Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kini tengah memperoleh sorotan dari


berbagai pihak, utamanya diarahkan pada rendahnya kualitas lulusan
(Bukit,2013). Sekolah Menengah Kejuruan diharapkan lulusannya sudah
memeliki keterampilan dalam bidang tertentu dan siap untuk terjun langsung pada
dunia industri. Tapi pada beberapa tahun ini serapan lulusan yang deterima oleh
industri sangat rendah karena lulusan dari SMK tersebut tidak memiliki kualitas
dan standart seperti yang telah ditetapkan atau diinginkan oleh industri. Kaitannya
dengan rendahnya kualitas lulusan SMK ini adalah model pembelajaran menjadi
salah satu masalah penyebabnya.
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain
(Rusman, 2012:132). Dengan adanya model pembelajaran, guru dapat membuat
gambaran tentang proses pembelajaran dikelas atau rencana pelaksanaan
pembelajaran mulai dari awal sampai akhir pembelajaran dalam bentuk satuan
per-mata pelajaran atau kompetensi dasar. Mulyasa (2015:142) menyatakan model
pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir
yang disajikan khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan
bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, strategi, dan
tehnik pembelajaran (Helmiati, 2012: 19).
Tujuan dari model pembelajaran bukan untuk menentukan bakat dari
setiap siswa akan tetapi, untuk membantu setiap siswa atau individu mencapai
tujuan pembelajaran yang disusun oleh guru. Carrol (1991:723) menyatakan That
student aptitude traditionally had been viewed as the level to which a child could
learn a particular subject. Children with high aptitude would be able to learn the

1
2

most complex aspects of that subject, while those with low aptitude would
be able to learn only the most basic elements. When aptitude is viewed in this
way, children are seen as either good learners (high aptitude) or poor learners
(low aptitude) with regard to the subject. Bakat siswa itu secara tradisional
dipandang sebagai tingkat yang dapat dicapai seorang anak pelajari subjek
tertentu. Anak-anak dengan bakat tinggi akan mampu mempelajari aspek paling
kompleks dari subjek itu, sementara mereka yang memiliki bakat rendah hanya
dapat belajar paling banyak elemen dasar. Ketika bakat dilihat dengan cara ini,
anak-anak dipandang sebagai pelajar yang baik (bakat tinggi) atau pelajar yang
buruk (bakat rendah) sehubungan dengan subjek.
Carroll (1991:724-725) berpendapat, however, that student aptitude more
accurately reflects an indicator of learning rate. That is, all children have the
potential to learn quite well, but differ primarily in terms of the time they require
to do so. Some children are able to learn a subject very quickly while others may
take much longer. When aptitude is viewed as an indicator of learning rate,
children are seen not simply as good and poor learners, but rather as fast and
slow learners. if each child was allowed the time needed to learn a subject to
some criterion level, and if the child spent that time appropriately, then the child
probably would attain the specified level of achievement. Bagaimanapun, bakat
siswa lebih akurat mencerminkan indikator tingkat pembelajaran. Yaitu, semua
anak-anak memiliki potensi untuk belajar dengan cukup baik, tetapi berbeda
terutama dalam ketentuan waktu yang mereka butuhkan untuk melakukannya.
Beberapa anak mampu untuk mempelajari suatu subjek dengan sangat cepat
sementara yang lain mungkin membutuhkan banyak hal lebih lama. Jika masing-
masing anak diberikan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari subjek ke
tingkat kriteria tertentu, dan jika anak tersebut menghabiskan waktu itu dengan
tepat, maka anak itu mungkin akan mencapai tingkat pencapaian yang ditentukan.
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan sebuah model pembelajaran
yang berpusat pada siswa dengan kata lain model pembelajaran yang dapat
membuat siswa turut berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran serta sesuai
dengan permasalahan sehari-hari sehingga dipilih dua model pembelajaran yaitu
3

Problem Based Learning dan Project Based Learning. Menurut Arends (dalam
Trianto, 2007) PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa
dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat
menyusun pengetahuannya sendiri menumbuhkembangkan keterampilan tingkat
tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan dirinya.
PBL merupakan model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar
bagaimana belajar”, bekerja secara kelompok untuk mencari solusi dari
permasalahan dunia nyata (Amir, 2009:27). Sedangkan Model pembelajaran
berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang bertujuan untuk
memfokuskan peserta didik pada permasalahan kompleks yang diperlukan dalam
melakukan investigasi (Mulyasa, 2015:145). Kareteristik pembelajaran berbasis
proyek adalah siswa menyelidiki ide-ide penting dan bertanya, siswa menemukan
pemahamans dalam proses menyelidiki, menyimpulkan materi, serta
mnghubungkan dengan masalah nyata (otentik dan isu-isu).
Dari pendapat ahli diatas, model pembelajaran Problem Based Learning
dan Project Based Learning memiliki tujuan yang sama yaitu menjadikan
keaktifan kelompok siswa dalam belajar serta mengutamakan pencapain hasil
individu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka


didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran Problem Based Learning memberikan
pengaruh terhadap keaktifan kelompok?
2. Apakah model pembelajaran Problem Based Learning memberikan
pengaruh terhadap pencapain individual?
3. Apakah model pembelajaran Project Based Learning memberikan
pengaruh terhadap keaktifan kelompok?
4. Apakah model pembelajaran Project Based Learning memberikan
pengaruh terhadap pencapain individual?
4

5. Apakah penggunaan model pembelajaran yang berbeda memberikan


pengaruh terhadap keaktifan kelompok dan tingkat pencapaian individu.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan


daripenelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan data empirik tentang penerapan model pembelajaran
problem based learning dan project based learning terhadap keaktifan
kelompok.
2. Mendapatkan data empirik tentang pengaruh model pembelajaran
problem based learning dan project based learning terhadap tingkat
pencapaian individu.
3. Mendapatkan data empirik tentang penerepan model pembelajaran
problem based learning dan project based learning terhadap keaktifan
kelompok dan tingkat pencapaian individu.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Ada interaksi signifikan dari penerapan model pembelajaran problem
based learning terhadap keaktifan kelompok dan tingkat pencapaian
individu.
2. Ada interaksi signifikan dari penerapan model pembelajaran project
based learning terhadap keaktifan kelompok dan tingkat pencapain
individu.
3. Ada perbedaan penggunaan model pembelajaran problem based learning
dan project based learning terhadap keaktifan kelompok dan tingkat
pencapain individu.

E. Manfaat Penelitian
5

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat digunakan oleh guru dalam memilih model pembelajaran yang
sesuai dengan karateristik SMK.
2. Dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
3. Dapat digunakan pihak sekolah dalam mengetahui hasil belajar siswa
apabila ditinjau dari penggunaan model pembelajaran yang diterapkan,
sehingga kedepannya mampu diterapkan dan dikembangkan untuk
mencapai keberhasilan bersama.

F. Asusmsi Penelitian

Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh pengajar yang dilaksanakan dengan


mengikuti prosedur sesuai model pembelajaran. Siswa sebagai subyek penelitian
mengikuti pembelajaran dengan baik serta mengerjakan tes dengan sungguh-
sungguh sesuai dengan metode pembelajaran yang ditetapkan, serta tidak terjadi
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

G. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini berbentuk eksperimen semu yang bertujuan untuk


mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh penerapan metode pembelajaran
terhadap motivasi belajar dan hasil akademik siswa. Adapun keterbatasan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran prolem
based learning dan poject based learning
2. Materi yang diajarkan selama penelitian adalah memahahami cara kerja
engine 2 dan 4 langkah.

H. Defenisi Operasional
6

Berikut ini adalah beberapa defenisi operasional yang perlu disampaikan


untuk menghindari kesalah fahaman.
1. Problem Based Learning
Model pembelajaran Problem Based Learning adalah model
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah yang nyata.
Diharapkan dengan memberikan permasalahan tersebut siswa dapat
membentuk pengetahuan dan keterampilan dengan sendiri.

2. Project based Learning


Model pembelajaran Project Based Learning adalah model
pembelajaran yang menuntut siswa untuk menginvestigasi dan
memecahkan dari permasalahan atau proyek yang diberikan oleh guru.
Diharapkan dari pemberian permasalahan atau proyek siswa dapat
berpikir kreatif dan memberikan jawaban kritis

3. Keaktifan kelompok
Keaktifan kelompok adalah keaktifan sebuah grup yang
didalamnya terdapat beberapa siswa yang berpartisipasi aktif dalam
proses belajar di kelas.

4. Tingkat pencapain individu


Tingkat pencapain individu adalah tingkat pemahaman yang
didapat dan kuasai seorang siswa atau individu selama proses belajar..

Anda mungkin juga menyukai