Disusun Oleh :
Nurhayati (162210101025)
2019/2020
BAB I. PENDAHULUAN
2
untuk meningkatkan mobilitas eluen. detektor UV digunakan untuk pendeteksi senyawa-
senyawa organik. Dengan bantuan detektor akan mendapatkan kromatogram. Kromatorgram
memuat retention time dan tinggi puncak suatu senyawa (Sitorus dkk., 2015). Puncak tunggal
dalam kromatogram HPLC (puncak luas) menunjukkan kemurnian dari isolasi senyawa
kuersetin. Selain itu juga dilakukan analaisis NMR dan FTIR untuk penjelasan struktural.
Pemilihan cara isolasi, cara pemisahan, dan cara identifikasi senyawa kuersetin didasarkan
pada hasil penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya.
3
BAB II. PEMBAHASAN
2.1.Ekstraksi
Isolasi dilakukan untuk mendapatkan isolat-isolat suatu senyawa, sehingga dapat
mempermudah untuk melakukan identifikasi senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia.
Proses isolasi suatu senyawa tertentu dipengaruhi oleh tahap ekstraksi (Suhendi dkk., 2011).
Ekstrak yang dihasilkan dari proses awal harus menghasilkan kelompok senyawa yang dituju,
dalam hal ini yang dicari adalah senyawa kuersetin.
Pada penelitian ini C.album dipotong-potong kecil untuk mempercepat proses
pengeringan. Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada
sampel, sehingga dapat mencegah pembusukan oleh bakteri. Proses ekstraksi dilakukan
bertujuan untuk mengambil senyawa kimia yang terkandung dalam sampel. Pada proses
ekstraksi kuersetin pelarut yang digunakan yaitu etil asetat, aseton dan methanol (Sharma dan
Janmeda, 2017). Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan cara
sokletasi dan maserasi. Prinsip dari maserasi adalah pencapaian kesetimbangan konsentrasi,
sedangkan prinsip metode sokletasi yaitu ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru dengan jumlah pelarut yang relative konstan (Koirewoa dkk., 2012).
Alasan pemilihan metode ini yaitu untuk ekstraksi maserasi memungkinkan banyak
senyawa terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut
pada suhu kamar. Sedangkan metode sokletasi merupakan metode cara panas yang dapat
menghasilkan ekstrak yang lebih banyak, pelarut yang digunakan lebih sedikit (efisiensi bahan),
waktu yang digunakan lebih cepat, dan sampel diekstraksi secara sempurna karena dilakukan
berulang-ulang. Selain itu, aktivitas biologis tidak hilang saat dipanaskan sehingga teknik ini
dapat digunakan dalam pencarian induk obat (Siswarni MZ dkk., 2017).
Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dilakukan pemekatan dengan rotavapor sampai
diperoleh ekstrak kental. Dari proses pemekatan dengan rotavapor menghasilkan ekstrak etil
asetat (EACA; hasil: 3,9% b/b), ekstrak aseton (ACCA; hasil: 4,79% b/b), ekstrak metanol
(MECA; hasil: 13,58 % w/w) dan ekstrak metanol 50% (HACA; hasil: 12,76% b/b). Ekstrak ini
kemudian dilakukan separasi dan pemurnian (Arora dan Itankar, 2018)
4
lain-lain. Pemurnian ekstrak dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi zat-zat yang tidak
diinginkan dalam ekstrak akan terpisah dari zat-zat yang diinginkan (Lutfi, 2014).
Pada penelitian ini proses separasi diguakan untuk pemisahan molekul bioaktif, ekstrak
kaya Flavonoid dari C. album menggunakan kromatografi flash otomatis di ISCO-combiflash.
Sistem kromatografi flash pada awalnya dikembangkan untuk pemurnian produk sintetis yang
cepat dan mudah Pemisahan senyawa menggunakan pemisahan fase terbalik, pemilihan fase
gerak dan optimalisasi profil gradien perlu dilakukan. optimalisasi profil gradien paling mudah
dilakukan oleh HPLC, karena RP TLC terbatas penggunaannya karena keterbasahan lempeng
yang buruk (Weber dkk., 2011). Namun, untuk pemisahan flash separasi fase normal pada
silica gel, fase gerak dipilih atas dasar percobaan-dan-kesalahan untuk memberikan nilai Rf
senyawa antara 0,5 dan lebih dari 0,1. Jadi tergantung pada fase balik atau pemisahan fase
normal.
Pemisahan kromatografi flash fase balik ekstrak ACCA menghasilkan pemisahan senyawa
tunggal, yang direpresentasikan sebagai puncak 1 dalam kromatogram flash. Puncak 1
digunakan sebagai fraksi.
Kemudian fraksi ini dikumpulkan dan dipekatkan di bawah vakum. Pada proses
pengeringan, puncak 1 menghasilkan bubuk berwarna kuning sebanyak (13 mg), dan
memberikan tes positif untuk flavonoid. Paramamer untuk menentukan fraksi tersebut
terdapat pada tabel :
5
Senyawa serbuk berwarna kuning diberi kode ACCA 1. Spectra uv di temukan pada
panjang gelombang Flavonol menunjukkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang
non spesifik antara 270 dan 290 nm, hal menunjukkan senyawa tesebut termasuk senyawa
flavonol dari senyawaflavonoid. Flavonol menunjukkan absorbansi maksimum pada panjang
gelombang non spesifik antara 270 dan 290 nm, tapi pada spectra UV-Vis ditemukan juga
spectra senyawa quersetin, dapat dilihat Absorbansi spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum 400- 435 nm (Stankovic, M.S., 2011).
Selain itu juga dibaca menggunakan Spektrum IR yang menunjukkan puncak pada 3624,
3473, 3295 cm 1 (OH), 1616 cm 1 (Aromatik C=C Bend), 1458 cm 1 (CH2 dan CH3; RCH2CH3),
1165 cm 1 (C-CO- C Peregangan dan tekukan dalam Ketone), Puncak mengungkapkan jumlah
kelompok fungsional dan sifat ikatan. Spektra 1H NMR dari ACCA-1 menunjukkan puncak
mengamati pelarut pada ∂ 5.1. Puncak singlet pada ∂ 6.20 dan 6.40 mengindikasikan proton
flavonol H-6 dan H-8. Puncak doublet lain pada ∂ 6,89 dan 6,91 menunjukkan adanya proton
flavonol H-50. Puncak pada ∂ 7,59 hingga 7,66 menunjukkan proton flavonol H-20 dan H-60
(Gbr. 3).
Sedangkan spektra C13 NMR mengungkapkan sinyal pada 175,92 ppm menunjukkan
karbonil karbon (C-4) pada posisi medan rendah normal. Sinyal lain di 164.14, 161.08, 156.80
6
dan 158.30 ppm menunjukkan posisi flavonol C-7, C-5, C-40 dan C-30 Singlet pada 147,35 dan
146,60 ppm dikaitkan untuk posisi C-20 dan C-60 karbon, sinyal pada 135,85 ppm
menunjukkan karbon aromatik teroksigenasi C-3. Sinyal lain pada 122,73 ppm menunjukkan
atom karbon C-1 flavonol. Sinyal pada 114,82, 114,58 ppm menunjukkan posisi C-1 dan C-10
atom karbon non oksigen. Sinyal pada 103,11 ppm menunjukkan posisi karbon C-10. Sinyal lain
pada 97,83 dan 93,06 ppm menunjukkan posisi karbon C-6 dan C-8. (Gbr. 4) (Arora dan Itankar,
2018a)
7
2.3. Identifikasi Senyawa Kuersetin
Senyawa kuersetin merupakan bagian dari flavonol dimana identifikasinya dapat
menggunakan HPLC-UV. HPLC-UV merupakan metode pemisahan sekaligus identifikassi yang
sering digunakan. Identifikasi senyawa ini dapat dilakukan dengan membandingkan standard
dan hasil spektra serta kromatogram nya seperti berikut (V. A, Sagaradze E.Yu, 2017).
Keakuratan metode ini dapat ditandai mengunakan tiga konsentrasi dalam rentang linearitas
serta rata-rata R% dalam 3x replikasi.
Gambar 1. Spektra UV Standard vitexin (1), rutin (2), hyperoside (3), quercetin (4) (V. A,
Sagaradze E.Yu, 2017)
8
Gambar 1. Chromatogram ekstrak “bunga dan daun Hawthorn” (a) dan standard vitexin
(1), rutin (2), hyperoside (3) dan quercetin (4) pada konsentrasi masing-masing 4,5,10 dan 5
µg/ml (V. A, Sagaradze E.Yu, 2017)
Gambar 3 menunjukkan struktur dari flavon dan flavonol serta dua cincin yang akan
menandakan perbedaan dua pita yang akan muncul pada spektra UV. Panjang gelombang pita
A (300-380 nm ) dianggap terkait dengan absorbsi cincin Cinnamoyl sedangkan panjang
gelombang pada pita B (240-280 nm )terkait dengan absorbsi cincin benzoyl. Dalam suatu
penelitian identiifikasi falvonoids dari Chenopodium album bagian batang menunjukkan
spektra uv ekstrak acetonitrile pada 373nm dan 256nm, panjang gelombang maksimum pada
373 nm. Tipikal spektra UV-Vis senyawa golongan flavonoid termasuk dalam dua absorbansi.
Pita A pada 310-350 nm menunjukkan rentang senyawa flavon sedangkan flavonol dapat
diidentifikasi pada rentang 350-385 nm. Gambar 4 merupakan spektra UV yang menunjukkan
kemiripan dengan standard spektra kuersetin (Arora dan Itankar, 2018b).
Gambar 2 Struktur Flavon dan Flavonol serta cincin benzoyl dan cinomoyl
9
Gambar 3 Spektra UV Chenopodium album (Buiarelli dkk., 2018)
Gambar 4 Waktu Retensi beberapa senyawa golongan Flavonoid (Quilantang dkk., 2018)
10
Gambar 5 Kromatogram ekstrak bunga yang mengandung kuersetin (Quilantang dkk.,
2018)
11
Daftar Pustaka
Arora, S. dan P. Itankar. 2018a. Extraction, isolation and identification of flavonoid from
chenopodium album aerial parts. Journal of Traditional and Complementary Medicine.
8(4):476–482.
Arora, S. dan P. Itankar. 2018b. Journal of traditional and complementary medicine extraction ,
isolation and identi fi cation of fl avonoid from chenopodium album aerial parts. Journal
of Traditional Chinese Medical Sciences. 8(4):476–482.
Buiarelli, F., F. Bernardini, P. Di Filippo, C. Riccardi, D. Pomata, G. Simonetti, dan R. Risoluti.
2018. Extraction, purification, and determination by hplc of quercetin in some italian
wines. Food Analytical Methods. 11(12):3558–3562.
Cannell, R. J. . 1998. Natural Products Isolation Methods in Biotechnology. Edisi 4. Totowa:
Humana Press.
Harborne, J. . 2006. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan (Alih
Bahasa : Kosasih Padmawinata & Iwang Soediro). Bandung: ITB.
Hostettman, K., M. Hostettman, dan A. Marston. 1986. Cara Kromatografi Preparatif. Bandung:
ITB.
Koirewoa, Y. A., Fatimawali, dan W. I. Wiyono. 2012. Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid
dalam daun beluntas (pluchea indica l.). Pharmacon. 1(1):47–52.
Lutfi, M. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Rimpang Purwoceng (Pimpinella Alpina Kds.)
Terstandar Terhadap Perilaku Seksual Tikus Jantan Galur Wistar. universitas islam
indonesia.
Quilantang, N. G., S. Hyun, R. Se, H. Park, J. Sang, B. Je, S. Chun, dan J. Sung. 2018. Inhibitory
activity of methanol extracts from different colored flowers on aldose reductase and hplc
- uv analysis of quercetin. Horticulture, Environment, and Biotechnology. 59(6):899–907.
Sastrohamidjojo, H. 2005. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty.
Sharma, V. dan P. Janmeda. 2017. Extraction, isolation and identification of flavonoid from
euphorbia neriifolia leaves. Arabian Journal of Chemistry. 10(4):509–514.
Siswarni MZ, Yusrina Ika Putri, dan Rizka Rinda P. 2017. EKSTRAKSI kuersetin dari kulit terong
belanda (solanum betaceum cav.) menggunakan pelarut etanol dengan metode maserasi
dan sokletasi. Jurnal Teknik Kimia USU. 6(1):36–42.
Sitorus, L., J. Pontoh, dan V. Kamu. 2015. Analisis beberapa asam organik dengan metode high
performance liquid chromatography (hplc) grace smart rp 18 5µ. Jurnal MIPA. 4(2):148.
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Yogyakarta: Kanisius.
12
Suhendi, A., L. R. Sjahid, dan D. Hanwar. 2011. Isolasi dan identifikasi flavonoid dari daun
dewandaru (eugenia uniflora l). Pharmacon. 12(2):73–81.
V. A, Sagaradze E.Yu, B. E. I. K. 2017. HPLC-uv method for determing flavonoids in hawthorn
flowers and leaves. 51(4):277–280.
Weber, P., M. Hamburger, N. Schafroth, dan O. Potterat. 2011. Flash chromatography on
cartridges for the separation of plant extracts: rules for the selection of chromatographic
conditions and comparison with medium pressure liquid chromatography. Fitoterapia.
82(2):155–161.
X
13