Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan
meningkatnya kadar gula di dalam darah (hiperglikemia) yang disebabkan oleh gangguan
fungsional pankreas untuk memproduksi insulin atau kualitas insulin itu sendiri yangkurang
baik untuk melakukan fungsinya (Riskesdas, 2013). DM menyebabkan angka
kesakitan dan kematian terus meningkat di seluruh dunia. Diperkirakan pada tahun 2025
meningkat dua kali lipat dibandingkan pada tahun 2003 yaitu sekitar 180 juta
orang menjadi 330 juta orang (Yokoyama et.al, 2007).

Prevalensi DM menurut WHO di Indonesia meningkat dari 8,4 juta pada tahun
2000menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),
jumlahpasien Diabetes meningkat dengan prevalensi 14,7 % untuk daerah urban dan 7,2%
untukdaerah rural (Persi, 2011).
Sedangkan menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF),Indonesia masuk dalam
urutan ketujuh negara dengan prevalensi diabetes tertinggi(Aditama, 2013). DM yang
tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi, baik akut maupunkronik.
Salah satu komplikasi kronik yang serius dan sering terjadi pada DM adalah gangrene
diabetes (Waspadji, 2005). Pasien DM mempunyai resiko terja dinya gangrene50 kali lebih
mudah dari pada pasien yang tidak terkena DM. Ini disebabkan karena pasien DM mudah
sekali terkena infeksi. Luka diabetes merupakan komplikasi diabetes yang membutuhkan
perawatan optimal di Rumah sakit akibat infeksi dan dapat mengalami amputasi
(Dubsky et al, 2012).

Rowe.et al (2014) menambahkan bahwa kejadian 15% pada penderita diabetes


menyebabkan ulkus kaki dan 12-24% penderita diabetes dengan ulkus pada kaki berakhir
dengan amputasi. Luka di kaki (ulkus diabetik) termasuk masalah yang umum dan
1
merupakan komplikasi serius yang terjadi pada pasien DM.Peningkatan kejadian luka DM
disebabkan oleh penanganan diabetes yang tidak baik,dimana beresiko terjadinya kerusakan
syaraf, yang menuju pada kerusakan aliran darah dan menyebabkan mati rasa pada kaki.
Bagi pasien yang sudah lama mengidap diabetes, memiliki kecenderungan masalah sirkulasi
yang lebih serius dikarenakan kerusakan aliran darah melalui arteri perifer. Hal ini
menambah kerentanan terhadap luka di kaki yang memerlukan waktu lama untuk
disembuhkan dan resiko infeksi yang sangat tinggi (D’Adamo et al, 2006).

Menurut Pakar Diabetes EM Munir, di Indonesia ulkus diabetic merupakan kasus yang
paling banyak dirawat di rumah sakit. Angka kematian yang disebabkan ulkus
dibatik berkisar sebanyak 17-23%, sedangkan angka amputasi 15-30%(PdPersi, 2011). Data
di RSCM pada tahun 2003 menunjukkan bahwa masalah ulkus diabetik merupakan masalah
serius, dimana menyebabkan sebagian besar pasien diabetes harus dirawat.Angka
kematian dan angka amputasi masih cukup tinggi, masing-masing sekitar 32,5%dan 23,5%.
Secara substansial ulkus dan amputasi mengurangi kualitas hidup dan enyebabkan
tingginya angka kematian (Turns, 2013).

Menurut Hana (2009), prevalensi terhitung tinggi pada penduduk daerah tropis seperti di
Indonesia. Pernyataan tersebut selaras dengan data yang menunjukan bahwa prevalensi DM
di Indonesia tiap tahun semakin meningkat. Tahun 2000 jumlah penderita DM di Indonesia
meningkat tajam menjadi 8,4 juta orang dan di Jakarta dan daerah Depok tahun 2001
diperkirakan menjadi minimal 2,8% dari keseluruhan penduduk DKI Jakarta, sedangkan
prevalensi diabetes mellitus di Jawa Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 2,3%.
Data Depkes menyebutkan jumlah penderita DM menjalani rawat inap dan rawat jalan
menduduki urutan ke I di rumah sakit dari keseluruhan pasien Penyakit Dalam
(Perdanakusuma, 2007).

Decroli dkk (2008) menjelaskan bahwa komplikasi kaki diabetik seperti kejadian ulkus
merupakan penyebab tersering amputasi berdasarkan kejadian non traumatik.Resiko
amputasi 15-40 kali lebih sering pada pasien DM dibandingkan non DM,
2
sehingga menyebabkan lama rawat menjadi lebih panjang. Studi klinis yang
dilakukan oleh Pecoraro pada tahun 1990 menunjukkkan tingginya kejadian luka
diabetes dengan presentase 84% yang mengalami amputasi ektremitas non
traumatik pada individu diabetes (Turns, 2013).Pencegahan yang dilakukan untuk
menghindari timbulnya luka DM salah satunya adalah dengan melakukan perawatan kaki.
Perawatan kaki merupakan upaya pencegahan primer terjadinya luka diabetes. Tindakan
yang harus dilakukan pada perawatan kaki untuk mengetahui adanya kelainan kaki secara
dini dengan cara memotong kuku dengan benar,pemakaian alas kaki yang baik, menjaga
kebersihan kaki dan senam kaki. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah mengatasi
sendiri bila ada masalah pada kaki atau dengan penggunaan alat-alat atau benda
yang tajam. Pasien perlu mengetahui perawatan kaki diabetes dengan baik sehingga kejadian
luka diabetes dan amputasi dapat dihindarkan(Tambunan, 2011).

Menurut Saad.et.al (2013) strategi pengelolaan untuk merawat luka diabetes


adalah dengan mencegah tekanan dan kaki jatuh kedepan.Penerapan kerangka
kerja control, moisture balance dan ephitelial (edge advancement). Selain itu selalu
memonitor kadar gula darah pasien dan memperhatikan penyebab yang dapat menyebabkan
trauma minor pada kaki yang tidak terlihat seperti pembentukan kallus akibat menggunakan
alas kaki yang tidak sesuai (Holt, 2013)

Penelitian yang dilakukan oleh Miftakhul (2012) di RSUD Dr. Moewardi didapatkan luka
diabetes adalah salah satu komplikasi DM yang paling serius dan mengancam
kehidupan.Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden berdasarkan jenis kelamin laki-
laki ada 26 orang (48,1%) dan responden jenis kelamin perempuan ada 28 orang (51,9%),
serta responden berdasarkan usia 41 sampai 50 tahun ada 7 orang (13,0%), usia 51 sampai
60tahun ada 36 orang (66,7%), dan usia >60 tahun ada 11 orang (20,4%).

Menurut penelitian yang dilakukan S. Eko Ch. Purnomo . Hasil: Dari hasil analisa data
menggunakan Mann-Whitney U test dengan taraf signifikan dalam penyembuhan luka
gangrene DM di RSU Kota Semarang. Perbaikan luka ulkus dengan hydrogel mengalami
3
penurunan mean 10-13 poin sedangkan penggunaan NaCl 0,9% hanya menurun mean 2-3
poin dalam 9 hari (Skala Bates-Jansen). Kesimpulan: Disimpulkan bahwa kompres hydrogel
pada luka ulkus diabetikum 3x lebih efektif/baik daripada menggunakan NaCl 0,9%

Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Rekam medik Rumah Sakit Haji Jakarta,
Pasien gangren Diabetes Mellitus yang di rawat dari bulan Januari hingga Maret ad 66
orang. Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai perawat poli luka yang menangani
pasien luka diruang rawat inap RSHJ, pasien DM yang luka dengan komplikasi yang
terjadi ketika sudah terkena luka, Masih sedikit dan terbatasnya perawatan luka dengan
menggunakan modern dressing terutama pemakaian hydro gel..

Teknik perawatan luka saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat, dimana
perawat luka sudah menggunakan modern dressing. Produk perawatan luka modern
memberikan kontribusi yang sangat besar untuk perbaikan pengelolaan perawatan luka
khususnya pada luka kronis seperti luka diabetes. Prinsip dari produk perawatan luka modern
adalah menjaga kehangatan dan kelembaban lingkungan sekitar luka untuk meningkatkan
penyembuhan luka dan mempertahankan kehilangan cairan jaringan dan kematian sel (De
Laune, 1998 dalam Peter Sheehan, 2003).

Dari hasil penelitian balutan lembab, peneliti pertama kali dilakukan oleh Winter (1962)
dalam Peter Sheehan (2003) berpendapat bahwa luka yang ditutup dengan balutan lembab
mempunyai laju epitelisasidua kali lebih cepat dari pada luka yang dibiarkan kering. Rowel
(1970) dalam Peter Sheehan (2003) menguatkan bahwa lingkungan lembab meningkatkan
migrasi sel epitel ke pusat luka sehingga luka lebih cepat sembuh. Bahkan Thomson (2000)
mengambil kesimpulan bahwa tingkat kejadian infeksi pada semua jenis balutan lembab
sebesar 2,5%, sedangkan balutan kering memiliki tingkat kejadian infeksi 9% (Peter
Sheehan, 2003).

Beberapa penelitian sebelumnya telah diketahui kemampuan balutan modern lebih baik
dalam debridement jaringan nekrotik, penurunan nyeri saat penggatian balutan, pengendalian
4
infeksi, dan penutupan luka. Namun belum dilihat efektifitas balutan modern secara
keseluruhan dalam proses penyembuhan luka diabetik. Maka peneliti akan melakukan
penelitian perbedaan kedua metode balutan tersebut terhadap penyembuhan luka khususnya
luka diabetes millitus.

1.2. Perumusan Masalah


Pengobatan dan perawatan DM yang tidak maksimal dapat mengakibatkan komplikasi
hingga tindakan amputasi , Perawatan luka yang tidak baik akan menimbulkan komplikasi
yang sangat serius yaitu harus dilakukannya amputasi kaki dikarenakan kondisi luka yang
menyebabkan nekrosis. Amputasi yang dilakukan akan meyebabkan kualitas hidup pasien
DM menurun.
Berdasarkan uraian di atas maka dengan di rumuskannya masalah penelitian tentang “
Keefektifan Perawatan Luka menggunakan hydro gel dan nacl 0,9 % luka gangreng pada
pasien Diabetes Mellitus Di ruang Afiah dan Poli Luka Rumah Sakit Haji Jakarta Pondok
Gede.

1.3. Tujuan
1.1.3. Tujuan Umum
Mengetahui keefektifitasan penyembuhan luka dengan hydrogel dan nacl 0,9 % pada
gangrene diabetes mellitus di Rumah Sakit Haji Jakarta.

1.1.4. Tujuan Khusus


1.1.1.1. Diketahuinya proses penyembuhan luka dengan menggunakan hydro gel
pada luka gangrene.
1.1.1.2. Diketahuinya proses penyembuhan luka dengan menggunakan nacl 0,9 %
pada luka gangrene.

5
1.1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Rumah Sakit,
Pendidikan Keperawatan, dan bagi peneliti selanjutnya.
1.1.1. Manfaat Bagi Rumah Sakit
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi tenaga
kesehatan,khususnya di Rumah Sakit Haji Jakarta mengenai pengetahuan Perawatan
luka modern luka DM, sehingga Asuhan Keperawatan sesuai dengan kebutuhan
pasien.

1.1.2. Manfaat Bagi Pendidikan Keperawatan


Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam keperawatan
untukmeningkatkan pengetahuan dan tanggung jawab perawat dalam memberikan
asuhankeperawatan yang optimal.

1.1.3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya


Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, yang diharapkan dapat
memberikanpengetahuan tentang pencegahan luka DM dan dapat menjadi acuan
bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian tentang
pengetahuan tentang pencegahan luka DM baik dengan penelitian kuantitatif maupun
kualitatif.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Diabetes Melitus (DM)

6
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolik yang ditandai hiperglikemia kronis
dandapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak (Gibney, 2009).
DiabetesMellitus merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadarglukosa dalam darah karena kemampuan tubuh untuk bereaksi
terhadap insulinmenurun,gangguan sekresi insulin dan bisa terjadi keduanya(Smeltzer
et.al,2010). Menurut American Diabetes Association (2010) diabetes mellitus merupakan
suatu kelompok penyakitmetabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin,kerja insulin atau kedua-duan2.2.Etiologi Diabetes Melitus (DM)
Diabetes terjadi karena produksi insulin yang kurang (defisiensi insulin) atau insulin yang
tidak efektif (insulin yang resisten).Fungsi insulin adalah memasukkan glukosa ke dalam sel
tubuh sehingga bisa diubah menjadi energi.Ketika insulin tidak mampu
memasukkan glukosa ke dalam sel maka jumlah glukosa di dalam darah akan meningkat
yang nantinya akan menyebabkan hiperglikemia (Leslie et.al, 2012).

2.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus (DM)


Menurut American Diabetes Association (ADA,2013), klasifikasi Diabetes Mellitus meliputi
empat kelas klinis :
2.2.1. Diabetes Mellitus Tipe 1
Hasil dari kehancuran se β pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang
absolut.
2.2.2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif yang menjadi penyebab
terjadinya resistensi insulin.
2.2.3. Diabetes tipe spesifik lain

Diabetes tipe spesifik lain dapat terjadi karena gangguan genetik pada fungsi sel β,
gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis),
dan yangdipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan
HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
7
2.2.4. Gestational Diabetes Mellitus

2.3. Patofisiologi Diabetes Mellitus (DM)


Diabetes tipe 2 mempunyai dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta
dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke
dalam sel ,untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi tenaga. Bila
insulin tidakada atau bila insulin itu kerjanya tidak baik eperti dalam keadaan resistensi
insulin maka glukosa tidak dapat masuk sel, dengan akibat glukosa akan tatap berada di
dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat (Suyono,
2009).Resistensi insulin adalah kondisi di mana sensitivitas insulin menurun. Sensitivitas
insulinadalah kemampuan dari hormon insulin untuk menurunkan kadar gula darah dengan
cara menekan produksi glukosa hepatik dan menstimulasi pemanfaatan glukosa
didalam ototskelet dan jaringan adipose. Resistensi insulin awalnya belum menyebabkan
diabetes mellitus secara klinis. Sel beta pankreas masih dapat melakukan kompensasi
bahkan sampai overkompensasi. Insulin disekresi secara berlebihan sehingga terjadi
kondisi hiperinsulinemia dengan tujuan normalisasi kadar glukosa darah. Mekanisme
kompensasi yang terjadi terus menerus menyebabkan kelelahan sel beta pankreas
(exhaustion) yang disebut dekompensasi,mengakibatkan produksi insulin yang
menurun secara absolut. Kondisi resistensi insulindiperberat oleh produksi insulin
yang menurun akibatnya kadar glukosa darah semakin meningkat sehingga
memenuhi kriteria diagnosis diabetes mellitus (Suyono, 2009).

Konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi dapat menyebabkan ginjal tidak.
Dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, glukosa yang berlebihan
diekskresikan kedalam elektrolit yang dinamakan diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang
8
berlebihan akanmengalami peningkatan berkemih (poliuri) dan rasa haus (polidipsi).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori dan gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan (Smeltzer et al, 2010)

Faktor Resiko DM
Proses timbulnya penyakit diabetes disebabkan oleh berbagai faktor yang dipengaruhi oleh
komponen genetik dan lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya
terhadapmunculnya penyakit tersebut. Sebagian faktor tersebut dapat dimodifikasi melalui
perubahangaya hidup, sementara sebagian yang lainnya tidak dapat dirubah (Gibney
et.al,2009) Menurut Gibney, et.al (2009); Yusra (2012), berikut faktor resiko yang dapat
menyebabkan munculnya DM :
Faktor Genetik
DM dapat diturunkan dari keluarga sebelumnya yang juga menderita DM.Hal
tersebut menyebabkan kelainan gen yang mempengaruhi produksi insulin. Komponen
genetik turut memberikan pengaruh terhadap timbulnya penyakit diabetes.Hal tersebut dapat
terlihat dari prevalensi DM yang tinggi pada anak-anak yang diturunkan dari orang tua yang
menderita diabetes, dan prevalensi DM yang tinggi pada kelompok etnis tetentu.
Faktor Usia
Perubahan fisiologis yang menurun dengan cepat pada umumnya terjadi sejalan
dengan pertambahan usia. Penurunan tersebut dapat terjadi setelah usia 40 tahun. DM sering
munculsetelah usia lanjut terutama setelah berusia 45 tahun.
2.8.1. Faktor Kegemukan/ObesitasFaktor kegemukan yang ikut andil dalam kejadian DM:
2.8.1.1. Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat
Stres kronik cenderung membuat seseorang untuk mengkonsumsi makanan
yang manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin
otak. Serotonin memberikan efek penenang sementara untuk menurunkan
9
stres, namun gula dan lemak yang berlebihan dapat berakibat fatal dan
beresiko terjadinya DM
2.8.1.2. Makan berlebihan
Obesitas disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi makanan yang manis dan
kaya lemak,serta mengkonsumsi makanan yang terlalu banyak karena jumlah
yang disimpan didalamtubuh terlalu banyak dan berlebihan.
2.8.1.3. Faktor Demografi
2.8.1.4. Jumlah penduduk meningkat
2.8.1.5. Urbanisasi
2.8.1.6. Penduduk berusia diatas 40 tahun meningkat
2.8.1.7. Kurang gizi
2.8.1.8. Jarang melakukan aktivitas fisik
2.8.1.9. Faktor-faktor makanan atau nutrisi

.4. Tanda dan Gejala DM


Keluhan umum pada pasien seperti rasa haus yang berlebihan (polidipsia), sering buang
airkecil (poliuria) terutama malam hari, dan sering merasa lapar (polifagia).
2.6.1. Poliuria
Kadar glukosa plasma puasa normal atau toleransi glukosa setelah makan
tidak dapatdipertahankan akibat defisiensi insulin.sehingga kadar glukosa
dalam darah meningkat (hiperglikemia) dan jika melebihi ambang batas ginjal
akan menyebabkan glikosuria. Hal ini mengakibatkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran urin.
2.6.2. Polidipsia
Glikosuria yang mengakibatkan diuresis osmotik menyebabkan pasien sering merasa
haus dan banyak minum.
2.6.3. Polifagia
Glikosuria menyebabkan glukosa hilang bersama urin, sehingga pasien
mengalamikeseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Akibat
kehilangan kalori mungkinmenyebabkan rasa lapar dan mudah lelah serta mengantuk
10
pada pasien.Gibney,et.al (2009);Riskedas (2013) menyebutkan gejala kronik
yangdapat muncul pada pasien DM :
2.6.4. Kesemutan
2.6.5. Kulit terasa panas atau tertusuk-tusuk jarum
2.6.6. Rasa tebal di kulit sehingga ketika berjalan terasa seperti di atas bantal atau kasur
2.6.7. Kram
2.6.8. Mudah lelah
2.6.9. Mudah mengantuk
2.6.10. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
2.6.11. Luka sulit sembuh
2.6.12. Penyakit kulit akibat jamur dibawah lipatan kulit

.5. Diagnosis DM
Diabetes ditandai dengan jumlah atau konsentrasi glukosa di dalam darah melebihi
keadaannormal.Konsentrasi gula darah dikatakan normal, bila dalam keadaan puasa pagi
hari tidakmelebihi 100 mg/dl (Soegondo dan Sukardji, 2008).
Gibney, et.al (2009) menjelaskan standarisasi kriteria untuk penegakan diagnosis
dan klasifikasi DM yang diusulkan oleh the National Diabetes Data Group of the USA
(NDDG)dan komite pakar WHO menghasilkan keseragaman hingga taraf tertentu
bagiberbagai penelitian global terhadap kelainan metabolik tersebut.
Cara Penegakan Diagnosis DM adalah :
2.7.1. Gejala DM seperti Poliuria, Polidipsia dan Polifagia serta hasil
pemeriksaan glukosa sewaktu ≥200mg/dl(11,1 mmol/l)
2.7.2. Glukosa plasma puasa (FPG)≥126mg/dl(7,0 mmol/l)
2.7.3. Glukosa plasma 2 jam setelah makan (2 jam pp)≥200mg/dl(11,1 mmol/l)
selama pelaksanaan TTGO (Test Toleransi Gula Oral).
2.7.4. Untuk keperluan skrining pada populasi dapat digunakan kriteria kadar glukosa puasa
atau 2 jam pp sesudah pemberian peroral 75 gram glukosa.

11
.6. Komplikasi Diabetes Mellitus (DM)
Hiperglikemia yang terjadi berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskular
kronis seperti nefropati, retinopati dan neuropati. Diabetes Mellitus juga
mengakibatkan peningkatan komplikasi penyakit makrovaskular seperti infark miokard,
stroke dan penyakit vaskular perifer (Smeltzer et al, 2010).
Komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi pada kedua tipe diabetes adalah
pada pembuluh darah, ginjal, mata dan syaraf. Diabetes melitus merusak sistem syaraf
perifer,termasuk komponen sensorik dan motorik divisi somatik dan otonom. Dimana
komplikasi tersebut merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian (Corwin,
2009; Leslieet.al.2012).

Komplikasi diabetes mempengaruhi pembuluh darah besar yang menyebabkan penyakit


kardiovaskular, stroke dan penyakit vaskularisasi perifer. Diabetes juga
mempengaruhi sistem mikrovaskular tubuh, yang menyebabkan retinopati, nefropati
dan neuropati.Terjadinya penyempitan pada pembuluh darah yang dikenal dengan
angiopati diabetic (Misnadiarly,2006,Holt.2013).

.7. Pengertian Luka Diabetes Melitus (DM)


Luka kaki diabetes dikategorikan sebagai luka kronik yang tidak akan sembuh
sendiri,melainkan dengan perawatan aktif (Holt,2013). Komplikasi-komplikasi diabetes
penyebab memburuknya ulkus diabetik adalah penyakit pembuluh darah perifer, neuropati
perifer, dan infeksi (Saad et.al.2013).

2.8. Fase Penyembuhan Luka


Fase penyembuhan luka dapat terbagi menjadi fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi
dimana jangka waktu terjadinya proses tersebut.

2.8.1. Fase hemostasis dan inflamasi.


a. Terjadi dari awal luka hingga hari ke 5
b. Pada fase awal (gambar 2. A), terdapat paparan matriks ekstrasel terhadap platelet
yang menyebabkan agregasi, degranulasi, dan aktivasi faktor-faktor koagulasi
12
c. Terjadi pengeluaran substansi inflamasi oleh platelet. Pada fase lanjut (gambar 2.
B), mulai terjadi migrasi sel-sel leukosit seperti PMN dan neutrofil serta monosit
ke dalam luka migrasi sel-sel ini memicu pelepasan sitokin-sitokin spseri IL-1,
TNF dan TGF yang memicu dimulainya fase proliferas

Gambar 1.Fase penyembuhan luka dan Gambar 2. Fase Inflmasi Awal (A) dan Lanjut (B)

.8.2. Fase Proliferasi

Terjadi mulai dari hari ke 8 hingga bulanan, Pada fase ini, dimulai penyusunan
kembali komponen kolagen dengan cara degradasi kolagen oleh matriks

13
metaloproteinase sehingga terjadi keseimbangan antara sintesis dan lisis dari kolagen.
terjadi pula pergeseran komposisi matriks sehingga menjadi dominan fibril yang
menyebabkan kekuatan dari jaringan bertambah, dan kemudian akan menjadi
lukayang matur (avaskular dan aselular).

Gambar 2. Fase Proliferasi.

2.8.3 Fase maturasi

Terjadi mulai dari hari ke 8 hingga bulanan, Pada fase ini, dimulai penyusunan
kembali komponen kolagen dengan caradegradasi kolagen oleh matriks
metaloproteinase sehingga terjadi keseimbangan antara sintesis dan lisis dari kolagen.,
terjadi pula pergeseran komposisi matriks sehingga menjadi dominan fibril yang
menyebabkan kekuatan dari jaringan bertambah, dan kemudian akan menjadi luka
yang matur (avaskular dan aselular).

2.8.4. Epitelisasi

Proses ini berlangsung bersamaan dengan proses penyembuhan jaringan untuk


membentuk lapisan perlindungan luar. Proses ini dimulai sejak 1 hari terjadinya luka.
Pada proses ini, terjadi migrasi dan proliferasi dari sel epitel ke luka tersebut, yang
terlihat sebagai penebalan epidermis pada tepi luka.

14
Proses ini dimulai dari migrasi sel basal sehingga luka yang terbuka akan
terjembatani, kemudian diikuti dengan migrasi dan proliferasi dari sel epitel dan
kemudian akan terjadi keratinisasi dari lapisan paling atas (gambar 3).

Gambar 3. Fase epitielialisasi

2.9. Konsep Hydro gel

15
Hidrogel merupakan metode perawatan yang mengandung air dalam gel yang tersusun dari
struktur polymer yang berisi air dan berguna untuk menurunkan suhu hingga 5ºC.
Kelembaban dipertahankan pada area luka untuk memfasilitasi proses autolisis dan
mengangkat jaringan yang telah rusak. Indikasi penggunaan dari hydrogel dressing ini
adalah menjaga kandungan air padaluka kering, kelembutan, dan sebagai pelembab serta
mengangkat jaringan nekrotik. Keuntungan yang lain adalah bisa dipakai bersamaan dengan
antibakterial topikal.Gel sangat baik menciptakan dan mempertahankan lingkungan
penyembuhan luka yang moist/lembab dan digunakan pada jenis luka dengan drainase yang
sedikit. Gel diletakkan langsung diatas permukaan luka, dan biasanya dibalut dengan balutan
sekunder (foam atau kasa) untuk mempertahankan kelembaban sesuai level yang dibutuhkan
untuk mendukung penyembuhan luka.

Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran, seperti serat kasa, atau gel. Gel akan memberi
rasasejuk dan dingin pada luka, yang akan meningkatkan rasa nyaman pasien.Perawat
dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait dengan
proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan
intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama
perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh
perawat adalah berkaitan.

.0. Konsep NaCl


3.0.1. Definisi
Natrium Klorida 0,9% adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh, karena
alasan ini, tidak ada reaksi hipersensitivitas dari natrium klorida. Normal saline aman
digunakan untuk kondisi apapu (Kristianingrum, 2013). Natrium klorida mempunyai
Na dan Cl yang sama seperti plasma. Sel ini tidak akan mempengaruhi sel darah
merah. Natrium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering
digunakan Natrium Klorida 0,9%.
Jenis- jenis NaCl menurut kristiyaningrum (2013):
a. NaCl 0,3%

16
Kandungan dalam larutan NaCl 3% (513 mEq/L)
b. NaCl 0,5%
Kandungan dalam larutan NaCl 5% (855 mEq/L)
c. NaCl 0,9 %
Cairan NaCl 0.9% juga merupakan cairan fisiologis yang efektif untuk perawatan
luka karena sesuai dengan kandungan garam tubuh

3.0.2. Manfaat
Normal salin atau NaCl 0,9% merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak
iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar
luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan. Perawat menggunakan
cairan normal salin untuk mempertahankan permukaan luka agar tetap lembab
sehingga dapat meningkatkan perkembangan dan migrasi jaringan epitel.

17
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian, visualisai hubungan atau kaitan
antara konsep satu yang lainnya atau antara variabel yang satu dengan variable yang
lain dari masalah yang ingin diteliti. Konsep adalah suatu abstraksi
yangdibentuk dengan menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh sebab itu,
konsep tidak dapat diamati dan diukur secara langsung. Agar dapat diamati
dan dapat diukur, maka konsep di jabarkan dalam variabel. (Prof.Dr. Soekidjo
Notoatmodjo,2012).

Variable adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan
darikonsep. (Prof.Dr.Soekidjo Notoatmodjo,2012).

Tabel 3.1.

Kerangka Konsep

Kegiatan Awal Intervensi Pengukuran / komparasi

Perlakuan Tiga hari


Kurang
perawatan Luka sekali,
Efektif
Menggunakan Selama 30 Mengobservasi
Duoderm gel menit , perkembangan Luka
dalam 14
Efektif
hari.

Responden

Perlakuan Tiga hari Kurang


perawatan Luka sekali, Efektif
Selama 30 Mengobservasi
Menggunakan 18
perkembangan Luka
Nacl 0,9 % menit ,
dalam 14
hari
3.2. Hipotesis Penelitian Efektif

1.1. Adanya efektifitas perawatan luka menggunakan hydro gel terhadap proses

perkembangan luka gangrene diabetes mellitus di RS Haji Jakarta tahun 2019.

1.2. Adanya efektifitas perawatan luka menggunakan Nacl 0,9 % terhadap proses

perkembangan luka gangrene diabtes mellitus di RS Haji Jakarta tahun 2019.

1.3. Adanya perbedaan efektifitas perawatan luka menggunakan duo derm gel dan Nacl

0,9 % terhadap proses perkembangan luka gangrene diabetes mellitus di RS Haji

Jakarta tahun 2019.

.3. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang

apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. (Prof.Dr.Soekidjo Notoatmodjo,2012).

Tabel 3.2
Tabel Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Perawatan luka Aktivitas melakukan Lembar Dilakukan pe- Diketegorikan Ordinal


menggunakan Tindakan Perawatan luka Observasi Rawatan luka dg menjadi
hydrogel dengan hydro gel. hydro Gel selama 1 : Efektif
30 menit dalam 3 2: Kurang efektif
hari sekali .

Perawatan luka Aktivitas melakukan Lembar Dilakukan Diketegorikan Ordinal


menggunakan tindakan perawatan luka Observasi perawtan luka menjadi
NaCl dengan Nacl 0,9 % dengan Nacl 0,9 1 : efektif
% selama 30 2: kurang efektif
menit dalam 3

19
hari sekali.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan

penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul selama proses

penelitian, hal ini penting karena desain penelitian merupakan stretegi untuk mendapatkan

data yang dibutuhkan untuk keperluan pengujian hipotesis atau untuk menjawab pertanyaan

penelitian dan sebagai alat untuk megontrol variabel yang berpengaruh dalam peneliatian

(Sugiyono, 2010)

Desain penelitian yang digunakan adalah quasi-experiment dengan pengembangan dan

preexperimental design (rancangan pra eksperimen).

Dalam rancangan ini perlakuan atau intervensi telah dilakukan pengukuran (observasi) atau

postest (O) menambahkan kelompok banding. Kelompok eksperimen menerima perlakuan

(X) yang diikuti dengan pengukuran kedua atau observasi. Hasil observasi kemudian

dibandingkan dengan hasil observasi kelompok lain. Dalam hal ini menggunakan pendekatan

rancangan perbandingan kelompok statis (statis group comparison or posttest only with

noequivalen groups) menurut Notoatmodjo (2012). Dalam hal ini peneliti mengidentifikasi

efektifitas perawatan luka dengan menggunakan hydro gel dibandingkan nacl 0,9 %..

20
Kelompok pertama intervensi akan diberikan dengan melakukan peraawatan luka dengan

menggunakan hydro gel tiga hari sekali selama 30 menit dalam 14 hari, demikian juga

kelompok ke dua intervensi akan di berikan dengan melakukan perawatan luka dengan

menggunakan Nacl 0,9 % tiga hari sekali selama 30 menit dalam 14 hari, kemudian dilihat

perubahan kondisinya.

Tabel 4.1
Rancangan praeksperimen dengan perbandingan kelompok statis
(postest only with nonequivalen groups).
Perlakuan Postest
Grup A X1 01
Grup B X2 02
Keterangan :

Grup A : grup intervensi dan kontrol pasien luka gangrene diabetes mellitus yang di

berikan perawatan dengan hydro gel.

Grup B : grup intervensi dan kontrol pasienluka gangrene diabetes mellitus yang di

berikan perawatan dengan Nacl 0,9 %

X1 : perlakuan perawatan luka dengan hydro gel

X2 : perlakuan perawatan luka dengan NACL 0,9 %

01 : post hasil setelah dilakukan intervensi dan kontrol pada pasien luka gangrene

diabetes mellitus dengan hydro gel.

02 : post hasil setelah dilakukan intervensi dan kontrol pada pasien luka gangrene

diabetes mellitus dengan Nacl 0,9 %.

21
4.2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Haji Jakarta dengan pertimbangan angka kasus ulkus

atau luka gangrene diabetes mellitus yang banyak dan adanya tindakan amputasi pada

beberapa pasien dengan luka gangrene, juga pertimbangan peneliti bekerja di rumah sakit

tersebut yang akan mempermudah melakukan penelitian tersebut.

4.3. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada rentang bulan Mei,Juni dan Juli 2019.

4.4. Populasi dan Sampel

4.4.1. Populasi Penelitian

Populasi Penelitian adalah Keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo,2012).

Populasi pada penelitian ini adalah Seluruh pasien diabetes mellitus dengan luka

ulkus atau gangrene yang dirawat di Rumah Sakit Haji. Dalam kurun waktu bulan

Januari sampai maret 2018 berjumlah 66 orang.

4.4.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2010:81)

22
Pengambilan sampel menggunakan random sampling dimana tehnik pengambilan

sampel yang semua individu dalam populasi baik secara sendiri sendiri atau bersama

sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel.

Sampel pada penelitian ini adalah pasien dengan luka ulkus atau gangrene pada

diabetes mellitus yang dirawat di Rumah Sakit Haji yang memenuhi kriteria inklusi

dan kriteri eksklusi.

Penentuan rumus sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Federer (Maryanto

dan Fatimah, 2004) yaitu:

( n−1 ) x (t−1)≥ 15

n = besar sampel tiap kelompok

t = banyaknya kelompok

( n−1 ) x (t−1)≥ 15

( n−1 ) x (2−1)≥15

( n−1 ) x (1)≥ 15

( n−1 ) ≥ 15

( n ) ≥ 15+1

= 16

Dengan demikian,jumlah sampel yang dapat diambil minimal terdapat 16 sampel.

Peneliti memilih menggunakan 16 dengan jumlah kelompok sampel yang dilakukan

perlakuan dengan hydro gel 8 klien dan Nacl 0,9 % 8 klien.

23
4.4.3. Kriteria Inklusi Penelitian

Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota

populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Pada penelitian ini kriteria inklusi

responden adalah sebagai berikut :

a. Klien dirawat dengan diagnosa Diabetes mellitus dengan ulkus atau gangrene .

b. Klien dan keluarga bersedia menjadi responden tanpa paksaan dan mampu

bekerjasama dalam penelitian.

c. Rentang usia dimulai dari lansia awal yaitu mulai usia 46 tahun.

4.4.4. Kriteria Eksklusi Penelitian

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai

sampel. Pada penelitian ini kriteria ekslusi adalah sebagai berikut :

a. Pasien Diabetes mellitus yang sudah membawa luka ulkus atau gangrene dari rumah

b. Klien atau keluarga tidak koperatif

c. Klien atau keluarga tidak bersedia menjadi responden

d. Klien atau keluarga tidak bersedia diwawancarai

4.5. Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu mengurus surat izin penelitian dari Fakultas

Ilmu keperawatan Universitas Respati Indonesia, kemudian mengajukan surat permohonan

melakukan penelitian di Rumah Sakit Haji Jakarta, kemudianditembuskan kepada kepala

bidang keperawatan. Setelah mendapatkan persetujuan dari rumah sakit, barulah penelitian

bisa dilakukan dengan berpegang teguh pada etika keperawatan sebagai berikut:
24
a. Right to self determination (tanpa paksaan)

Peneliti tidak memaksakan

1. perlakuan akan diberikan perawatan luka 14 hari.

Melakukan observasi kembali setelah dilakukan perawatan luka menggunakan Hydro

gel dan Nacl 0,9 %. responden untuk terlibat dalam kegiatan penelitian. Responden

mempunyai hak memutuskan keterlibatannya dalam kegiatan penelitian termasuk

mengundurkan diri ketika kegiatan penelitian sedang berlangsung.

b. Informed consent (persetujuan)

Peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang penelitian, agar responden

mengerti dan bersedia menjadi responden penelitian.Kesediaan responden tersebut

ditandai dengan kesediaan responden menandatangani lembar persetujuan responden

(inform consent) yang sebelumnya telah peneliti siapkan.

c. Anonimity (tanpa nama)

Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden dengan hanya memberikan inisial

nama pada lembar kuesioner.

d. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti hanya kelompok data tertentu

saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai penelitian.

e. Beneficience (menghormati martabat)

Peneliti menghormati martabat responden dalam keikutsertaannya dalam penelitian

dengan cara mencegah dan menjaga responden terhadap bahaya baik fisik maupun

25
emosional. Peneliti juga meyakinkan bahwa informasi yang responden berikan tidak

untuk menghakimi atau memojokkan responden.

Peneliti juga memaksimalkan manfaat dan meminimalkan resiko atau kerugian untuk

seluruh responden.

f. Non maleficence ( tidak merugikan)

Peneliti berprinsip untuk tidak merugikan pihak manapun, baik pihak klien atauun pihak

tempat penelitian yang mengakibatkan kerugian dalam bentuk material ataupun non

materil.

4.6 Tehnik Pengumpulan Data

a. Alat Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data dari responden, peneliti menggunakan instrumen berupa:

1. Lembar observasi

Digunakan sebagai alat untuk memudahkan pendokumentasian dan untuk

memantau perkembangan dalam melakukan penelitian,

2. Aplikasi tentang penggunaan perawatan luka dengan menggunakan hydro gel dan

Nacl 0,9 % dengan tehnik moistur balance.

b. Metode Pengumpulan Data

2. Memilih responden yang memenuhi kriteria yang akan dilakukan perawatan luka

dengan menggunakan hydro gel dan Nacl 0,9 %.

3. Melakukan observasi pada klien sebelum dilakukan perawatan dengan

menggunakan hydro gel dan Ncl 0,9 %.

26
4. Memberikan perawatan luka dengan menggunakan hydro gel dan Nacl 0,9 %,

kelompok percobaan akan diberikan

4.7 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang diperlukan untuk mengolah data yang

diperoleh langsung dari penelitian, sehingga dapat disajikan sebagai hasil yang berarti dan

kesimpulan yang baik. Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut :

1. Pengecekan Data (Editing)

Editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau

kuesioner. Hasil wawancara,angket,atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan

penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Kegiatan editing meliputi :

a. Apakah lembar observasi lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.

b. Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas atau terbaca.

c. Apakah checklist sudah lengkap

2. Pemberian Kode (Coding)

Setelah semua lembar observasi diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean

atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau

bilangan.Coding sangat berguna dalam memasukkan data (data entry).

3. Data Entry (Processing)

Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati pengkodean, maka

langkah selanjutnya peneliti memproses data agar data yang sudah di entry dapat

dianalisis.

4. Pembersihan data (cleaning)


27
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukan, perlu

dicek kembali untuk melihat kemungkinan kemungknan adanya kesalahan kode,

ketidaklengkapan dan sebagainya. Kemudian dilakukan koreksi.

4.8 Analisa Data

Data yang telah diolah dengan baik, baik pengolahan secara manual maupun menggunakan

komputer tidak akan ada maknanya tanpa dianalisis. Keluaran akhir dari analisis data harus

memperoleh makna atau arti dari hasil penelitian tersebut. Tujuan analisa data sendiri adalah:

a. Memperoleh gambaran dari hasil penelitian yang telah dirumuskan dalam tujuan

penelitian

b. Membuktikan hipotesis penelitian yang telah di rumuskan.

c. Memperoleh kesimpulan secara umum dari penelitian, yang merupakan konstribusi

dalam pengembangan ilmu yang bersangkutan

(Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, 2012)

Adapun teknis analisa data statistik yang digunakan

4.8.1. Analisa univariat

Tujuan analisis ini adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik

masing masing variabel yang diteliti (Hastono, 2004). Analisa ini digunakan

untukmemperoleh analisa distribusi frekuensi dari data demografi pasien yang

bersesiko untuk mengalami tindakan amputasi di Rumah Sakit Haji Jakarta.

Rumus yang digunakan:

f
P= × 100 %
N

Dimana:
28
P =besar persentase

f = frekuensi

N = jumlah populasi

4.8.2 Analisa bivariat

Setelah diketahui karakteristik masing masing variabel dapat diteruskan analisa lebih

lanjut. Analisa ini digunakan untuk mengetahuipengaruh dari pemberian perawatan

luka dengan menggunakan hydro gel dan Nacl 0,9 % dengan menggunakan uji T.

untuk varian yang sama digunakan rumus:

t=( xa−xb) : sp (√ n1a )+ ¿( nb1 ) ¿


dimana sp

( na−1 ) sa −(nb−1) sb
2 2

sp2=
na+ nb−2

Keteterangan :

xa = rata rata kelompok a

xb = rata rata kelompok b

sp = standar deviasi gabungan

sa = standar deviasi kelompok a

sb = standar deviasi kelompok b

na = banyaknya sampel kelompok a

nb = banyaknya sampel kelompok b

df = na+nb-2

29
30

Anda mungkin juga menyukai