Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan


mortalitas di intensive care unit (ICU), mengakibatkan kematian lebih dari
30% pada 28 hari pertama perawatan. Jutaan penderita tersebar diseluruh dunia
dan rata-rata sebanyak 1400 pasien meninggal setiap hari. Tingginya biaya
perawatan, kualitas hidup setelahnya, dan beban ekonomi yang harus
ditanggung, semua ini membuat sepsis menjadi masalah kesehatan yang besar.
Sepsis merupakan suatu penyakit yang berspektrum mulai dari respon
inflamasi yang ringan hingga gangguan multi organ. Pengenalan dan terapi
lebih awal diperlukan untuk mencegah perburukan penyakit dan dapat
memperbaiki kemungkinan harapan hidup (Dhilon andBittner, 2010).

Saat ini sepsis telah menjadi sindroma penyakit yang dapat dijumpai
secara luas dibelahan bumi manapun. Oleh karena itu selain pengenalan dini
dan penanganan secepat mungkin. Maka memperkirakan prognosis mejadi
salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam penanganan pasien sepsis.
Dengan demikian diperlukan sarana pemeriksaan yang dapat menunjang usaha
prognostik tersebut. Apalagi bila pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan
uji yang lebih sederhana dan dapat dilakukan sekalipun di rumah sakit perifer.
Disamping pemeriksaan yang lebih dulu digunakan sebagai prediktor
mortalitas, dalam hal ini kadar asam laktat dan penilaian defisit basa.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan sepsis?


2. Bagaimana etiologi dari sepsis?
3. Seperti apa tanda dan gejala sepsis?
4. Bagaimana cara mendiagnosa sepsis?
5. Bagaimana penatalaksanaan sepsis?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sepsis

1. Definisi

Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana


patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
aktivasi proses inflamasi. Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun
definisi yang saat ini digunakan di klinik adalah definisi yang ditetapkan
dalam consensus American College of Chest Physician dan Society of
Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis,
sindroma respon inflamasi sistemik (systemic inflammatory response
syndrome/ SIRS), sepsis berat, dan syok/renjatan septik (Chen et.al,2009).

Terminologi dan definisi sepsis :

a. Sindroma respons inflamasi sistemik (SIRS: systemic inflammatory


response syndrome) Respon tubuh terhadap inflamasi sistemik
mencakup 2 atau lebih keadaan berikut:

- suhu >38°C atau <36°C

- frekuensi jantung >90 kali/menit

- frekuensi nafas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg

- leukosit darah >12.000/mm3, <4.000/mm3 atau batang >10%

b. Sepsis : keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi


SIRS.

c. Sepsis berat : sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi


atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria, dan penurunan
kesadaran.
d. Ranjatan septik : sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan
resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk
mempertahaankan tekanan darah dan perfusi organ.

2. Etiologi

Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari hasil


kultur darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis.
Bakteri gram negatif dan gram positif merupakan 70% dari penyebab
infeksi sepsis berat dan sisanya jamur atau gabungan beberapa
mikroorganisme. Pada pasien yang kultur darahnya negatif, penyebab
infeksi tersebut biasanya diperiksa dengan menggunakan kultur lainnya
atau pemeriksaan mikroskopis (Munford, 2008). Penelitian terbaru
mengkonfirmasi bahwa infeksi dengan sumber lokasi saluran pernapasan
dan urogenital adalah penyebab paling umum dari sepsis (Shapiro, 2010).
Penyebab umum sepsis pada orang sehat yaitu sebagai berikut :

No Sumber Lokasi Mikroorganisme


1 Kulit Staphylococcus aureus dan gram positif bentuk
cocci lainnya
2 Saluran kemih Eschericia coli dan gram negatif bentuk batang
lainnya
3 Saluran pernafasan Streptococcus pneumonia
4 Usus dan kantung empedu Enterococcus faecalis, E.coli dan gram negative
bentuk batang lainnya, Bacteroides fragilis
5 Organ pelvis Neissseria gonorrhea,anaerob

3. Tanda dan Gejala


Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan
tanda-tanda penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di
mana tanda dan gejala berkembang mungkin berbeda dari pasien dan
pasien lainnya, dan gejala pada setiap pasien sangat bervariasi. Sebagai
contoh, beberapa pasien dengan sepsis adalah normo-atau hipotermia, tidak
ada demam paling sering terjadi pada neonatus, pada pasien lansia, dan
pada orang dengan uremia atau alkoholisme (Munford, 2008). Pasien
dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi, dan
takipnea (Dasenbrook & Merlo, 2008). Tanda-tanda dari sepsis sangat
bervariasi. Berdasarkan studi, demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%),
ruam makulopapular, petekie, nodular, vesikular dengan nekrosis sentral
(70% dengan meningococcemia), dan artritis (8%). Demam terjadi pada
<60% dari bayi dibawah 3 bulan dan pada orang dewasa diatas 65 tahun
(Gossman & Plantz, 2008). Infeksi menjadi keluhan utama pada pasien
(Hinds et.al,2012). Perubahan status mental yang tidak dapat dijelaskan
(LaRosa, 2010) juga merupakan tanda dan gejala pada sepsis. Adanya
tanda dan gejala disseminated intravascular coagulation (DIC)
meningkatkankan angka mortalitas (Saadat, 2008). Pada sepsis berat
muncul dampak dari penurunan perfusi mempengaruhi setidaknya satu
organ dengan gangguan kesadaran, hipoksemia (PO2 <75 mmHg),
peningkatan laktat plasma, atau oliguria (≤30 ml / jam meskipun sudah
diberikan cairan). Sekitar satu perempat dari pasien mengalami sindrom
gangguan pernapasan akut (ARDS) dengan infiltrat paru bilateral,
hipoksemia (PO2 <70 mmHg, FiO2 >0,4), dan kapiler paru tekanan <18
mmHg .Pada syok septik terjadi hipoperfusi organ (Weber & Fontana,
2007). Diagnosis sepsis sering terlewat, khususnya pada pasien usia lanjut
yang tanda-tanda klasik sering tidak muncul. Gejala ringan, takikardia dan
takipnea menjadi satu-satunya petunjuk, Sehingga masih diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut yang dapat dikaitkan dengan hipotensi, penurunan
output urin, peningkatan kreatinin plasma, intoleransi glukosa dan lainnya
(Hinds et.al,2012).

4. Diagnosis
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau
dicurigai sindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan
untuk mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan
tingkat keparahan infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi
(Shapiro et.al,2010). Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, sebelum
evaluasi diagnostik dimulai lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit
perhatikan jalan nafas (perlu untuk intubasi), pernapasan (laju pernafasan,
gangguan pernapasan, denyut nadi), sirkulasi (denyut jantung, tekanan
darah, tekanan vena jugularis, perfusi kulit), dan inisiasi cepat resusitasi
(Russell, 2012). Kemudian dilakukan anamnesis riwayat penyakit dan juga
beberapa pemeriksaan fisik untuk mencari etiologi sepsis.

Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada


pasien sepsis. Riwayat batuk produktif, demam, menggigil, gejala
pernapasan atas, masalah tenggorokan dan nyeri telinga harus dicari.
Kedua, adanya pneumonia dan temuan takipnea atau hipoksia telah terbukti
merupakan alat prediksi kematian pada pasien dengan sepsis. Pemeriksaan
fisik juga harus mencakup evaluasi rinci untuk infeksi fokal, misalnya
tonsilitis eksudatif, nyeri pada sinus, injeksi membran timpani, dan ronki
atau dullness pada auskultasi paru.

Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber sepsis.


Sebuah riwayat nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan faktor
pemberat harus dicari. Riwayat lebih lanjut, termasuk adanya mual,
muntah, dan diare harus dicatat. Pemeriksaan fisik yang cermat, mencari
tanda-tanda iritasi peritoneal, nyeri perut, dan bising usus, sangat penting
dalam mengidentifikasi sumber sepsis perut. Perhatian khusus harus
diberikan temuan fisik memberi kesan sumber umum infeksi atau penyakit
tanda Murphy menunjukkan kolesistitis, nyeri pada titik McBurney
menunjukkan usus buntu, nyeri kuadran kiri bawah menunjukkan
divertikulitis, dan pemeriksaan rektal mengungkapkan abses rektum atau
prostatitis.
Sistem neurologis diperiksa dengan mencari tanda-tanda meningitis,
termasuk kaku kuduk, demam, dan perubahan kesadaran. Pemeriksaan
neurologis terperinci adalah penting. Letargi atau perubahan mental
mungkin menunjukkan penyakit neurologis primer atau hasil dari
penurunan perfusi otak dari keadaan shock.

Riwayat urogenital termasuk pertanyaan mengenai adanya nyeri


pinggang, disuria, poliuria, discharge, pemasangan kateter, dan
instrumentasi urogenital. Riwayat seksual untuk menilai resiko penyakit
menular seksual. Alat kelamin juga harus diperiksa untuk melihat apakah
ada bisul, discharge, dan lesi penis atau vulva. Pemeriksaan dubur harus
dilakukan, menentukan ada nyeri, pembesaran prostat, konsisten dengan
prostatitis. Nyeri adneksa pada wanita berpotensi abses tuba-ovarium.

Riwayat muskuloskeletal adanya gejala ke sendi tertentu.


Kemerahan, pembengkakan, dan sendi terasa hangat, terutama jika ada
berbagai penurunan kemampuan gerak sendi, mungkin tanda-tanda sepsis
arthritis dan mungkin arthrocentesis. Pasien harus benar-benar terbuka dan
kulit diperiksa untuk melihat selulitis, abses, infeksi luka, atau trauma.
Luka yang mendalam, benda asing sulit untuk mengidentifikasi secara
klinis. Petechiae dan purpura merupakan infeksi Neisseria meningitidis
atau DIC. Ruam seluruh tubuh merupakan eksotoksin dari pathogen seperti
Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes (Shapiro et.al,2010).
Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis.Pada tabel dibawah
dijelaskan hal-hal yang menjadi indikator laboratorium pada penderita
sepsis.
5. Penatalaksanaan

Menurut Opal (2012), penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi


menjadi:

a. Nonfarmakologi

Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan


melakukan ventilasi mekanik dan drainase infeksi fokal.

b. Sepsis Akut

Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan


vasopressor yang bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65
mmHg, menurunkan serum laktat dan mengobati sumber infeksi.

1) Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai


resusitasi cairan

2) Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin,


vasopressin) bila rata-rata tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak
dapat dipertahankan oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru ini
membandingkan vasopresin dosis rendah dengan norepinefrin
menunjukkan bahwa vasopresin dosis rendah tidak mengurangi
angka kematian dibandingkan dengan norepinefrin antara pasien
dengan syok sepsis

3) Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi


jaringan dilakukan ventilasi mekanik, bukan dengan memberikan
bikarbonat.

4) Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering


sebagai rekomendasi antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya
diberikan antibiotik spektrum luas dari bakteri gram positif dan
gram negative.cakupan yang luas bakteri gram positif dan gram
negative (atau jamur jika terindikasi secara klinis).
5) Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa
genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk digunakan di
pasien dengan sepsis berat dengan multiorgan disfungsi (atau
APACHE II skor>24); bila dikombinasikan dengan terapi
konvensional, dapat menurunkan angka mortalitas

c. Sepsis kronis

Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi


dilanjutkan minimal selama 2 minggu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen
atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi
proses inflamasi.
2. Dari hasil kultur darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari
sepsis. Bakteri gram negatif dan gram positif merupakan 70% dari
penyebab infeksi sepsis berat dan sisanya jamur atau gabungan beberapa
mikroorganisme.
3. Tanda dan gejala sepsis adalah normo-atau hipotermia, tidak ada demam
paling sering terjadi pada neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang
dengan uremia atau alkoholisme (Munford, 2008). Pasien dalam fase awal
sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi, dan takipnea
(Dasenbrook & Merlo, 2008). Tanda-tanda dari sepsis sangat bervariasi.
Berdasarkan studi, demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam
makulopapular, petekie, nodular, vesikular dengan nekrosis sentral (70%
dengan meningococcemia), dan artritis (8%). Gejala ringan, takikardia dan
takipnea menjadi satu-satunya petunjuk
4. Tes diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi
dan juga menentukan tingkat keparahan infeksi untuk membantu dalam
memfokuskan terapi (Shapiro et.al,2010). Bila pasien mengalami
penurunan kesadaran, sebelum evaluasi diagnostik dimulai lakukan
penilaian awal dari pasien yang sakit perhatikan jalan nafas (perlu untuk
intubasi), pernapasan (laju pernafasan, gangguan pernapasan, denyut nadi),
sirkulasi (denyut jantung, tekanan darah, tekanan vena jugularis, perfusi
kulit), dan inisiasi cepat resusitasi (Russell, 2012). Kemudian dilakukan
anamnesis riwayat penyakit dan juga beberapa pemeriksaan fisik untuk
mencari etiologi sepsis.
5. Penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi:
a. Nonfarmakologi, dengan mempertahankan oksigenasi ke jaringan
b. Sepsis Akut, dengan menjaga tekanan darah dengan memberikan
resusitasi cairan IV dan vasopressor
c. Sepsis kronis, dengan terapi antibiotik minimal selama 2 minggu.

B. Saran

Sepsis merupakan suatu penyakit yang menjadi penyebab morbiditas dan


mortalitas di masyarakat. Banyak penderita yang meninggal setiap harinya
karena kejadian ini. Maka dari itu untuk pasien yang telah mengalami tanda
dan gejala yang menyerupai penyakit ini ada baiknya pasien harus segera
melakukan tes diagnostik untuk memastikan terkena atau tidaknya penyakit
tersebut. Dan jika pasien positif terkena sepsis, pasien wajib diberikan terapi
pengobatan sesuai dengan tipe sepsisnya.
DAFTAR PUSTAKA

1.

Anda mungkin juga menyukai