan memahami identítas bangsa, maka

diharapkan kita akan memahami jati diri bangsa sehingga menumbuhkan kebanggaan sebagai

bangsa. Menurut Max Weber (dikutip Eka Darmaputra, 1988: 3) cara yang terbaik untuk

memahami suatu masyarakat adalah dengan memahami karakter (tingkah laku) anggotanya.

Karakter terbentuk salah satunya melalui identitas yang dimilikinya. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa identitas nasional suatu bangsa akan membentuk karakter bangsa yang

bersangkutan. Ibarat tahi lalat yang dimiliki oleh manusia yang merupakan identitas dari manusia

11
itu sendiri yang turut menentukan karakter dari manusia yang bersangkutan.Misalnya, manusia

yang memiliki tahi lalat di atas bibir pada umumnya dipercaya memiliki sifat (karakter) yang

suka berbicara. Jika contoh ini dikaitkan dengan identitas nasional suatu bangsa, seperti bangsa

Indonesia yang memiliki salah satu identitas nasional, yaitu Pancasila, dimana Pancasila berisi

nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaa, persatuan, demokrasi, dan keadilan, maka dapat disimpulkan,

bahwa karakter bangsa Indonesia adalah religius, beradab, tidak suka bertikai, selalu

bermusyawarah dalam menghadapi berbagai macam problema, dan selalu bersikap adil.

D. Integrasi Nasional

Integrasi nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan

pemerintah dan wilayahnya (Safroedin Bahar, 1998) "Mengintegrasikan” berarti membuat untuk

atau menyempurnakan dengan jalan menyatukan unsur-unsur yang semula terpisah-pisah.

Menurut Wriggins (1992), integrasi berarti penyatuan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu

masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat masyarakat

kecil yang banyak menjadi satu bangsa. Jadi menurutnya, integrasi bangsa dilihat sebagai

peralihan dari banyak masyarakat kecil menjadi satu masyarakat besar.

Selanjutnya, Myron Weiner (1965) memberikan lima definisi mengenai integrasi,

yaitu:

a. Integrasi menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam

satu wilayah dan proses pembentukan identitas nasional, membangun rasa kebangsaan

dengan cara menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang lebih sempit.

b. Integrasi menunjuk pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat di

atas unit-unit sosial yang lebih kecil yang beranggotakan kelompok-kelompok sosial

budaya masyarakat tertentu.

12
c. Integrasi menunjuk pada masalah menghubungkan antara pemerintah dengan yang

diperintah. Mendekatkan perbedaan-perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada

kelompok elit dan massa.

d. Integrasi menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yang

diperlukan dalam memelihara tertib sosial.

e. Integrasi menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan yang diterima

demi mencapai tujuan bersama.

Berdasarkan definisi di atas dapat dinyatakan, bahwa integrasi merupakan proses penyatuan

dengan menghubungkan berbagai kelompok budaya dan sosial yang beragam dalam satu

wilayah, kemudian dibentuk suatu wewenang kekuasaan nasional pusat yang kemudian

bertujuan untuk membangun rasa kebangsaan dengan cara menghapus kesetiaan pada ikatan-

ikatan yang lebih sempit.

Sunyoto Usman (1998) menyatakan, bahwa suatu kelompok masyarakat dapat terintegrasi

apabila; 1) masyarakat dapat menemukan dan menyepakati nilai-nilai fundamental yang dapat

dijadikan rujukan bersama, 2) masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus memiliki

menghasilkan "croos cutting loyality" (loyalitas ganda) dari anggota "croos cutting affiliation"

(anggota dari berbagai kesatuan sosial), sehingga masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial,

dan keluarga, ikatan kesukuan tertentu, keanggotaan dalam keagamaan tertentu, budaya, bahasa

atau dialek tertentu, serta kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang membawakan ikatan yang sangat

kuat dalam kehidupan Bukti pluralisme Indonesia dapat dilihat dari adanya berbagai macam

suku bangsa seperti Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, Dayak, dan masih masyarakat berada

di atas saling ketergantungan di antara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya dalam

pemenuhan kebutuhan ekonomi.

13
E. Pentingnya Integrasi Nasional dalam Negara yang Plural

Kita tidak bisa memungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang plural/majemuk.

Masyarakat yang pluralistis artinya kondisi geografis dan sosial budaya nusantara lebih banyak

mewarnai corak kehidupan bangsa Indonesia (Al Hakim, 2012: 175). Pada prinsipnya, setiap ada

masyarakat yang pluralistis harus diterapkan juga konsep pluralism, yaitu konsep yang timbul

setelah adanya konsep toleransi. Jadi, ketika setiap individu mengaplikasikan konsep toleransi

terhadap individu lainnya, maka lahirlah konsep pluralisme. Dalam konsep pluralisme itulah

bangsa Indonesia yang beranekaragam mulai dari suku, agama, ras, dan golongan dapat menjadi

bangsa yang satu dan utuh.

Clifford Geertz (1963:105) mengatakan, bahwa masyarakat majemuk merupakan

masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sub-subsistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri,

di mana masing-masing subsistem terikat ke dalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat primordial.

Ikatan primordial adalah ikatan yang muncul dari perasaan yang lahir dari apa yang ada dalam

kehidupan sosial, yang sebagian besar berasal dari hubungan keluarga, ikatan kesukuan tertentu,

keanggotaan dalam keagamaan tertentu, budaya, bahasa atau dialek tertentu, serta kebiasaan-

kebiasaan tertentu, yang membawakan ikatan yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat.

Bukti pluralisme Indonesia dapat dilihat dari adanya berbagai macam suku bangsa

seperti Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, Dayak, dan masih banyak yang lain, yang jumlahnya

kurang lebih 300 suku bangsa dengan bahasa dan identitas kulturalnya masing-masing. Masing-

masing suku identitas tersendiri sebagai anggota suku bangsa yang bersangkutan, bangsa

memiliki wilayah kediaman sendiri yang mulanya merupakan daerah tempat kediaman nenek

moyang suku bangsa yang bersangkutan dan pada umumnya dinyatakan melalui mitos yang

meriwayatkan asal usul suku bangsa tersebut. Anggota masing-masing suku bangsa cenderung

14
memiliki sehingga dalam keadaan tertentu mereka mewujudkan rasa setiakawan dan solidaritas

dengan sesama suku bangsa asal (Harsja W Bachtiar, 1992:12).

Berkaitan erat dengan keragaman suku sebagaimana dikemukakan diatas adalah

keragaman adat-istiadat, budaya, dan bahasa daerah. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia

masing-masing memiliki adat-istiadat budaya, dan bahasa yang berbeda satu sama lain, yang

sekarang dikenal sebagai adat-istiadat, budaya, dan bahasa daerah. Kebudayaan suku selain

terdiri atas nilai-nilai dan aturan-aturan tertentu, juga terdiri atas kepercayaan-kepercayaan

tertentu, pengetahuan tertentu, serta sastra dan seni yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Secara umum dapat dikatakan, bahwa dengan banyaknya suku bangsa yang ada di Indonesia,

setidak-tidaknya sebanyak itu pula dapat dijumpai keragaman adat-istiadat, budaya, serta bahasa

daerah di Indonesia.

Di samping keragaman suku-suku bangsa, di Indonesia juga terdapat kelompok warga

masyarakat yang sering dikatakan sebagai "warga peranakan", seperti warga peranakan Cina,

Arab, India, dan lain sebagainya. Kelompok ini juga memiliki kebudayaannya sendiri, yang tidak

sama dengan budaya suku-suku asli di Indonesia, sehingga muncul budaya orang-orang Cina,

budaya orang-orang Arab, budaya orang-orang India, dan lain-lain. Kadang-kadang mereka juga

menampakkan diri dalam kesatuan tempat tinggal, sehingga di kota-kota besar di Indonesia

dijumpai adanya sebutan "Kampung China", "Kampung Arab", dan mungkin masih ada yang

lain (dikutip dari Buku "Rencana Pembelajaran dan Metode Pembelajaran serta Model Evaluasi

Hasil Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kurikulum Perguruan Tinggi Berbasis

Kompetensi" berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi).

Keberagaman suku bangsa di Indonesia terutama disebabkan oleh keadaan geografis

Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang sangat banyak

15
(diperkirakan sekitar 17.000-an pulau besar dan kecil) dan letaknya yang saling berjauhan.

Dalam kondisi yang demikian, nenek moyang bangsa Indonesia dahulu (yang datang dari daerah

yang sekarang dikenal sebagai daerah Tiongkok Selatan), harus tinggal menetap di daerah yang

terpisah satu sama lain. Karena isolasi geografis antara satu pulau dengan pulau yang lain,

mengakibatkan masing-masing penghuni pulau itu dalam waktu yang cukup lama

mengembangkan kebudayaannya sendiri-sendiri dan terpisah satu sama lain. Di situlah secara

perlahan-lahan identitas kesukuan itu terbentuk, atas keyakinan, bahwa mereka masing-masing

berasal dari satu nenek moyang, tetapi memiliki berbeda dari kebudayaan suku yang lain.

Kemajemukan lainnya dalam masyarakat Indonesia ditampilkan dalam wujud

keberagaman agama. Di Indonesia hidup bermacam-macam agama yang diakui oleh pemerintah,

yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu. Di samping

itu masih dijumpai adanya berbagai aliran kepercayaan yang dianut oleh masyarakat. Keragaman

agama di Indonesia terutama merupakan hasil pengaruh letak Indonesia di antara Samudra

Pasifik dan Samudra Hindia yang menempatkan Indonesia di tengah-tengah lalu lintas

perdagangan laut melalui kedua samudra tersebut. Dengan posisi yang demikian, Indonesia sejak

lama mendapatkan pengaruh dari bangsa lain melalui kegiatan para pedagang, di antaranya

adalah pengaruh agama. Pengaruh yang datang pertama kali adalah pengaruh agama Hindu dan

Budha yang dibawa oleh para pedagang dari India sejak kira-kira tahun 400 Masehi. Pengaruh

yang datang berikutnya adalah pengaruh agama Islam datang sejak kira-kira tahun 1300 Masehi,

dan benar-benar mengalami proses penyebaran yang meluas sepanjang abad ke-15. Pengaruh

yang datang belakangan adalah pengaruh agama Kristen dan Katholik yang dibawa oleh bangsa

bangsa Barat sejak kira-kira tahun 1500 Masehi (dikutip dari Buku “Rencana Pembelajaran dan

16
Metode Pembelajaran serta Model Evaluasi Hasil Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan -

Kurikulum Perguruan Tinggi Berbasis Kompetensi” berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi).

Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang diwarnai oleh berbagai keanekaragaman,

harus disadari bahwa masyarakat Indonesia menyimpan potensi konflik yang cukup besar.

Fanatisme terhadap suatu hal, baik itu fanatik terhadap agama atau fanatik terhadap suku

daerahnya sendiri akan memicu munculnya konflik yang berkesinambungan. Konflik yang

disebabkan karena hal tersebut akan menggugah keturunan atau sesama saudara yang satu daerah

menjadi ikut campur dalam persoalan yang sebenarnya bukan persoalan umum. Sehingga

muncul pembelaan-pembelaan yang akan memperburuk suasana dalam proses bersatunya negara

Indonesia.

Sepanjang sejarah sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia, hampir tidak pernah lepas

dari gejolak kedaerahan berupa tuntutan untuk memisahkan diri (gerakan separatisme). Kasus

Aceh, Papua, Ambon, Timor Timur merupakan contoh konflik yang bertujuan untuk

memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kasus-kasus tersebut merupakan

perwujudan konflik antara masyarakat daerah dengan otoritas kekuasaan yang ada di pusat.

Konflik tersebut merupakan ekspresi ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang

diberlakukan di daerah. Pada tahun 1999, melalui referendum yang diselenggarakan oleh

Presiden Habibie, Timor-Timur resmi memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara

baru dengan nama Republik Demokrasi Timor Leste, dan diakui merdeka penuh oleh PBB pada

tahun 2002.

Selain konflik di atas, terdapat juga konflik yang berlatar belakang keagamaan,

kesukuan, antarkelompok atau golongan dan semacamnya yang muncul dalam bentuk kerusuhan,

17
perang antarsuku, pembakaran rumah-rumah ibadah, dan sebagainya. Dalam hal ini dapat

disebutkan kasus-kasus yang terjadi di Poso, Sampit, Ambon, Lombok, dan masih ada kasus di

tempat-tempat lainnya. Terjadinya konflik horizontal biasanya juga merupakan akumulasi dari

berbagai faktor, baik faktor kesukuan atau etnis, agama, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Apa

yang tampak sebagai kerusuhan yang berlatarbelakang agama bisa jadi lebih terkait dengan

sentimen etnis atau kesukuan. Begitu juga dengan konflik yang tampak dengan latar belakang

etnis atau keagamaan sebenarnya hanya merupakan perwujudan dari kecemburuan sosial (dikutip

dari Buku "Rencana Pembelajaran dan Metode Pembelajaran serta Model Evaluasi Hasil

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan - Kurikulum Perguruan Tinggi Berbasis

Kompetensi” berdasarkan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi).

Padahal jika dikaji secara lebih mendalam, pluralisme seharusnya tidak untuk

dipertentangkan, akan tetapi dijadikan sebagai suatu kekuatan yang menjelma menjadi identitas

nasional bangsa, karena perbedaan yang ada sudah diintegrasikan ke dalam suatu wadah NKRI.

Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara. Sebab,

integrasi masyarakat merupakan kondisi yang diperlukan bagi negara untuk membangun

kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Ketika masyarakat suatu negara

senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, akan banyak kerugian yang diderita, baik

kerugian fisik dan materiil, seperti kerusakan sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan oleh

masyarakat, maupun kerugian mental spiritual, seperti perasaan khawatir, cemas, takut, bahkan

juga tekanan mental yang berkepanjangan. Di sisi lain banyak pula potensi sumber daya yang

dimiliki oleh negara, yang mestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi

kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan

demikian, negara yang senantiasa diwarnai konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan

18
kemajuan. Satu hal yang harus disadari bahwa integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang

sesuatu yang tidak mungkin untuk diwujudkan, karena setiap masyarakat di samping membawa

potensi integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Solusinya adalah tergantung

dari masyarakat itu sendiri yang menyikapi dan mengadakan usaha untuk meredam dan

meminimalkan konflik yang ada. Jika sudah demikian, potensi konflik dapat dihindari.

19
BAB III

PENUTUP
A.Kesimpulan

Istilah Identitas Nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimilikioleh suatu

bangsa secara filosofis membuat bangsa tersebut dengan bangsa lain. Identitas nasional (national

identity) adalah kepribadian nasional atau jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang

membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lain. Berdasarkan pengertiannya maka identitas

nasionalsuatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer

disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.

20
DAFTAR PUSTAKA

Juliardi, Budi. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.

Jakarta: Rajawali Pers

Daryono, M. 2011. Pengantar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Jakarta : Rineka Cipta

21

Anda mungkin juga menyukai