Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session

Ulkus Kornea ODS

Oleh :

Firhod Purba 1940312102


Fitriani Afifah 1940312129
Vania Sufi 1940312132

Preseptor :
dr. Ardizal Rahman, SpM (K)

Bagian Ilmu Kesehatan Mata


RSUP Dr. M. Djamil Padang
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Ulkus Kornea
ODS”. Shalawat beriring salam semoga disampaikan kepada Rasulullah SAW beserta
keluarga, sahabat dan umat beliau.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Ardizal Rahman, SpM(K) selaku pembimbing
yang bersedia memberikan masukan dan bimbingan dalam penyempurnaan makalah
ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 5 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
1.4 Metode Penulisan 1
1.5 Manfaat Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Mata 3
2.2 Epidemiologi 10
2.3 Klasifikasi 11
2.4 Etiologi 12
2.5 Patogenesis dan Patofisiologi 16
2.6 Manifestasi Klinis 18
2.7 Diagnosis 19
2.8 Tatalaksana 21
2.9 Komplikasi 22
2.10 Prognosis 22

BAB III ILUSTRASI KASUS 20


BAB IV DISKUSI 24
DAFTAR PUSTAKA 29

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Mata 3


Gambar 2.2 Gambaran Struktur Mikroskopis Kornea 6
Gambar 2.3 Ulkus Kornea Bakterialis 9
Gambar 2.4 Ulkus Kornea Pseudomonas 9
Gambar 2.5 Ulkus Kornea Fungi 10
Gambar 2.6 Ulkus Kornea Virus 10
Gambar 2.7 Ulkus Kornea Achantamoeba 11
Gambar 2.8 Ulkus Kornea Marginal 12
Gambar 2.9 Ulkus Kornea Mooran 12
Gambar 2.10 Stadium Patogenesis Ulkus Kornea 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ulkus kornea adalah keadaan dimana kornea kehilangan sebagian permukaannya
sampai ke lapisan stroma akibat kematian jaringan kornea. Insiden ulkus kornea tahun
2013 adalah 5,5 persen dengan prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), diikuti oleh DI
Yogyakarta (10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%),1 dan predisposisi terjadinya ulkus
kornea antara lain infeksi, trauma, pemakaian lensa kontak dan kadang idiopatik. 2
Ulkus kornea yang luas harus ditangani dengan cepat untuk mencegah perluasan
ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan
kebutaan. Ulkus kornea akan menimbulkan kekeruhan pada kornea setelah sembuh.
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea merupakan salah satu penyebab kebutaan di
seluruh dunia.3 Hasil survei di Jawa Barat tahun 2005 menunjukkan prevalensi
kebutaan sebesar 3,6% dengan kornea merupakan penyebab kebutaan ketiga (5,5%). 4
Gangguan penglihatan dan kebutaan diharapkan dapat dicegah dengan penetapan
diagnosis sejak dini dan penatalaksanaan secara tepat dan komprehensif.

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas tentang anatomi dan fisiologi kornea, definisi,
epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, patogenesis dan patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis diferensial, tatalaksana, komplikasi dan
prognosis ulkus kornea.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
mengenai ulkus kornea.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk
dari berbagai literatur.

1
1.5 Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah informasi
dan pengetahuan tentang ulkus kornea.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata

Gambar 2.1. Anatomi Mata

1. Kornea
Kornea adalah bagian paling depan dari mata, terletak di depan iris dan pupil.
Kornea merupakan jaringan tubuh yang dilewati oleh serabut saraf, dan sebagian besar
saraf kornea adalah saraf sensorik, yang berasal dari cabang nervus trigeminal. Kornea
mata manusia dewasa memiliki rata-rata diameter horizontal 11,5 mm dan diameter
vertikal 10,5 mm, dengan kelengkungan yang tetap konstan sepanjang hidup. 6
2. Sklera
Sklera adalah lapisan bagian luar mata yang opak, berserat, kuat, yang biasa
dikenal sebagai "bagian putih pada mata" yang secara langsung terhubung dengan
kornea di bagian depan dan dengan selubung yang menutupi saraf optik di bagian
belakangnya. Sklera berfungsi sebagai pembungkus dan pelindung isi bola mata.7
3. Pupil

3
Pupil adalah bagian transparan berbentuk bulat yang terletak di tengah mata.
Cahaya melewati permukaan lensa yang terpapar oleh pupil, dan difokuskan ke retina
yang terletak di bagian belakang mata. Pupil tampak sebagai bagian berwarna hitam
karena bagian dalam mata yang gelap, bukan karena pupil memiliki permukaan yang
hitam. Diameter pupil manusia bervariasi antara 2-8 mm. Ukuran pupil dapat berubah
sesuai dengan intensitas cahaya yang masuk ke mata. Pupil mengecil bila intensitas
cahaya tinggi mengarah ke mata, dan melebar bila intensitas cahaya rendah mengarah
ke mata. Proses ini dibantu oleh persarafan simpatis (midriasis) dan parasimpatis
(miosis).8
4. Lensa
Lensa terdiri dari jaringan avaskuler, transparan dan fleksibel yang terletak tepat
di belakang iris dan pupil. Lensa berbentuk bikonvek (memiliki kecembungan di dua
sisi) dan terdiri dari tiga bagian utama yaitu kapsul lensa, sel epitel lensa dan serat
lensa. Kapsul lensa merupakan membran semipermeabel yang bisa dilewati oleh air
dan elektrolit. Serat lensa tersusun padat, teratur dan diselingi oleh protein yang
berperan serta dalam mempertahankan kejernihan lensa. Lensa merupakan bagian
setelah kornea yang berfungsi untuk memfokuskan cahaya dan gambar pada retina.
Sifat lensa yang fleksibel dan elastis membuat lensa dapat merubah kelengkungannya
untuk memberikan fokus pada benda yang berada di dekatnya maupun yang berada di
kejauhan. Sekitar 25-35% daya fokus mata berasal dari lensa.9
5. Iris
Iris adalah jaringan berpigmen yang terletak di belakang kornea yang memberi
warna pada mata dan mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan mengatur
ukuran pupil. Iris juga mencegah cahaya agar tidak masuk ke mata secara berlebihan
dan membantu pembentukan gambar yang jelas pada retina dengan mencegah sinar
cahaya perifer masuk ke mata. Kedua otot iris yang terdiri dari m. dilator dan m.
sphincter mengontrol ukuran pupil melalui sistem saraf otonom dengan persarafan
sistem saraf involunter.10

6. Retina

4
Retina adalah jaringan yang melapisi permukaan bagian dalam mata,
mengelilingi rongga vitreous. Retina dilindungi dan dipertahankan posisinya oleh
sklera dan kornea yang ada di sekitarnya. Serabut saraf retina terdiri dari enam jenis
neuron, yaitu fotoreseptor yang terdiri dari sel batang dan sel kerucut, sel bipolar, sel
horizontal, sel amakrin, sel ganglion yang menangkap dan memproses sinyal cahaya
yang masuk, serta sel glia. Bagian retina terdiri atas beberapa lapisan sel yaitu: bagian
terluar (berhadapan dengan koroid) yang berisi sel batang dan sel kerucut, bagian
tengah berisi sel bipolar yang berfungsi sebagai penghubung antara fotoreseptor
dengan sel ganglion, serta bagian dalam berisi sel ganglion yang akan menyatu menjadi
nervus optikus.11
7. Badan siliaris
Badan siliaris terbentang dari pangkal iris dan menyatu dengan koroid pada ora
serrata, dengan lebar sekitar 6-6,5 milimeter dari anterior ke posterior. Badan siliaris
terbagi menjadi dua bagian: pars plicata dan pars plana. Pars plicata berfungsi sebagai
penghasil cairan dalam prosesus siliaris, ruang kecil yang terletak di belakang iris dan
terhubung ke lensa. Pada pars plicata juga ditemukan otot siliaris, yang pada saat
kontraksi akan menyebabkan mata berakomodasi. Pars plana adalah bagian paling
posterior dari badan siliaris yang menempel pada ora serata dari retina. Badan siliaris
berperan dalam pengaturan tegangan kapsul lensa untuk memfokuskan objek yang
dilihat.9
8. Koroid
Fungsi utama koroid adalah menyediakan nutrisi dan oksigen ke lapisan luar
retina, khususnya sel batang, sel kerucut, dan epitel pigmen retina. Koroid memiliki
empat lapisan yaitu lamina fusca, stroma, lapisan kapiler, dan membran Bruch. Koroid
adalah jaringan kaya pembuluh darah dan berpigmen yang membentuk lapisan tengah
dari bagian belakang bola mata. Koroid terbentang di sepanjang ora serrata sampai ke
serabut saraf optik.9
9. Nervus optikus

5
Nervus optikus terbentuk oleh penggabungan akson-akson sel ganglia pada
papilla. Di dalam papilla tidak terdapat fotoreseptor, sehingga bagian ini disebut juga
dengan bintik buta.9

Gambar 2.2 Struktur mikroskopis kornea

Kornea terdiri dari beberapa lapisan yaitu:

a. Epitelium
Epitel kornea tersusun oleh sel epitel skuamous bertingkat, dan sebagai
penyumbang ketebalan kornea 5-10%. Sel epitel dan tear film membentuk suatu
permukaan halus. Ikatan erat diantara sel-sel epitelial superfisial ini berguna
untuk mencegah masuknya cairan air mata ke dalam stroma. Proliferasi sel-sel
epitelial basal di perilimbal secara terus-menerus (limbal stem cells) dapat
menyebabkan lapisan lain untuk berdiferensiasi menjadi sel superfisial. Sel
yang matang terbungkus oleh mikrovili pada lapisan luarnya dan kemudian
terjadi deskuamasi menjadi air mata. Proses ini berlangsung 7-14 hari. Sel-sel
epitelial basal akan terus berproduksi, ketebalan membran basement 50-nm,
mengandung kolagen tipe IV, laminin, dan protein lain. Kejernihan kornea

6
tergantung pada ikatan antara selsel epitel agar membentuk lapisan yang
mendekati refraksi indeks dan minimal light scattering.
b. Membrana bowman
Membrana bowman bersifat aseluler yang dibentuk dari fibril kolagen dengan
ketebalan 12 µm. Lapisan ini merupakan bagian dari stroma yang berfungsi
resistensi infeksi.
c. Stroma
Sel-sel stroma tersusun teratur dengan ketebalan 0.5 mm dan menjadi lapisan
yang paling tebal, kira-kira 90% dari seluruh ketebalan kornea. Kepadatan
stroma akan terus menurun disebabkan pertambahan usia, manipulasi tindakan
bedah refraksi yang melibatkan kornea atau trauma, dan biasanya
penyembuhan akan meninggalkan sisa.
d. Lapisan desemet
Lapisan desemet adalah membran basemen dari endotel kornea. Ketebalannya
meningkat dari sejak lahir 3 µm hingga dewasa 10-12 µm, sebagai hasil dari
pemecahan endotel di bagian posteriornya.
e. Lapisan endotel
Lapisan endotel tersusun oleh ikatan sel-sel yang membentuk pola mosaik dan
sebagian besar berbentuk heksagonal. Sel endotel manusia tidak berproliferasi
secara in vivo, tetapi sel dapat membelah untuk mempertahankan jumlahnya.

2.2 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian di California didapatkan ulkus kornea bakteri lebih
banyak terjadi pada wanita umur 25 hingga 34 tahun sedangkan kejadian ulkus kornea
virus 5-20 kasus dari 10000 penduduk pertahun. Sedangkan kejadian ulkus kornea
jamur jarang ditemukan. . Faktor predisposisi ulkus kornea bakterialis berupa
pemakaian lensa kontak, trauma, obat mata yang terkontaminasi, dan lainnya. 12
Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok usia dengan prevalensi
tinggi merupakan kelompok usia dibawah 30 tahun (risiko pemakaian lensa kontak dan
trauma okular) dan diatas 50 tahun (risiko menjalani operasi mata). 13

7
2.3 Klasifikasi Ulkus Kornea 14
Ulkus kornea dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
2.1 Morfologi
a. Lokasi, yaitu ulkus kornea sentral dan perifer
b. Purulensi, yaitu ulkus kornea purulen dan non-purulen
c. Hipopion, yaitu ulkus kornea sederhana dan hipopion
d. Kedalaman ulkus, yaitu ulkus kornea superfisial, profunda, impending
perforation dan perforasi
e. Pembentukan slough, yaitu ulkus kornea non-sloughing dan sloughing
Klasifikasi Berdasarkan lokasi di jelaskan sebagai berikut: 15, 16, 17
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus kornea Streptokokus adalah ulkus kornea yang disebabkan oleh
Streptokokus A, tidak memiliki ciri khas, stroma disekitar ulkus sering
menunjukkan infiltrate dan sembab, biasanya disertai hipopion berukuran
sedang.
Ulkus stafilokokus adalah ulkus kornea sentral yang disebabkan oleh
stafilokokus, biasanya disebabkan induksi kortikosteroid topiktopicalusnya
sering indolen tetapi kadang disertai hipopion dan sedikit infiltrate pada
sekitar kornea. Ulkus ini sering superfisial dan dasar ulkus padat ketika
dikerok.
Ulkus pseudomonas disebabkan oleh psudeomonas. Ulkus ini dari daerah
sentral dan dapat menyebar ke daerah samping dan dalam kornea. Ulkus ini
dapat menyebabkan perforasi kornea. Sering di ikuti dengan jipopion yang
banyak. Gambar Ulkus kornea

8
Gambar 2.3 Ulkus Kornea Bakterialis

Gambar 2.4 Ulkus Kornea Pseudomonas


b. Ulkus kornea fungi
Ulkus kornea fungi sering terjadi ketika stroma kornea mata kemasukan
organisme yang cukup banyak dan juga bissa disebabkan oleh organisme
oportunistik seperti candida.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna ke abu-abuan agak
kering. Lesi berbatas tegas, ireguler, dan terlihat penyebaran seperti bulu
pada epitel. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran dibagian sentral
sehingga terdapat seperti satelit disektarnya.

9
Gambar 2. 5 Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus


Ulkus kornea virus Herpes zoster biasanya diawali rasa sakit di kulit dan
terdapat gejala sistemik. Pada mata ditemukan vesikel dan edema palpebral,
konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrate subepitel
dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan
dendrit Herpes Simpleks. Dendrit Herpes Zoster berwarna abu-abu kotor
dengan fluoresin yang lemah.
Ulkus kornea Herpes Simpleks adalah infeksi primer yang disebabkan oleh
Herpes simpleks. Biasanya gejala dini dengan tanda injeksi siliar, disertai
adanya dataran sel dipermukaan kornea yang disusul dengan bentuk dendrit
atau bintang infiltrasi. Bentuk dendrit Herpes simpleks yaitu kecil, ulseratif,
jelas dengan pewarnaaan fluoresin dengan benjolan di ujungnya.

Gambar 2. 6 Ulkus Kornea Virus

10
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Acanthamoeba, salah satu protozoa yang sering menyebabkan ulkus
kornea, merupakan protozoa yang hidup bebas dan terdapat dalam air
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
Acanthamoeba biasanya dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak
lunak yang dipakai semalaman. Selain itu, infeksi Acanthamoeba juga
dapat ditemukan pada individu yang bukan pemakai lensa kontak setelah
terpapar air atau tanah yang tercemar.
Gejala awalnya adalah rasa nyeri, kemerahan, fotofobia. Tanda klinis yang
khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma dan infiltrate perineural,
tetapi sering ditemukan perubahan-perubahan yang terbatas hanya pada
epitel kornea.

Gambar 2.7 Ulkus Kornea Acanthamoeba

2. Ulkus Kornea Perifer


a. Ulkus Marginal
Ulkus Kornea Marginal adalah peradangan kornea bagian perifer berbentuk
khas yang biasanya terdapat bagian jernih antara limbus kornea dengan
bagian yang terdapat kelainan. Biasanya ulkus ini disebabkan karena alergi,
toksik, infeksi, dan penyakit kolagen vaskuler.

11
Gambar 2.8 Ulkus Kornea Marginal
b. Ulkus Mooren
Ulkus menahun yang superfisial, dimulai dari tepi kornea dengan bagian
tepinya bergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan perforasi
ataupun hipopion. Ulkus Mooren merupakan ulkus idiopatik yang
menghancurkan membrane Bowman dan stroma kornea.

Gambar 2.9 ulkus Kornea Mooren


2.4 Etiologi
a. Infeksi, yaitu disebabkan bakterial, viral, fungal, chlamydial, potozoal dan
spirochaetal
b. Non-infeksi, termasuk alergi, tropik, terkait penyakit kulit dan membran
mukosa, terkait kelainan sistemik kolagen vaskular, traumatik dan idiopatik.
Tabel Etiologi ulkus kornea 18
Abnormalitas kornea Keratopati Bulosa
nontraumatik Membran mukosa pemphigus ( menyebabkan trikiasis dan
defek epitel kornea yang persisten karena kegagalan stem sel
epitel kornea
Keratitis herpes simpleks dengan infeksi bakteri sekunder
Dry eyes primer
Dry eyes sekunder (seperti keratitis neurotrofik)

12
Trakoma ( dengan trikiasis sekunder)
Trauma kornea Abrasi kornea
Trauma penetrasi kornea
Benda asing kornea
Abnormalitas Blefaritis kronik
kelopak mata Entropion
Eksposur kornea
Trikiasis
Defesiensi Nutrisi Defisiensi protein
Defisiensi vitamin A

2.5 Patogenesis dan Patofisiologi Ulkus Kornea14

Ulkus kornea terlokalisir secara patogenesis terbagi menjadi 4 stadium, yaitu:


1. Infiltrasi Progresif
Stadium ini ditandai dengan infiltrasi polimorfonuklear dan/atau limfosit ke
epitel dari sirkulasi perifer. Nekrosis jaringan dapat terjadi tergantung virulensi
agen dan daya tahan tubuh seseorang.
2. Ulserasi Aktif
Ulserasi aktif merupakan hasil dari nekrosis dan pelepasan epitel, membran
Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamela
dengan mengimbibisi cairan dan sel leukosit yang terdapat diantara membran
Bowman dan stroma. Zona infiltrasi tersebut memberikan jarak antara tepi
ulkus dengan jaringan sekitar. Pada stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak
infiltrasi keabu-abuan dan pengelupasan. Lalu timbul hiperemia pada pembuluh
darah jaringan circumcorneal yang menimbulkan eksudat purulen pada kornea.
Eksudasi akan menuju COA melalui pembuluh darah iris dan korpus siliar dan
menimbulkan hipopion.
3. Regresi

13
Regresi dipicu oleh produksi antibodi dan imunitas seluler serta respon terapi
yang baik. Di sekeliling ulkus terdapat garis demarkasi yang terdiri dari leukosit
dan fagosit yang menghambat perkembangan organisme dan debris sel
nekrotik. Proses tersebut didukung oleh vaskularisasi superfisial yang
meningkatkan imunitas humoral dan seluler. Ulkus mulai membaik dan epitel
mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.
4. Sikatrik
Proses penyembuhan pada stadium ini mulai berlanjut dengan membentuk
epitelisasi lapisan terluar secara permanen. Jaringan fibrous juga membentuk
fibroblas pada kornea dan sel endotel membentuk pembuluh darah baru. Stroma
akan menebal dan mengisi lapisan bawah epitel dan mendorong epitel ke
anterior. Bila ulkus hanya mengenai epitel saja, maka ulkus tersebut akan
sembuh tanpa ada kekaburan pada kornea. Apabila ulkus mencapai membran
Bowman dan sebagian lamela stroma, maka jaringan parut akan terbentuk yang
disebut dengan nebula. Jika ulkus mengenai lebih dari 1/3 stroma, maka
terbentuk makula dan leukoma.

14
Gambar 2.10 Stadium Patogensis Ulkus Kornea

2.6 Manifestasi Klinis14


Gejala :
a. Merah pada kelopak mata dan konjungtiva disertai nyeri
b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
d. Pandangan kabur dan fotofobia
e. Mata berair
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Tanda :
2.1 Edema palpebra
2.2 Injeksi siliar dan konjungtiva
2.3 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

15
2.4 Hipopion
2.5 Edema stromal dan inflamasi sekitar infiltrat
2.6 Peningkatan tekanan intraokuler pada kasus berat

2.7 Diagnosis 15, 16


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan oftalmologi menggunakan slit lamp serta pemeriksaan laboratorium.
A. Anamnesis
a. Pemakaian lensa kontak, terutama ketika berenang, kontaminasi cairan lensa
kontak
b. Riwayat trauma, riwayat benda asing masuk mata, seperti kelilipan,
c. Penggunaan kortikosteroid mata dalam jangka panjang
d. Riwayat penyakit mata sebelumnya
e. Riwayat sakit cacar atau herpes zoster, terutama lesi yang terdapat di sekitar mata
f. Riwayat penyakit sistemik seperti Diabetes Mellitus, AIDS, keganasan, terapi
imunosupresi khusus
g. Semua obat dan bahan pengawet juga dapat menimbulkan dermatitis kontak atau
toksisitas kornea

B. Pemeriksaan Oftalmologi
Pasien dengan gangguan kornea dan penurunan visus memerlukan pemeriksaan
khusus untuk menentukan apakah kehilangan pandangan berasal dari astigmatisme
iregular atau kerusakan stromal.
a. Pemeriksaan eksternal, dilakukan pemeriksaan luar pada adneksa okular untuk
melihat adanya lesi kulit, tanda-tanda inflamasi seperti edema, eritem, dan panas.
Selain itu juga dinilai posisi kelopak mata, siliar dan supersiliar.
b. Ketajaman penglihatan, pada ulkus kornea terjadi gangguan media refraksi
ditandai dengan penurunan ketajaman penglihatan.
c. Tes refraksi
d. Tes air mata, salah satu cara mengevaluasi produksi air mata yaitu basic secretion
test, dengan meletakkan strip thin filter-paper (lebar 5 mm, panjang 30 mm) jika

16
kurang dari 3 mm kertas yang basah setelah 5 menit dengan anestesi tergolong
Aqueous Tear Deficiency (ATD).
e. Pemeriksaan slitlamp, untuk memeriksa ulkus kornea diperlukan pemeriksaan
slitlamp dengan memperhatikan pantulan cahaya yang bergerak ke arah kornea,
jika terdapat kerusakan pada epitel, terlihat daerah yang kasar.
f. Keratometri, pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea dan kekuatan sentral kornea. Terdapat 4 titik pada daerah
dari 2.8 – 4.0 mm. Perkiraan kekuatan sentral kornea berguna untuk perhitungan
tekanan intraocular lens.
g. Refleks pupil, pada ulkus kornea bisa terjadi iritis yang ditandai dengan miosis
pada pupil dan fotofobia.
h. Tes fluoresensi, dengan meneteskan fluoresensi topikal yang bersifat non-toksik,
water-soluble hydroxycxanthene yang pewarnaannya akan terdeteksi cepat
dengan filter cobalt-blue. Fluoresensi yang terkumpul pada defek epitel akan
berdifusi kedalam stroma kornea dan menyebabkan pewarnaan hijau pada
kamera okuli anterior. Tes fluoresensi dapat membuktikan karakteristik ulkus
dendritik pada infeksi HSV.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pada ulkus kornea yang dicurigai disebabkan oleh jamur dilakukan
pemeriksaan kerokan kornea dengan menggunakan spatula kimura dari dasar dan tepi
ulkus untuk dilakukan pewarnaan gram, KOH atau giemsa. Selanjutnya dilakukan
kultur dengan agar sabouraud. Kerokan dari ulkus kornea jamur, kecuali yang
disebabkan oleh Candida sp, umumnya mengandung unsur hifa. Pada kerokan dari
ulkus Candida sp akan mengandung pseudohifa yang menampakkan kuncup-kuncup
khas.19

2.8 Tatalaksana Ulkus Kornea

17
Tujuan utama tatalaksana kasus ini adalah mempertahankan penglihatan dan
kejernihan kornea. Bakteri patogen dapat menyebabkan skar irreversibel pada kornea
melalui enzim keratolitik dan respon imun yang destruktif dari host.

Tabel 2.2 Terapi Ulkus Kornea Bakteri dan Jamur20


Organisme Antibiotik Dosis Topikal
Gram-positive cocci Cefazolin 50 mg/ml
Contoh: Vancomycin 25-50 mg/ml
Staphylococcus Moxifloxacin, gatifloxacin, 5-6 mg/ml
Streptococcus levofloxacin
Gram-negative rods Tobramycin 9-14 mg/ml
Contoh: Ceftazidime 50 mg/ml
Pseudomonas Ciprofloxacin, ofloxacin, 3-6 mg/ml
Klebsiella moxifloxacin, gatifloxacin,
Haemophilus levofloxacin
Gram-negative cocci Ceftriaxone 50 mg/ml
Contoh: Ceftazidime 50 mg/ml
Neisseria Ciprofloxacin, ofloxacin, 3-6 mg/ml
Moraxella moxifloxacin, gatifloxacin,
Acinetobacter levofloxacin
Mycobacteria Clarithromycin 10 mg/ml 0,03%
Moxifloxacin, gatifloxacin 5-6 mg/ml
Amikasin 20-40 mg/ml
Fungal filamentous Natamycin 5%
Fungal yeast Amphotericin B (0,15-0,30%) 1,5-3 mg/ml

Terapi ulkus kornea yang disebabkan oleh HSV adalah:


a. Debridement epitel kornea karena virus berlokasi pada epitel
b. Terapi obat, Acyclovir oral diketahui efektif untuk penyakit ini. Dosis untuk
penyakit aktif adalah 5x800 mg per hari.

18
Keratoplasti merupakan jalan terakhir yang dapat dilakukan jika terapi obat
tidak memberikan hasil yang memuaskan. Indikasi keratoplasti apabila terdapat
jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang
menyebabkan turunnya tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria
berikut:21
2.1 Kemunduran visus yang mengganggu aktivitas penderita
2.2 Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita
2.9 Komplikasi Ulkus Kornea
Jika ulkus kornea tidak ditangani dengan baik maka akan menyebabkan
komplikasi. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah perforasi kornea dan
endoftalmitis. Jika ulkus sudah mencapai lapisan stroma, maka akan timbul jaringan
parut pada kornea saat penyembuhan penderita sehingga dapat menyebabkan
penurunan tajam penglihatan pada pasien.22

2.10 Prognosis Ulkus Kornea


Prognosis ulkus kornea buruk karena akan menyebabkan sikatrik kornea yang
mengganggu penglihatan sehingga menurunkan kualitas hidup penderita. 23

BAB III
ILUSTRASI KASUS

19
3.1 Identitas Pasien
Nama : Maswardi
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kp. Dewa Jorong Galagah, Tanah Kuniang, Bukit
Sundi, Muaro Paneh, Solok

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Telah diperiksa di poli RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 27
Februari 2020 seorang pasien dengan keluhan utama yaitu mata merah dan
perih sejak sekitar 20 hari yang lalu.

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


• Pasien mengeluh kedua mata merah dan perih sejak 20 hari yang lalu.
• Keluhan penglihatan kabur, mata nyeri, dan ada sensasi benda asing
• Penglihatan ganda tidak ada
• Mata gatal tidak ada
• Riwayat trauma (-)

• Riwayat memakai kontak lensa (-)

• Riwayat menetes air daun-daun (-)

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat keratopati bulosa dan keratitis viral ODS sejak 2 tahun yang
lalu.
• Riwayat trauma pada mata tidak ada
• Riwayat memakai lensa kontak tidak ada

20
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
• Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
yang dialami pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik


• Kesadaran : Composmentis
• Tekanan darah : 130/90 mmHg
• Nadi : 80 kali/menit
• Suhu : 36,7C
• Pernafasan : 17 kali/ menit
• Sianosis : Tidak ada
• Ikterus : Tidak ada
• Keadaan umum : Baik
• Keadaan gizi : Overweight
• Tinggi badan : 160 cm
• Berat badan : 68 kg
• Edema : Tidak ada
• Anemis : Tidak ada
• Kulit : Dalam batas normal
• Kelenjar getah bening : Dalam batas normal
• Kepala : Dalam batas normal
• Rambut : Dalam batas normal
• Mata : Dalam batas normal
• Telinga : Dalam batas normal
• Hidung : Dalam batas normal
• Tenggorokan : Dalam batas normal
• Gigi dan mulut : Dalam batas normal
• Leher : Dalam batas normal
• Dada : Dalam batas normal

21
• Perut : Dalam batas normal
• Anggota gerak : Dalam batas normal

3.4 Status Ophtalmikus

Status Opthalmikus OD OS

Visus tanpa koreksi 1/300 1/60

Refleks fundus (+) (+)

Madarosis (-) Madarosis (-)


Silia/ supersilia
Trikiasis (-) Trikiasis (-)

Palpebra superior Edema (+) Edema (+)

Palpebra inferior Edema (+) Edema (+)

Ektropion (-) Ektropion (-)


Margo palpebra
Entropion (-) Entropion (-)

Normal Normal
Aparatus lakrimalis
Epifora (-) Epifora (-)

Hiperemis (+) Hiperemis (+)

Konjungtiva tarsalis Folikel (-) Folikel (-)

Papil (-) Papil (-)

Hiperemis (+) Hiperemis (+)


Konjungtiva forniks
Folikel (-) Folikel (-)

22
Papil (-) Papil (-)

Hiperemis (+) Hiperemis (+)


Injeksi
Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (+)
konjungtiva (+)
Injeksi siliar (+)
Injeksi Siliar (+)

Sklera Putih Putih

Ulkus (+) sentral Ulkus sentral

ukuran 3-4 mm, ukuran 3-4 mm,


Kornea
kedalaman 1/3 stroma, 1/3 stroma, bulosa

bulosa (+) (+), maserasi (+)

Cukup dalam, hipopion Cukup dalam,


Kamera okuli anterior
(+) 1-2 mm hipopion (-)

Iris Coklat Coklat

Bulat Bulat

Pupil Refleks pupil +/+ Refleks pupil +/+

Diameter 3 mm Diameter 3 mm

Korpus vitreum Jernih Jernih

Funduskopi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

23
Media - -

Papil optik - -

Pembuluh darah - -

Retina - -

Makula - -

Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) Normal (palpasi)

Posisi bulbus okuli Ortho Ortho

Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas

3.5 Pemeriksaan Laboratorium


• Pemeriksaan gram : Tidak ada bakteri gram positif dan gram negatif
• Pemeriksaan giemsa : MN > PMN
• KOH : Tidak ditemukan hifa

3.6 Diagnosa Kerja


Ulkus kornea ODS ec keratitis viral dengan keratopati bulosa ODS dan
hipopion OD

3.7 Anjuran Terapi


• Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
• Asiklovir 5x400 mg
• Hervis eo 5x1 ODS
• SA ed 3x1 ODS
• LFX ed 6x1 ODS
• Timol 0,5% 2x1 OS
• Rencana graft AMT OD + keratektomi

24
3.8 Anjuran dan Edukasi pada Pasien
• Anjuran rawat bangsal
• Edukasi penggunaan obat secara efektif dan teratur

3.9 Prognosis
• Quo ad vitam : Bonam
• Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
• Quo ad functionam : Dubia ad bonam

BAB IV

25
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 60 tahun datang ke poli mata
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 27 Februari 2020 dengan diagnosis ulkus
kornea ec keratitis viral disertai keratopati bulosa ODS. Pasien mengeluhkan mata
merah dan terasa perih sejak sekitar 20 hari yang lalu. Keluhan lain juga dirasakan
seperti adanya sensasi benda asing pada mata dan penglihatan yang kabur. Pasien tidak
mengalami diplopia dan tidak ada rasa gatal pada mata. Pasien tidak memiliki riwayat
trauma, riwayat memakai kontak lensa dan juga tidak pernah menetes air daun-daun
pada mata. Pendapat para ahli menyatakan bahwa penderita ulkus kornea yang
disebabkan oleh virus biasanya akan merasakan nyeri, terasa sensasi benda asing pada
mata, fotofobia, injeksi konjungtiva dan kekaburan pada penglihatan.24
Pasien memiliki riwayat keratopati bulosa dan keratitis viral ODS sejak 2 tahun
yang lalu. Keratopati bulosa disebabkan oleh udem pada kornea sebagai akibat dari
kegagalan endotel kornea untuk mempertahankan keadaan kering pada kornea. Hal ini
paling banyak disebabkan oleh distrofi endotel Fuchs pada kornea atau trauma pada
lapisan endotel kornea. Bula akan terbentuk di subepitel kornea yang bila terjadi terus
menerus akan menyebabkan pembengkakan sampai ke lapisan stroma sehingga dapat
terjadi penurunan ketajaman penglihatan, fotofobia. Ketika bula rupture akan terasa
nyeri dan sensasi benda asing pada mata. Bakteri atau virus dapat masuk sehingga
terjadi ulkus kornea.25
Beberapa literatur menyebutkan kornea memiliki banyak serabut nyeri. Oleh
karena itu, kebanyakan lesi kornea, superfisial maupun dalam menimbulkan rasa sakit
dan fotofobia. Rasa sakit ini diperberat dengan gesekan palpebra (terutama palpebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai
jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi kornea pada umumnya mengaburkan
penglihatan, terutama jika terletak di sentral.26
Dari hasil pemeriksaan oftalmologi didapatkan konjungtiva bulbi hiperemis.
Injeksi konjungtiva (+) Injeksi siliar (+). Pada kamera okuli anterior terdapat hipopion.
Ulkus kornea dapat menyebar ke permukaan atau masuk ke dalam stroma. Apabila

26
terjadi peradangan yang hebat, tetapi belum ada perforasi ulkus, maka toksin dari
peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar dengan melalui membrana
Descemet, endotel kornea dan akhirnya ke camera oculi anterior (COA). Dengan
demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan di cairan COA
disusul dengan terbentuknya hipopion (pus di dalam COA), maupun terjadinya injeksi
siliar dan bila mengenai konjungtiva terjadilah injeksi konjungtiva. 27
Pada pemeriksaan mata juga ditemukan bulosa yang menandakan bahwa
pasien tersebut memiliki keratopati bulosa, dimana keratopati bulosa dapat
menyebabkan terjadinya ulkus kornea.18
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada penderita adalah pemeriksaan
pewarnaan gram, pemeriksaan giemsa, dan KOH. Berdasarkan hasil pemeriksaan
pewarnaan gram tidak ditemukan bakteri gram positif dan negatif. Hal ini menandakan
bahwa penyebab kelainan mata pada penderita bukan disebabkan oleh bakteri. Pada
pemeriksaan Giemsa ditemukan bahwa sel mononuklear lebih banyak ditemukan
daripada sel PMN. Hal ini menandakan kemungkinan penyebab penyakit pada
penderita adalah virus. Pada pemeriksaan KOH tidak ditemukan hifa yang menandakan
bahwa jamur bukan penyebab penyakit ini.28
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada penderita, maka
dapat disimpulkan bahwa penderita ini menderita ulkus kornea ODS ec keratitis viral
dengan keratopati bulosa ODS dan hipopion OD. Keratopati bulosa berupa kekeruhan
kornea disertai bula dari epitel kornea akibat hilangnya fungsi endotel kornea. Bakteri
dapat menginvasi bula pada kornea sehingga menyebabkan bula pecah. Akibat bula
pecah maka akan terjadi ulkus kornea. Dimana pada pasien ini bula ditemukan pada
kedua mata sehingga ulkus kornea juga terjadi pada kedua mata. Akibat dari infeksi
yang terjadi pada kornea, maka toksin dari infeksi tersebut dapat menyebar ke iris dan
badan siliar melalui membran Descemet, endotel kornea, dan akhirnya sampai ke COA.
Sehingga terjadi peradangan pada iris dan badan siliar serta timbul kekeruhan pada
cairan COA disusul dengan terbentuknya hipopion pada COA. Hipopion adalah pus
steril yang terdapat pada bilik mata depan yang menandakan adanya infeksi jamur atau

27
bakteri. Cum hipopion terjadi akibat peningkatan protein, fibrin serta sel radang dalam
cairan aqueous, sehingga memberikan gambaran hipopion.
Penderita diberikan obat ceftriaxone iv, asiklovir oral, hervis salep mata, sulfat
atropin tetes mata, levofloxacin tetes mata, dan timolol maleate tetes mata. Tujuan
pemberian Tujuan pemberian asiklovir oral dan hervis salep mata untuk mengobati
peradangan pada kornea mata yang disebabkan oleh infeksi virus. Hervis mengandung
asiklovir yang bekerja untuk menghentikan pertumbuhan virus. Tujuan pemberian
sulfat atropin tetes mata untuk mengurangi nyeri akibat peradangan. Tujuan pemberian
timolol maleate tetes mata karena pada penderita terdapat kemungkinan terjadinya
glaukoma sekunder. Hal ini disebabkan karena tersumbatnya trabecular meshwork
oleh fibrin dan sel.
Berdasarkan keadaan penderita, quo ad vitam adalah bonam. Karena pada
penderita tidak terdapat penyakit sistemik yang dapat mengancam kehidupannya. Quo
ad sanationam adalah dubia ad bonam karena kesembuhan penyakit ini bergantung
kepada keberhasilan operasi graft AMT pada penderita. AMT memiliki efek anti-
inflamasi dan anti-jaringan parut serta mengandung faktor pertumbuhan yang
mempromosikan penyembuhan luka epitel pada permukaan kornea.29 Quo ad
functionam adalah dubia ad bonam apabila operasi graft AMT berhasil dan tidak
terbentuk jaringan parut pada kornea penderita. Sehingga tidak ada gangguan pada
visus penderita.

DAFTAR PUSTAKA

28
1. Ahmed F, House RJ, Feldman BH. Corneal Abrasions and Corneal Foreign
Bodies. Prim. Care. 2015 Sep;42(3):363-75.
2. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Hasil Riset Kesehatan Daerah Nasional. Badan
penelitian dan pengembangan kesehatan [internet]. Jakarta; 2013.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea. Dalam Ilmu
Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2. Penerbit
Sagung Seto. Jakarta. 2002.
4. WHO. Prevention of Blindness and Visual Impairment. 2017. Dari:
http://www.who.int/blindness/causes/en/. Diakses pada:

5. Collin EW, Diego P, Stefano F, Aires L, Klara L, Yadollah O. Anatomy and


physiology of the human eye: effects of mucopolysaccharidoses disease on
structure and function – a review. Clinical & Experimental Ophthalmology.
2016;38:2-11.
6. Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D. Vision: the eye. In: Neuroscience 1st edn,
Sunderland: Sinauer Associates. 1997.
7. Müller LJ, Marfurt CF, Kruse F, Tervo TMT. Corneal nerves: structure, contents
and function. Exp Eye Res 2003;76:521–42.

8. Rüfer F, Schröder A, Erb C. White‐to‐white corneal diameter: normal values in


healthy humans obtained with the Orbscan II topography system. Cornea
2005;24:259–61.

9. Watson PG, Young RD. Scleral structure, organisation and disease. A review.
Experimental Eye Research. 2004;78(3):609–23.
10. Kels BD, Grzybowski A, and Grant-Kels JM. Human ocular anatomy. Clinics in
Dermatology. 2015;33(2):140–46.
11. Sridhar MS. Anatomy of cornea and ocular surface. Indian J Ophthalmol.
2018;66(2):190–194.

12. Bird LB , Martin N. Corneal Ulcer. 2019.


13. Borke J. Corneal ulcer and ulcerative keratitis in emergency medicine. 2017.
14. Khurana AK. Glaucoma in Ophthalmology. 4th ed. The Disease of Cornea. New
Age International Limited Publisher. New Delhi. 2007

29
15. Biswel, Rederick. Kornea dalam Riordan P, Eva JP, Witcher (Editor). Vaughan
and Ashbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta:Buku Kedokteraan EGC.2012
16. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta:FK UI;2013
17. WHO. Blindness/Visual Impairment. http://www.who.int./medicalcentre.

18. Roat MI. Corneal Ulcer. https://www.merckmanuals.com/professional/eye-


disorders/corneal-disorders/corneal-ulcer.
19. Ranjini CY, Waddepally V V. Original Article Microbial Profile of Corneal Ulcers
in a Tertiary Care Hospital in South India. 2016;363–7
20. Austin A, Lietman T, Rose-nussbaumer J. Update on the Management of
Infectious Keratitis. 2018;124(11):1678–89.
21. Cristina SA-, Petru TC, Mihail Z. Medical management. 2019;63(2):166–73.
22. Cristina N, Izabela S. Complicated corneal ulcer . Case report. 2016;60(4):260–3.
23. Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
24. Farahani M, Patel R, Dwarakanathan S. Infectious corneal ulcers. Dis Mon. 2017
Feb;63(2):33-37.

25. Melvin IR. Bullous Keratopathy. MSD Manual. 2018.


26. Pramono. Ulcul Cornea Marginal Oculi Dextra. Medula.4(1).2013
27. Wirata Dede. Ulkus Kornea. 2017
28. Sharma S. Diagnosis of infectious diseases of the eye. Eye. 2011;26(2):177–84.
29. Meller D, Pauklin M, Thomasen H, Westekemper H, Steuhl K. Amniotic
Membrane Transplantation in the Human Eye. 2011;108(14):243–9.

30

Anda mungkin juga menyukai