Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

( Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan pendidikan pancasila )

Oleh :

I Putu Indra Saputra (1907521134)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
TAHUN AJARAN 2019/2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................2
1.4 Metode Penulisan...................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
2.1 Landasan Teoritis..................................................................................................................3
2.1.1 Pengertian Etika, Politik, dan Etika Politik...................................................................3
2.1.2 Pengertian Nilai,  Norma, dan Moral.............................................................................5
2.1.3 Hubungan antara Nilai, Norma dan Moral....................................................................6
2.1.4 Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika............................................................................7
2.1.5 Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika.........................................................................7
2.2 Pembahasan Contoh Kasus Pancasila Sebagai Etika Politik................................................8
BAB III...............................................................................................................................................11
PENUTUP..........................................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................11
3.2 Saran.........................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................12
LAMPIRAN ARTIKEL....................................................................................................................13

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha - Nya, saya dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “ Pancasila Sebagai Sitem Filsafat ” tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan karya tulis ini, Saya banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, Saya pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada:

1. Bapak I Gusti Bagus Wirya Agung, S.Psi., M.B.A., selaku dosen mata kuliah pancasila
yang telah banyak memberikan masukan hingga terselesainya makalah ini.
2. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu - persatu.
Semoga apa yang telah diberikan memperoleh pahala yang setimpal dari Ida Sang Hyang
Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa apa yang tersaji dalam makalah ini masih jauh
dari makalah yang sempurna karena kekurangan dan keterbatasan kemampuan yang saya
miliki. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati saya sangat mengharapkan saran dan
kritik yang konstruktif guna menyempurnakan karya-karya ke depannya. Pada akhirnya, saya
tetap berharap semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi dunia pendidikan pada
umumnya dan pembelajaran pancasila pada khususnya.

Jimbaran, 6 Desember 2019

Penulis

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila adalah dasar negara sekaligus pandangan hidup bagi setiap masyarakat
Indonesia tidak peduli pemerintah atau rakyat jelata sekalipun. Dasar berarti
material pembangun fundamental dimana segala hal atau kebijaksanaan dalam pemerinta
han harus selalu merujuk kepada Pancasila guna menciptakan fundamental yang kuat.
Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolak ukur kehidupan berbangsa dan
bernegara di Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik
Indonesia tertanam dalam jiwa Pancasila. Kesadaran etik yang merupakan kesadaran
relational akan tumbuh subur bagi warga masyarakat Indonesia ketika nilai-nilai
pancasila  itu diyakini kebenarannya, kesadaran etik juga akan lebih berkembang ketika
nilai dan moral pancasila itu dapat di breakdown kedalam norma-norma yang di
berlakukan di Indonesia . Maraknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan bukti
bahwasanya banyak masyarakat Indonesia yang telah jauh menyimpang dari Pancasila. S
elain itu,minimnya pemahaman nilai, norma dan moral semakin menambah kuantitas
penyelewengan nilai-nilai Pancasila. Dalam dunia pemerintahan pun tidak sedikit dari
masyarakat Indonesia yang kurang memahami etika perpolitikan.Pengertian politik
berasal dari kosa kata politics yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam
suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuantujuan-tujuan.
Salah satu artikel media yang mengupas masalah mengenai pelanggaran etika politik
yaitu kompasiana. Dalam artikel tersebut, bahwasanya dipaparkan masalah mengenai
kasus korupsi E-KTP yang dilakukan oleh Setya Novanto. Metode yang digunakan untuk
menganalisa masalah adalah metode bacaan dan studi kasus, sudut pandang. Melalui
metode tersebut, di artikel kompasiana menganalisa masalah tersebut dengan berpacu
pada studi hokum formal, selain itu ada beberapa dari sudut pandang orang yang
memberi analisa mengenai kasus tersebut

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Etika, Politik dan Etika Politik?
2. Apa pengertian nilai, norma dan moral?
3. Bagaimana hubungan antara nilai, norma, dan moral?
4. Bagaimana Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika?
5. Bagaimana Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian etika, politik, dan etika politik
2. Untuk mengetahui pengertian nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai
etika politik.
3. Dapat mengerti hubungan antara nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila
sebagai etika politik.
4. Dapat memahami esensi dan urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika.

1.4 Metode Penulisan


- Metode Pustaka

Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang
berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teoritis
2.1.1 Pengertian Etika, Politik, dan Etika Politik
a. Pengertian Etika

Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan,
sikap, dan cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala
sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini,
etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik
pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut
dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Dalam artian ini, etika
sama maknanya dengan moral. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang
membahas tentang kriteria baik dan buruk (Bertens, 1997: 4--6).
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana
manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok.Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita
bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok
etika itu adalah sebagai berikut : Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip
yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.

 Etika Khusus,membahas prinsip-prinsip tersebut
diatas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia,
baik sebagai individu (etikaindividual) maupun mahluk sosial (etikasosial).
b. Pengertian Politik

Pengertian politik berasal dari kata Politics yang memiliki makna bermacamm
acam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yangmenyangkut proses
tujuan penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan
tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakahyang menjadi tujuan
dari sistem politik itu yang menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan
penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang dipilih Pengertian Etika Politik

3
Etika, atau filsafat moral mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan
kejahatan. Etika politik yang demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana
tingkah laku politik yang baik dan mana yang jelek. Apa standar baik? Apakah
menurut agama tertentu? Tidak! Standar baik dalam konteks politik adalah
bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi kalau
politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika
politik yang buruk. Sayangnya, itulah yang terjadi di negeri ini.Etika politik
bangsa Indonesia dibangun melalui karakteristik masyarakat yang erdasarkan
Pancasila sehingga amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang
tidak diatur dalam aturan secara legal formal. Karena itu, etika politik lebih
bersifat konvensi dan berupa aturan-aturan moral. Akibat luasnya cakupan etika
politik itulah maka seringkali keberadaannya bersifat sangat longgar, dan mudah
diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah. Ditunjang dengan alam kompetisi untuk
meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang) yang begitu kuat, rasa
malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan.Akibatnya ada dua hal:
(a) pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada, dan (b) tidak berkembangnya nilai-
nilai tersebut sesuai dengan moralitas publik. Untuk memaafkan fenomena
tersebut lalu berkembang menjadi budaya permisif, semua serba boleh, bukan saja
karena aturan yang hampa atau belum dibuat, melainkan juga disebut serba boleh,
karena untuk membuka seluas-luasnya upaya mencapai kekuasaan (dan uang)
dengan mudah.

Tanpa disadari, nilai etis politik bangsa Indonesia cenderung mengarah pada
kompetisi yang mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara
dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si
pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan budayawan secara prihatin
menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya) sedang berlarian
tunggang-langgang (meminjam Giddens, “run away”) menuju ke arah “jual-beli”
menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang. Namun
demikian, perlu dibedakan antara etika politik dengan moralitas politisi. Moralitas
politisi menyangkut mutu moral negarawan dan politisi secara pribadi (dan
memang sangat diandaikan), misalnya apakah ia korup atau tidak (di sini tidak
dibahas). Etika politik menjawab dua pertanyaan:

4
 Bagaimana seharusnya bentuk lembaga-lembaga kenegaraan seperti
hokum dan Negara (misalnya: bentuk Negara seharusnya demokratis); jadi
etika politik adalah etika institusi.
 Apa yang seharusnya menjadi tujuan/sasaran segala kebijakan politik, jadi
apa yang harus mau dicapai baik oleh badan legislatif maupun eksekutif.
2.1.2 Pengertian Nilai,  Norma, dan Moral
a. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu
benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan
menarik minat seseorang atau kelompok.Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah
melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian,maka nilai itu adalah suatu ke
nyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Nilai atau “value” (bahas Inggris) termasuk bidang kajian filsafat,
persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang
filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, theory of value). Filsafat sering juga
diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat
dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “kebiasaan” (wath)
atau kebaikan (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan
tentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena, 229) Nilai adalah
sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan
manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang  berfungsi
mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu
sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping
sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu
adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai.
Oleh karena itu, nilai dapat dihayati atau dipersepsikan dalam konteks
kebudayaan, atau sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Manusia dalam
memilih nilai-nilai menempuh berbagai cara yang dapat dibedakan menurut
tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan kenyataannya. Nilai sosial
berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi-segi
kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan
serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik.

5
b. Pengertian Norma

Kesadaran akan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan


terhadap peraturan atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang
harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu.

Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai makhluk


budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap
luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma 
dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma
kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk
dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:

a. Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan


b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap
diri sendiri,
c. Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam
pergaulan masyarakat,
d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau
denda yang dipaksakan oleh alat Negara.
c.. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan,
tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk,
yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat
kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam
masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika
sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggao tidak bermoral.  Moral dalam
perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik,
terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai
dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau
agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan
sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan
masyarakat dalam berbagai aspeknya.

6
2.1.3 Hubungan antara Nilai, Norma dan Moral

Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang 


seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia.
Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan
negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.

Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan
tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif
sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan
memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan
oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika
kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian,
etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak 
boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang
memberikan ajaran moral.

2.1.4. Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika


Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai berikut:
Pertama, hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa
Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku warga negara
harus didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama. Setiap
prinsip moral yang berlandaskan pada norma agama, 193 maka prinsip tersebut
memiliki kekuatan (force) untuk dilaksanakan oleh pengikut-pengikutnya. Kedua,
hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia yang
mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan actus homini,
yaitu tindakan manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang mengandung
implikasi moral diungkapkan dengan cara dan sikap yang adil dan beradab sehingga
menjamin tata pergaulan antarmanusia dan antarmakhluk yang bersendikan nilai-nilai
kemanusiaan yang tertinggi, yaitu kebajikan dan kearifan. Ketiga, hakikat sila
persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai warga bangsa yang
mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau kelompok. Sistem
etika yang berlandaskan pada semangat kebersamaan, solidaritas sosial akan
melahirkan kekuatan untuk menghadapi penetrasi nilai yang bersifat memecah belah

7
bangsa. Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk
mufakat. Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lain.
Kelima, hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan
perwujudan dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban semata
(deontologis) atau menekankan pada tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih
menonjolkan keutamaan (virtue ethics) yang terkandung dalam nilai keadilan itu
sendiri

2.1.5 Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika


Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan problem yang
dihadapi bangsa Indonesia sebagai berikut. Pertama, banyaknya kasus korupsi yang
melanda negara Indonesia sehingga dapat melemahkan sendi-sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kedua, masih terjadinya aksi terorisme yang
mengatasnamakan agama sehingga dapat merusak semangat toleransi dalam kehidupan
antar umat beragama, dan meluluhlantakkan semangat persatuan atau mengancam
disintegrasi bangsa. Ketiga, masih terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM)
dalam kehidupan bernegara, seperti: kasus penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan
Cebongan Yogyakarta, pada tahun 2013 yang lalu. Keempat, kesenjangan antara
kelompok masyarakat kaya dan miskin masih menandai kehidupan masyarakat
Indonesia. Kelima, ketidakadilan hukum yang masih mewarnai proses peradilan di
Indonesia, seperti putusan bebas bersyarat atas pengedar narkoba asal Australia
Schapell Corby. Keenam, banyaknya orang kaya yang tidak bersedia 182 membayar
pajak dengan benar, seperti kasus penggelapan pajak oleh perusahaan, kasus panama
papers yang menghindari atau mengurangi pembayaran pajak. Kesemuanya itu
memperlihatkan pentingnya dan mendesaknya peran dan kedudukan Pancasila sebagai
sistem etika karena dapat menjadi tuntunan atau sebagai Leading Principle bagi warga
negara untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Etika Pancasila
diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebab berisikan
tuntunan nilai-nilai moral yang hidup. Namun, diperlukan kajian kritis-rasional
terhadap nilai-nilai moral yang hidup tersebut agar tidak terjebak ke dalam pandangan
yang bersifat mitos.

2.2 Pembahasan Contoh Kasus Pancasila Sebagai Etika Politik

8
  Bentuk pelanggaran Etika Politik Dalam Legitimasi Hukum contoh nya seperti
pemilihan umum, dimana pemilihan umum yang seharusnya terjadi sebagaimana
tercantum dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 adalah pemilihan umum secara langsung
dan umum, sera bersifat bebas, rahasia, jujur, dan adil. Namun bagaimanakah etika
politik dari para aktor dalam pemilihan umum, khususnya calon pemerintah dan calon
wakil rakyat di Indonesia ?

            Pemilihan umum di Indonesia merupakan arena pertarungan aktor-aktor yang


haus akan popularitas dan kekuasaan. Sebagian besar petinggi pemerintahan di Indonesia
adalah orang-orang yang sangat pandai mengumbar janji untuk memikat hati rakyat.
Menjelang pemilihan umum, mereka akan mengucapkan berbagai janji mengenai
tindakan-tindakan yang akan mereka lakukan apabila terpilih dalam pemilu, mereka
berjanji untuk mensejahterakan rakyat, meringankan biaya pendidikan dan kesehatan,
mengupayakan lapangan pekerjaan bagi rakyat, dan sebagainya.Tidak hanya janji-janji
yang mereka gunakan untuk mencari popularitas di kalangan rakyat melalui
tindakan money politics.

            Perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tidak bermoral dan melanggar etika
politik. Hak pilih yang merupakan hak asasi manusia tidak bisa dipaksakan oleh orang
lain, namun melalui money politics secara tidak langsung mereka mempengaruhi
seseorang dalam penggunaan hak pilihnya. Selain itu, perbuatan para calon petinggi
pemerintahan tersebut juga melanggar prinsip pemilu yang langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil. Tindakan mempengaruhi hak pilih seseorang merupakan
perbuatan yang tidak jujur, karena jika rakyat yang dipengaruhi tersebut mau
memilihnya pun hanya atas dasar penilaian yang subyektif, tanpa memandang
kemampuan yang dimiliki oleh calon tersebut. Tindakan ini juga merupakan persaingan
yang tidak sehat dan tidak adil bagi calon lain yang menjadi pesaingnya.

            Apabila calon petinggi pemerintahan yang sejak awal sudah melakukan
persaingan tidak sehat tersebut berhasil menduduki jabatan pemerintahan, tentu sangat
diragukan apakah ia dapat menjalankan pemerintahan yang bersih atau tidak. Terbukti
dengan begitu banyaknya petinggi pemerintahan di Indonesia saat ini, khususnya mereka
yang duduk di kursi DPR sebagai wakil rakyat, yang terlibat kasus korupsi. Ini adalah
buah dari kecurangan yang mereka lakukan melalui money politics dimana mereka sudah
mengeluarkan begitu banyak dana demi membeli suara rakyat, sehingga ketika mereka

9
berkuasa mereka akan cenderung memanfaatkan kekuasaannya yang antara lain
bertujuan untuk mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan tersebut.

            Tidak hanya korupsi, sikap atau perilaku keseharian para wakil rakyat tersebut
juga tidak menunjukkan etika politik yang baik sebagai seseorang yang seharusnya
mengayomi dan menjadi penyambung lidah rakyat demi mencapai kesejahteraan rakyat.
Mereka kehilangan semangat dan tekad untuk membela rakyat yang bertujuan pada
tercapainya kesejahteraan rakyat, yang mereka ungkapkan ketika masih menjadi calon
wakil rakyat. Mereka kehilangan jatidiri sebagai seorang pemimpin dan justru
menyalahgunakan kepercayaan rakyat terhadap mereka demi kepentingan pribadi dan
kelompok. Terbukti banyak anggota DPR yang menginginkan gaji tinggi, adanya
berbagai fasilitas dan sarana yang mewah yang semuanya itu menghabiskan dana dari
rakyat, dalam jumlah yang tidak sedikit. Hal ini tidak sebanding dengan apa yang telah
mereka lakukan, bahkan untuk sekedar rapat saja mereka tidak menghadiri dan hanya
titip absen, atau mungkin hadir namun tidak berpartisipasi aktif dalam rapat tersebut.
Sering diberitakan ada wakil rakyat yang tidur ketika rapat berlangsung

10
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Etika Politik Pancasila adalah cabang dari filsafat politik Pancasila yang menilai baik
dan buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan Filsafat Politik Pancasila. Peran
etika politik Pancasila sangat dibutuhkan dalam menangani pelanggaran-pelanggaran etika
politik di Indonesia, karena etika politik pancasila mampu mendeteksi adanya gejala-gejala
awal dari pelanggaran terhadap filsafat politik pancasila.

3.2 Saran

Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan


bermasyarakat hal ini diperlukan dengan tujuan untuk menyelaraskan antara masyarakat
dengan pemerintah sehingga berbagai bentuk penyelewengan-penyelewengan dapat di
minimalisir. Selain itu, dengan pancasila, diharapkan pemerintah dapat mewujudkan
masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti dan mentaati
peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi
pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat sebagai bagian terpenting dari
terbentuknya suatu negara.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ristekdikti. 2016. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Ristekdikti : Jakarta. 213.

Notepad Kuliah. 2012. Pancasila sebagai Etika Politik. http://diary-


mybustanoel.blogspot.com/2012/02/makalah-pancasila-tentang-pancasila.html (Akses 10
Oktober 2019)

Kompasiana. 2017. Setnov dan Etika Politik. http://diary-


mybustanoel.blogspot.com/2012/02/makalah-pancasila-tentang-pancasila.html (Akses 10
Oktober 2019)

12
13

Anda mungkin juga menyukai