Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang

secara fisik, mental spiritual, dan sosial sehigga individu tersebut menyadari

kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan

mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU No. 18 2014). Kesehatan

jiwa bagi manusi berarti terwujudnya keharmonisan fungsi jiwa dan sanggup

menghadapi problem, merasa bahagia dan mampu diri. Orang yang sehat jiwa

berarti mempunyai kemampuan menyesuaikan diri sendiri, orang lain, masyarakat,

dan lingkungan (Azizah dkk, 2016). Seseorang yang tidak mampu mencapai jiwa

yang sehat maka akan terjadi gangguan jiwa.

Gangguan jiwa merupakan pola prilaku seseorang yang khas yang berkaitan

dengan suatu gejala penderita (distress) di dalam masyarakat yang mengganggu

fungsi psikologik, perilaku biologik dan gangguan itu tidak terletak dalam hubungan

dengan orang lain saja, melainkan juga dalam masyarakat (Yusuf, 2015)

Menurut World Health Organition (WHO, 2016), terdapat sekitar 35 juta orang

terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofernia,

serta 47,5 juta terkena dimensia. Data yang ditemukan oleh peneliti di Hardvard

University dan College Unviversity London, mengatakan penyakit kejiwaan pada

tahun 2016 meliputi 32% dari semua kecacatan di seluruh dunia.

Hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi gangguan

jiwa sebanyak 1,7 permil dimana Aceh dan DI Yogyakarta menempati posisi

pertama yaitu sebanyak 2,7 permil sedangkan Jawa Barat berada pada posisi ke

1
empat belas, yaitu sebanyak 1,6 permil. Sedangkan hasil data Riset Dasar Kesehatan

(Riskesdas) pada tahun 2018, menunjukan prevalensi gangguan jiwa di Indonesia

sebanyak 7 permil. Dari data 34 provinsi, Bali berada pada posisi pertama sebanyak

11 permil sedangkan Jawa Barat berada pada posisi ke dua puluh enam yaitu

sebanyak 2,9 permil. Jadi didapatkan bahwa prevalensi gangguan jiwa di Jawa Barat

mengalami peningkatan (Riskesdas, 2018)

Data yang ditemukan oleh tim Dinas Kesehatan di Jawa Barat jumlah penderita

gangguan jiwa mencapai angka 465.975 orang, naik dari tahun 2014 dengan angka

penderita 296.943 orang (Riskesdas, 2015). Bogor merupakan kota dengan

prevalensi gangguan mental emosional tertenggi di Jawa Barat dengan hasil

prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk umur >15 tahun ialah

sebesar 28,1%. Data dari Dinas Kesehatan di Kota Bogor mencatat ada sekitar 997

ODGJ yang mendapatkan pelayanan jiwa sesuai standar pada tahun 2018 (Dinkes

Bogor, 2018).

Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami

penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain

disekitarnya. Pasien isolasi sosial mengalami gangguan dalam berinteraksi dan

mengalami perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain sekitarnya, lebih

menyukai berdiam diri, mengurung diri, dan menghindar dari orang lain (Yosep &

Sutini, 2014). Dalam mengatasi masalah gangguan interaksi pada pasien isolasi

sosial dapat dilakukan tindakan keperawatan dengan tujuan untuk melatih pasien

melakukan interaksi sosial sehingga pasien merasa nyaman ketika berhubungan

dengan orang lain (Berhimpong dkk, 2016).

2
Terapi musik adalah penggunaan unsur musik (bunyi, irama, melodi dan

harmoni) oleh ahli terapi musik yang berkualifikasi, dengan klien atau kelompok

yang dirancang untuk memfasilitasi dan mempromosikan komunikasi, hubungan,

pembelajaran, mobilisasi, ekspresi, organisasi, dan tujuan terapi lain yang relevan

dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik, emosional, mental, sosial dan kognitif.

Terapi musik bertujuan untuk mengembangkan potensi atau mengembalikan fungsi

individu sehingga ia dapat mencapai intregitas intra dan interpersonal yang lebih

baik, sehingga diharapkan kualitas hidup akan menjadi lebih baik pula (Tikka &

Nizamie, 2014). Terapi musik sendiri merupakan intervensi yang sedang

berkembang belakangan ini sebagai sebuah intervensi sistematis dengan terapis

yang membantu klien untuk meningkatkan kesehatan menggunakan pengalaman

musik dan hubungan yang berkembangan diantaranya sebagai kekuatan dinamis

perubahan (Bruscia, 2014).

Perkembangan terapi musik yang masih tergolong baru, tentunya tidak lepas dari

berbagai perdebatan yang masih mempertanyakan efektivitas, standar prosedur,

musik yang digunakan dan berbagai hal lain yang menjadi detail dalam terapi.

Meski begitu, populritas terapi musik semakin menanjak dari waktu ke waktu. Jika

dahulu terapi musik banyak dilakukan oleh masyarakat-masyarakat Barat, di masa

sekarang Indonesia sudah mulai mempertimbangkan untuk menggunakan terapi

musik meskipun penggunaannya masih ekslusif dan terbatas (Rahardjo, 2016).

Secara psikologis, musik memiliki peran penting dalam penganturan emosi,

komunikasi, dan interaksi sosial. Kegiatan musik, seperti mendengarkan musik,

3
bernyanyi, dan menari dapat berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan

emosional, mempertahankan kompetensi, dan mengurangi isolasi sosial. (Satoh dkk,

2017).

Pada penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus

tentang “Penerapan Terapi Musik Untuk Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi

Pada Pasien Isolasi Sosial Dalam Aktivitas Sehari-hari Di Rumah Sakit Dr. H.

Marzoeki Mahdi Bogor”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah interaksi sosial pasien isolasi sosial dalam melakukan aktivitas

sehari-hari sesudah dilakukan intervensi keperawatan dengan pemberian terapi

musik?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

terapi musik untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi pada pasien

isolasi sosial dalam aktivitas sehari-hari.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui tingkat kemampuan berinteraksi pada pasien isolasi sosial

sesudah dilakukan intervensi keperawatan dengan terapi musik.

2) Mengetahui keberhasilan terapi musik dalam meningkatkan kemampuan

berinteraksi pada pasien isolasi sosial.

4
1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis

ditujukan untuk pengembangan ilmu keperawatan dalam melakukan terapi

musik pada pasien Isolasi Sosial, serta dapat berguna sebagai acuan

pemikiran bagi dunia pendidikan.

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Perawat/profesi

a) Mampu memberikan pengetahuan mengenai terapi musik pada

pasien penderita Isolasi Sosial.

b) Sebagai pengalaman awal dalam melakukan riset keperawatan yang

memberi manfaat dimasa yang akan dating.

2) Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam

melakukan terapi musik pad pasien Isolasi Sosial.

3) Insitusi pendidikan

Dapat digunakan sebagai informasi bagi insitusi pendidikan dalam

pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan

datang, khususnya dalam pemberian terapi musik pada pasien Isolasi

Sosial.

4) Keluarga

5
Keluarga dapat memahami dan menerapkan terapi musik untuk

meningkatkan kemampuan berinteraksi pada pasien Isolasi Sosial.

Anda mungkin juga menyukai